Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia

yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang

yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian (Hawari, 2009).

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi

individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,

merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima

secara sosial (Isaacs, 2005).

2.2 Etiologi Skizofrenia

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang

menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir

antara lain : (Yosep, 2010)

 Faktor genetik;

 Virus;

 Autoantibodi;

 Malnutrisi.

Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : (Yosep, 2010)

1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%;

anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.


2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;

sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan

pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia

kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi,

infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan

bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali

disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Skizofrenia muncul bila

terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)

a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan

otak janin;

b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;

c. Komplikasi kandungan; dan

d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.

Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor

psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari

pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya. (Yosep, 2010)

2.3 Manifestasi Klinis

Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim,

2003).:

- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang

asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”, yaitu

isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” merupaka waham tentang

dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang

”dirinya” diartikan secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau

ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus), atau “delusional

perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:

 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien, atau

 Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau

 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan

dunia lain).

e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
 Mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang

jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang

menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau

berbulan-bulan terus. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja,

apabila disertai baik oleh waham yang menerus;

 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor;

 Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan

oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan

atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,

sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara

sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):

 Berlangsung minimal dalam enam bulan

 Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan

interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri

 Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya

sebagian dari periode tersebut

 Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood

mayor, autisme, atau gangguan organik.

2.4 Jenis-jenis skizofrenia

Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam

salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-

golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak

dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai berikut :(Maramis, 2009).

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ

III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-

masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :

 F20.0 Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.

Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala

skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia

paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah

waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara

lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut,

tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid,

mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang lain.Berdasarkan PPDGJ

III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :

 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

 Sebagai tambahan :

o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

 Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar tentang diri

pasien, yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal

berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat

seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual

mungkin ada tetapi jarang menonjol.

 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan

keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang

paling khas.

o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta

gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau lebih

delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua

daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien skizofrenia
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid

menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan

perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak

ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadang-

kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan

mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap intak.

 F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara

15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan

adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,

neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham

dan halusinasi banyak sekali.

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat

butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset

biasanya mulai 15-25 tahun)..

 Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan

kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas

berikut ini memang benar bertahan :

o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta

mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku

menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;


o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai

oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir

(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa

menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),

keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated

phrases);

o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)

serta inkoheren.

o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya

menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol

(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak

(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,

sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan

(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang

dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak

lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut

DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

 F20.2 Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului

oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor

katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.

Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:

1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup


2. Muka tanpa mimik, seperti topeng

3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari,

bahkan kadang sampai beberapa bulan.

4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme

5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan meleleh

keluar, air seni dan feses ditahan

6. Terdapat grimas dan katalepsi

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai

berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi

tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme, grimas dan

neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau

kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga

penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-

butir berikut :

 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam

gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak

dipengaruhi oleh stimuli eksternal)


o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua

perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang

berlawanan);

o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

menggerakkan dirinya);

o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh

dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

o Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (ketidakpatuhan secara

otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan

katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti

yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk

diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit

otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi

pada gangguan afektif.

Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk

skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor,

pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak

melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar

bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut
pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di

rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila

anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk,

kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di

sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.

Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik

dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya

berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang

disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya

meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau

berceramah seperti pemuka agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan

lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong

tempat tidurnya.

Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua diatas,

pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu dan

frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara tiba-

tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding, dan

akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.

Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang

ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis

mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang

disebabkan oleh dirinya sendiri.


 F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).

Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam

salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria

diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.

 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

 F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

 Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum

skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran

klinisnya); dan

 Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk

episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode

depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus

tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

 F20.5 Skizofrenia residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode

psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol.

Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif
dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta

buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :

 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan

inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal

yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi

tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi

gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal)

dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;

 Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis

atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya

gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk

memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,

pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe

residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak

disertai afek yang kuat.


 F20.6 Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah

kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit

ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan

sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau

mulai menarik diri dari pergaulan.

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-

butir berikut :

 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung

pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :

o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat

halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai

dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi

sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan

hidup, dan penarikan diri secara sosial.

o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe

skizofrenia lainnya.

