Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN RESMI

MODUL VIII

INVENTORY THEORY

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang

Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting

yang dihadapi oleh perusahaan. Pendekatan-pendekatan kuatitatif akan sangat

membantu memecahkan masalah ini. Persediaan digunakan sebagai timbunan

barang yang sengaja disimpan sebagai cadangan untuk menghadapi kelangkaan

pada saat prose produksi sedang berlangsung.

Alasan utama yang menyebabkan perhatian terhadap masalah pengendalian

persediaan demikian besar adalah karena pada kebanyakan perusahaan persediaan

merupakan bagian atau “porsi” besar yang tercantum dalam neraca. Persediaan

yang terlalu besar maupun yang terlalu kecil dapat menimbulkan masalah-masalah

yang pelik. Masalah utama yang ingin dicapai oleh pengendalian persediaan

adalah meminimumkan biaya operasi total perusahaan.

Pada Model EOQ potongan harga pembelian (Quality discount/Price

Break), hal yang ditawarkan oleh supplier untuk membeli dalam jumlah besar.

Dapat juga menentukan jumlah pemesanan dan kapanpemesanan harus dilakukan.

Persediaan yang terlalu besar maupun yang terlalu kecil dapat menimbulkan

masalah-masalah yang pelik. Kekurangan persediaan bahan mentah akan

mengakibatkan adanya hambatan pada proses produksi begitu pula kekurangan

persediaan barang dagangan yang mengakibatkan pelanggan menjadi kecewa.

B. Rumusan Masalah

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Dalam praktikum optimasi industri ini dalam hal memecahkan persolan

Teknik Persediaan (Inventory Theory) mempunyai rumusan masalah yaitu:

"Bagaimana meminimalkan total biaya dan menentukan jumlah

pemesanan yang ekonomis dalam persediaan?"

C. Tujuan Praktikum

Dalam praktikum optimasi industri ini dalam hal memecahkan persoalan

Teknik Persediaan (Inventory Theory) mempunyai beberapa tujuan antara lain:

1. Untuk menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis (Economic

Order Quantity) setiap kali pemesanan.

2. Untuk menentukan titik re-order untuk persediaan bahan baku.

3. Dapat menganalisis dan mengambil keputusan pada sistem persediaan.

D. Manfaat Praktikum

Dalam praktikum optimasi industri ini dalam hal memecahkan persoalan

Teknik Persediaan mempunyai beberapa manfaat antara lain:

1. Diharapkan mahasiswa mampu menentukan berapa jumlah pemesanan yang

ekonomis (Economic Order Quantity) setiap kali pemesanan.

2. Mahasiswa mampu meminimalkan biaya total dalam masalah persediaan.

3. Mahasiswa dapat menganalisis dan mengambil keputusan pada sistem

persediaan.

E. Batasan Masalah

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Adapun yang menjadi batasan masalah yang terdapat pada praktikum

persoalan persediaan yaitu:

1. Penyelesaian dilakukan dengan menggunakan software WinQSB inventory

theory.

2. Rumus yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dengan

menggunakan rumus EOQ dan TAC.

3. Parameter yang digunakan yaitu D, Q, h, C, dan K yang masing-masing

merupakan jumlah kebutuhan barang, jumlah pemesanan, biaya simpan per

unit, harga barang per unit, dan biaya setiap kali pesan.

II. Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Inventory Theory

Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan

untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses

produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu

peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu,

barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Bisa dikatakan tidak ada

perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan, meskipun sebenarnya persediaan

hanyalah suatu sumber dana yang menganggur. Persediaan adalah sumber daya

menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Proses lebih

lanjut yang dimaksud adalah kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan

pemasaran pada sistem distribusi, ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem

rumah tangga.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Fungsi utama persediaan adalah menjamin kelancaran mekanisme

pemenuhan permintaan barang sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga

sistem yang dikelola dapat mencapai kinerja (performance) yang optimal.

Timbulnya persediaan dalam suatu sistem, baik sistem manufaktur maupun non

manufaktur merupakan akibat dari 3 kondisi. Kondisi-kondisi tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive).

Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat terpenuhi dengan segera bila

barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang

tersebut diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk

mendatangkannya. Hal ini berarti bahwa adanya persediaan merupakan hal

yang sulit dihindarkan.

2. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (precautionary motive).

Ketidakpastian yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah

maupun waktu kedatangan.

b. Waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk

dengan produk lainnya.

c. Waktu ancang-ancang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena

berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya.

d. Ketidakpastian ini akan diredam oleh jenis persediaan yang disebut

persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman ini digunakan

jika permintaan melebihi peramalan produksi lebih rendah dari rencana

(lead time) lebih panjang dari yang diperkirakan semula.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
3. Keinginan melakukan spekulasi (speculative motive) yang bertujuan

mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang dimasa

mendatang.

