Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

SEMESTER GANJIL 2017 - 2018

TITRASI ASIDI ALKALIMETRI

Hari / Jam Praktikum : Kamis, 07.00-10.00

Tanggal Praktikum : 16 November 2017

Kelompok : 08

Asisten : 1. Jessica Tristi

2. Danaparamitta Bashirah

Vicania Raisa Rahman

260110170157

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2017
I. Tujuan

Dapat menentukan kadar zat tertentu dengan menggunakan metode asidi


alkalimetri.

II. Prinsip

2.1 Analisis Kuantitatif


Analisis kuantitatif merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui
penetapan banyaknya suatu zat tertentu dalam suatu sampel yang memiliki
besaran (Underwood dan Day, 1998).

2.2. Asidimetri
Asidimetri adalah cara pengukuran kadar kebasaan suatu zat yang
menggunakan larutan asam sebagai larutan standarnya (Harjadi, 1990).
2.1 Alkalimetri
Alkalimetri merupakan metode pengukuran kadar keasaman zat yang
menggunakan larutan basa sebagai larutan stadarnya (Harjadi, 1990).
2.2 Netralisasi
Netralisasi merupakan metode saat asam direaksikan dengan basa
menghasilkan garam yang diikuti dengan pembentukan molekul air.

HA + BOH → BA + H2O (Cahyono dan Ariani, 2014).

III. Reaksi
3.1. Boraks

Na2B2O2 10H2O + 2HCl → 4B(OH)3 + 2NaCl + 5H2O

(Bassett et al, 1994).

3.2. Natrium Bikarbonat

NaHCO3 + 2HCl → NaCl + H2O + CO2 (Bassett et al, 1994).


IV. Teori Dasar
Titrasi adalah metode analisis kimia kuantitatif yang digunakan untuk
mendapatkan konsentrasi reaktan dengan cara larutan standar dimasukkan
kedalam larutan yang ingin ditentukan konsentrasinya. Reaksi dikerjakan bertahap
(tetes demi tetes) sehingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik setara.
Titrasi ini disebut juga analisis volumetrik (Goertzen et al, 2010).

Titrasi menggunakan larutan standar sebagai titran. Larutan standar


merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti yang
diketahui dari proses standarisasi. Berdasarkan kemurniannya, larutan standar
dibagi menjadi dua, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan yang diketahui kosentrasinya dari massa
dan volume larutan dengan cara menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu
dengan kemurnian tinggi, sedangkan larutan standar sekunder merupakan larutan
yang kemurniannya relatif rendah sehingga kosentrasinya ditentukan dari hasil
standarisasi (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Titrasi asam basa adalah titrasi yang menggunakan asam atau basa sebagai
titer atau titran. Pada umumnya, titran adalah larutan standar elektrolit kuat,
seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Underwood dan Day, 1998). Kadar
larutan asam ditentukan dengan cara menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi) yang umumnya
dapat dilihat dari perubahan warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik
ekuivalen yang berarti titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi
basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam
yang dinetralkan : [H+] = [OH-] (Goertzen et al, 2010).

Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk
itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titi ekuivalen antara 4-
10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah
jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan
disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-basa , pH larutan berubah
secara khas. pH berubah secara drastis bila volume titrasinya mencapai titik
ekuivalen (Khopkar, 1990).

Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan


warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati
titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen.Oleh
karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. Pada saat
titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran
tersebut (Harjadi, 1990).

