Anda di halaman 1dari 146

STUDI ANALISIS SISTEM PROTEKSI TEGANGAN LEBIH (OVER

VOLTAGE) MENGGUNAKAN SOFTWARE ATP


(ANALYSIS TRANSIENT PROGRAMME)
(STUDI KASUS PADA GARDU INDUK BANTUL 150 KV)

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Strata Satu (S1)


Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Muhammad Rizaldy
NIM: 20140120215

TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
HALAMAN JUDUL

STUDI ANALISIS SISTEM PROTEKSI TEGANGAN LEBIH


(OVER VOLTAGE) MENGGUNAKAN SOFTWARE ATP
(ANALYSIS TRANSIENT PROGRAMME)
(STUDI KASUS PADA GARDU INDUK BANTUL 150 KV)

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Strata Satu (S1)


Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Muhammad Rizaldy
NIM: 20140120215

TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Rizaldy

NIM : 20140120215

Program Studi : Teknik Elektro

Dengan ini menyatakan bahwa isi dari Tugas Akhir yang saya tulis adalah
benar-benar karya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama
yang termaktub di isi dan tertulis di Daftar Pustaka dalam Tugas Akhir ini. Apabila
di kemudian hari ternyata Tugas Akhir yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka
saya bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima dari Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sesuai dengan peraturan yang berlaku. Demikian
pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Yogyakarta, 23 Desember 2017

Muhammad Rizaldy

v
HALAMAN MOTTO

“Maka Nikmat Tuhan Manakah Yang Kamu Dustakan”


Q.S. Ar-Rahman

“Jika salah perbaiki, jika gagal coba lagi, namun jika kamu menyerah
semuanya berakhir”

“Menjadi baik itu harus, menjadi bermanfaat itu wajib”

“Pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan”

“Talk Less do More”

“Bahan bakar waktu adalah manusia itu sendiri,


so appreciate your time every seconds”

“Belajar Berusaha dan Berdoa”

“Keberuntungan lebih tinggi dari Kecerdasan”

“Do the Best Be the Best and God will do the Best”

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Karya tulis ini kupersembahkan untuk kedua orang


tuaku, kakak dan adikku, serta semua orang hebat yang
senantiasa mendukung dan menyemangatiku”

vii
INTISARI

Proteksi sistem tenaga listrik merupakan proteksi yang digunakan untuk


melindungi peralatan sistem tenaga listrik dari tegangan lebih akibat sambaran
petir. Lightning arrester atau yang biasa dikenal dengan arrester adalah suatu alat
yang digunakan untuk melindungi peralatan sistem tenaga listrik dari kondisi
abnormal akibat sambaran petir (surge impulse) dan hubung singkat (switching).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk diperoleh jarak ideal dalam penempatan
arrester dan transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) dengan menggunakan simulasi software ATP (Analysis
Transient Programme) di Gardu Induk Bantul 150 kV. Metode yang digunakan
adalah menentukan penempatan arrester terhadap transformator dengan
menggunakan simulasi software ATP Draw dan melakukan perbandingan dengan
analisis perhitungan penempatan arrester berdasarkan standar dari IEC (1958) dan
SPLN (1978:4). Perbandingan nilai tegangan lebih pada jepitan transformator
bagian primer saat waktu muka petir 1.2454 x 10-3 ms adalah 861.06 kV untuk
sistem tidak terpasang arrester, 215.43 kV untuk sistem yang terpasang arrester
dengan jarak 3.15 meter dari transformator dan 215.48 kV untuk sistem yang
terpasang arrester dengan jarak 15 meter dari transformator. Nilai tegangan
sambaran petir pada waktu 0.012401 ms lebih besar dibandingkan nilai tegangan
sambaran petir pada waktu 0.03410 ms. Hal disebabkan karena semakin kecil waktu
muka sambaran petir, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak
tegangan semakin cepat.

Kata kunci: Transformator, arrester, ATP Draw, tegangan lebih, abnormal

viii
ABSTRACT

Electrical power system protection is used to protect the power system


equipment from over voltage due to lightning strike. Lightning arrester or
commonly known as arrester are a device used to protect electric power system
equipment from abnormal conditions due to lightning strikes (surge impulse) and
short circuit (switching). The purpose of this reaserch is to obtain the ideal distance
in the placement of arrester and power transformer against over voltage protection
using ATP (Analysis Transient Programme) simulation software in Bantul
Substation 150 kV. The method used is by determine the placement of the arrester
to the transformer using ATP Draw software simulation and to do comparison with
the calculation analysis of arresters placement based on the standard of IEC (1958)
and SPLN (1978:4). The comparison of the overvoltage value in the primary side
transformer while the lightning advance time of 1.2454 x 10-3 ms is 861.06 kV for
the uninstalled system of arrester, 215.43 kV for the installed system of arrester
with a distance of 3.15 meters from the transformer and 215.48 kV for the system
installed arrester with distance of 15 meters from transformer. The value of the
lightning strike voltage at 0.012401 ms is greater than the value of the lightning
strike voltage at 0.03410 ms. This is because the smaller the face time of the
lightning strike then the time required to reach the peak voltage faster.

Keywords: Protection, lightning strike, transient, overvoltage, transformer, power


system, arrester, ATP Draw

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah…
Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena tidak ada daya dan upaya
melainkan karena Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
yang berjudul “Studi Analisis Sistem Proteksi Tegangan Lebih (Over Voltage)
Menggunakan Software ATP (Analysis Transient Programme) (Studi Kasus
Pada Gardu Induk Bantul 150 kV)”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada panutan dan junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
sahabatnya dan tak lupa kita selaku umatnya yang selalu taat dan patuh pada
ajarannya.
Tiada suatu kesuksesan apapun yang dicapai seorang diri melainkan
terdapat campur tangan orang lain di dalamnya karena tanpa usaha, keinginan, dan
doa yang kuat dari dalam hati kesuksesan itu tidak mungkin terwujud. Dalam
menyelesikan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa kesuksesan tidak akan
terwujud tanpa adanya dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

1. Jazaul Ikhsan, ST.,M.T.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta,
2. Dr. Ramadoni Syahputra, S.T.,M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro,
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan sekaligus
sebagai dosen pembimbing I yang dengan sabar meluangkan waktu untuk
berdiskusi, membaca kata demi kata dan memberikan masukan pada tugas
akhir ini,
3. Anna Nur Nazilah Chamim, S.T.,M.Eng selaku dosen pembimbing II yang
selalu berkenan memberikan masukan di setiap semester selama masa studi
penulis di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

x
4. Kedua orang tua, kakak dan keluarga, atas segala cinta, doa, dan dukungan
yang telah diberikan,
5. Muhamad Yusvin Mustar, S.T.,M.Eng selaku penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun ketika menguji keabsahan
tugas akhir ini,
6. Rahmat Adiprasetya Al Hasbi, S.T.,M.Eng yang selalu mengajar dan
memberi masukkan kepada penulis dalam proses simulasi tugas akhir ini,
7. Dr. Hans. K. Høidalen selaku dosen di NTNU (Norwegian University of
Science and Technology) yang selalu membantu penulis dalam pemodelan
simulasi software ATP Draw,
8. Segenap dosen pengajar Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
9. Seluruh karyawan TU Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta,
10. Staff Laboratorium Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
11. Kepada pimpinan APP Gardu Induk Salatiga - Jawa Tengah yang telah
membantu dalam proses rekomendasi dan perijinan penelitian di Gardu
Induk Bantul-DIY.
12. Kepada pimpinan, karyawan, dan staf Gardu Induk Bantul-DIY yang telah
membantu dalam proses pengambilan data selama penelitian.
13. Rekan-rekan Teknik Elektro 2014 yang telah memberikan kesan luar biasa
selama empat tahun terakhir,
14. Teman-teman KKN-MH 002 Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir
yang telah bekerjasama dalam penyelsaian mata kuliah wajib KKN selama
bulan Ramadhan,
15. Ika sartika yang di tengah kesibukannya masih bisa menyempatkan untuk
membaca kata demi kata dan mengedit typo pada penelitian tugas akhir ini,
16. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.

xi
Penulis berharap semoga tugas akhir “Studi Analisis Sistem Proteksi
Tegangan Lebih (Over Voltage) Menggunakan Software ATP (Analysis
Transient Programme) (Studi Kasus Pada Gardu Induk Bantul 150 kV)” ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari tak
terkecuali bagi penulis pribadi dan dapat dijadikan panduan dalam penyelesaian
tugas akhir ditahun berikutnya.
Tiada Gading yang Tak Retak karena tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran serta diskusi lebih lanjut mengenai
penelitian tugas akhir ini, penulis harapkan dapat disampaikan melalui
muhammad27rizaldy@gmail.com

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 23 Desember 2017

Penulis

xii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii
INTISARI ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah .............................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ................................... 6


2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6
2.2 Dasar Teori ...................................................................................... 8
2.2.1 Fenomena Terjadinya Petir .................................................. 8
2.2.2 Gelombang Berjalan (Travelling Wave)[9][13] .................... 12
2.2.3 Proses Terjadinya Tegangan Lebih (Over Voltage) Akibat
Surja Petir (Lightning Surge) Pada Saluran Transmisi ...... 13
2.2.4 Transformator Tenaga (Power Transformer) .................... 18
2.2.5 Lightning Arrester (LA) .................................................... 19
2.2.6 Persamaan Empiris Arrester .............................................. 58
2.2.7 Software ATP Draw........................................................... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 62
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 62
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 62
3.3 Tahapan Pembuatan Tugas Akhir ................................................. 63
3.3.1 Studi Pendahuluan ............................................................. 63

xiii
3.3.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ................................. 63
3.3.3 Studi Pustaka ..................................................................... 64
3.3.4 Metode Pengumpulan Data................................................ 64
3.3.5 Studi Analisis Data ............................................................ 65
3.3.6 Penutup (Kesimpulan dan Saran) ...................................... 65
3.4 Diagram Alir Pembuatan Tugas Akhir .......................................... 66
3.5 Tahapan Penelitian ........................................................................ 67
3.5.1 Langkah Perhitungan Jarak Ideal Arrester dan
Transformator .................................................................... 67
3.5.2 Langkah Simulasi Menggunakan Software ATP ............... 68
3.5.3 Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir ................................ 70
3.6 Komponen Simulasi ATP (Analysis Transients Programme)....... 71
3.6.2 Arrester ZnO (Metal Oxide Varistor) ................................ 71
3.6.3 Probe Current .................................................................... 72
3.6.4 Probe Voltage..................................................................... 72
3.6.5 Resistansi Beban (Load) .................................................... 73
3.6.6 RLC 3 Fasa Generator ....................................................... 73
3.6.7 Transformator Tenaga (Power Transformer) .................... 74
3.6.8 Sumber 3 Fasa (Unit Pembangkitan 23 kV) ...................... 74
3.6.9 Sambaran Petir (Lightning Impulse) .................................. 75
3.6.10 Saklar Ukur (Measuring Switch) ....................................... 75
3.6.11 Parameter Saluran Transmisi
(Clarke 3 Phase Transposed) ............................................ 76
3.7 Penyusunan Tugas Akhir ............................................................... 76
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ...................................................................... 77
4.1 Perhitungan Tegangan Dasar Arrester........................................... 78
4.2 Jarak Ideal Arrester dan Transformator Menurut IEC (1958) dan
SPLN (1978:4)............................................................................... 78
4.3 Jarak Ideal Arrester dan Transformator di Gardu Induk Bantul
150 kV ........................................................................................... 79
4.4 Perhitungan Nilai Impedansi (Z) di Beban (Load) ........................ 80
4.5 Perhitungan Nilai Impedansi (Z) di Jepitan Primer
Transformator ................................................................................ 81
4.6 Nilai Induktansi (L) dan Kapasitansi (C) Kawat Konduktor SUTT
(antar tower 150 kV) dan Switchyard di Gardu Induk Bantul
150 kV ........................................................................................... 82
4.6.1 Nilai Induktansi (L) ........................................................... 82
4.6.2 Nilai Kapasitansi (C) ......................................................... 82
4.7 Impedansi Surja di Tower SUTT dan Switchyard di Gardu Induk
Bantul 150 kV................................................................................ 83
4.9 Perhitungan Tegangan Surja Menurut SPLN 7. 1987 ................... 85
4.10 Perhitungan Tegangan Sambaran Petir pada Transformator II di
Gardu Induk Bantul 150 kV .......................................................... 86
4.11 Pembahasan Hasil Simulasi ATP
(Analysis Transient Programme) .................................................. 87
4.11.1 Skenario Sistem Tanpa Arrester MOV .............................. 87

xiv
4.11.2 Skenario Sistem Dengan Arrester MOV ......................... 100
4.11.3 Grafik Perbandingan Tegangan dan Arus........................ 113
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 114
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 114
5.2 Saran ............................................................................................ 115
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 116
LAMPIRAN ....................................................................................................... 118