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada

jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir

biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya

perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan

keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang

menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

 F20.8 Skizofrenia lainnya

 Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)

Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria

diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan bouffe

delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien skizofren

 Oneiroid

Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami

disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang terperangkap

dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan dunia nyata.

 Early onset schizophrenia

Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan

retardasi mental dan autisme

 Late onset schizophrenia

Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita

dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.

2.5 Penatalaksanaan Skizofrenia

2.5.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan

obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama

diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk

mngobati Skizofrenia.

Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik

konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

a. Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.

Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang

serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :

1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,

banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.

Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).

- Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat

menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para

ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional.


- Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol

dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu

(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan

terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot

formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda,

serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

• Risperdal (risperidone)

• Seroquel (quetiapine)

• Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien

dengan Skizofrenia.

c. Clozaril

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.

Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik

konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat

serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah

putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus

memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan

Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan Obat

Anti Psikosis dan Dosis Anjuran, yaitu:


No Nama generik Sediaan Dosis

1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, Injeksi 25 mg/ml 150 - 600 mg/hari

2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg Injeksi 5 mg/ml 5 - 15 mg/hari

3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari

4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari

5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu

6. Levomeprazin Tablet 25 mg Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari

7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari

8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari

9. Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari 1 - 4 mg/hari Injeksi 50 mg/ml

10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari

11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

Cara penggunaan

 Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama

pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.

 Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan

efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.

 Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang

sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis

lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil

efek samping belum tentu sama.


 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis

tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat

dipilih kembali untuk pemakaian sekarang

 Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: o Onset efek primer (efek klinis) :

sekitar 2-4 minggu o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam o Waktu paruh

12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk

mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga

tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien

 Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai

dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila

perlu dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à

diturunkan setiap 2 minggu à dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun

(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)

à stop

 Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat

dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.

 Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis

terakhir yang masih mempunyai efek klinis.

 Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai

1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat

penuruna obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu - 2

bulan.
 Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan

dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.

 Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:

gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan

mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan

tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)

 Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau

atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis

dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1

cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan

pemeliharaan terhadap kasus skizpfrenia.

 Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan

posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor

adrenalin (effortil IM)

 Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet

trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

 Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode

pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive

dyskinesia lebih rendah.

Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.

Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli

biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril).
 Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk

mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti

minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,

dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan

obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat

oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan

injeksi lebih simpel dalam penerapannya.

Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal

ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya

antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal

antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan

yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

 Pengobatan Selama fase Penyembuhan

Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.

Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama

Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode

pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan

dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total

pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa

penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya

penyakit.
 Efek Samping Obat-obat Antipsikotik

Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat

penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar

dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)

pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini

pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak

(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang

dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat

antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau

mengobati efek samping ini.

Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan

mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan

terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari

obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami

tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan

antipsikotik atipikal.

Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga

banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk

mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan

newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.

Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan

obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah

raga dapat membantu mengatasi masalah ini.


Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana

timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi

berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

2.5.2 Terapi Psikososial

a. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk

meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan

komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang

dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.

Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,

berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b. Terapi berorintasi-keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam

keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan

manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode

pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses

pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang

jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur

terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat

skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.

Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi

terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah

dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan

terapi keluarga.

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan

hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi

secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan

isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien

skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,

tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan

skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi

farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah

perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut

dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,

dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam

pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien

skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan

kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.

Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur

dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan

yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,

manipulasi, atau eksploitasi.

2.5.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan

medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat

kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara

pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada

perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh

serta keluarga pasien tentang skizofrenia.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka

menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan

penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah

sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,

pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat

pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan

keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah

sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-

1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat
yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita

menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu

yang digunakan 2-3 detik.

Pada pelaksanaan terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:

 Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.

 Penderita harus puasa

 Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan

 Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.

 Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.

 Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)

dibersihkan. · Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien

menggigitnya.

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:

• 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari

• 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan

• Maintenance tiap 2-4 minggu

• Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.

Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena

alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah

pemberian antipsikotik 7 .
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,

penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien

dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai

komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-

otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.