Titrasi pada asidi-alkalimetri dilakukan dengan cara volume titran (zat


penitrasi) yang digunakan untuk bereaksi dengan zat yang akan di titrasi. Jika
salah satu konsentrasi zat diketahui, maka volume zat lain dapat dihitung. Dalam
titrasi terdapat titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik
saat mol larutan yang di titrasi sama dengan mol larutan yang digunakan untuk
menitrasi. Titik akhir titrasi adalah titik dimana titik ekuivalen sudah tercapai,
namun jumlah titer terus ditambah sehingga kelebihan titer akan bereaksi dengan
indikator, reaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan warna pada indikator
(tanda tercapainya titik akhir titrasi) (Yaswir dan Ferawati, 2012).
Asidimetri merupakan cara untuk menentukan kadar secara kuantitatif
terhadap senyawa basa dengan menggunakan larutan standar asam. Sebaliknya,
alkalimetri adalah cara untuk menentukan kadar senyawa asam dengan
menggunakan larutan baku basa (Putri et al, 2013).

Asidimetri merupakan titrasi dengan larutan standar asam untuk menentukan


basa. Standar asam yang sering digunakan adalah HCl dan H2SO4 yang biasanya
dalam keadaan pekat. HCl pekat konsentrasinya adalah 10,5 N – 12 N. HCl lebih
mudah larut dalam air dibandingkan H2SO4, sehingga HCl lebih sering digunakan
sebagai larutan standar dibandingkan H2SO4. H2SO4 dapat membentuk garam
sukar larut seperti barium sulfat. Standarisasi HCl dapat dilakukan dengan natrium
boraks (Na2B4O7.10H2O) (Keenan et al, 1986).
Alkalimetri adalah titrasi dengan larutan standar basa untuk menentukan
asam. Basa yang biasa digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida). NaOH
harus di standarisasi terlebih dahulu dengan asam oksalat (H 2C2O4) sebelum
digunakan. Natrium hidroksida paling sering digunakan karena murah dan
kemurniannya tinggi. Namun, sifatnya yang higroskopis sehingga diperlukan
ketelitian dalam proses penimbangan. Pada saat penimbangan untuk mengurangi
kesalahan, dapat digunakan botol timbang bertutup (Harjadi, 1990).
Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa)
(Cahyono dan Ariani, 2014).

Reaksi netralisasi merupakan reaksi antara asam dan basa yang menghasilkan
garam dan air. Jenis-jenis netralisasi yaitu netralisasi asam kuat dan basa kuat,
netralisasi asam kuat dan basa lemah, netralisasi asam lemah dan basa kuat,
netralisasi asam lemah dan basa lemah (Cahyono dan Ariani, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi titrasi asam basa adalah indikator titrasi,
titik ekuivalen / titik akhir teoritis, dan titik akhir titrasi. Indikator titrasi adalah zat
kimia yang digunakan agar dapat melihat bila penambahan titran berhenti / titik
ekuivalen titran telah tercapai (Underwood dan Day, 1998). Titik ekuivalen adalah
titik dimana volume yang ditambahkan pada reagen tepat sama dengan yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik
ekuivalen (Khopkar, 1990). Sedangkan, titik akhir titrasi adalah titik dimana
indikator telah menunjukkan warna dan titrasi harus dihentikan (Brady, 1994).

Indikator titrasi adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk


kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak
pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Berbagai indikator mempunyai tetapan
ionisasi yang berbeda dan akibatnya menunjukkan warna pada range pH yang
berbeda (Putri et al, 2013).
V. Alat dan Bahan

5.1 Alat
a. Batang Pengaduk
b. Beaker Glass
c. Buret
d. Corong
e. Erlenmeyer
f. Gelas Ukur
g. Labu Ukur
h. Pipet tetes
i. Spatula
j. Statif
k. Timbangan Digital

5.2 Bahan
a. Aquades
b. Boraks
c. Indikator metil jingga
d. Larutan HCl
e. Natrium Bikarbonat

5.3 Gambar Alat


a. b.

Batang Pengaduk Beaker Glass


c. d.

Buret Corong

e. f.

Erlenmeyer Gelas Ukur

g. h.

Labu Ukur Pipet tetes

i. j.

Spatula Statif
k.