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses pembentukan awan bermuatan ............................................. 9


Gambar 2.2 Lidah petir menjalar ke arah bumi................................................... 9
Gambar 2.3 Kilat sambaran balik dari bumi ke awan ....................................... 10
Gambar 2.4 Kumpulan muatan pada saluran distribusi .................................... 11
Gambar 2.5 Spesifikasi gelombang berjalan ..................................................... 12
Gambar 2.6 Sambaran langsung pada kawat fasa yang mengalir ke dua arah
(upstream dan downstream) .......................................................... 14
Gambar 2.7 Penampang menara transmisi untuk menghitung impedansi surja
menara ........................................................................................... 16
Gambar 2.8 (a) Kurva induktansi menara (b) Sambaran langsung pada menara
transmisi ........................................................................................ 17
Gambar 2.9 Transformator tenaga (power transformer) ................................... 19
Gambar 2.10 Penempatan arrester terhadap transformator ................................. 21
Gambar 2.11 Gelombang tegangan lebih transien (a) Tanpa arrester (b) Dengan
arrester ........................................................................................... 21
Gambar 2.12 Grafik level tegangan sistem yang dilewatkan menggunakan
arrester dan tanpa arrester akibat sambaran petir pada peralatan
gardu induk .................................................................................... 22
Gambar 2.13 Rangkaian proteksi surja secara umum ......................................... 25
Gambar 2.14 Konstruksi arrester (porcelain housed MO arrester) ..................... 26
Gambar 2.15 Metal oxide varistor (MOV) .......................................................... 27
Gambar 2.16 Housing arrester............................................................................. 28
Gambar 2.17 Terminal pejal (kiri) dan Terminal plat (kanan) ............................ 29
Gambar 2.18 Pemisah (disconnector) ................................................................. 29
Gambar 2.19 Sealing and pressure relief system of high voltage porcelain
housed ............................................................................................ 30
Gambar 2.20 Susunan dua buah arrester tegangan tinggi dengan grading ring . 31
Gambar 2.21 Isolator dudukan arrester ............................................................... 31
Gambar 2.22 Discharge counter dan miliammeter (mA) ................................... 32
Gambar 2.23 Discharge counter arrester dan miliammeter (mA) ...................... 32
Gambar 2.24 Posisi pemasangan perlengkapan arrester ..................................... 33
Gambar 2.25 Struktur penyangga arrester dari (a) Besi yang dilapisi beton
(b) Baja .......................................................................................... 34
Gambar 2.26 Elektroda pada arrester .................................................................. 34
Gambar 2.27 Spark gap arrester .......................................................................... 35
Gambar 2.28 Tahanan katup varistor (valve resistor) ......................................... 35
Gambar 2.29 Arrester jenis ekspulsi (expulsion type) ......................................... 36
Gambar 2.30 Arrester jenis katup (valve type) .................................................... 38
Gambar 2.31 Metal oxide arrester jenis saluran distribusi .................................. 39
Gambar 2.32 Klasifikasi arrester katup berdasarkan level tegangannya ............. 40
Gambar 2.33 Arester seng oksida dengan elemen aktif (zinc oxide/ZnO) .......... 40
Gambar 2.34 Model rangkaian ekivalen dari varistor (valve resistor) ZnO ....... 41
Gambar 2.35 Posisi material terpasang antara arrester jenis ............................... 44

xvi
Gambar 2.36 Grafik perbandingan tegangan dan arus antar ZnO dan SiC ......... 44
Gambar 2.37 Karakteristik arus/waktu dari sebuah SPD dengan varistor .......... 46
Gambar 2.38 Arrester pada transformator tenaga I ............................................. 47
Gambar 2.39 Arrester pada transformator tenaga II............................................ 49
Gambar 2.40 Arrester pada transformator tenaga III .......................................... 51
Gambar 2.41 Transformator dan arrester terpisah sejarak S ............................... 60
Gambar 2.42 Icon software ATP Draw............................................................... 61
Gambar 3.1 Lokasi basecamp GI Bantul 150 kV……………………….……..62
Gambar 3.2 Diagram alur pembuatan tugas akhir ............................................. 66
Gambar 3.3 Diagram alur penelitian tugas akhir .............................................. 70
Gambar 3.4 Pentanahan (grounding) ................................................................ 71
Gambar 3.5 Metal oxide varistor (ZnO) ............................................................ 72
Gambar 3.6 Probe current 3 fasa....................................................................... 72
Gambar 3.7 Probe voltage 3 fasa....................................................................... 73
Gambar 3. 8 Resistansi beban (load) 3 fasa ....................................................... 73
Gambar 3.9 RLC 3 fasa generator ..................................................................... 74
Gambar 3.10 Transformator tenaga (Y koneksi)................................................ 74
Gambar 3.11 Sumber unit pembangkitan 20 kV ................................................. 75
Gambar 3.12 Sambaran petir (lightning impulse) type L Heidler ....................... 75
Gambar 3.13 Saklar (switch) ............................................................................... 76
Gambar 4.1 Jarak penempatan arrester dan transformator di Gardu Induk
Bantul 150 kV…………………………………………………….77
Gambar 4.2 Rangkaian simulasi arus terhadap waktu akibat sambaran petir
tanpa perlindungan arrester ........................................................... 88
Gambar 4.3 Rangkaian simulasi tegangan terhadap waktu akibat
sambaran petir tanpa perlindungan arrester ................................... 88
Gambar 4.4 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
(upstream dan downstream) .......................................................... 89
Gambar 4.5 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
(upstream)...................................................................................... 90
Gambar 4.6 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
(downstram)................................................................................... 90
Gambar 4.7 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir
fasa T ............................................................................................. 92
Gambar 4.8 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik
sambaran petir fasa T..................................................................... 92
Gambar 4.9 Gelombang arus terhadap waktu pada jepitan transformator
primer ............................................................................................ 94
Gambar 4.10 Gelombang tegangan terhadap waktu pada jepitan transformator
primer ............................................................................................ 95
Gambar 4.11 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dijepitan transformator
primer fasa T.................................................................................. 95
Gambar 4.12 Gelombang arus terhadap waktu pada beban (load) ..................... 96
Gambar 4.13 Gelombang tegangan terhadap waktu pada beban (load).............. 97
Gambar 4.14 Detail gelombang tegangan terhadap waktu di beban (load)
fasa T ............................................................................................. 98

xvii
Gambar 4.15 Rangkaian simulasi arus lebih dengan perlindungan arrester
(metal oxide varistor) akibat sambaran petir ............................... 100
Gambar 4.16 Rangkaian simulasi tegangan lebih dengan perlindungan arrester
(metal oxide varistor) akibat sambaran petir ............................... 100
Gambar 4.17 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir upstream
dan downstream dengan pemasangan arrester ............................ 101
Gambar 4.18 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
(upstream) setelah pemasangan arrester ...................................... 102
Gambar 4.19 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
(downstream) setelah pemasangan arrester ................................. 102
Gambar 4.20 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir ...... 103
Gambar 4.21 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik
sambaran petir ............................................................................. 104
Gambar 4.22 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan transformator ................................................................... 105
Gambar 4.24 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan primer transformator ........................................................ 106
Gambar 4.25 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dititik arrester dan jepitan
primer transformator .................................................................... 107
Gambar 4.26 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan jepitan
primer transformator .................................................................... 108
Gambar 4.27 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan primer transformator ........................................................ 108
Gambar 4.28 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dibeban (load) ............ 109
Gambar 4.29 Kondisi gelombang tegangan terhadap waktu dibeban (load) .... 110
Gambar 4.30 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dibeban (load) ............ 111
Gambar 4.31 Kondisi gelombang tegangan terhadap waktu dibeban (load) .... 112
Gambar 4.32 Grafik perbandingan tegangan dan arus pada waktu muka petir
1.2454x10-3 ms pada Gardu Induk Bantul saat jarak arrester 3.15
meter, 15 meter dan tanpa arrester .............................................. 113

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Z0 menurut IEC Publication 71-2 ............................................. 15


Tabel 2.2 Discharge currents nominal berdasarkan IEC 60099-4 ..................... 39
Tabel 2.4 Karakteristik arrester OHIO BRASS type PH317OGV132AA saat
waktu lightning impulse 8/20 µs ....................................................... 48
Tabel 2.5 Karakteristik arrester OHIO BRASS type PH317OGV132AA saat
waktu switching impulse 36/90 µs .................................................... 48
Tabel 2.6 Karakteristik arrester SIEMENS type 3EL2 144-6PP42-4NA1-Z saat
waktu lightning impulse 8/20 µs ........................................................ 50
Tabel 2.7 Karakteristik arrester SIEMENS type 3EL2 144-6PP42-4NA1-Z saat
waktu switching impulse 45/90 µs ..................................................... 50
Tabel 2.8 Karakteristik arrester BOWTHORPE EMP type MBA4150L2E1M1
saat waktu 30/60 µs (switching surge) ............................................... 52
Tabel 2.9 Karakteristik arrester BOWTHORPE EMP type MBA4150L2E1M1
saat waktu 8/20 µs (lightning current) ............................................... 52
Tabel 2.3 Karakteristik arrester IEEE W.G. 3.4.11 ............................................ 53
Tabel 2.10 Isolasi tahanan tegangan akibat sambaran petir menurut
IEEE C62.11-2012 ............................................................................. 54
Tabel 2.11 Pemeliharaan harian arrester .............................................................. 55
Tabel 2.12 Pemeliharaan tahunan arrester ........................................................... 56
Tabel 4.1 Perbandingan arus terhadap waktu dititik sambaran petir ................. 91
Tabel 4.2 Perbandingan tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir yang
menuju ke sumber dan Gardu Induk Bantul 150 kV .......................... 93
Tabel 4.3 Perbandingan arus terhadap waktu dijepitan transformator bagian
primer ................................................................................................. 94
Tabel 4.4 Perbandingan tegangan terhadap waktu dijepitan transformator bagian
primer ................................................................................................. 96
Tabel 4.5 Perbandingan arus terhadap waktu dibeban (load) transformator
sekunder ............................................................................................. 97
Tabel 4.6 Perbandingan tegangan terhadap waktu dibeban (load) .................... 98
Tabel 4.7 Perbandingan tegangan dan arus saat sistem tidak
terpasang arrester................................................................................ 99
Tabel 4.8 Perbandingan arus terhadap waktu dititik sambaran petir ............... 103
Tabel 4.9 Besar impuls tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir ......... 104
Tabel 4.10 Perbandingan puncak tegangan dan arus saat sistem terpasang
arrester .............................................................................................. 112