Persediaan dapat memiliki berbagai fungsi penting yaitu menambah

fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan. Fungsi dasar persediaan sebenarnya

sangat sederhana, yaitu meningkatkan profitability perusahaan. Bagi sebagian

perusaah kebijakan persediaan yang aman adalah memiliki persediaan dalam

jumlah banyak, tetapi ternyata hal ini akan menyebabkan tingginya biaya untuk

penyimpanan dan pembelian bahan atau barang yang bersangkutan, sedangkan

kelebihan persediaan juga akan menyebabkan banyaknya dana yang terserap

dalam persediaan sehingga tidak efisien. Persediaan yang terlalu

sedikit akan berisiko kekurangan bahan atau barang. Hal ini akan mengganggu

kelancaran proses produksi, selain itu juga biaya pembelian dan biaya persediaan

juga semakin membesar.

Selain fungsi dasar persediaan, ada beberapa fungsi persediaan yang lainnya,

yaitu fungsi wilayah, fungsidecoupling, fungsi penyeimbang dengan permintaan,

dan fungsi penyangga. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing fungsi:

1. Fungsi pemisahan wilayah, merupakan spesialisasi ekonomis antara unit

pembuatan (manufacturing) dan unit distribusi yang dibagikan dalam

wilayah-wilayah yang ditangani.

2. Fungsi decoupling, merupakan fungsi suatu produk yang diproses dan

didistribusikan dalam ukuran yang ekonomis.

3. Fungsi penyeimbang dengan permintaan, persediaan berfungsi untuk

menyeimbangkan kebutuhan konsumsi dengan produksi, agar kebutuhan

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
konsumsi dapat dipenuhi dengan lancar dari proses produksi yang

dilakukan. Sifat permintaan dapat bersifat stabil atau musiman.

4. Fungsi penyangga (buffer stock), persediaan memiliki fungsi sebagai

penyangga agar proses produksi berjalan lancar tanpa hambaran. Fungsi

penyangga dilaksanakan dengan menetapkan persediaan pengaman (Safety

stock).

B. Jenis-Jenis Persediaan

Dalam sistem manufaktur, berdasarkan jenisnya terdapat 5 macam

persediaan secara umum yaitu sebagai berikut:

1. Bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok

(supplier) dan akan digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan

dihasilkan oleh perusahaan.

2. Bahan setengah jadi (work in process) adalah bahan baku yang sudah diolah

atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-

langkah lanjutan agar menjadi produk jadi.

3. Barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai diproses,

siap untuk disimpan di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke

lokasi-lokasi pemasaran.

4. Bahan-bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang dibutuhkan

untuk menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk

akhir yang dihasilkan perusahaan.

5. Barang rakitan (purchased part or componens) adalah persediaan barang-

barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari

perusahaan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
C. Biaya-Biaya Persediaan

Berbagai macam biaya yang perlu diperhitungkan disaat mengevaluasi

masalah persediaan. Diantara biaya tersebut, ada empat kelompok utama, yakni :

 Ordering dan Procurement Cost.

Merupakan total biaya pemesanan dan pengadaan bahan sehingga siap

untuk digunakan atau diproses lebih lanjut dengan kata lain, mencakup pula

biaya-biaya pengangkutan, pengumpulan, pemilikan, penyusunan dan penempatan

digudang, sampai kepada biaya-biaya manajerial dan yang berhubungan dengan

pemesanan sampai penempatan bahan di gudang. Untuk dapat membedakan

secara tegas antara kedua macam biaya tersebut (ordering dan procurement cost)

dapat dilihat dari sifat “fixed-variable” biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu

pemesanan. Seringkali total kedua biaya tersebut bervariasi menurut jumlah

barang yang dipesan, misalnya apabil harga barang yang ditetapkan dengan

“quantity discount”. Dalam hal ini total biaya pemesanan dapat dikelompokkan

menjadi dua. Pertama, kelompok biaya pemesanan bersifat “fixed”, yang tidak

tergantung pada jumlah barang yang dipesan. Kedua, kelompok bidang

pemesanan yang bersifat “variable”, yang tergantung pada jumlah barang yang

dipesan. Bagian yang disebut fixed disebut ordering cost, sedangkan yang bersifat

variable disebut procurement cost. Biaya-biaya ini termasuk didalam biaya yang

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemrosesan pesanan dan ekspedisi

b. Biaya telepon

c. Pengeluaran surat menyurat

d. Biaya pengepakan dan penimbangan

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
e. Biaya pengiriman ke gudang dan lain sebagainya

 Holding Cost atau Carrying Cost .

Timbul karena perusahaan menyimpan persediaan. Biaya ini sebagian besar

merupakan biaya penyimpanan (secara fisik), disamping pajak dan asuransi

barang yang disimpan unsur penting (dan merupakan proporsi yang besar) dalam

holding cost adalah “opportunity cost” dan pada dana yang tertahan di dalam

persediaan, yang mungkin akan ditanamkan atau digunakan untuk keperluan lain.