Timbangan Digital

VI. Prosedur

6.1. Pembakuan HCl

Larutan boraks 0,1 N dibuat didalam labu ukur dengan pencampuran serbuk
boraks dan aquades. Kemudian kocok larutan. Karena tidak semua boraks larut
dalam aquades, maka larutan disonikasi dengan cara labu ukur berisi larutan
dimasukkan ke alat ultrasonik yang berisi air. Kemudian pindahkan larutan ke
erlenmeyer yang masing-masing berisi 25 ml. Larutan diberikan 3 tetes metil
jingga pada masing-masing erlenmeyer. Titrasi masing-masing erlenmeyer
dengan HCl 0,1 N. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.

6.2. Membuat larutan NaHCO3 dan titrasi NaHCO3

Langkah pertama adalah aquades dipanaskan sehingga CO2 lepas, kemudian


natrium bikarbonat ditimbang 3 kali dengan massa masing-masing adalah 0,5
gram. Natrium bikarbonat kemudian dilarutkan dengan aquades bebas CO2
didalam erlenmeyer. Sebelum aquades dituangkan ke erlenmeyer, aquades
didiamkan atau dengan dialirkan air dari kran ke pinggiran gelas ukur agar suhu
pada aquades turun. Lalu dituangkan aquades ke dalam masing-masing
erlenmeyer sebanyak 20 ml. Setelah 3 larutan NaHCO3 sudah siap, selanjutnya
adalah ditambahkan 3 tetes indikator metil jingga pada setiap erlenmeyer.
Langkah terakhir adalah dititrasinya larutan NaHCO3 hingga warna larutan
menjadi merah.
VII. Data Pengamatan

No Perlakuan Hasil Gambar


7.1 Pembakuan HCl
1. Boraks ditimbang Didapatkan boraks
pada timbangan sebanyak 1,9069 gram
analitik

2. Boraks dilarutkan Terbentuk larutan


dengan aquadest boraks 0,1N
sebanyak 25ml
kedalam 3 buah
Erlenmeyer

3. Dimasukkan labu Labu ukur dimasukan


ukur yang berisi kedalam alat ultra sonic
larutan ke alat
ultra sonic berisi
air

4. Ditambahkan Terbentuk larutan


beberapa tetes berwarna jingga
indicator merah
metal atau jingga
metil

5. Dititrasi dengan Terbentuk larutan


larutan HCl 0,1N berwarna merah dan
dan diamati Didapatkan normalitas
perubahan HCl 0,1096N
7.2 Pembuatan Larutan NaHCO3
1. Ditimbang sampel Didapatkan sampel 1
sebanyak tiga kali sebesar 0.531 gram,
sebesar ±500 mg sampel 2 0.5025 gram,
dan sampel 3 0.511
gram

2. Ditambahkan 20 Didapatkan larutan


ml aquades dan NaHCO3
dikocok hingga
larut

7.3 Penetapan Kadar Sampel


1. 10 ml sampel Didapatkan 10 ml
dipipet dan sampel dalam
dimasukan dalam Erlenmeyer
Erlenmeyer
2. Ditambahkan 3 Didapatkan warna
tetes metil jingga kuning oranye pada
sampel

3. Dititrasi dengan Larutan sampel berubah


larutan HCl warna menjadi merah

VIII. Perhitungan

8.1. Pengenceran HCl

Dik : % HCl = 37 % BJ HCl = 36,5

ρ HCl = 1,19

(10 × % × ρ) × valensi
N = BJ

(10 × 37 × 1,19) × 1
N = 36,5

N = 12,06 N

N1 × V1 = N2 × V2

12,6 × V1 = 0,1 × 500

V1 = 4,15 ml

V aquades = 500 – 4,15

= 495,85 ml

8.2. Pembuatan Boraks


Dik : N boraks = 0,1 N valensi = 2

V aquades = 100 ml Mr boraks = 381,22

g 1000
N = × × valensi
Mr V (ml)