xix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu kebutuhan akan energi listrik semakin
meningkat. Peran dari energi listrik tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan
kemajuan ilmu dan teknologi. Perkembangan yang pesat ini harus sejalan dengan
ketersediaan dan kesinambungan penyediaan energi listrik. Oleh karena itu,
dibutuhkan energi listrik yang memiliki keandalan yang tinggi sehingga dapat
bekerja secara optimal. Salah satu penyebab rendahnya tingkat keandalan dalam
penyaluran energi listrik yaitu adanya gangguan (fault) yang terjadi di daerah
saluran transmisi dan distribusi akibat sambaran petir. Hal ini berkaitan erat dengan
letak negara Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa dan beriklim tropis serta
memiliki intensitas kelembaban yang tinggi, sehingga menyebabkan kerapatan
sambaran petir di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lainnya.
Berdasarkan cara sambarannya, sambaran petir dibagi menjadi dua jenis, yaitu
sambaran petir langsung (direct stroke) terjadi apabila petir menyambar langsung
kawat fasa atau kawat pelindungnya dan sambaran petir tidak langsung (indirect
stroke) terjadi apabila petir menyambar objek di sekitar saluran transmisi dan
distribusi.
Gardu Induk Bantul 150 kV merupakan salah satu bagian dari sistem tenaga
listrik yang terinterkoneksi dengan gardu induk lainnya yang berada di pulau jawa.
Gardu Induk Bantul 150 kV berfungsi untuk menghubungkan jaringan ke
konsumen (beban) atau untuk mendistribusikan tenaga listrik pada konsumen
tegangan menengah dan tegangan rendah diwilayah kota Yogyakarta. Oleh karena
itu, Gardu Induk Bantul 150 kV merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang
berperan penting dalam proses pendistribusian energi listrik sehingga
membutuhkan keandalan yang tinggi. Adapun komponen penting dalam
pendistribusian energi listrik tegangan menengah di Gardu Induk Bantul 150 kV
adalah transformator tenaga (power transformer). Transformator tenaga berfungsi
untuk menurunkan tegangan (step down voltage) dari tegangan 150 kV ke tegangan

1
2

20 kV (tegangan tinggi ke tegangan menengah). Karena transformator tenaga


terhubung dengan saluran udara tegangan tinggi 150 kV dan penempatannya di
daerah terbuka, maka pada transformator tenaga mudah terjadi gangguan tegangan
lebih (over voltage) akibat dari sambaran petir secara langsung atau sambaran petir
tidak langsung (induksi). Sambaran petir akan menimbulkan tegangan lebih yang
tinggi melebihi kemampuan dari isolasi transformator tenaga sehingga berdampak
pada kerusakan isolasi yang fatal dan mengakibatkan adanya gelombang berjalan.
Oleh karena itu, dalam penentuan jarak pemasangan arrester terhadap
transformator tenaga dibutuhkan ketelitian dan ketepatan agar dapat meminimalisir
terjadinya kerusakan pada transformator tenaga akibat sambaran petir (lightning
surge). Hal ini telah dijelaskan di dalam al-qur’an surah al-hasyr ayat 18 yang
berbunyi sebagai berikut:

ْ ‫س َما قَدَّ َم‬


‫ت ِلغَ ٍد‬ ُ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا اللَّهَ َو ْلتَ ْن‬
ٌ ‫ظ ْر نَ ْف‬
ٌ ‫َواتَّقُوا اللَّهَ ِإ َّن اللَّهَ َخ ِب‬
)٨١( َ‫ير ِب َما تَ ْع َملُون‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa
yang kamu kerjakan
Makna dari surah tersebut bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan kepada hamba-hambaNya yang mukmin untuk melakukan
kehendak dari keimanan dan konsekuensinya yaitu tetap bertakwa kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala baik dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan dan
dalam setiap keadaan serta memperhatikan perintah Allah baik syariat-Nya maupun
batasan-Nya serta memperhatikan apa yang dapat memberi mereka manfaat dan
membuat mereka celaka serta memperhatikan hasil dari amal yang baik dan amal
yang buruk pada hari Kiamat. Karena ketika mereka menjadikan akhirat di hadapan
matanya dan di depan hatinya, maka mereka akan bersungguh-sungguh
memperbanyak amal yang dapat membuat mereka berbahagia di sana,
menyingkirkan penghalang yang dapat memberhentikan mereka dari melakukan
3

perjalanan atau menghalangi mereka atau bahkan memalingkan mereka darinya.


Demikian juga, ketika mereka mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala
Mahateliti terhadap apa yang mereka kerjakan, dimana amal mereka tidak ada yang
tersembunyi bagi-Nya dan tidak akan sia-sia serta diremehkan-Nya, maka yang
demikian dapat membuat mereka semakin semangat beramal saleh.
Berdasarkan sistem proteksi pada Gardu Induk Bantul 150 kV, terdapat
metode dalam penentuan jarak ideal penempatan arrester sebagai proteksi
transformator tenaga di Gardu Induk Bantul, yaitu penempatan arrester dengan
menggunakan metode simulasi software ATP Draw dan metode analisis
perhitungan penempatan arrester berdasarkan standar dari IEC (1958) dan SPLN
(1978:4). Metode ini masing-masing memiliki parameter jarak ideal penempatan
arrester dan transformator yang bebeda dalam mengatasi sambaran petir (surge
impulse) yang datang. Oleh karena itu, pada penelitian tugas akhir ini akan dibahas
mengenai pengaruh penempatan arrester sebagai proteksi transformator tenaga
(power transformer) terhadap gangguan tegangan lebih akibat sambaran petir
sehingga diperoleh penempatan yang benar dan tepat. Pengujian ini dilakukan
dengan cara mengevaluasi besar tegangan lebih (over voltage) yang terjadi pada
jepitan (bushing) transformator tenaga bagian primer dan tegangan lebih di arrester
ketika terjadi sambaran petir (surge impulse) pada Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) serta membandingkan dengan analisis perhitungan jarak ideal penempatan
arrester dan transformator berdasarkan standar dari IEC (1958) dan SPLN (1978:4).
Adapun simulasi yang digunakan adalah dengan menggunakan perangkat lunak
(software) ATP (Analysis Transient Programme). Dengan demikian akan dapat
diketahui tingkat keandalan dari sistem operasi arrester untuk proteksi
transformator tenaga (power transformer) di Gardu Induk Bantul 150 kV. Dalam
melaksanakan kegiatan tugas akhir ini, penelitian yang dilakukan adalah “Analisis
Sistem Proteksi Tegangan Lebih (Over Voltage) Menggunakan Software ATP
(Analysis Transient Programme) Studi Kasus Pada Gardu Induk Bantul 150
kV”.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diangkat
pada penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menganalisis sistem proteksi tegangan lebih (over
voltage) pada transformator tenaga (power transformer) dengan
arrester menggunakan simulasi software ATP (Analysis Transient
Programme) di Gardu Induk Bantul 150 kV?
2. Bagaimana hasil dari analisis jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV?
3. Bagaimana perbandingan hasil dengan standar IEC (1958) dan PLN
(1978:4) dari analisis jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Membahas jarak ideal penempatan arrester dan transformator tenaga
(power transformer) terhadap proteksi tegangan lebih (over voltage)
dengan menggunakan simulasi software ATP (Analysis Transient
Programme) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
2. Membahas pengaruh dan jenis arrester untuk proteksi transformator
tenaga (power transformer) terhadap tegangan lebih (over voltage) di
Gardu Induk Bantul 150 kV.
3. Membahas hasil perbandingan dengan standar IEC (1958) dan PLN
(1978:4) dari analisis jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
5

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan tugas
akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Diperoleh analisis jarak ideal dalam penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) dengan menggunakan simulasi software ATP
(Analysis Transient Programme) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
2. Diperoleh hasil perbandingan jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap tegangan lebih
(over voltage) dengan standar IEC (1958) dan PLN (1978:4) di Gardu
Induk Bantul 150 kV.
3. Diperoleh informasi mengenai pengaruh jenis arrester terhadap
proteksi tegangan lebih (over voltage) pada transformator tenaga
(power transformer) di Gardu Induk Bantul 150 kV.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai sistematis pemeliharaan arrester
dalam melindungi transformator tenaga (power transformer) di Gardu
Induk Bantul 150 kV.
2. Memberikan informasi mengenai jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) dalam mengurangi adanya
tegangan lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
3. Memberikan perbandingan dengan standar IEC (1958) dan PLN
(1978:4) dari hasil analisis jarak ideal penempatan arrester dan
transformator tenaga (power transformer) terhadap proteksi tegangan
lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
4. Memberikan informasi mengenai pengaruh jenis arrester terhadap
proteksi tegangan lebih (over voltage) pada transformator tenaga
(power transformer) di Gardu Induk Bantul 150 kV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka dan teori-teori yang
mendukung tugas akhir ini yaitu, fenomena terjadinya petir, proses terjadinya
tegangan lebih (over voltage) pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT), lightning
arrester, transformator tenaga 150/20 kV di Gardu Induk Bantul 150 kV serta
pengenalan dan simulasi menggunakan software ATP (Analysis Transisent
Programme).

2.1 Tinjauan Pustaka


Ayu Sintianingrum (2016), mahasiswa Univesitas Lampung dengan
penelitiannya “Simulasi tegangan lebih akibat sambaran petir terhadap penentuan
jarak maksimum untuk perlindungan peralatan pada gardu induk”. Dalam
penelitiannya, ayu melakukan analisis tentang jarak ideal penempatan arrester
untuk perlindungan transformator terhadap sambaran petir dan melakukan
perbandingan besarnya tegangan dan arus surja yang mengalir pada jaringan SUTT
gardu induk Teluk Betung, Lampung dengan adanya arrester atau tidak. Pada
penelitiannya, ayu mensimulasikan dengan menggunakan software ATP Draw
untuk merancang single line diagram gardu induk Teluk Betung dan memberikan
asumsi sambaran petir dengan injeksi tegangan dan durasi waktu tertentu .
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa hubungan antara perubahan
tegangan dan arus di tiga titik, yaitu arrester, saluran transmisi dan transformator.
Saat diberikan arus petir 10 kA dengan durasi 1.2/50 µs di titik arrester, saluran
transmisi dan transformator adalah 125 kV, 200 kV dan 225 kV. Kemudian ketika
diberikan arus petir 20 kA dengan durasi dan titik yang sama diperoleh tegangan
sebesar 140 kV, 210 kV dan 270 kV. Sedangkan untuk penambahan durasi menjadi
2/50 µs namun pada titik yang sama, maka tegangan yang diperoleh adalah 125 kV,
75 kV dan 75 kV (untuk arus petir 10 kA) 110 kV, 130 kV dan 225 kV (untuk arus
petir 20 kA).
Untuk perbandingan tegangan busbar transformator dengan menggunakan
arrester dan tanpa arrester dengan durasi 1.2/50 µs dan arus petir 10 kA diperoleh

6
7

hasil 200 kV (dengan arrester) dan 230 kV (tanpa arrester). Kemudia jika diberikan
arus petir 20 kA, maka diperoleh 210 kV (dengan arrester) dan perubahan yang
cukup signifikan jika arrester yaitu 345 kV. Sedangkan untuk penentuan jarak ideal
arrester dengan transformator yang diizinkan adalah dengan menghitung Ep = Es +
2A S/v. Dengan memasukkan nilai Ep (tegangan jepitan transformator) = 650 kV;
Es (tegangan percik arrester) = 454 kV; A (kecuraman gelombang)= 1000 kV/µs
dan v (kecepatan cahaya) = 300 m/µs Maka diperoleh hasil S (jarak) = 29,4 m
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Tegangan lebih dengan durasi waktu 1,2/50 μs > 2/50 μs hal ini disebabkan
karena semakin kecil durasi waktu sambaran petir, maka waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai puncak tegangan akan semakin cepat. Agar transformator dapat
terlindung dari pengaruh surja petir, maka jarak ideal dari hasil simulasi antara
arrester dan transformator dengan simulasi ATP Draw adalah sebesar 29,4 meter.
Herman Halomoan Sinaga (2005), dosen Univesitas Lampung dengan
penelitiannya “Model arrester SiC menggunakan model arrester ZnO IEEE WG
3.4.11”. Dalam penelitian ini, Herman melakukan pemodelan arrester SiC yang
didasarkan pada model IEEE WG 3.11 tahun 1992, menggunakan perangkat lunak
EMTP. Arrester dengan bahan SiC mempunyai sela (gap) yang dimodelkan dengan
menggunakan arrester ZnO standard IEEE WG.3.4.11 tahun 1992, dengan adanya
penambahan saklar yang dipengaruhi tegangan. Maksud dari penambahan sela
(gap) bertujuan untuk menirukan proses flashover pada sela arrester. Saklar ini
dipasang secara serial dengan arrester SiC yang digunakan.
Dari hasil penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara respon simulasi
arrester, respon pengujian arrester, dan respon arrester terhadap surja tegangan 51
kV dan menggunakan arrester SiC 12 kV dengan durasi waktu 1.2 µs dan diperoleh
hasil ketika tegangan surja simulasi 1.6x104 kV dengan waktu 6.1x10-5 s dan
tegangan surja pengujian 1.6x104 kV dengan waktu 7x10-5 s, maka respon arrester
pengujian dan arrester simulasi adalah 1.6x104 kV dengan waktu 1.7x10-5 s dan
0.8x104 kV dengan waktu 1.7x10-5 s.
Dari hasil penelitian tersebut dilakukan perbandingan antara spark over
arrester tegangan uji 51 kV dan tegangan residual arrester 51 kV sehingga diperoleh
8

hasil ketika spark over arrester 51 kV tegangan surja uji dan tegangan surja simulasi
dengan durasi 1.2 µs adalah 490 kV sedangkan ketika tegangan residual arrester 51
kV tegangan surja uji dan tegangan surja simulasi dengan durasi 1.2 µs adalah 225
kV. Kemudian ketika diberikan impuls tegangan 54 kV pada spark over dan
tegangan residual arrester dengan durasi 1.2 µs, maka tegangan surja uji dan
tegangan surja simulasi pada spark over arrester adalah 530 kV dan 495 kV
sedangkan untuk tegangan surja uji dan tegangan surja simulasi residual arrester
adalah sama yaitu 225 kV.
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa arrester ZnO oleh IEEE WG 3.4.11 tahun 1992 dapat digunakan sebagai
dasar pemodelan dari arrester SiC. Pada arrester SiC 12 kV, menghasilkan selisih
tegangan potong (spark over) sebesar 4.332% dan selisih tegangan residu arus
sebesar 3.259%.

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Fenomena Terjadinya Petir
Awan terdiri dari daerah bermuatan positif dan negatif. Pusat-pusat muatan
ini menginduksikan muatan berpolaritas berlawanan ke awan terdekat atau ke bumi.
Gradien potensial di udara antara pusat-pusat muatan di awan atau antara awan dan
bumi tidak seragam tapi gradien tersebut timbul pada bagian konsentrasi muatan
tinggi. Ketika gradien tegangan tinggi pada titik konsentrasi muatan dari awan
melebihi harga tembus udara yang terionisasi, maka udara di daerah konsentrasi
tekanan tinggi mengionisasi atau tembus (breakdown). Muatan dari pusat muatan
mengalir ke dalam kanal terionisasi mempertahankan gradien tegangan tinggi pada
ujung kanal dan melanjutkan proses tembus listrik. Sambaran petir ke bumi mulai
ketika suatu muatan sepanjang pinggir awan menginduksikan suatu muatan lawan
ke bumi seperti gambar berikut.
9

Gambar 2.1 Proses pembentukan awan bermuatan


(sumber: Rogerio-IEEE, 2015:4)
Kemudian akan timbul lidah petir kearah bawah yang menyebar dari awan ke bumi
seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Lidah petir menjalar ke arah bumi


(sumber: Rogerio-IEEE, 2015:5)
10

Ketika lidah petir menjalar ke permukaan bumi, maka selang beberapa mili
detik akan timbul sambaran petir kembali kearah atas (awan) dan biasanya dari titik
sambaran petir tertinggi disekitarnya. Bila lidah petir kearah atas dan kearah bawah
bertemu (150 km/s) seperti terlihat pada gambar dibawah, maka akan terjadi suatu
hubungan awan dan bumi sehingga proses pelepasan energi muatan awan ke dalam
tanah (ground) terjadi.

Gambar 2.3 Kilat sambaran balik dari bumi ke awan


(sumber: Rogerio-IEEE, 2015:6)
Kemudian muatan dari awan tersebut akan terinduksi ke saluran transmisi
(jaringan listrik) yang berada disekitar sambaran petir ke tanah. Walaupun muatan
awan dan bumi tersebut akan dinetralisir oleh tanah, namun kemungkinan
terjadinya tegangan lebih (over voltage) akibat induksi pada saluran transmisi
sangat tinggi sehingga diperlukan proteksi (kabel ground) pada saluran transmisi.
Berikut adalah gambar dari proses netralisir muatan awan ke bumi.
11

Gambar 2.4 Kumpulan muatan pada saluran distribusi


(sumber: Warsito, 2009:172)

Sampai saat ini belum ada ilmuan yang pernah mencetuskan langsung
bagaimana proses terjadinya sambaran petir. Namun, para ilmuan menduga bahwa
lompatan bunga api listrik (muatan positif dan negatif) yang ada pada petir
diakibatkan karena adanya beberapa tahapan. Berikut adalah tahapan penyebab
terjadinya petir yaitu:
1. Tahap pemampatan muatan yang terjadi di awan (mengumpulnya uap air di
dalam awan).
2. Terjadi loncatan muatan listrik (positif dan negatif) antara awan dengan bumi.
3. Ketinggian antara permukaan atas dan permukaan bawah pada awan dapat
mencapai jarak sekitar 8 km dengan temperatur bagian bawah sekitar -5oC dan
temperatur bagian atas sekitar -40oC. Akibatnya, di dalam awan tersebut akan
terbentuk kristal-kristal es.
4. Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es
tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara
muatan positif dan muatan negatif.
5. Bagian atas awan bemuatan negatif, bagian tengah awan bermuatan positif dan
di bagian bawah awan bercampur antara muatan positif dan negatif. Pemisahan
muatan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya sambaran petir.
12

2.2.2 Gelombang Berjalan (Travelling Wave)[9][13]


Bentuk umum suatu gelombang berjalan digambarkan seperti pada gambar
2.5 berikut. Adapun spesifikasi dari suatu gelombang berjalan antara lain:
a. Puncak (crest) gelombang, E (kV) yaitu amplitudo maksimum dari gelombang.
b. Muka gelombang, t1 (mikro detik) yaitu waktu dari permulaan sampai puncak
gelombang. Dalam praktek ini diambil dari 10% E (gambar 2.5)
c. Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang t2
(mikro detik) yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% E pada ekor
gelombang.
d. Polaritas, yaitu polaritas dari suatu gelombang berjalan (positif atau negatif).

Gambar 2.5 Spesifikasi gelombang berjalan


(sumber: Wibowo, 2012:31)

Suatu gelombang berjalan (surja) dapat dinyatakan dengan perbandingan


sebagai berikut: 𝑡
𝐸, 1⁄𝑡
2 (2.1)

𝐸 = Tegangan puncak gelombang (kV)


t1
⁄t = Rasio muka gelombang terhadap ekor gelombang surja (ms)
2

Jika polaritas positif suatu gelombang surja dengan puncak 1000 kV, maka
tiap 3 µs, dan panjang 21 µs dapat dinyatakan sebagai : +1000, 3/21.
13

Berdasarkan gangguannya sebab-sebab terjadinya gelombang berjalan


dapat dibagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut:
1. Sambaran petir secara langsung (direct strike) pada kawat penghantar,
2. Sambaran petir tidak langsung pada kawat (induksi),
3. Operasi pemutusan (switching operation),
4. Busur tanah (arching ground),
5. Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan

2.2.2.1 Proses Terjadinya Tegangan Lebih (Over Voltage) Akibat Surja


Petir (Lightning Surge) Pada Saluran Transmisi
Tegangan lebih (over voltage) adalah tegangan yang terjadi pada kawat
penghantar tegangan tinggi yang disebabkan karena adanya penyuntikan energi
secara tiba-tiba pada kawat fasa baik karena sambaran petir (surge voltage) atau
hubung singkat (switching). Tegangan lebih (over voltage) merupakan tegangan
yang melewati batas (rating) dasar peralatan atau BIL (Basic Impulse Insulation
Level) peralatan serta hanya dapat ditahan oleh sistem pada waktu yang terbatas.
Tegangan lebih merupakan tegangan peralihan (transient) dari kondisi abnormal ke
kondisi normal. Salah satu gangguan dari luar sistem adalah sambran petir, baik
secara langsung maupun tidak langsung (induksi) mengenai kawat penghantar atau
kawat tanah dari saluran udara tegangan tinggi.
Dalam menghitung pengaruh kawat tanah terhadap tegangan induksi
diperkanalkan faktor perisaian (FP) yang didefinisikan sebagai hasil bagi tegangan
induksi dengan kawat tanah dan tegangan induksi tanpa kawat tanah. Apabila
saluran udara tegangan tinggi disambar oleh petir, maka pada saluran tersebut
terjadi kegagalan perisaian yang mengakibatkan petir menyambar langsung kawat
fasa sehingga muatan yang dilepas oleh petir pada konduktor akan mengalir ke dua
arah yang berlawanan (upstream dan downstream) dalam bentuk gelombang
berjalan (surja). Berikut adalah gambar dari tegangan (muatan) yang terbagi
menjadi dua bagian.
14

Gambar 2.6 Sambaran langsung pada kawat fasa yang mengalir ke dua arah
(upstream dan downstream)
(sumber: Gassing, 2012:4)

Tegangan induksi didefinisikan sebagai tegangan yang disebabkan oleh


adanya muatan pada sambaran petir yang terjadi disuatu titik disekitar saluran fasa
(konduktor). Saat terjadi sambaran petir pada kawat fasa (konduktor), maka akan
timbul nilai impedansi surja. Impedansi surja dipengaruhi oleh nilai dari konstanta
induktansi (L) dan kapasitansi (C) yang merambat pada kawat penghantar. Kedua
konstanta tersebut akan dipengaruhi oleh karakteristik dari kawat penghantar
(konduktor). Secara matematis impedansi surja untuk kawat udara dapat
dirumuskan sebagai berikut.
(2.2)
𝑍 = √𝐿/𝐶 = 60 𝑙𝑛 (2 ℎ⁄𝑟) Ω [5]

Keterangan:
𝑟 = Jari-jari kawat (cm)
ℎ = Tinggi kawat diatas tanah (m)

Berdasarkan cara sambarannya, sambaran petir dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
2.2.2.2 Sambaran Langsung (Direct Strike)
Berdasarkan objeknya sambaran langsung (direct strike) dibagi kedalam
tiga jenis sambaran, yaitu:
a. Sambaran pada kawat fasa
Jika sambaran petir tersebut mengenai kawat fasa pada suatu titik
maka akan muncul gelombang berjalan ke dua arah yang berlawanan pada
saluran tersebut. Tegangan yang terjadi pada suatu titik di saluran (kawat
penghantar) akibat sambaran petir akan dibaca oleh isolator. Persamaan
matematis dari tegangan yang dibaca oleh isolator adalah sebagai berikut.
𝑍𝐼 (2.3)
𝑉 =
2
15

Sedangkan nilai impedansi surja pada kawat fasa dapat ditentukan dari
persamaan berikut ini (Hileman).