Biaya persediaan dilambangkan dengan parameter h. Kembali lagi kepada

opportunity, tentunya opportunity ini tergantung pada berapa jumlah barang yang

disimpan sebagai persediaan dan berapa lama ia simpan. Semakin banyak barang

yang disimpan, maka semakin banyak pula holding cost yang ditanggung. Karena

itu seringkali biaya penyimpanan dinyatakan per satuan nilai persediaan. Yang

termasuk biaya penyimpanan diantaranya adalah :

a. Biaya fasilitas (termasuk biaya penerangan, pendingin ruangan)

b. Biaya asuransi persediaan

c. Biaya pajak persediaan

d. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan dan lain sebagainya

 Shortage Cost .
Timbul apabila ada permintaan terhadap barang yang kebetulan sedang

tidak tersedia di gudang. Untuk barang-barang tertentu, langganan dapat diminta

untuk menunda pembeliannya atau dengan kata lain langganan diminta utuk

menunggu. Dalam hal ini shortage cost yang timbul selain biaya ekstra untuk

membuat lagi barang yang dipesan, juga berupa kekurangannya “good will”

langganan, apabila pesanannya terlambat dipenuhi. Tetapi, untuk barang sehari-

hari langganan tidak dapat untuk menunda pembeliannya atau diminta untuk

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
“back order”. Dalam hal ini perusahaan akan kehilangan langganan karena ia

akan segera mencari barang yang dibutuhkannya di perusahaan lain.

Dalam mengevaluasi kebijaksanaan di bidang persediaan, biaya-biaya yang

disebutkan diatas harus diperhatikan. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa

yang diperhitungkan adalah biaya-biaya yang relevan (relevant cost) yang

meliputi seluruh biaya yang timbul karena kebijaksanaan persediaan tersebut.

Akibatnya beberapa biaya perlu diabaikan, misalnya sewa gudang tidak dapat

dikategorikan sebagai “carrying cost” apabila sewa gudang tetap dibayar tanpa

tergantung pada jumlah barang yang disimpan disana, untuk kasus ini sewa

gudang harus diperlakukan sebagai unsur biaya overhead seperti halnya gaji.

Unsur overhead tidak diperhitungkan dalam biaya persediaan. Dan dalam praktek

sangat tergantung pada keputusan manajemen perusahaan. Maksudnya adalah

biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan.

Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a. Kehilangan penjualan

b. Kehilangan pelanggan

c. Biaya pemesanan khusus

d. Biaya ekspedisi

e. Selisih harga

f. Terganggunya operasi

 Setup Cost

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri (di

dalam pabrik) perusahaan, perusahaan tersebut menghadapi biaya penyiapan

(setup cost) untuk memproduksi komponen tertentu. Adapun didalam biaya-biaya

ini terdiri dari seperti berikut:

a. Biaya mesin-mesin menganggur

b. Biaya penyiapan tenaga kerja langsung

c. Biaya penjadwalan

d. Biaya ekspedisi dan lain sebagainya

D. Definisi Economic Order Quantity (EOQ)


Economic Order Quantity (EOQ) merupakan tingkat persediaan yang

meminimalkan total biaya pemesanan. Ini adalah salah satu model tertua

penjadwalan produksi klasik. Kerangka kerja yang digunakan untuk menentukan

kuantitas pesanan ini juga dikenal sebagai wilson EOQ model atau wilson

formula.
Economic Order Quantity (EOQ) bisa juga dikatakan sebagai salah satu

modek manajeme persediaan. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas

pesanan persediaan yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya

pemesanan persediaan. Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas

barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan

sebagai jumlah pembelian yang optimal. Adapun beberapa karakteristik EOQ

yaitu:
a. Jumlah barang yang dipesan pada setiap permintaan selalu konstan
b. Harga per unit barang adalah konstan
III. Pengumpulan Data
A. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas

Variabel Bebas (variabel penyebab) adalah variabel yang mempengaruhi

variabel terikat. Yang termasuk variabel bebas yaitu jumlah pembelian, biaya

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
pemesanan, harga / unit, biaya simpan, demand atau permintaan, discount dan

penawaran supplier.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat (variabel tergantung) adalah variabel yang dipengaruhi

variabel bebas. Yang termasuk variabel terikat yaitu Persediaan Optimu

B. Soal Laporan Resmi

Pada PT. Pravin Beton membutuhkan bahan baku untuk menjalankan

perusahaannya sebesar 215437 unit. Perusahaan tersebut ditawari supplier

potongan harga apabila :

a. Pembelian ≥ 7812 unit dengan harga per unit Rp. 381.479,- dengan biaya

simpan 20%.

b. Pembelian ≤ 6218 unit dengan harga per unit Rp. 328.407,- dengan biaya

simpan 22%.

c. Pembelian ≤ 7605 unit dengan harga per unit Rp. 471.229,- dengan biaya

simpan 17%.

d. Pembelian ≤ 7213 unit dengan harga per unit Rp. 421.407,- dengan biaya

simpan 19%.

e. Pembelian ≤ 5405 unit dengan harga per unit Rp. 412.488,- dengan biaya

simpan 11%.