g 1000
0,1 N = 381,22 × ×2
100

g boraks = 1,9061 gram

8.3. Pembakuan HCl

Dik : V boraks = 25 ml V HCl = I = 22 ml III = 23,3 ml

N boraks = 0,1 N II = 23,1 ml

V1 × V2 × V3
V rata-rata = 3

22+23,1+23,3
V rata-rata = 3

= 22,8 ml

V HCl × M HCl = V boraks × M boraks

22,8 × N HCl = 25 × 0,1

N HCl = 0,1096 N

8.4. Kadar NaHCO3

Dik : N HCl = 0,1096 N BE= 84,01

- Sampel 1

Dik : V HCl = 16,9 ml

Mg NaHCO3 = 0,5031

16,9 ×0,1096 ×84,01


% NaHCO3 = × 100%
0,5031 ×1000

= 30,93 %
- Sampel 2

Dik : V HCl = 16,7 ml

Mg NaHCO3 = 0,5025

16,7 ×0,1096 ×84,01


% NaHCO3 = × 100%
0,5025 ×1000

= 30,6 %

- Sampel 3

Dik : V HCl = 16,7 ml

Mg NaHCO3 = 0,5011

16,7 ×0,1096 ×84,01


% NaHCO3 = × 100%
0,5011 ×1000

= 30,68 %

IX. Pembahasan

Praktikum kali ini didasari dengan analisis kuantitatif yaitu


penentuan kadar dari suatu zat dengan cara zat itu dititrasi dengan
larutan baku sekunder. Seperti pada percobaan yang praktikan telah
lakukan yaitu dititrasi natrium bikarbonat dengan HCl. Ini termasuk
titrasi asidimetri. Sebelum dititrasi, natrium bikarbonat (NaHCO 3)
ditambahkan 3 tetes indikator metil jingga (indikator asidimetri)
sehingga saat titrasi dapat dilihat perubahan warna menjadi merah
yang berarti titran dan titer tepat bereaksi. Ini juga dapat disebut
netralisasi yaitu pencampuran basa dan asam sehingga hasilnya garam
dan air. Titik akhir titrasi telah tercapai ditandai dari terjadinya
perubahan warna.
Sebelum memulai percobaan, alat-alat yang akan digunakan oleh
praktikan dibersihkan terlebih dahulu. Alat-alat dibersihkan agar alat
yang digunakan dapat dipastikan bebas dari zat zat pengotor atau zat-
zat yang tertinggal di dalam alat yang dapat mengganggu kepresisian
hasil dari percobaan. Sebelum memulai percobaan praktikan
memanaskan aquades terlebih dahulu hingga aquades tersebut
mendidih, tujuan dipanaskannya aquades adalah agar aquades tersebut
menjadi bebas dari kandungan karbon dioksida atau CO 2. Aquades
harus bebas dari kandungan CO2 karena apabila terdapat kandungan
CO2 dalam aquades, H2O akan berikatan dengan CO2 membentuk
H2CO3 yang apabila terbentuk maka akan menyebabkan kadar yang
diperoleh tidak akurat

Lalu langkah selanjutnya yang dilakukan praktikan adalah


menimbang massa zat yaitu natrium bikarbonat padat sesuai dengan
kebutuhan dalam neraca analitik, sebelum ditimbang di neraca analitik
natrium bikarbonat yang akan ditimbang ditumbuk terlebih dahulu
agar natrium bikarbonat yang ditimbang benar-benar berbentuk halus
dan agar memperluas luas permukaan dari natrium bikarbonat yang
akan berpengaruh terhadap penyebaran zat saat dilarutkan dengan
aquades nantinya. Sebelum natrium bikarbonat ditimbang, siapkan
terlebih dahulu tiga buah kertas perkamen untuk menjadi tempat saat
natrium karbonat ditimbang, digunakan tiga buah kertas perkamen
karena praktikan akan menimbang natrium bikarbonat sebanyak tiga
kali. Penimbangan sebanyak tiga kali ini bertujuan untuk melihat
perbedaan kadar sampel dengan massa sampel yang berbeda.