𝐿 (2.4)
𝑍0 = √𝐶

Dengan
𝑍0 = Impedansi surja natural
Dimana nilai induktansi dan kapasitansi konduktor saluran udara tegangan
tinggi diperoleh dari persamaan berikut:
2ℎ (2.5)
𝐿 = 2 𝑥10 − 7 𝑙𝑛
𝑟

10−9
𝐶 = (2.6)
2ℎ
18 𝑙𝑛 𝑟

Sehingga diperoleh nilai impedansi surja (surge impedance) pada saat


sambaran petir secara langsung adalah sebagai berikut.

𝑍 = √𝑍𝑜. 𝑍𝑐1 (2.7)

Dimana, nilai dari ZC1 diperoleh dari persamaan berikut.


2 ℎ𝑓
ZC1 = 60 𝑙𝑛 Ω (2.8)
𝑅
Keterangan:
ℎ𝑓 = Jarak rata-rata kawat fasa ke tanah (m)
𝑅 = Jari-jari efektif kawat fasa dipengaruhi korona (m)

Tabel 2.1 Nilai Z0 menurut IEC Publication 71-2


Jumlah Zo yang
Subkonduktor diasumsikan (Ω)
1 450
2 350
3 atau 4 320
6 atau 8 300
16

b. Sambaran pada menara


Tegangan lebih yang timbul pada menara akibat terkena sambaran
petir akan dibaca oleh isolator sebagai berikut.
𝑑𝐼 (2.9)
𝑉 = 𝐼 𝑅 + 𝐿 𝑑𝑡
Dengan
𝑅 = Tahanan kaki menara (tower footing resistance)

Menurut Guidelines dari IEEE (Institute of Electrical and Electronics


Engineering) tahanan kaki menara dianggap konstan sedangkan menurut
Cigre tahanan dipengaruhi juga oleh ionisasi tanah. Menara dapat
direpresentasikan sebagai impedansi surja atau induktansi. Tegangan lebih
yang terjadi pada menara sebagai impedansi surja berbanding lurus dengan
arus puncak, sedangkan pada menara sebagai induktansi tegangan lebih
berbanding lurus dengan kecuraman arus. Impedansi surja menara
diturunkan dari bentuk geometri menara. Menurut Sargent dan Darveniza,
impedansi surja menara (𝑍𝑡) tipe kerucut adalah seperti pada gambar di
bawah ini.

(a) (b) (c)


Gambar 2.7 Penampang menara transmisi untuk menghitung impedansi surja menara
(sumber: Hutahuruk, 1991:144)

Nilai impedansi (𝑍𝑡) menara (a) persegi, (b) gantry dan (c) Korset
dapat dinyatakan pada persamaan 2.10; 2.11; dan 2.12 berikut ini:
2 (ℎ2 + 𝑟 2 ) (2.10)
𝑍𝑡 = 30 𝑙𝑛
𝑟2

𝑍𝑡 = 1⁄2 (𝑍𝑠 + 𝑍𝑚) (2.11)


17

2ℎ (2.12)
𝑍𝑡 = 60 [𝑙𝑛 (√2 ) − 1]
𝑟

Sedangkan untuk nila 𝑍𝑠 dan 𝑍𝑚 dapat dihitung dengan persamaan


berikut ini:
h b (2.13)
𝑍𝑚 = 60 𝑙𝑛 ( ) + 90 ( )
b h

h 6 r
𝑍𝑠 = 60 𝑙𝑛 ( ) + 90 ( ) (2.14)
r h
− 60

(a) (b)
Gambar 2.8 (a) Kurva induktansi menara (b) Sambaran langsung pada menara transmisi
(sumber: Gassing, 2012:5)

c. Sambaran pada kawat tanah


Jika kawat tanah disambar petir, maka sebagian arus yang muncul
akan mengalir ke menara. Berikut adalah persamaan matematis tegangan
yang timbul pada menara.
𝑑𝐼 (2.15)
𝑉𝑚𝑒𝑛𝑎𝑟𝑎 = 𝐼. 𝑅 + 𝐿
Keterangan: 𝑑𝑡

𝑑𝐼/𝑑𝑡 = Kecuraman arus puncak (kA/µs)


𝐿 = Induktansi menara (µH)
𝑅 = Tahanan kaki menara (Ω)
18

Sedangkan besar tegangan lebih (over voltage) yang timbul pada


isolator menara (tower) adalah sebagai berikut.

𝑉 = 𝑘 𝑉𝑀 (2.16)
Keterangan:
𝑘 = Faktor kopling kawat tanah dan kawat fasa (m)
ℎ𝑔 = Tinggi kawat tanah rata-rata = ℎ – 2/3 𝑠 (m)
ℎ = Tinggi menara (m)
𝑠 = Panjang saluran kawat tanah (m)

2.2.2.3 Sambaran Tidak Langsung (Indirect Strike)


Sambaran tidak langsung terjadi apabila petir menyambar objek atau
benda yang berada disekitar saluran transmisi. Pada sambaran tidak
langsung ini saluran transmisi mendapat induksi sambaran petir (lightning
surge) dari objek yang tersambar di sekitar saluran. Sambaran tidak
langsung berpengaruh sangat kecil terhadap sistem kerja saluran udara
tegangan tinggi. Sambaran tidak langsung (indirect strike) lebih
berpengaruh terhadap saluran udara tegangan menengah dan tegangan
rendah karena pada saluran udara tegangan menengah dan tegangan rendah
relatif lebih dekat terhadap objek sekitarnya (ground).

2.2.3 Transformator Tenaga (Power Transformer)


Transformator tenaga adalah peralatan statis dimana rangkaian magnetik
dan belitan terdiri dari dua atau lebih belitan (winding). Transformator tenaga
bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik (hukum faraday) yang
berfungsi untuk mentransformasikan daya (arus dan tegangan) sistem alternating
current (ac) ke sistem arus dan tegangan lain pada frekuensi yang sama (IEC 60076-
1:2012). Transformator hanya dapat bekerja pada tegangan yang berarus bolak
balik (alternating current). Transformator memegang peranan yang sangat penting
dalam proses pendistribusian energi listrik dari pembangkit sampai ke baban.
Transformator tenaga (step down) dapat menurunkan tegangan yang berasal
dari saluran transmisi 150 kV hingga menjadi 20 kV dan selanjutnya akan
diturunkan kembali tegangannya menggunakan transformator step-down distribusi
19

jaringan tegangan menengah 20 kV ke jaringan tegangan rendah 380/220 volt. Oleh


karena itu, dalam memberikan perlindungan transformator dari kondisi abnormal
terhadap tegangan lebih (over voltage) yang diakibatkan oleh sambaran petir
(lightning impulse) dan surja hubung (switching) harus optimal sehingga dalam
pendistribusian energi listrik menuju beban dapat andal. Berikut adalah gambar dari
transformator tenaga I di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 2.9 Transformator tenaga (power transformer)


(sumber: GI Bantul 150 kV)

Basic Impulse Insulation Level (BIL) atau tingkat isolasi dasar impuls
transformator adalah batas kemampuan transformator dalam melewatkan tegangan
lebih (over voltage) akibat sambaran petir (lightning strike) dan hubung singkat
(switching). Pada Gardu Induk Bantul 150 kV diperlukan kekuatan BIL sampai 750
kV atau lima kali lipat dari tegangan sistem agar dapat menghindari adanya
kerusakan pada transformator tenaga akibat adanya kondisi abnormal.

2.2.4 Lightning Arrester (LA)


Lightning Arrester atau biasa dikenal dengan arrester adalah sebuah alat
pelindung untuk komponen sistem tenaga listrik terhadap tegangan lebih (over
voltage), baik yang disebabkan oleh surja petir (lightning impulse) maupun surja
hubung (switching). Alat ini bersifat sebagai by pass di sekitar isolasi yang
membentuk jalan dan mudah dilalui oleh arus kilat sehingga tegangan lebih yang
ditimbulkan tidak sampai mengalir pada peralatan yang dilindungi. Jalan tersebut
20

harus sedemikian sehingga tidak mengganggu sistem frekusensi 50 hertz. Pada


keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator, namun sebaliknyan bila terjadi
kondisi abnormal seperti sambaran petir atau hubung singkat, maka arrester akan
menjadi konduktor yang tahanannya relatif rendah, sehingga dapat mengalirkan
arus surja ke tanah (ground). Setelah surja hilang, maka arrester harus dengan cepat
kembali bertindak sebagai isolator sehingga pemutus tenaga (PMT) tidak akan
beroperasi untuk membuka. Sesuai dengan fungsinya, yaitu melindungi peralatan
listrik pada sistem jaringan terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh surja
hubung atau surja petir, maka pada umumnya arrester dipasang pada setiap ujung
saluran transmisi yang masuk ke gardu induk.
Menurut buku “Petunjuk Lightning Arrester” pada PT. PLN menyebutkan
bahwa arester merupakan peralatan yang didesain untuk melindungi peralatan lain
dari tegangan surja baik surja hubung maupun surja petir dan pengaruh follow
current. Sebuah arester harus mampu bertindak sebagai insulator, maksudnya pada
keadaan normal tegangan sistem dapat mengalirkan beberapa miliampere arus
bocor ke tanah dan dapat berubah menjadi konduktor yang sangat baik dengan
mengalirkan ribuan ampere arus surja ke tanah dalam keadaan gangguan (fault).
Arrester harus memiliki tegangan yang lebih rendah daripada tegangan withstand
dari peralatan ketika terjadi tegangan lebih (over voltage) dan setelah surja petir
atau surja hubung berhasil dibumikan (ground), maka arrester harus dapat
menghilangkan arus susulan yang mengalir dari sistem (power follow current).
Pada gardu induk umumnya arrester dipasang pada transformator dan
peralatan lainnya untuk memberikan perlindungan yang optimal terhadap tegangan
lebih (over voltage). Adapun gambar skema penempatan arrester terhadap
transformator adalah sebagai berikut.
21

Gambar 2.10 Penempatan arrester terhadap transformator


(sumber: Andriawan, 2014:1)

Pada saat terjadi sambaran petir atau tegangan lebih sebelum sampai ke
transformator atau peralatan tegangan tinggi lainya, arrester akan memotong dan
menyalurkan tegangan lebih akibat surja petir (lightning impulse) ke tanah sehingga
transformator atau peralatan tegangan tinggi lainnya aman dari adanya sambaran
petir (lightning impulse). Berikut adalah gambar perbandingan gelombang tegangan
terhadap waktu dalam penggunaan arrester dan tanpa arrester akibat adanya
tegangan surja (surge impulse) dari sambaran petir.

(a) (b)
Gambar 2.11 Gelombang tegangan lebih transien (a) Tanpa arrester (b) Dengan arrester
(sumber: Rogerio IEEE, 2015:114)
22

Berikut adalah grafik perbandingan besar tegangan terhadap waktu yang


timbul pada sistem dengan arrester dan tanpa arrester.