Apabila diketahui biaya pemesanan Rp. 1.200.000,- per pesan, bagaimana

kebijakan perusahaan terhadap penawaran supplier tersebut ?

IV. Hasil dan Pembahasan

A. Pengolahan Data
 Pembelian 1

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
1. Input

Gambar 8.1 Tampilan input data pembelian 1

2. Output

Gambar 8.2 Tampilan output data pembelian 1

3. Analisa Output :

a. EOQ ( Economic Order Quantity ) merupakan jumlah ekonomis

untuk biaya yang dikeluarkan dapat seminim mungkin pada setiap kali

pemesanan. Pada output EOQ sebesar 2603,248. Dalam hal ini berarti

jumlah pemesanan yang ekonomis setiap kali pemesanan adalah sebesar

7812 unit. Known Order Analysis merupakan kebijakan jumlah pemesanan

yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan untuk

pemesanan sebesar 7812 unit.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
b. Maximum Inventory merupakan jumlah persediaan maksimum agar

biaya yang dikeluarkan dapat sekecil mungkin sesuai dengan order quantity.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Maximum Inventory

sebesar 2603,248 unit. Dalam hal ini berarti persediaan maksimum

perusahaan sebesar 7812 unit. Pada output Known Order Analysis didapat

Maximum Inventory sebesar 7812unit.

c. Maximum Backorder merupakan tidak adanya permintaan yang

ditunda yang disebabkan tidak tersedianya persediaan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam

hal ini berarti tidak adanya permintaan. Pada output Known Order Analysis

didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam hal ini berarti tidak adanya

permintaan.

d. Order Interval In years merupakan interval waktu antara permintaan

optimum dengan permintaan per tahun. Pada output EOQ ( Economic Order

Quantity) nilainya sebesar 0,0121. Dalam hal ini, berarti bahwa perusahaan

dalam melakukan pemesanan setiap 0,0121 tahun. Pada output Known

Order Analysis nilainya sebesar 0,0363. Dalam hal ini, berarti bahwa

perusahaan dalam melakukan pemesanan setiap 0,0363 tahun.

e. Reorder Point merupakan pemesanan kembali karena persediaan

yang sudah habis. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Reorder Point sebesar 0 unit. Maka apabila persediaan perusahaan

jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus mengadakan pemesanan. Pada

output Known Order Quantity didapat Reorder Point sebesar 0 unit. Maka

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
apabila persediaan perusahaan jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus

mengadakan pemesanan.

4. Total set up or ordering cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan

untuk melakukan sekali pemesanan. Pada output EOQ (Economic Order

Quantity) didapat Total set up or ordering cost adalah Rp. 99.308.420.

Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang dikeluarkan biaya

untuk sekali pesan sebesar Rp. 99.308.420. Pada output Known Order

Analysis didapat Total set up or ordering cost adalah Rp 33.093.240. Dalam

hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang dikeluarkan biaya untuk

sekali pesan sebesar Rp 33.093.240.

f. Total holding cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan barang. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Total Holding Cost sebesar Rp. 99.308.420. Dalam hal ini berarti bahwa

ongkos penyimpanan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 99.308.420. Pada

output Known Order Quantity didapat Total Holding Cost sebesar Rp.

298.011.400. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos penyimpanan yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp. 298.011.400.

g. Total Shortage Cost merupakan biaya yang timbul jika ada

permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak ada digudang. Pada output

EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total Shortage Cost sebesar 0.

Dalam hal ini tidak ada permintaan terhadap barang. Pada output Known

Order Quantity didapat Total Shortage Cost sebesar 0. Dalam hal ini tidak

ada permintaan terhadap barang.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
h. Sub total of above merupakan biaya total yang dikeluarkan yang

mencakup Total holding cost, Total Shortage Cost, dan Total set up or

ordering cost. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat sebesar

Rp 198.616.800, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

198.616.800, Pada output Known Order Analysis didapat sebesar Rp

331.104.600, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

331.104.600.

i. Total material cost merupakan tidak ada biaya pembelian barang.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total material cost

sebesar Rp. 82.184.690.000, sehingga pembelian barang didapat sebesar Rp.

82.184.690.000. Pada output Known Order Analysis didapat Total material

cost sebesar Rp. 82.184.690.000, sehingga pembelian barang didapat

sebesar Rp. 82.184.690.000.

j. Grand total cost merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) tersebut nilai

Grand total cost sebesar Rp 82.383.310.000, sehingga jumlah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 82.383.310.000. Pada output Known

Order Analysis tersebut nilai Grand total cost sebesar Rp 82.515.800.000,

sehingga jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

82.515.800.000.