Selanjutnya, neraca analitik dinyalakan ke mode on dan


dibersihkan terlebih dahulu dengan alat pembersih yang terdapat di
neraca analitik, tujuan dibersihkannya neraca analitik ini agar tidak
terdapat sisa-sisa zat dalam neraca analitik yang akan mengganggu
akurasi pengukuran massa dari zat natrium bikarbonat yang akan
praktikan timbang. Setelah neraca analitik dibersihkan, kertas
perkamen diletakkan dalam neraca analitik lalu neraca analitik
dikalibrasi agar menunjukan angka nol kembali karena disini praktikan
hanya akan mengukur massa bersih (netto) dari zat natrium bikarbonat
saja tanpa ditambahakan dengan massa dari kertas perkamen.

Kemudian diletakkan natrium bikarbonat diatas kertas perkamen


hingga massa natrium bikarbonat didapatkan pada kertas perkamen 1
sebesar 5031 mg, kertas perkamen 2 sebesar 5025 mg, dan kertas
perkamen 3 sebesar 5011 mg, apabila massa yang didapatkan lebih
dari 500 mg maka praktikan tidak perlu mengambil kembali zat yang
sudah ada di dalam timbangan karena dikhawatirkan zat yang diambil
dapat tumpah ke neraca analitik yang dapat mengubah massa natrium
bikarbonat selain itu karena ada praktikan lain yang menunggu giliran
untuk menggunakan neraca analitik. Setelah praktikan selesai
menggunakan neraca analitik, praktikan mebersihkan kembali neraca
analitik dengan membuka bagian-bagian dari neraca analitik dan
membersihkan dengan alat yang disediakan untuk memastikan tidak
ada zat yang terjatuh ke dalam neraca analitik lalu bagian-bagian yang
dibuka dikembalikan ke tempat semula.

Setelah didapatkan massa natrium bikarbonat selanjutnya praktikan


memasukkan natrium bikarbonat ke dalam Erlenmeyer untuk
dilarutkan menggunakan aquades bebas CO2. Sebelum aquades
dituangkan ke Erlenmeyer, aquades didiamkan terlebih dahulu agar
suhu aquades turun agar suhu aquades tidak mengalami penurunan saat
berada di dalam Erlenmeyer yang menyebabkan ketidakstabilan.
Praktikan juga dapat menggunakan aliran air untuk membantu
mempercepat penurunan suhu pada aquades yaitu dengan mengalirkan
air dari kran ke pinggiran gelas ukur. Kemudian dituangkan aquades ke
dalam masing-masing Erlenmeyer sebanyak 20 mL. Didapatkanlah
larutan natrium karbonat untuk digunakan sebagai titran dalam
melakukan titrasi.

Ketika larutan natrium bikarbonat telah siap di dalam 3


erlenmeyer, maka selanjutnya adalah mempersiapkan buret yang telah
dipasang di statif dan diisi dengan larutan HCl yang telah di
standarisasi. Sebelum larutan HCl digunakan, maka lebih baik jika
buret yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan
HCl, untuk mengurangi ketidakakurasian perhitungan. Lalu, larutan
HCl diisi hingga titik 0 ml, karena untuk memudahkan perhitungan
serta untuk mengurangi ketidaktepatan perhitungan. Setelah itu,
masing-masing larutan natrium bikarbonat atau NaHCO3 ditambahkan
indikator metil jingga sebanyak 3 tetes. Alasan digunakannya indikator
metil jingga adalah karena ketika larutan natrium bikarbonat
ditambahkan asam klorida atau HCl, maka akan didapatkan pH kurang
lebih sebesar 3,9 pada titik akhir titrasinya, sehingga indikator metil
jingga cocok digunakan dikarenakan memiliki trayek pH dari 3-4,4.
Ketika larutan natrium bikarbonat ditambahkan indikator metil jingga
maka warna larutan berubah dari bening menjadi kuning keoranyean.