2.6 Pemasungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pasung adalah alat untuk menghukum orang,

berbentuk kayu apit atau kayu berlubang, dipasangkan pada kaki, tangan, atau leher; sedangkan

memasung artinya (1) membelenggu seseorang dengan pasung; memasang pasung (2)

memasukkan ke dalam kurungan (penjara); (3) membatasi (menghambat) ruang gerak.

Berdasarkan pengertian tersebut tentu saja pemasungan itu merampas kebebasan

seseorang dengan perlakuan yang tidak manusiawi sehingga melanggar hak asasi manusia.

Menurut Suharto (2014), pasung merupakan suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada

tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di

dalam rumah ataupun di hutan. Pemasungan bisa diartikan sebagai segala tindakan yang dapat

mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan

fisik walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan. Di Indonesia, kata pasung mengacu

kepada pengekangan fisik atau pengurungan terhadap pelaku kejahatan, orang-orang dengan

gangguan jiwa dan yang melakukan tindak kekerasan yang dianggap berbahaya (Broch, 2001,

dalam Minas & Diatri, 2008)

Berdasarkan beberapa pengertian pemasungan yang telah diuraikan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pemasungan adalah tindakan untuk menghukum orang terhadap pelaku
kejahatan, orang-orang dengan gangguan jiwa dan yang melakukan tindak kekerasan yang

dianggap berbahaya, dengan cara memasang sebuah balok kayu pada tangan dan kaki seseorang,

diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan,

sehingga cenderung membatasi atau menghambat ruang gerak.

2.7 Perilaku Kesehatan Medis Keluarga Pada Penderita Skizofrenia

Menurut penelitian Wuryaningsih, Yani, dan Helena (2013), skizofrenia merupakan

gangguan jiwa yang cenderung menahun dan butuh pengobatan yang bertahap. Dalam hal ini

keluarga menjadi satu-satunya sumber pendukung bagi perawatan pasien gangguan skizofrenia

ketika berada di tengah masyarakat (Maldonado, Urizar, & Kavanagh, 2005; Thompson, 2007;

dalam Wuryaningsih, Yani, dan Helena, 2013).

Menurut penelitian Wardhani (2013) perilaku kesehatan keluarga yang memiliki

penerimaan yang baik terhadap pasien skizofrenia ditunjukan melalui kepasrahan, kepedulian

dan menyerahkan penanganan pengobatan sepenuhnya kepada rumah sakit, maupun pihak-pihak

yang bersedia membantu keluarga dalam mengatasi skizofrenia. Hal ini didukung penelitian

Soekarta (2004) dalam Wuryaningsih, Yani, dan Helena (2013) yang menjelaskan bahwa

keluarga berupaya menyediakan waktu untuk berkomunikasi, sering berbincang-bincang,

bercanda, mengadakan rekreasi bersama dapat meringankan beban psikologis. Keluarga

berkomitmen dalam memberikan dukungan dan mendampingi pasien untuk patuh dalam

pengobatan. Namun disisi lain, tidak jarang beberapa keluarga terkadang menganggap kehadiran

penderita dirasakan sebagai beban keluarga (Arif, 2006).

Menurut penelitian Drapalsky, et al (2008) menjelaskan bahwa keluarga sering merasa

kewalahan dan terbebani merawat pasien dengan gangguan jiwa berat yang memiliki risiko
perilaku kekerasan. Sekitar 36 % keluarga merasa terstigma karena memiliki pasien gangguan

jiwa di rumahnya dan 8% di antaranya enggan mencari bantuan pelayanan kesehatan akibat

stigma negatif dari lingkungan. Menurut penelitian Wardhani (2013) bentuk perilaku penolakan

kesehatan keluarga terhadap pasien skizofrenia berupa keluarga tidak mencari informasi,

merawat dengan merantai kaki, mengasingkan dan berperilaku kasar selama penderita

skizofrenia berada dirumah, dan keluarga menolak untuk menjenguk ke rumah sakit jiwa. Pada

tahap marah perilaku keluarga berupa perkataan yang kurang menyenakan keluarga kepada

orang lain, pergi meniggalkan pasien skizofrenia dirumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai