Anda di halaman 1dari 9

EVIDENCE-BASED CASE REPORT

Kombinasi Antivirus dan Kortikosteroid dibandingkan dengan Kortikosteroid dalam


Perbaikan Nervus Fasialis pada Pasien Bell’s Palsy

Disusun Oleh Kelompok 10 A:

Rr. Dewi Sitoresmi (0806315130)


Arini Putriheryanti (0806320471)
Jeanette Marchi (0806320654)
Rahma Novitasari (0806320830)
Anggia Widyasari (0806323744)

CLINICAL EPIDEMIOLOGY-EVIDENCE BASED MEDICINE MODULE


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, Juli 2012
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tugas makalah
ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
Indonesia kepada saya.

Jakarta, 6 Juli 2012

…………………………….
PERNYATAAN ORISINALITAS

Penelitian ini adalah hasil karya kami sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah kami nyatakan dengan benar

1. Nama : Rr. Dewi Sitoresmi


NPM : 0806315130
Tanggal : 6 Juli 2012
Tandatangan :

2. Nama : Arini Putriheryanti


NPM : 0806320471
Tanggal : 6 Juli 2012
Tandatangan :

3. Nama : Jeanette Marchi


NPM : 0806320654
Tanggal : 6 Juli 2012
Tandatangan :

4. Nama : Rahma Novitasari


NPM : 0806320830
Tanggal : 6 Juli 2012
Tandatangan :

5. Nama : Anggia Widyasari


NPM : 0806323744
Tanggal : 6 Juli 2012
Tandatangan :
EVIDENCE-BASED CASE REPORT

Kombinasi antivirus dan kortikosteroid dibandingkan

dengan monoterapi kortikosteroid dalam perbaikan nervus

fasialis pada pasien Bell’s Palsy : An evidence-based case

report

Sitoresmi D¹ , Putriheryanti A¹ , Marchi J¹ , Novitasari R¹ ,Widyasari A¹


¹Mahasiswa Kedokteran Tingkat Empat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pendahuluan: Bell’s palsy merupakan kelumpuhan unilateral nervus fasialis yang penyebabnya belum
diketahui pasti. Terapi terbaik untuk pasien dengan Bell’s palsy masih merupakan masalah di dunia
kesehatan. Kortikosteroid merupakan terapi utama untuk Bell’s palsy, dan antivirus digunakan sejak virus
diketahui terlibat sebagai etiologi Bell’s palsy.

Tujuan: Membandingkan tingkat penyembuhan Bell’s pada kelompok pasien Bell’s palsy yang diberikan
kortikosteroid saja terhadap kelompok pasien yang mendapatkan kombinasi kortikosteroid dan antivirus.

Metode: Pencarian dilakukan dengan menggunakan dua database jurnal, yaitu PubMed dan Cochrane, dan
didapatkan dua artikel yang relevan.

Hasil: Dua studi memberikan hasil yang sama. Studi RCT yang dilakukan oleh Yeo et al dan studi
systematic review yang menganalisis 5 artikel RCT oleh Goudakos et al menunjukkan angka kesembuhan
yang lebih baik pada kelompok terapi kombinasi dibandingkan kelompok monoterapi, namun perbedaan
antar kelompok tidak bermakna (p > 0,05).

Kesimpulan: Penambahan antivirus untuk terapi Bell’s palsy tidak memberikan hasil yang lebih efektif
dibandingkan pemberian kortikosteroid saja.

Background: Bell’s palsy is a unilateral paralysis of facial nerve that its etiology is still unknown. The best
therapy for patients with Bell’s palsy is still a problem. Corticosteroid is the main therapy for Bell’s palsy,
and antiviral agents are used since virus is known to be involved in Bell’s palsy.

Methods: Searching was done through two journal databases, PubMed and Cochrane, and two relevant
articles were found.

Results: Two studies give the same result. An RCT study by Yeo et al and a systematic review that analyzed
5 RCTs by Goudakos et al show a better improvement in combination therapy group than monotherapy
group, but the difference between the two groups is not statistically significant (p > 0,05).

Conclusion : The addition of antiviral for Bell’s palsy treatment does not give more effective outcome than
the corticosteroid alone.


ABSTRAK simplex virus (HSV) ditemukan pada ganglia
genikulatum, cairan endoneural dan otot posterior
aurikular. Hal tersebut yang mendasari mekanisme
Pada evidence-based case report ini kami
HSV yang menyebabkan inflamasi dan terjepitnya
mempelajari pertanyaan klinis : Apakah kombinasi
nervus fasialis pada foramen meatal. Berdasarkan
antivirus dan kortikosteroid lebih efektif dalam
penemuan tersebut, pada pasien dengan Bell’s
memperbaiki fungsi nervus fasialis dibandingkan
palsy yang idiopatik, diberikan pengobatan dengan
dengan monoterapi kortikosteroid pada pasien
antiviral.4 Pemberian kortikosteroid masih
Bell’s palsy? Dari hasil pencarian ditemukan 17
dianggap sebagai pengobatan utama pada pasien
artikel, namun hanya 2 artikel yang relevan dengan
Bell’s palsy, hal tersebut didasarkan atas adanya
pertanyaan klinis kami.
laporan bahwa pada saat operasi dekompresi,
didapatkan adanya pembengkakan pada nervus
fasialis.3 Kombinasi antivirus dan kortikosteroid
mungkin bisa memberikan hasil yang lebih baik
In this evidence-based case report, we study a
dalam pengobatan Bell’s palsy.
clinical question : Is the combination of antiviral
agents and corticosteroid more effective in
repairing facial nerve function than corticosteroid Kasus Klinis