Setelah semua larutan sudah siap maka hal yang dilakukan


selanjutnya adalah proses titrasi. Pertama dimulai dari erlenmeyer I.
Pada erlenmeyer satu didapatkan titik akhir titrasi yaitu perubahan
warna dari kuning keoranyean menjadi oranye kemerahan dan
dibutuhkan larutan asam klorida sebanyak 16,9 ml. Lalu, untuk
erlenmeyer II dan erlenmeyer III juga sama dan dibutuhkan larutan
asam klorida masing-masing sebanyak 16,7 ml. perubahan warna ini
disebabkan karena pH yang turun, karena trayek pH metil oranye
adalah 3-4,4 yaitu dari merah menuju oranye. Digunakannya indikator
metil jingga karena indikator metil jingga memiliki titik akhir yang
lebih tajam atau jelas dan kontras meskipun tidak memiliki spectrum
perubahan warna yang lengkap. Dalam meneteskan metil jingga
praktikan harus berhati-hati dikarenakan indikator metil jingga bersifat
mutagen sehingga harus dihindari kontak langsung dengan indikator
metil jingga.

Setelah itu praktikan menghitung hasilnya, didapatkan kadar


natrium bikarbonat atau NaHCO3 pada sampel 1 sebesar 30.9%, pada
sampel 2 sebesar 30.6%, dan pada sampel 3 sebesar 30.68 serta rata-
rata kadar natrium bikarbonatnya sebesar 30,73%. Perbedaan kadar
pada sampel 1,2, dan 3 disebabkan oleh perbedaan massa natrium
bikarbonat yang didapatkan saat ditimbang. Pada sampel 1 massa
natrium bikarbonat yang didapat sebesar 5031 mg dengan kadar
sebesar 30.9%, pada sampel 2 massa natrium bikarbonat yang didapat
sebesar 5025 mg dengan kadar sebesar 30.6%, dan pada sampel 3
massa natrium bikarbonat yang didapat sebesar 3011 mg dengan kadar
sebesar 30.68%. Hal ini menunjukkan bahwa makin besar massa
sampel yang didapat maka makin besar pula kadar natrium bikarbonat
yang terkandung dalam sampel.

X. Kesimpulan

Kadar zat natrium bikarbonat (NaHCO3) dapat ditentukan dengan metode


titrasi asidimetri yaitu rata-rata 30,73%.
Daftar Pustaka

Bassett, J et al. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Brady, J.E. 1994. Kimia Universitas : Asas dan Struktur. Jakarta : Erlangga

Cahyono, H.B dan Nurul, M.A. 2014. Reduksi Tembaga Dalam Limbah Cair
Proses Etching Printing Circuit Board (PCB) dengan Proses Elektrokimia.
Journal Of Industrial Research, Vol. 8, No 2 : Hal 101-121

Goertzen, S.L et al. 2010. Standardization of the Boehm titration. Part I.


CO2expulsion an endpoint determination. Journal of Carbon, Vol 48, No
4 : Hal 1256-1257

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia

Keenan, C.W., Donald C.K., dan Jesse H. W. 1986. Kimia Untuk Universitas.
Jakarta: Erlangga.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas


Indonesia Press

Putri, A., Nurhayati., dan Erman. 2013. Karakterisasi Lempung Talanai yang
Diaktivasi dengan NaOH Menggunakan Metode Refluks. Diakses secara
online di http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789
/4825/KARYA%20ILMIAH%20ADELINA%20PUTRI.pdf?sequence=1
[Diakses pada tanggal 21 November 2017]

Underwood, A.L dan R.A. Day. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga

Yaswir, R dan Ira, F. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,


Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas, Vol 1, No 2 : Hal 80-85

Anda mungkin juga menyukai