NOC, NIC
A. DEFINISI
Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah dan atau konsentrasi hemoglobin
turun di bawah normal (Donna L. Wong).
Menurut Dr. W. Herdin Sibuea dkk 1992, darah orang mengandung 13-16 gr hemoglobin
(Hb) / 100 cc (13-16 gr%), semua Hb ini terdapat di dalam eritrosit. Jika konsentrasi Hb turun
dibawah normal akan timbul anemia. Namun harus disadari bahwa batas terendah dari nilai
normal tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Umur Laki – laki Perempuan
12 – 18 thn. 13 – 16 gr % 12 – 16 gr %
18 – 48 thn. 13,5 – 17,5 gr % 12 – 16 gr %
2. Anemia makrositik
a. Difesiensi vitamin B12
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Kekurangan vitamin B12akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit –
penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik ini tidak dijumpai
di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab in
trinsik karena kekurangan masukan vitamin B12dengan gejala – gejala yang tidak berat.
b. Defisiensi asam folat
Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun – daun yang hijau. Umumnya
behubungan dengan manultrisi. Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena
absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan sirosis hepatis, karena
terdapat penurunan cadangan asam folat.
4. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120), baik sementara
atau terus – menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsusm tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu
oleh sebab lain.
Penyebab :
1) Intrinsik
- Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria noktural paroksismal.
- Kelinan glikolisis, seperti defisisensi piruvat kinase.
- Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
- Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia.
2) Ekstrinsik
- Gangguan sistem imun, seperti pada penyakit autoimun, penyakit limoproliferatif,
keracunan obat.
- Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik, koagulasi intravaskular
diseminata (KID).
- Infeksi, seperti akibat plasmodium, klostrodium, borrelia.
- Hipersplenisme.
- Luka bakar.
b. Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik autoimun (Autoimun Hemolitic Anemia, AIHA) merupakan kelaianan darah
yang di dapat, di mana autoantibodi IgG yang dibentuk terikat pada membran sel darah
merah (SDM). Antibodi ini umumn ya berhadapan langsung dengan komponen dasar dari
sistem Rh dan sebenarnya dapat terlihat pada SDM semua orang.
Klasifikasi :
1. Warm-antibody immunohemolytic anemia
2. Cold antibodyimmunohemolytic anemia
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel – sel darah.
Penyebab : bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun), LES, Kemoterapi,
radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisid, obat – obat seperti kloramfenikol,
sulfonamid, analgesik (pirazolon), antiepileptik (hidantoin), kinakrin, dan solfonilurea,
pascahepatitis, kehamilan, dan hemoglobinuria paroksimal noktural.
(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
C. POTOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat
akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil sampingproses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah atau hemolisis
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemklitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma / hemoglobinemia. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin
bebaas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinnuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar : 1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
D. MANIFESTASI KLINIK
Penderita anemia biasanya merasa sangat lelah, sakit kepala dan jika anemia timbul dengan
cepat,penderita mengeluh penglihatan berkunang – kunang (dizzyness). Gejal;a yang paling
penting adalah gejala pada jantung dan paru – paru. Darah dengan konsentrasi Hb yang
rendah harus beredar dalam sirkulasi lebih sering dari biasanya.
Bila kadar Hb 15 gr / % maka pada keadaan istirahat curah jantung 5 1/menit sudah cukup.
Jika kadar Hb turun menjadi 5 gr %, curah jantung yang dibutuhkan adalah 15 1/menit untuk
mencukupi oksigen yang sama untuk jaringan. Orang yang tidak terlatih dapat meninggikan
curah jantung sampai 12 – 13 1/menit. Jika dibutuhkan curah jantung yang lebih tinggi maka
jantung akan mengalami kegagalan. Mekanisme kegagalan jantung adalah sebagai berikut :
Jaringan memerlukan O2lebih banyak daripada yang dapat disediakan oleh darah. Pada
jaringan yang mengalami hipoksia, CO2 dan juga asam laktat akan tertimbun. Asidosis
setempat ini akan menyebabkan dilatasi arteriol. Akibatnya tahanan arteri perifer akan turun.
Aliran darah pada jaringan akan bertambah, tatapi pada waktu yang bersamaan tekanan darah
pada arteri akan turun juga. Jika ini terjadi, maka refleks dari sinus karotikusakan segera
bekerja dan medula dari kelenjar adrenal akan dirangsang untuk mensekreasi katekolamin.
Hal ini akan menyebabkan denyut jantung akanlebih kuat dan lebih cepat. Penderita akan
merasa berdebar – debar (Palpitasi). Frekuensi nadi bertambah. Pada waktu yang bersamaan
darah akan lebih banyak kembali ke jantung dari sebelumnya. Berdasarkan hukum Straling,
ini akan meninggikan curah jantung. Jika curah jantung yang maksimum telah tercapai,
pengisian jantung lebih lanjut akan menyebabkan curah jantungh makin rendah, ditambah
lagi pada anemia terdapat degenerasi lemak pada miokardium yang melemahkan jantung.
Pengisisan yang berlebihan dari sirkulasi pulmonal akan terjadi dan menyebabakan dispne,
mula – mula hanya pada waktu bekerja, kemudia pada waktu istirahat. Bila anemia berat
dibiarkan tidak diobati, penderita dapat meninggal oleh karena gagal jantung (high output
failure), asidosis asam laktat yang disebabkan oleh anoksia atau kerusakan otak akibat
anoksia.