Gambar 2.12 Grafik level tegangan sistem yang dilewatkan menggunakan arrester dan tanpa
arrester akibat sambaran petir pada peralatan gardu induk
(sumber: Hinrichsen, 2001:5)

2.2.4.1 Penelitian Arrester


Berikut ini adalah penelitian tentang arrester yang pernah dilakukan antara
lain:
1. Penelitian oleh Saengsuwan dan Thipprasert dalam “Lightning Arrester
Modelling Using ATP-EMTP”, membahas mengenai pemodelan lightning
arrester menggunakan ATP/EMTP yang mendeskripsikan analisis operasi
dari surja arrester metal oksida dari model IEEE W.G. 3.4.11 dan Pincetti
menggunakan ATP/EMTP[20].
2. Penelitian oleh Agung Setiawan dalam “Karakteristik Unjuk Kerja Arrester
ZnO Tegangan Rendah 220 volt”, mendeskripsikan tentang karakteristik
arrester ZnO 220 volt dalam mengatasi impuls untuk digunakan sebagai
sistem proteksi saluran tegangan rendah dengan melakukan simulasi
menggunakan program EMTP. Pada penelitian tersebut dilakukan
perbandingan antara hasil pengujian arrester ZnO 220 volt dengan hasil
simulasi. Pengujian dilakukan menggunakan tegangan impuls kapasitif
dengan tegangan uji impuls dari 1200 volt hingga 1700 volt. Pada simulasi
dilakukan dengan melakukan simulasi terhadap 3 model ZnO yaitu model
IEEE, pincetti dan Saha. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa
23

arrester ZnO 220 volt memiliki tegangan potong dan tegangan residu yang
masih berada di bawah batas BIL. Dan model arrester IEEE dapat
diterapkan sebagai model arrester tegangan rendah 220 volt dikarenakan
memiliki presentase tegangan residu terkecil dibandingkan model lainnya
terhadap pengujian yaitu sebesar 483 volt[14].
3. Penelitian oleh Violeta Chis et all, mengenai ”Simulation Of Lightning
Overvoltages With ATP-EMTP And PSCAD/EMTDC” mendeskripsikan
tentang pemodelan tegangan lebih petir dengan membandingkan
menggunakan 2 program tersebut. Simulasi dilakukan untuk saluran
transmisi 220 kV dengan menara setinggi 40 meter dan berjarak 280 meter
serta tahanan kaki sebesar 30 ohm. Simulasi tegangan lebih petir selanjutnya
dilakukan menggunakan software ATP dan PSCAD[18].
4. Penelitian oleh Sapto Nugroho dalam “Analisis Pengaruh Tegangan Induksi
Akibat Sambaran Petir Tak Langsung di Penyulang Badai 20 kV PLN
Cabang Tanjung Karang Menggunakan Simulasi EMTP” mendeskripsikan
tentang pengaruh tegangan induksi dengan jarak tertentu di saluran udara
tegangan menengah terhadap besar ketahanan impuls isolasi. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan jarak sambaran yang bervariasi yaitu pada
30 m dan 50 m dari titik saluran dan arus sambaran balik petir yang
digunakan dimulai dari 10 kA kemudian ke 50 kA hingga 100 kA. Simulasi
pada penelitian ini dilakukan dengan memodelkan penyulang Badai 20 kV
PLN Cabang Tanjung Karang sebanyak 10 tiang. Pengaruh dari induksi
tegangan dari saluran diukur melalui voltmeter yang terpasang pada titik
awal, titik tengah dan titik akhir saluran. Pada simulasi dilakukan
pemasangan arester dengan jarak pemasangan antara 300 m sampai 400 m
pada saluran. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semakin jauh jarak
sambaran maka semakin kecil nilai tegangan induksi, serta pemasangan
arester dengan jarak 300 m cukup efektif untuk mengurangi tegangan lebih
akibat sambaran petir tak langsung[10].
5. Syakur Abdul et al, dalam “Kinerja Arrester Akibat Induksi Sambaran Petir
Pada Jaringan Tegangan Menengah” membahas mengenai kinerja arrester
24

pada jaringan 20 kV yang disebabkan oleh induksi sambaran petir secara


berulang. Rangkaian simulasi berdasarkan pada jaringan tegangan
menengah 3 fasa distribusi Mojosongo, penyulang 1. Simulasi induksi
sambaran terjadi pada tiang 16 pada fasa R dan T yang disebabkan oleh
sambaran berulang pada fasa S. Sambaran petir terjadi tiga kali pada
saluran. Sambaran pertama 20 kA, selanjutnya 12 kA dan 9 kA. Waktu
sambaran yang digunakan dari 0,6 ms dan 0,3 ms. Hasil simulasi
menunjukkan pada sambaran pertama induksi tegangan fasa R sebesar
795,39 kV dan dipotong oleh arrester menjadi sebesar 11,375 kV. Sambaran
kedua menyebabkan kenaikan tegangan pada fasa R sebesar 729,89 kV dan
dipotong oleh arrester menjadi sebesar 2,6434 kV. Sambaran ketiga
menyebabkan kenaikan tegangan induksi fasa R 497,82 kV dan dipotong
arrester menjadi 11,309 kV, dimana setelah dilakukan perbandingan pada
setiap fasa setelah arrester bekerja diketahui bahwa arrester tersebut dapat
memotong kenaikan induksi tegangan yang cukup besar dan mampu
menetralisir gangguan tegangan induksi akibat petir[15].

2.2.4.2 Prinsip Kerja Arrester


Lightning arrester atau biasa yang dikenal dengan arester adalah suatu alat
vital dalam proteksi pada sistem tenaga listrik yang berfungsi untuk melindungi
saluran transmisi dan distribusi maupun peralatan penting lainnya dari bahaya
tegangan lebih (over voltage) yang diakibatkan baik oleh sambaran petir (lightning
strike) maupun gelombang hubung singkat (switching). Alat ini dihubungkan antara
kawat fasa dan tanah, artinya setiap kawat fasa akan dilengkapi dengan masing-
masing arrester disetiap ujungnya sebelum memasuki gardu distribusi dan bekerja
dengan prinsip membatasi tegangan lebih yang datang dan berlaku sebagai jalan
pintas dengan membentuk jalur yang mudah dilalui oleh arus surja menuju tanah
(ground). Alat ini harus mampu menahan tegangan sistem normal dalam waktu
yang tak terbatas dan harus dapat melewatkan arus surja ke tanah tanpa mengalami
kerusakan. Arester mampu bersifat sebagai isolator maupun konduktor tergantung
dari kondisi tegangan sistem, maksudnya ketika tegangan sistem yang normal
25

arester bersifat sebagai isolator, namun apabila timbul tegangan lebih pada sistem
yang melebihi karakteristiknya maka alat ini bersifat sebagai konduktor dengan
mengalirkan arus surja ke tanah sampai batas aman untuk peralatan.
Menurut IEEE Std 1410™ (2010) dalam jurnal Kartiko (2013) mengatakan
bahwa kegagalan fungsi arester dapat disebabkan karena adanya energi yang besar
dari sambaran surja (lightning surge) sehingga semakin lama dalam pemakaian
arrester maka akan berpengaruh pada kurangnya tingkat kemampuan arrester dalam
memberikan perlindungan tegangan lebih (over voltage). Selain itu, kegagalan ini
dapat terjadi saat batas temporary overvoltage (TOV) dari arester terlampaui [5].
Prinsip kerja rangkaian proteksi surja (arrester) secara umum ditunjukkan
pada gambar dibawah ini. Sebuah rangkaian proteksi surja tidak boleh
mempengaruhi operasi normal dari sistem yang diproteksi. Artinya, impedansi seri
harus sangat kecil (Z1 << Z2) dan impedansi paralel harus sangat besar (Z2 >> ZL)
untuk tegangan dan frekuensi sinyal normal. Misalkan ZL adalah impedansi beban
seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.13 Rangkaian proteksi surja secara umum


(sumber: Vernon Cooray, 2010)

Pengalihan surja ke konduktor referensi atau bumi memiliki kelemahan,


yaitu ketika arus gelombang surja yang besar menyebar melalui jaringan referensi
dengan cara yang tidak terkendali, ini akan menyebabkan gangguan dalam sistem
lainnya. Oleh karena itu, perlindungan dengan cara pemasangan serial lebih baik
agar dapat mengendalikan gelombang surja pada sistem jaringan. Namun, sampai
saat ini tidak ada perangkat non linier serial yang kuat, cepat dan handal yang dapat
menggantikan perlindungan paralel arrester. Dari persyaratan tersebut, maka piranti
proteksi (proteksi surja) harus non-linear.
26

Berdasarkan perangkatnya komponen non-linear dapat dikelompokkan


menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Perangkat yang memiliki tegangan konstan selama konduksi surja
(pemotongan)
2. Perangkat yang mengubah keadaan saat terjadinya sambaran petir dari isolator
menjadi konduktor yang baik.
3. Perangkat yang memiliki impedansi seri yang besar untuk tegangan CM
(isolator disisipkan dalam seri, misalnya CM filter, isolasi transformator, opto-
isolator. Proteksi surja seri yang lain atau piranti pembatas termasuk sekering,
pemutus rangkaian, induktor dan temperature dependent resistors).

2.2.4.3 Konstruksi Arrester


Arrester pada saluran transmisi atau gardu induk distribusi memiliki
konstruksi yang hampir sama. Komponen utama arrester adalah varistor/komponen
aktif yang terbuat dari zinc oxide. Komponen aktif (zinc oxide) ini berbentuk seperti
keping blok dan tersusun didalam housing/kompartemen yang terbuat dari porselen
atau polymer. Selain sebagai penyangga, housing ini juga berfungsi untuk
menginsulasi antara bagian bertegangan dengan tanah pada saat arrester beroperasi.
Berikut adalah gambar dari konstruksi arrester.

Gambar 2.14 Konstruksi arrester (porcelain housed MO arrester)


(sumber: Siemens AG, 2012:18)
Arrester juga dilengkapi dengan katup pressure relief dikedua ujungnya.
Katup ini berfungsi untuk melepas tekanan internal yang berlebih saat arrester
27

dilalui arus surja. Adapun konstruksi lain dari arrester terdiri dari struktur
penyangga (beton), grading ring untuk arrester pada transformator arus (current
transformer) di gardu induk, pentanahan (grounding), dan alat monitoring
(miliammeter dan counter).

2.2.4.4 Bagian-bagian Arrester


Adapun bagian-bagian peralatan proteksi tegangan lebih (arrester) dapat
dibagi menjadi 10 bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Varistor Active (zinc oxide/metal oxide varistor)
Menurut Vernon (2010) dalam jurnal Suwarti (2013) mengatakan
bahwa metal oxide varistor atau oksida logam adalah piranti yang sangat
populer dalam proteksi instalasi tegangan rendah. Terdiri dari kolom
varistor zinc oxide (ZnO). Keping zinc oxide dicetak dalam bentuk silinder
yang besaran diameter tergantung pada kemampuan penyerapan energi dan
nilai discharge arus. Material silinder ini terbuat dari alumunium. Selain
memiliki kemampuan mekanis, silinder ini dapat berfungsi sebagai
pendingin. Diameter keping bervariasi dari ukuran 30 mm untuk arrester
kelas distribusi sampai 100 mm untuk arrester tegangan tinggi. Setiap
keping blok memiliki tinggi yang bervariasi dari 20 sampai 45 mm. Berikut
adalah gambar dari komponen aktif keping metal oxide varistor pada
arrester.