 Pembelian 2
1. Input

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Gambar 8.3 Tampilan input data pembelian 2

2. Output

Gambar 8.4 Tampilan output data pembelian 2

3. Analisa Output :

a. EOQ ( Economic Order Quantity ) merupakan jumlah ekonomis

untuk biaya yang dikeluarkan dapat seminim mungkin pada setiap kali

pemesanan. Pada output EOQ sebesar 2675,151. Dalam hal ini berarti

jumlah pemesanan yang ekonomis setiap kali pemesanan adalah sebesar

6218 unit. Known Order Analysis merupakan kebijakan jumlah pemesanan

yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan untuk

pemesanan sebesar 6218 unit.

b. Maximum Inventory merupakan jumlah persediaan maksimum agar

biaya yang dikeluarkan dapat sekecil mungkin sesuai dengan order quantity.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Maximum Inventory

sebesar 2675,151 unit. Dalam hal ini berarti persediaan maksimum

perusahaan sebesar 6218 unit. Pada output Known Order Analysis didapat

Maximum Inventory sebesar 6218 unit.

c. Maximum Backorder merupakan tidak adanya permintaan yang

ditunda yang disebabkan tidak tersedianya persediaan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam

hal ini berarti tidak adanya permintaan. Pada output Known Order Analysis

didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam hal ini berarti tidak adanya

permintaan.

d. Order Interval In years merupakan interval waktu antara permintaan

optimum dengan permintaan per tahun. Pada output EOQ ( Economic Order

Quantity) nilainya sebesar 0,0124. Dalam hal ini, berarti bahwa perusahaan

dalam melakukan pemesanan setiap 0,0124 tahun. Pada output Known

Order Analysis nilainya sebesar 0,0289. Dalam hal ini, berarti bahwa

perusahaan dalam melakukan pemesanan setiap 0,0289 tahun.

e. Reorder Point merupakan pemesanan kembali karena persediaan

yang sudah habis. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Reorder Point sebesar 0 unit. Maka apabila persediaan perusahaan

jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus mengadakan pemesanan. Pada

output Known Order Quantity didapat Reorder Point sebesar 0 unit. Maka

apabila persediaan perusahaan jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus

mengadakan pemesanan.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
f. Total set up or ordering cost merupakan jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan sekali pemesanan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Total set up or ordering cost adalah Rp.

96639190,0000. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp. 96639190,0000. Pada

output Known Order Analysis didapat Total set up or ordering cost adalah

Rp 41576780,0000 Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp 41576780,0000.

g. Total holding cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan barang. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Total Holding Cost sebesar Rp. 96.639.200. Dalam hal ini berarti bahwa

ongkos penyimpanan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 96.639.200. Pada

output Known Order Quantity didapat Total Holding Cost sebesar Rp.

22.463.800. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos penyimpanan yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp. 22.463.800.

h. Total Shortage Cost merupakan biaya yang timbul jika ada

permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak ada digudang. Pada output

EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total Shortage Cost sebesar 0.

Dalam hal ini tidak ada permintaan terhadap barang. Pada output Known

Order Quantity didapat Total Shortage Cost sebesar 0. Dalam hal ini tidak

ada permintaan terhadap barang.

i. Sub total of above merupakan biaya total yang dikeluarkan yang

mencakup Total holding cost, Total Shortage Cost, dan Total set up or

ordering cost. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat sebesar

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Rp 193.278.400, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

193.278.400, Pada output Known Order Analysis didapat sebesar Rp

266.200.600, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

266.200.600.

j. Total material cost merupakan tidak ada biaya pembelian barang.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total material cost

sebesar Rp. 70.751.020.000, sehingga pembelian barang didapat sebesar Rp.

70.751.020.000. Pada output Known Order Analysis didapat Total material

cost sebesar Rp. 70.751.020.000, sehingga pembelian barang didapat

sebesar Rp. 70.751.020.000.

k. Grand total cost merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) tersebut nilai

Grand total cost sebesar Rp 70.944.300.000, sehingga jumlah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 70.944.300.000. Pada output Known

Order Analysis tersebut nilai Grand total cost sebesar Rp 71.017.220.000,

sehingga jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

71.017.220.000.

 Pembelian 3
1. Input

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Gambar 8.5 Tampilan input data pembelian 3

2. Output

Gambar 8.6 Tampilan output data pembelian 3

3. Analisa Output :

a. EOQ ( Economic Order Quantity ) merupakan jumlah ekonomis

untuk biaya yang dikeluarkan dapat seminim mungkin pada setiap kali

pemesanan. Pada output EOQ sebesar 2540,536. Dalam hal ini berarti

jumlah pemesanan yang ekonomis setiap kali pemesanan adalah sebesar

7605 unit. Known Order Analysis merupakan kebijakan jumlah pemesanan

yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan untuk

pemesanan sebesar 7605 unit.

b. Maximum Inventory merupakan jumlah persediaan maksimum agar

biaya yang dikeluarkan dapat sekecil mungkin sesuai dengan order quantity.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Maximum Inventory

sebesar 2540,536 unit. Dalam hal ini berarti persediaan maksimum

perusahaan sebesar 7605 unit. Pada output Known Order Analysis didapat

Maximum Inventory sebesar 7605 unit.

c. Maximum Backorder merupakan tidak adanya permintaan yang

ditunda yang disebabkan tidak tersedianya persediaan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam

hal ini berarti tidak adanya permintaan. Pada output Known Order Analysis

didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam hal ini berarti tidak adanya

permintaan.