alone in Bell’s palsy patient? We found 17 articles Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan
in searching, but only 2 articles that are relevant keluhan sudut mulutnya tertarik ke sebelah kiri, dan
with our clinical question. mata sebelah kanan tidak dapat menutup rapat,
secara tiba-tiba sejak 2 hari lalu. Pasien seorang
supir angkutan kota Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik diperoleh bahwa diagnosis kerja
Latar Belakang
pada kasus ini adalah Bell’s palsy dextra. Terapi
Bell’s palsy merupakan kelumpuhan unilateral
standar Bell’s palsy adalah kortikosteroid, namun
nervus fasialis yang umumnya terjadi secara tiba-
Anda pernah mendengar bahwa virus berperan
tiba. Kelumpuhan otot wajah dapat sembuh
dalam penyakit ini, sehingga terpikir untuk
sempurna namun juga dapat terjadi secara
memberikan tambahan antivirus.
permanen. 60-75% kasus kelumpuhan sebagian
wajah disebabkan oleh Bell’s palsy. Insidensi Bell’s
palsy terjadi sebanyak 20-30 kasus per 100.000 Pertanyaan Klinis
orang pertahun.1 Umumnya terjadi pada usia sekitar Apakah kombinasi antivirus dan kortikosteroid
2
30-45 tahun, namun dapat terjadi pada semua lebih efektif dalam memperbaiki fungsi nervus
1
usia. Pada 30% pasien dengan Bell’s palsy, fasialis dibandingkan dengan monoterapi
terdapat kelumpuhan otot wajah yang permanen, kortikosteroid pada pasien Bell’s palsy?
2
nyeri, dan kesulitan melakukan aktivitas fisiologis.
Terjadinya Bell’s palsy diduga disebabkan Patient/problem : pasien Bell’s palsy
oleh faktor genetik, iskemia vaskular, inflamasi, Intervention : antivirus dan kortikosteroid
3
virus, maupun autoimun. Hingga saat ini, Comparison : kortikosteroid
meskipun penyebab dari Bell’s palsy belum Outcome : perbaikan fungsi nervus fasialis
diketahui secara jelas, namun gen dari herpes
Metode Penelusuran Literatur Didapatkan 17 artikel yang kami anggap relevan

Penelusuran dimulai dari pertanyaan klinis, dengan pertanyaan klinis kami, namun hanya 3

kemudian melakukan pencarian yang mengacu artikel yang tersedia dalam bentuk utuh (full text).

pada permasalahan, intervensi masalah, Didapatkan 1 artikel systematic review dan 2 artikel

pembanding (tabel 1). Pencarian literatur dilakukan RCT, namun 1 artikel RCT tidak kami gunakan

pada 20 Juni 2012. Artikel diambil dari Pubmed karena sudah termasuk di dalam artikel systematic

dan Cochrane yang masing-masing menyaring 40 review tersebut. Pada kedua artikel ini kami

dan 48 artikel. Judul dan abstrak disaring sesuai lakukan telaah kritis menggunakan kriteria pada

dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah tabel 2 dan 3. Kedua artikel ini adalah artikel

ditetapkan sebelum pencarian. Goudakos et al yang merupakan artikel meta-


analisis dan artikel Yeo et al yang merupakan
artikel RCT.

Tabel 1. Kata Kunci dalam Metode Pencarian

Gambar 1. Metode Pencarian Literatur


Hasil Penelitian Yeo et al4 (2007) menggunakan
teknik randomisasi, double blind, prospective trial
Goudakos et al3 (2009) melakukan sebuah
pada 91 orang yang terdiagnosis Bell’s Palsy dari
meta-analisis terhadap 5 penelitian RCT yang
Januari 2003 sampai dengan 2006 yang sembuh
dipublikasi dari tahun 1996-2007, dengan rentang
dalam 6 bulan atau di-follow-up selama 6 bulan
sampel 29-272 pasien. Masing-masing penelitian
meskipun pasien tersebut belum sembuh. Pada
telah dinilai validitasnya. Total sampel adalah 738
kelompok yang diberikan kortikosteroid saja, 40
(kelompok kortikosteroid n = 372; kelompok
(85,1%) dari 47 pasien menunjukkan perbaikan
kombinasi n = 366), namun hanya sejumlah 709
pada bulan ke-6. Pada kelompok yang diberikan
pasien yang berasal dari 4 penelitian yang diteliti.
kortikosteroid dan asiklovir, 41 (93,1%) dari 44
Satu artikel RCT tidak diteliti tanpa disebutkan
pasien menunjukkan perbaikan pada bulan ke-6.
alasan yang jelas. Digunakan skala House-
Perbedaan di antara kedua kelompok tidak
Brackmann untuk mengukur fungsi nervus fasialis.
bermakna secara statistik (p > 0,05).
Didapatkan perbedaan yang tidak signifikan antara
kelompok kortikosteroid dengan kelompok
kombinasi kortikosteroid dan antiviral (OR, 1.03
[95%CI, 0.74-1.42]; p = 0.88; heterogeneity, p =
0.66; fixed-effects model).
Tabel 2. Critical appraisal : validity and importance