Gambar 2.15 Metal oxide varistor (MOV)


(sumber: Siemens AG, 2012:19)

Nilai residual voltage untuk setiap keping ZnO pada saat dilewati arus
surja bergantung dari diameter keping tersebut. Misalnya, pada keping yang
28

berdiameter 32 mm, maka nilai residual voltage sebesar 450 volt/mm dan
untuk keping yang berdiameter 70 mm nilai residual voltage menurun
menjadi 280 volt/mm. Hal ini berarti, pada satu keping ZnO dengan
diameter 70 mm dengan tinggi 45 mm terdapat kemampuan residual voltage
sebesar 12,6 kV. Namun, bila nilai residual voltage yang diinginkan sebesar
823 kV, maka diperlukan 66 keping ZnO yang disusun secara vertikal.
Sehingga diperkirakan tinggi arrester dengan kapasitas residual voltage 823
kV mencapai 3 meter dan mengakibatkan tingkat kestabilan arrester
menjadi berkurang. Oleh karena itu, dalam pengaplikasiannya apabila
arrester yang ingin digunakan memiliki tinggi diatas 1 meter, maka harus
dipasang secara bertingkat (stacked) agar dapat meningkatkan kestabilan
dari arrester tersebut.

2. Housing dan Terminal arrester


Tumpukan keping ZnO diletakkan dalam sangkar rod, umumnya
terbuat dari FGRP (Fiber Glass Reinforced Plastic). Compression spring
dipasang pada kedua ujung kolom active part untuk memastikan susunan
keping ZnO memiliki ketahanan mekanis. Kompartement housing terbuat
dari porselen atau polymer. Alumunium flange direkatkan pada kedua ujung
housing dengan menggunakan semen. Berikut adalah gambar dari housing
dan terminal arrester secara umum.

Gambar 2.16 Housing arrester


(sumber: Energy.siemens.com)
29

Pada ujung atas housing akan dihubungkan dengan konduktor fasa


menggunakan terminal arrester. Umumnya terminal yang digunakan pada
arrester ada dua jenis yaitu, terminal pejal dan terminal plat. Pada dasarnya
desain dan dimensi dari kedua jenis terminal ini sama sehingga
pemakaiannya tergantung dari jenis konduktor fasa yang akan dihubungkan
ke terminal. Berikut adalah gambar dari kedua jenis terminal (pejal dan plat)
yang terpasang pada ujung-ujung arrester.

Gambar 2.17 Terminal pejal (kiri) dan Terminal plat (kanan)


(sumber: Siemens AG, 2012:27)

3. Pemisah (Disconnector)
Disconnector adalah sebuah perangkat pada terminal pembumian
arrester yang memisahkan arrester dari sistem setelah terjadinya gangguan
(kelebihan beban). Perangkat ini berperan sangat penting dalam
menghubungkan polimer dengan rumah (housing) arrester. Apabila terjadi
gangguan dan kegagalan dalam beroperasi, maka housing arrester tidak
akan rusak karena explosive device akan memisahkan diri dari sisi terminal
arrester. Tanpa pemisah (disconnector) sistem netral yang dibumikan pada
arrester saat terjadi gangguan tidak akan bekerja lagi.

Gambar 2.18 Pemisah (disconnector)


(sumber: Siemens AG, 2012:88)
30

4. Sealing dan pressure relief system


Sealing dan pressure relief system dipasang dikedua ujung arrester.
Sealing ring terbuat dari material sintetis dan pressure relief terbuat dari
baja/nikel dengan kualitas tinggi. Pressure relief bekerja sebagai katup
pelepasan tekanan internal pada saat arrester mengalirkan arus lebih surja
sambaran petir. Berikut adalah gambar dari sealing dan pressure relief
system pada arrester.

Gambar 2.19 Sealing and pressure relief system of high voltage porcelain housed
MO arrester
(sumber: Siemens AG, 2012:19)

5. Grading ring
Grading ring diperlukan pada arrester dengan ketinggian > 1.5 meter
atau pada arrester yang dipasang bertingkat. Grading ring berfungsi sebagai
kontrol distribusi medan elektris sepanjang permukaan arrester. Medan
elektris pada bagian yang dekat dengan tegangan akan lebih tinggi sehingga
stress pada active part diposisi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada
posisi dibawahnya. Stress ini dapat menyebabkan degredasi pada komponen
active part. Pemilihan ukuran grading ring perlu mempertimbangkan jarak
antar fasa. Jarak aman antar konduktor sama dengan jarak antar garding ring
dengan fasa dari arrester. Berikut adalah gambar dari susunan dua arrester
tegangan tinggi dengan grading ring.
31

Gambar 2.20 Susunan dua buah arrester tegangan tinggi dengan grading ring
(sumber: Siemens AG, 2012:19)

6. Peralatan monitoring dan insulator dudukan arrester


Arrester harus dilengkapi dengan peralatan monitoring, yakni
discharge counter dan miliammeter (mA). Sebelum ditanahkan kawat
pentanahan dilewatkan terlebih dahulu melalui peralatan monitoring. Oleh
karena itu, isolator dudukan perlu dipasang dengan baik pada kedua ujung
peralatan monitor dan dudukan arrester agar arus yang melewati arrester
hanya melalui kawat pentanahan. Berikut adalah gambar dari insulator
dudukan arrester.

Gambar 2.21 Isolator dudukan arrester


(sumber: GI Bantul 150 kV dan Siemens AG, 2012:25)
32

Adapun perlatan monitoring arrester adalah sebagai berikut:


a. Miliammeter (mA)
Miliammeter digunakan untuk memantau arus bocor yang dipasang
antara arrester dan konduktor pentanahan. Jika arus bocor melewati batas
yang diijinkan (2 mA), maka isolator arrester harus dibersihkan. Pada saat
arrester bekerja (discharge), sela percikan (spark gap) akan menyala tanpa
melalui miliammeter. Setelah arrester bekerja, maka dengan cepat percikan
api padam sehingga miliammeter siap untuk operasi kembali. Berikut adalah
gambar dan bagian-bagian dari counter dan miliammeter.

Gambar 2.22 Discharge counter dan miliammeter (mA)


(sumber: GI Bantul 150 kV dan Siemens AG, 2012:95)

b. Discharge counter
Discharge counter berfungsi untuk memantau jumlah kerja arrester
yang terpasang antara arrester dan terminal pentanahan. Berikut adalah
gambar dari discharge counter di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 2.23 Discharge counter arrester dan miliammeter (mA)


(sumber: GI Bantul 150 kV)
33

Rumah (1) terbuat dari campuran alumunium yang tahan korosi, bagian
depannya ditutup dengan pelat baja tahan karat dan dihubungkan ke tanah
melalui terminal. Terminal berisolator (2) dihubungkan dengan terminal
bawah arrester. Pemasangan miliammeter dan discharge counter dihubung
seri dengan arrester dan diletakkan antara arrester dan pentanahan, dengan
susunan sebagai berikut.

Gambar 2.24 Posisi pemasangan perlengkapan arrester


(sumber: GI Bantul 150 kV)

Keterangan:
1. Konduktor fasa 4. Discharge counter
2. Arrester 5. Pentanahan (grounding)
3. Miliammeter (mA)

Umumnya miliammeter (mA) dan discharge counter dipasang di satu


tempat seperti yang ditunjukan pada gambar diatas (3 dan 4). Hal ini
bertujuan untuk memudahkan bagi teknisi dalam pengecekan apabila terjadi
gangguan selama beroperasi.
34

7. Struktur penyangga arrester


Arrester dipasang pada ketinggian tertentu dari permukaan tanah,
maka diperlukan struktur penyangga yang terdiri dari pondasi dan struktur
besi penyangga yang kuat dan kokoh. Berikut adalah penyangga arrester
yang terbut dari beton dan baja di Gardu Induk Bantul 150 kV.

(a) (b)
Gambar 2.25 Struktur penyangga arrester dari (a) Besi yang dilapisi beton (b) Baja
(sumber: GI Bantul 150 kV)

8. Elektroda
Elektroda adalah terminal dari arrester. Terdapat dua elektroda pada
arrester, yaitu elektroda atas yang berhubungan langsung dengan bagian
yang bertegangan (kabel konduktor/fasa) dan elektroda bagian bawah yang
dihubungkan ke tanah. Beradasarkan besar tegangannya elektroda pada
arrester dibagi menjadi dua jenis yaitu elektroda 3 fasa dan elektroda 2 fasa.
Berikut adalah gambar dari masing-masing elektroda pada arrester.

(a) Elektroda 3 fasa (b) Elektroda 2 fasa


Gambar 2.26 Elektroda pada arrester
(sumber: Indonesianalibaba.com)
35

9. Sela percikan (Spark gap)


Apabila terjadi tegangan lebih (over voltage) oleh sambaran petir
(surja) atau hubung singkat (switching) pada arrester yang terpasang, maka
pada sela percikan (spark gap) akan terjadi loncatan bola api (busur api).
Pada beberapa tipe arrester busur api tersebut ditiup keluar oleh tekanan gas
yang ditimbulkan oleh tabung fiber yang terbakar. Umumnya Spark gap
terdapat dalam tabung keramik yang diisi dengan gas inert (gas tabung
discharge).

Gambar 2.27 Spark gap arrester


(sumber: eham.net dan exportersindia.com)

10. Tahanan katup (valve resistor)


Tahanan yang digunakan dalam arrester ini adalah jenis material yang
sifat tahanannya dapat berubah-ubah bila mendapatkan perubahan tegangan.
Berdasarkan materialnya, tahanan katup (valve resistor) dibedakan menjadi
dua yaitu jenis silicon carbid (SiC) dan jenis Zinc Oxide (ZnO). Berikut
adalah gambar dari kedua jenis tahanan katup (valve resistor) pada arrester.

(a) (b)
Gambar 2.28 Tahanan katup varistor (valve resistor)
(a) jenis SiC (Sillicon Carbid) (b) ZnO (Zinc Oxide)
(sumber: apoogenet.com dan researchgate.com)
36

2.2.4.5 Jenis Arrester


Seperti peralatan yang lain pada gardu induk, arrester juga memiliki
bermacam jenis, kelas dan golongan. Hal ini berdasarkan kemampuan arrester dari
berbagai aspek, seperti kemampuan alat dalam bekerja maupun dari segi harga
(ekonomis). Berdasarkan cara kerjanya, arrester dibagi dalam dua jenis, yaitu:

1. Jenis Ekspulsi (expulsion type)


Arrester jenis ekspulsi/tabung pelindung pada prinsipnya adalah jika
suatu gangguan tegangan lebih (over voltage) mencapai titik terminal
arrester, maka akan terjadi spark over pada serat dan sela percik batang yang
berada di luar (gap luar/sela seri) dan sela percik yang berada dalam tabung
(gap dalam). Bila di terminal arrester tersambar petir, maka kedua sela
terpercik sehingga muatan listrik dapat langsung dibumikan. Pada harga
tegangan tertentu arrester bersifat konduktor dan pada saat itu mengalir
discharger current tegangan lebih. Bila tegangan lebih telah hilang, maka
akan mengalirkan arus (flow current) yang berasal dari tegangan sistem.
Pemanasan yang terjadi akibat mengalirnya arus pada tabung arrester
membangkitkan gas dari dinding fiber akibat tekanan udara dalam tabung
naik dan gas keluar. Berikut adalah gambar dari jenis arrester ekspulsi pada
jaringan tegangan menengah.

Gambar 2.29 Arrester jenis ekspulsi (expulsion type)


(sumber: Mukhalidillah.blogspot.com )
37

Udara keluar lewat gas tabung ventilasi dari tabung arrester. Proses
ini memutuskan arus (flow current) dan kemudian arrester bertindak sebagai
isolator kembali. Arrester jenis ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu tipe
transmisi yang digunakan untuk proteksi saluran transmisi agar dapat
mengurangi besar tegangan surja petir yang masuk ke gardu induk dan tipe
distribusi yang digunakan untuk proteksi jaringan distribusi agar dapat
mengurangi besarnya tegangan surja petir menuju beban. Oleh karena itu,
arrester ini dapat digunakan untuk melindungi transformator distribusi
bertegangan 3-15 kV, namun belum optimal untuk melindungi
transformator daya (power transformer).