d. Order Interval In years merupakan interval waktu antara permintaan

optimum dengan permintaan per tahun. Pada output EOQ ( Economic Order

Quantity) nilainya sebesar 0,0118. Dalam hal ini, berarti bahwa perusahaan

dalam melakukan pemesanan setiap 0,0118 tahun. Pada output Known

Order Analysis nilainya sebesar 0,0353. Dalam hal ini, berarti bahwa

perusahaan dalam melakukan pemesanan setiap 0,0353 tahun.

e. Reorder Point merupakan pemesanan kembali karena persediaan

yang sudah habis. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Reorder Point sebesar 0 unit. Maka apabila persediaan perusahaan

jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus mengadakan pemesanan. Pada

output Known Order Quantity didapat Reorder Point sebesar 0 unit. Maka

apabila persediaan perusahaan jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus

mengadakan pemesanan.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
f. Total set up or ordering cost merupakan jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan sekali pemesanan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Total set up or ordering cost adalah Rp.

101.759.800. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp. 101.759.800. Pada output

Known Order Analysis didapat Total set up or ordering cost adalah Rp

33.994.000. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp 33.994.000.

g. Total holding cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan barang. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Total Holding Cost sebesar Rp. 101.759.800. Dalam hal ini berarti bahwa

ongkos penyimpanan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 101.759.800.

Pada output Known Order Quantity didapat Total Holding Cost sebesar Rp.

304.614.200. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos penyimpanan yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp. 304.614.200.

h. Total Shortage Cost merupakan biaya yang timbul jika ada

permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak ada digudang. Pada output

EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total Shortage Cost sebesar 0.

Dalam hal ini tidak ada permintaan terhadap barang. Pada output Known

Order Quantity didapat Total Shortage Cost sebesar 0. Dalam hal ini tidak

ada permintaan terhadap barang.

i. Sub total of above merupakan biaya total yang dikeluarkan yang

mencakup Total holding cost, Total Shortage Cost, dan Total set up or

ordering cost. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat sebesar

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Rp 203.513.600, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

203.513.600, Pada output Known Order Analysis didapat sebesar Rp

338.608.200, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

338.608.200.

j. Total material cost merupakan tidak ada biaya pembelian barang.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total material cost

sebesar Rp. 101.520.200.000, sehingga pembelian barang didapat sebesar

Rp. 101.520.200.000. Pada output Known Order Analysis didapat Total

material cost sebesar Rp. 101.520.200.000, sehingga pembelian barang

didapat sebesar Rp. 101.520.200.000.

k. Grand total cost merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) tersebut nilai

Grand total cost sebesar Rp 101.723.700.000, sehingga jumlah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 101.723.700.000. Pada output Known

Order Analysis tersebut nilai Grand total cost sebesar Rp 101.858.800.000,

sehingga jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

101.858.800.000.

 Pembelian 4
1. Input

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Gambar 8.7 Tampilan input data pembelian 4

2. Output

Gambar 8.8 Tampilan output data pembelian 4

3. Analisa Output :

a. EOQ ( Economic Order Quantity ) merupakan jumlah ekonomis

untuk biaya yang dikeluarkan dapat seminim mungkin pada setiap kali

pemesanan. Pada output EOQ sebesar 2541,196. Dalam hal ini berarti

jumlah pemesanan yang ekonomis setiap kali pemesanan adalah sebesar

7213 unit. Known Order Analysis merupakan kebijakan jumlah pemesanan

yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan untuk

pemesanan sebesar 7213 unit.

b. Maximum Inventory merupakan jumlah persediaan maksimum agar

biaya yang dikeluarkan dapat sekecil mungkin sesuai dengan order quantity.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Maximum Inventory

sebesar 2541,196 unit. Dalam hal ini berarti persediaan maksimum

perusahaan sebesar 7213 unit. Pada output Known Order Analysis didapat

Maximum Inventory sebesar 7213 unit.

c. Maximum Backorder merupakan tidak adanya permintaan yang

ditunda yang disebabkan tidak tersedianya persediaan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam

hal ini berarti tidak adanya permintaan. Pada output Known Order Analysis

didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam hal ini berarti tidak adanya

permintaan.

d. Order Interval In years merupakan interval waktu antara permintaan

optimum dengan permintaan per tahun. Pada output EOQ ( Economic Order

Quantity) nilainya sebesar 0,0118. Dalam hal ini, berarti bahwa perusahaan

dalam melakukan pemesanan setiap 0,0118 tahun. Pada output Known

Order Analysis nilainya sebesar 0,0335. Dalam hal ini, berarti bahwa

perusahaan dalam melakukan pemesanan setiap 0,0355 tahun.

e. Reorder Point merupakan pemesanan kembali karena persediaan

yang sudah habis. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Reorder Point sebesar 0 unit. Maka apabila persediaan perusahaan

jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus mengadakan pemesanan. Pada

output Known Order Quantity didapat Reorder Point sebesar 0 unit. Maka

apabila persediaan perusahaan jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus

mengadakan pemesanan.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
f. Total set up or ordering cost merupakan jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan sekali pemesanan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Total set up or ordering cost adalah Rp.