Critical appraisal of relevant studies : Validity and Importance

Study Validity Importance Levels


design
of
evidence
CER EER RRR ARR NNT 95% CI OR
Consistenc
Interesting

Assessing
methods
Random

Finding

validity

1a
+, + + + + 29% 28% 0,5% 0,1% 576 0.74-1.42 1,03
Systematic
Goudakos
et al review Methods clear
(2009) n = 709
Critical appraisal of relevant studies : Validity and Importance
Study Validity Importance Levels
design of
evidence
CER EER RRR ARR NNT 95% CI OR

Similarity
Intention-
Random

Treated
equally
to-treat
Blind
Yeo RCT +, + + + + 14,8% 6,8% 54,4% 8,1% 12 -4,5 – 20,7 2,399 1b
et al n = 91 Methods
(2007) unclear

Critical appraisal of relevant studies : Applicability

Study design Applicability


Similar characteristic Benefit Values and preferences Regimen and consequences
(adult, idiopathic Bell’s
palsy, < 3 days of
onset)
Goudakos Systematic review
3
et al n = 709 + NNT = 1000 + +

(2009)

Yeo et al RCT + NNT = 10 + +


(2007) n = 91

Diskusi antivirus yang lambat diabsorbsi, serta memiliki


3
Penelitian Goudakos et al (2009) berada pada bioavailabilitas yang rendah.
hirarki tertinggi penelitian, yaitu systematic review. Kedua penelitian ini dapat dikatakan valid,
Pada penelitian ini disebutkan dengan jelas berdasarkan kriteria pada tabel 2. Pada kedua
karakteristik masing-masing artikel, sehingga dapat penelitian, outcome dinilai secara subjektif dengan
dinilai kesamaan kualitas tiap artikel. Penelitian ini menggunakan House-Brackmann grading. Untuk
memasukkan 5 artikel RCT, namun hanya 4 yang mengurangi bias pada pengukuran outcome, telah
diteliti. Alasan salah satu studi tidak diteliti tidak dilakukan blinding pada pemeriksa.
disebutkan dengan jelas, hanya disebutkan bahwa Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada
studi tersebut tidak menyediakan data yang relevan pasien kami, karena karakteristik pasien penelitian
untuk sintesis kuantitatif. Hal ini menjadi salah satu tidak jauh berbeda. Pasien pada penelitian berusia
3
kelemahan studi Goudakos et al ini. dewasa, dan onset kejadian Bell’s palsy kurang dari
4
Penelitian yang dilakukan oleh Yeo et al 3 hari. Tidak terbuktinya keunggulan penambahan
(2007), memiliki beberapa kelemahan, yaitu antivirus akan membantu meringankan biaya
peneliti tidak memberitahu secara lengkap tempat berobat pasien. Besarnya jumlah NNT juga
data penelitian diambil, tidak dijelaskan metode menunjukkan manfaat yang kurang dari pemberian
randomisasi, dan jumlah sampel penelitian terlalu antivirus pada pasien Bell’s palsy.
sedikit sehingga diperoleh range 95% CI yang luas.
Selain itu pemeriksaan antibodi HSV hanya Kesimpulan
dilakukan pada beberapa pasien dengan Bell’s Dari hasil kedua penelitian, dapat disimpulkan
palsy saja, sehingga pasien dengan Ramsay Hunt bahwa penambahan antivirus dalam terapi
tanpa adanya vesikel dapat ikut dalam penelitian. kortikosteroid tidak memberikan hasil yang lebih
Antivirus yang digunakan juga merupakan efektif dibandingkan pemberian kortikosteroid saja
pada pasien Bell’s palsy.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gonald H, Gilden M. Bell’s palsy. New England Journal of Medicine 2004; 351: 1323-31.

2. Sullivan FM, Swan IRC, Donnan PT, Morrison JM, Smith BH, McKinstry B, et al. Early
treatment with prednisolone or acyclovir in Bell’s palsy. New England Journal of Medicine
2007; 357; 16: 1598-07.

3. Goudakos JK, Marcou KD. Corticosteroids vs corticosteroids plus anti viral agent in the
treatment of bell’s palsy. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2009; 135: 558-63.

4. Yeo SG, Lee YC, Park DC, Cha C. Acyclovir plus steroid vs steroid alone in the treatment
of Bell’s palsy. American Journal of Otolaringology-Head and neck medicine and surgery.
2008; 29; 163-66.

Anda mungkin juga menyukai