Pada pemeriksaan, penderita kelihatan pucat terumata pada telapak tangan dan lidah. Nadi
cepat dan denyut nadi biasanya keras. Tekanan darah normal tetapi tekanan diastolok dapat
rendah. Dispne biasanya berat. Pada auskultasi, sering ditemukan bising mendengung
(humming) yang terus – menerus pada vena – vena dileher, di atas klavikula.
Pada jantung terutama pada daerah aorta dan a. pulmonalis terdengar bising sistolik yang
keras oleh karena aliran darah yang cepat meimbulkan efek turbulensi.Hal ini jangan
dikatakan dengan bising yang disebabkan kelainan katup jantung. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan konsentrasi Hb dan eritrosit yang rendah. (Dr. W. Herdin Sibuea
dkk, 1992).
E. KOMPLIKASI
F. PENATALAKSANAAN
1. Keperawatan
a. Memberikan diet TKTP
b. Memberikan diet gizi serat, dan buah – buahan yang cukup
c. Mengawasi kegiatan anak
d. Memberikan oksigen
e. Memonitor hasil laborat (Hb dan Ht)
f. Memberikan transfusi (setelah kolaborasi dengan dokter)
2. Medis
1) Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilotostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
Pemberian preparat fe:
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai dengan dosis
yang rendah dan dinaikan bertahap. Pasien yang tidak kuat,dapat diberikan bersama
makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi terhadap
pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral,
dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kk BB) untuk tiap g%
penurunan kadar Hb dibawah normal.
Iron dekstran mengandung fe 50mg/ml, diberikan secara intramuskular mula – mula 50 mg,
kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat pula
diberikan intravena, mula – mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit tidak
menimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
b. Anemia penyakit kronik
Terapi terutama ditujukan pada penyakit dasarnya.
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah (packed red
cell) seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi, tidak diindikasikan, kecuali untuk
mengatasi anemia pada artritis reumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2) Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari im selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.
b. Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebab nya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian
suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
3) Anemia karena perdarahan
Pemerikasaan laboratorium :
Gambaran anemia sesuai dengan anemia defisiensi Fe. Perdarahan pada saluran cerna akan
memberi hasil positif pada tes benzidin dari tinja.
Mengobati sebeb perdarahan.
Pemberian preparat Fe.
4) Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi
toksik – imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon),
kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat –
obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.
b. Anemia hemolitik autoimun
Terapi inisial dengan menggunakan pednison 1-2 mg/kk Bb/hari dalam dosis terbagi. Jika
terjadi anemia yang mengancam hidup, transfusi darah harus diberikan dengan hati – hati.
Keputusan untuk melakukan transfusi harus melalui konsultasi dengan ahli hematologi
terlebih dahulu.
Apabila prednison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit mengalami
kekambuhan dalam periode taperingoffdari prednison, maka dianjurkan untuk dilakukan
splenektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dialkuakn terapi dengan menggunakan
berbagai jenis obat imunosupresif.
Imunoglobulin dosistinggi intravena (500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari) mungkin
mempunyai efektivitas tinggi dalam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya
digunakan pada situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednison menrupakan
kontraindikasi.
5) Anemia aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi dari anemianya.
Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukan, seperti :
Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan trombosit, berikan darah
segar atau platelet concentrate.
Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat trobositopenia berat.
Androgen, seperti fluokrimesteron, testoteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek
samping samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan
amenenore.
Imunosupresi, seperti siklosporin, globulin antimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak dapat menjalani transplantasi sumsum
tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
Tranlantasi sumsum tulang.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) lelah, sakit kepala,
penglihatan berkunang – kunang, berdebar – debar.
2) Riwayat kesehatan sekarang (Riwayat kesehatan yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit).
3) Riwayat kesehatan yang lalu (Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita pasien) apakah mafsu makan pasien turun, apakah pasien mempunyai penyakit
dengan perdarahan terus – menerus.
4) Riwayat kesehatan keluarga (Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain baik bersifat
genetik atau tidak). Apakah dikeluarga ada yang sakit hemofili.
c. Pemeriksaan persistem
1) Keadaan Umum : keadaran, vital sign, status gizi (BB, TB)
2) Sistem persepsi sensori kunjungtiva anemis
a) Sistem persyaratan : sakit kepala, kunang – kunang, proses pikir lambat.
b) Sistem pernafasan : nafas pendek, disyna
c) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat dan denyut nadi biasanya keras, tekanan darah normal
tetapi tekanan diastolik dapat rendah.
d) Sistem gastrointestinal :
e) Sistem integumen : kulit lembab dan dingin, biasanya pucat.
f) Sistem perkemihan
g) Sistem muskoloskeletal : lemah secara umum.
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola pesepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Kebiasaan bab di WC? Personal hygine? Sanitasi?
2) Pola nutrisi dan metabolisme :
Apakah nafsu makan turun? Adakah anak suka makan sayur – sayuran dan buah – buahan?
3) Pola eliminasi : BAK lancar? BAB ada darah?
4) Pola aktifitas dan alatihan : apakah anak masih mau bermain?
5) Pola tidur dan latihan : apakah anak susah tidur?
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran.
2. Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kFe,pengukuran
kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu
protombin dan waktu tromboplastin parsial.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron binding capacity serum.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
TERAPI GIZI
- Monitor masukan cairan
dan makanan dan hitung
kalori makanan dengan
tepat
- Berikan pendidikan
kesehatan tentang
pentingnya gizi
- Kolaborasi ahli gizi
- Pastikan diet gizi serat
dan buah – buahan yang
cukup
- Pantau lab. Jika perlu
- Evaluasi tanda – tanda
kekurangan gizi