101.733.40. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp. 101.733.400. Pada output

Known Order Analysis didapat Total set up or ordering cost adalah Rp

35.841.450. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp 35.841.450.

g. Total holding cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan barang. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Total Holding Cost sebesar Rp. 101.733.400. Dalam hal ini berarti bahwa

ongkos penyimpanan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 101.733.400.

Pada output Known Order Quantity didapat Total Holding Cost sebesar Rp.

288.762.800. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos penyimpanan yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp. 288.762.800.

h. Total Shortage Cost merupakan biaya yang timbul jika ada

permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak ada digudang. Pada output

EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total Shortage Cost sebesar 0.

Dalam hal ini tidak ada permintaan terhadap barang. Pada output Known

Order Quantity didapat Total Shortage Cost sebesar 0. Dalam hal ini tidak

ada permintaan terhadap barang.

i. Sub total of above merupakan biaya total yang dikeluarkan yang

mencakup Total holding cost, Total Shortage Cost, dan Total set up or

ordering cost. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat sebesar

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Rp 203.466.800, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

203.466.800, Pada output Known Order Analysis didapat sebesar Rp

324.604.30, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 324.604.300.

j. Total material cost merupakan tidak ada biaya pembelian barang.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total material cost

sebesar Rp. 90.786.660.000, sehingga pembelian barang didapat sebesar Rp.

90.786.660.000. Pada output Known Order Analysis didapat Total material

cost sebesar Rp. 90.786.660.000, sehingga pembelian barang didapat

sebesar Rp. 90.786.660.000.

k. Grand total cost merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) tersebut nilai

Grand total cost sebesar Rp 90.990.130.000, sehingga jumlah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 90.990.130.000. Pada output Known

Order Analysis tersebut nilai Grand total cost sebesar Rp 91.111.270.000,

sehingga jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

91.111.270.000.

 Pembelian 5
1. Input

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Gambar 8.9 Tampilan input data pembelian 5

2. Output

Gambar 8.10 Tampilan output data pembelian 5

3. Analisa Output :

a. EOQ ( Economic Order Quantity ) merupakan jumlah ekonomis

untuk biaya yang dikeluarkan dapat seminim mungkin pada setiap kali

pemesanan. Pada output EOQ sebesar 3375,699. Dalam hal ini berarti

jumlah pemesanan yang ekonomis setiap kali pemesanan adalah sebesar

5405 unit. Known Order Analysis merupakan kebijakan jumlah pemesanan

yang diterapkan pada perusahaan tersebut. Kebijakan perusahaan untuk

pemesanan sebesar 5405 unit.

b. Maximum Inventory merupakan jumlah persediaan maksimum agar

biaya yang dikeluarkan dapat sekecil mungkin sesuai dengan order quantity.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Maximum Inventory

sebesar 3375,699 unit. Dalam hal ini berarti persediaan maksimum

perusahaan sebesar 5405 unit. Pada output Known Order Analysis didapat

Maximum Inventory sebesar 5405 unit.

c. Maximum Backorder merupakan tidak adanya permintaan yang

ditunda yang disebabkan tidak tersedianya persediaan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam

hal ini berarti tidak adanya permintaan. Pada output Known Order Analysis

didapat Maximum Backorder sebesar 0, dalam hal ini berarti tidak adanya

permintaan.

d. Order Interval In years merupakan interval waktu antara permintaan

optimum dengan permintaan per tahun. Pada output EOQ ( Economic Order

Quantity) nilainya sebesar 0,0157. Dalam hal ini, berarti bahwa perusahaan

dalam melakukan pemesanan setiap 0,0157 tahun. Pada output Known

Order Analysis nilainya sebesar 0,0251. Dalam hal ini, berarti bahwa

perusahaan dalam melakukan pemesanan setiap 0,0251 tahun.

e. Reorder Point merupakan pemesanan kembali karena persediaan

yang sudah habis. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Reorder Point sebesar 0 unit. Maka apabila persediaan perusahaan

jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus mengadakan pemesanan. Pada

output Known Order Quantity didapat Reorder Point sebesar 0 unit. Maka

apabila persediaan perusahaan jumlahnya 0 unit, perusahan tidak harus

mengadakan pemesanan.

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
f. Total set up or ordering cost merupakan jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan sekali pemesanan. Pada output EOQ

(Economic Order Quantity) didapat Total set up or ordering cost adalah Rp.

76.583.960. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp. 76.583.960. Pada output

Known Order Analysis didapat Total set up or ordering cost adalah Rp

47.830.600. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos pemesanan yang

dikeluarkan biaya untuk sekali pesan sebesar Rp 47.830.600.

g. Total holding cost merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

penyimpanan barang. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat

Total Holding Cost sebesar Rp. 76.583.940. Dalam hal ini berarti bahwa

ongkos penyimpanan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 76.583.940. Pada

output Known Order Quantity didapat Total Holding Cost sebesar Rp.

122.622.400. Dalam hal ini berarti bahwa ongkos penyimpanan yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp. 122.622.400.

h. Total Shortage Cost merupakan biaya yang timbul jika ada

permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak ada digudang. Pada output

EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total Shortage Cost sebesar 0.

Dalam hal ini tidak ada permintaan terhadap barang. Pada output Known

Order Quantity didapat Total Shortage Cost sebesar 0. Dalam hal ini tidak

ada permintaan terhadap barang.

i. Sub total of above merupakan biaya total yang dikeluarkan yang

mencakup Total holding cost, Total Shortage Cost, dan Total set up or

ordering cost. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat sebesar

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Rp 170.453.000, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

170.453.000, Pada output Known Order Analysis didapat sebesar Rp

170.453.000, sehingga biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp

170.453.000.

j. Total material cost merupakan tidak ada biaya pembelian barang.

Pada output EOQ (Economic Order Quantity) didapat Total material cost

sebesar Rp. 88.865.180.000, sehingga pembelian barang didapat sebesar Rp.

88.865.180.000. Pada output Known Order Analysis didapat Total material

cost sebesar Rp. 88.865.180.000, sehingga pembelian barang didapat

sebesar Rp. 88.865.180.000.

k. Grand total cost merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan. Pada output EOQ (Economic Order Quantity) tersebut nilai

Grand total cost sebesar Rp 89.018.340.000, sehingga jumlah keseluruhan

biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 89.018.340.000. Pada output Known

Order Analysis tersebut nilai Grand total cost sebesar Rp 89.035.630.000,

sehingga jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

89.035.630.000.

V. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh diatas dengan menggunakan perhitungan EOQ

(Economic Order Quantity) PT. Pravin Beton harus membayar opsi pembelian ke

1 sebesar Rp 82.383.310.000,- jika dia memiih opsi pembelian ke-3 PT. Pravin

Beton harus membayar Rp 101.723.700.000,- jika dia memilih opsi pembelian

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
ke- 4 PT. Pravin Beton harus membayar Rp 90.990.130.000,- ,- jika dia memilih

opsi pembelian ke- 5 PT. Pravin Beton harus membayar Rp 89.018.340.000,-.

Oleh karena itu sebaiknya PT. Pravin Beton lebih memilih membeli bahan baku

dengan opsi pembelian ke-2 karena PT. Pravin Beton akan mengeluarkan total

biaya sebesar Rp 70.944.300.000,- yang merupakan biaya yang paling murah

dibandingkan dengan opsi pembelian yang lain.

B. Saran

Adapun saran untuk laporan modul 8 ini adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan manual lebih dijelaskan lagi.

2. Langkah-langkah input data lebih dijelaskan lagi.

3. Dalam modul lebih banyak pengertian tentang judul modul yang sedang

dilakukan.
4. Langkah-langkah pengerjaanya harus lebih jelas agar praktikan tidak terlalu

bingung.
5. Kurangnya tampilan hasil output pada laporan dan cara menganalisanya.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, S. 2015. Aplikasi algontma Branch and Bound untuk menyelesaikan

Integer Programming Lab Ilmu dan Rekayasa Komputasi. Departemen

Teknik Informatika ITb.

Aryani, Enny. Penelitian Operasional, Penerbit Yayasan Humaniora. Klate. 2013.

Dimyati, Tjutju Tarliah. 2014. Operation Research : Model – Model Pengambilan

Keputusan, Sinar Baru Algensindo : Bandung.


Elmiyanti, Reka. 2013. Persediaan. http://rekaelmiyanti0821290074.blogspot.

co.id/2013/05/persediaan.html

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2
Khusniah, R., (2016), Penyelesaian Program Linier Integer dengan Metode

Branch and Bound untuk Menentukan Solusi Integer Optimal, Skripsi,

Universitas Brawijaya, Malang.

Buku panduan Praktikum Sistem Informasi Manajemen Fakultas Teknologi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

H.M, Jogiyanto, Analysis and Disain Sistem informasi (pendekatan struktur),

Penerbit andi Offset, Yogyakarta, 2013.

Hanief, Maulana. 2013. Teori Persediaan. http://maulanahanief.blogspot.

co.id/2012/05/teori-persediaan.html

Oktarini, Amy Rawidya. 2015. Teori Tentang Persediaan. http://awosassite.

blogspot.co.id/2015/10/teori-tentang-persediaan-inventory.html

Pohan, Husni Iskandar, Pengantar Perancangan Sistem, Penerbit Erlangga,

Jakarta,2013.

Ridho. 2014. Teori Persediaan Inventory Theory. http://em-ridho.blogspot

.co.id/2014/10/teori-persediaan-inventory-teory.html

LABORATORIUM OPTIMASI DAN STATISTIK INDUSTRI


MODUL VIII INVENTORY THERY
KEVIN BAGUS P./ 1532010017
SENIN / MEJA 2

Anda mungkin juga menyukai