2. Jenis Katup (valve type)


Bentuk arrester ini lebih besar dari tipe ekspulsi dan harganya lebih
mahal. Arrester ini terdiri dari beberapa sela percik yang dihubungkan seri
(series gap) dengan elemen tahanan yang mempunyai karakteristik tak
linier. Tahanan ini memiliki sifat khusus yaitu rendah saat dialiri arus besar
dan sebaliknya tahanan akan berubah menjadi besar saat dialiri arus kecil.
Tahanan yang umum digunakan untuk arrester ini terbuat dari bahan sillicon
carbid (SiC). Sela percik dan tahanan tak linier ditempatkan dalam tabung
isolasi tertutup sehingga kerja dari arrester ini tidak dipengaruhi oleh
keadaan udara sekitar. Prinsip kerjanya adalah dalam kondisi normal
bertindak sebagai isolator. Bila ada gangguan tegangan lebih pada arrester
akan terjadi spark over pada gap seri. Pada saat itu, discharger current
berupa tahanan non linier. Makin besar tegangan terminal, maka tahanannya
akan semakin rendah.
Dengan demikian pada discharger current yang besar, tegangan
jepitan antar arrester tetap ada harga-harga yang tidak membahayakan.
Setelah tegangan turun atau mengecil, tahanan valve element naik. Oleh
valve element arus volt current makin kecil, pada akhirnya melewati titik
nol perjalanan arus. Gap seri berfungsi sebagai tempat terjadinya discharger
current, sedangkan valve element berfungsi sebagai pengatur besarnya
38

discharger current dan akhirnya dapat memutuskan flow current oleh gap
seri bersama dengan valve element. Dengan terputusnya flow current maka
arrester kembali seperti semula yaitu sebagai isolator.

Gambar 2.30 Arrester jenis katup (valve type)


(sumber: Indiamart.com)
Adapun kelebihan arrester jenis katup dengan gas aktif lainnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Kemampuan dalam memutuskan arus lebih baik
b. Level discharger voltage lebih rendah
c. Memiliki kapasitas discharger yang lebih besar

Arrester jenis ini umumnya dipakai untuk melindungi alat-alat yang


mahal pada rangkaian, biasanya dipakai untuk melindungi tranformator
daya. Berdasarkan tingkat perlindungannya arrester katup dibagi menjadi
empat jenis, yaitu:
a. Jenis gardu
Pemakaiannya secara umum pada gardu induk besar untuk melindungi
alat-alat yang mahal pada rangkaian mulai dari 2.4-287 kV.
b. Jenis saluran
Arrester jenis saluran lebih murah dari arrester gardu. Arrester jenis
saluran ini dipakai pada sistem tegangan 15-69 kV.
39

c. Jenis distribusi untuk mesin-mesin


Seperti namanya arrester ini digunakan untuk melindungi transformator
pada saluran distribusi. Arrester jenis ini dipakai pada peralatan dengan
tegangan 120-750 volt.

Gambar 2.31 Metal oxide arrester jenis saluran distribusi


(sumber: Siemens AG, 2012:30)
d. Jenis gardu untuk mesin-mesin
Arrester jenis gardu ini khusus untuk melindungi mesin-mesin berputar.
Pemakaiannya untuk tegangan 2.4-15 kV.

IEC 60099-4 mengklasifikasi lima jenis arrester berdasarkan level arus dan
tegangan pengenalnya seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Discharge currents nominal berdasarkan IEC 60099-4


(sumber: Siemens AG, 2012:41)
1.5 kA 2.5 kA 5 kA 10 kA 20 kA
Dibawah Ur ≤ 36 Ur ≤ 132 3 kV ≤ Ur ≤ 36 360 kV ≤ Ur ≤ 756
toleransi kV kV kV kV
40

Adapun klasifikasi arrester katup berdasarkan level tegangannya


seperti yang tunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.32 Klasifikasi arrester katup berdasarkan level tegangannya


(sumber: Indonesianalibaba.com)

Berdasarkan materialnya, arrester jenis tahanan katup/varistor (valve


resistor) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu material jenis zinc oxide (ZnO)
dan material jenis silicon carbid (SiC).
a. Jenis Seng Oksida (zinc oxide/ZnO)
Arrester jenis seng oksida atau yang biasa dikenal dengan nama metal
oxide arrester (MOA) merupakan arrester yang tidak memiliki sela seri dan
terdiri dari satu atau lebih unit yang kedap udara yang masing-masing
berisikan blok-blok ZnO (zinc oxide) sebagai elemen aktif tahanan katup
(valve resistor) dari arrester ini. Berikut adalah gambar dari arrester katup
dengan elemen aktif seng oksida (ZnO).

Gambar 2.33 Arester seng oksida dengan elemen aktif (zinc oxide/ZnO)
(sumber: Siemens AG, 2012:32 dan inmr.com)
41

Arester surja jenis metal oxide arrester dengan elemen aktif ZnO (zinc
oxide) didesain tanpa menggunakan celah (gapless). Arester jenis ini biasa
dikenal dengan MOV (metal oxide varistor) dan merupakan arester yang
banyak diterapkan pada sistem tenaga listrik baik tegangan tinggi, tegangan
menengah dan tegangan rendah tergantung dari jenis resistor yang
digunakan. Arrester jenis MOV memiliki rating arus pelepasan sebesar 1
kA hingga 15 kA. Biasanya, varistor ZnO (zinc oxide) dibuat dalam bentuk
piringan atau kepingan dan memiliki nilai kapasitansi sebesar 0.2-10 nF.
Induktansi pada kaki tahanan katup (valve resistor) juga dilengkapi dengan
rangkaian MOV dan RBulk yang disusun secara serial, seperti yang
ditunjukkan pada gambar dibawah.

Gambar 2.34 Model rangkaian ekivalen dari varistor (valve resistor) ZnO
(sumber: Vernon Cooray, 2010)

Metal oxide arrester (MOA) tidak memiliki tahanan sela seri,


sehingga arrester ini sangat bergantung pada tahanan yang ada dalam
arrester itu sendiri (keping ZnO). Apabila terjadi tegangan lebih (over
voltage) akibat sambaran petir atau switching, maka tahanan (keping ZnO)
pada arrester ini akan langsung turun sehingga menjadi konduktor dan
mengalirkan arus sambaran petir ke bumi. Namun, pada saat kondisi
kembali normal maka tahanan (keping ZnO) arrester kembali naik sehingga
bersifat sebagai isolator.
Varistor jenis ZnO adalah perangkat yang bertindak cepat dengan
tanggapan waktu kurang dari 0.5 μs. Kinerja ZnO dipengaruhi oleh suhu
sehingga apabila ada kebocoran arus yang berlebih maka dapat dengan cepat
42

menaikkan suhu dari ZnO tersebut. Karena varistor jenis ZnO memiliki
koefisien suhu negatif, maka arus akan meningkat jika timbul panas yang
belebihan pada varistor jenis ZnO. Varistor jenis ZnO biasanya digunakan
untuk melindungi sistem elektronik dari tegangan lebih transien yang
merambat pada listrik.
Energi yang diserap dalam keramik pada varistor jenis ZnO akan
didistribusikan keseluruh keramik melalui butiran-butiran ZnO (zinc oxide).
Varistor ZnO dapat menahan transient pulse tunggal sampai dengan 150 %
dari arus pengenalnya, namun tahanan ini akan rusak saat transient
multipulse mencapai 75 % dari puncak arus pengenalnya. Sedangkan dalam
keadaan normal varistor ZnO dapat dioperasikan pada tegangan operasi
sistem 40 % dari arus pengenal dalam lingkungan multipulse.

b. Jenis Sillicon Carbid (SiC)


Arrester non linear umumnya terdiri dari beberapa celah (spark gaps)
yang terpasang secara serial dengan elemen resistor SiC (silicon carbide).
Arrester ini terhubung dengan konduktor fasa dan bumi (ground). Selama
kondisi tegangan sistem beroperasi normal, celah (spark gaps) antar resistor
material SiC tidak melakukan pemisahan konduktor bertegangan tinggi dari
bumi. Ketika tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir secara
langsung atau akibat hubung singkat terjadi dan membahayakan isolasi pada
peralatan proteksi tegangan lebih, maka celah (spark gap) antar resistor
sillicon carbid bekerja dengan cara menyalurkan tegangan lebih ke bumi
Karakteristik volt ampere dari resistor non linier pada penangkal petir
dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut.

𝑉 = 𝐾𝐼𝛽 (2.17)

Dimana 𝐾 dan 𝛽 bergantung pada komposisi dan proses pembuatan


resistor non linier (NLR). Nilai 𝛽 pada umumnya berkisar pada 0.3 dan 0.45
untuk arrester petir silikon karbida (SiC). Jika tegangan melewati resistor
non linear (NLR) dua kali lipat, arus akan meningkat kira-kira menjadi 10
kali. Oleh karena itu, dengan multiple spark gap arrester dapat menahan laju
43

pemulihan tegangan (Rate of Recovery Voltage/RRRV) yang tinggi.


Distribusi tegangan yang tidak seragam antara celah (yang ada dalam
rangkaian penangkal petir/arrester jenis SiC) dapat menimbulkan masalah.
Salah satu solusinya yaitu dengan pemasangan kapasitor dan resistor non
linier yang dihubungkan secara serial setiap celah. Namun, untuk kasus
penangkal petir (arrester SiC) yang digunakan untuk aplikasi tegangan
tinggi kapasitor dan resistor non linier dihubungkan tidak serial. Dengan
adanya lonjakan gelombang tegangan impuls yang curam, tegangan ini
dikendalikan oleh kapasitor pada frekuensi daya oleh resistor non linier
(SiC). Hal ini berdampak ketika terjadi tegangan lebih (over voltage) akan
menghancurkan rangkaian gap pada SiC, sehingga menyebabkan
peningkatan arus. Tegangan tertinggi yang muncul di penangkal petir dapat
dalam bentuk percikan di arrester atau tegangan yang bertambah melewati
resistor non linier (SiC) selama lonjakan arus. Percikan terendah dari
tegangan arester disebut percikan impuls seratus persen di atas tegangan
arester. Tegangan yang bertambah melewati resistor non linier selama
lonjakan arus disebut tegangan sisa. Semakin rendah nilai tegangan yang
bertambah semakin baik perlindungan dari penangkal petir.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari penggunaan arrester jenis
silicon carbid (SiC) dibandingkan dengan arrester jenis metal oxide (ZnO),
yaitu sebagai berikut:
1. Kelebihan arrester SiC
Karena adanya celah (gaps) yang cukup jauh antar material SiC, maka
pada arrester ini nilai tegangan, frekuensi dan daya selama operasi normal
dapat diabaikan. Oleh karena itu, pada arrester jenis SiC dapat
meminimalisir terjadinya aliran arus bocor antara terminal penghantar dan
terminal bumi (ground).
2. Kekurangan arrester SiC
a. Arrester jenis Silicon Carbide (SiC) memiliki karakteristik
perbandingan tegangan dan arus yang lebih rendah dibandingkan
dengan arrester jenis metal oxide (ZnO).
44

b. Kemampuan dalam penyerapan energi akibat sambaran petir


lebih rendah dibandingkan dengan arrester jenis metal oxide ZnO
c. Hubung singkat antar celah (gaps) dapat terjadi

Berikut adalah material terpasang dan grafik perbandingan antara


tegangan dan arus pada arrester jenis SiC (silicon carbid) dan ZnO (metal
oxide).

(a) (b)
Gambar 2.35 Posisi material terpasang antara arrester jenis
(a) SiC dan (b) ZnO
(sumber: Bandri, 2015:72 )

Gambar 2.36 Grafik perbandingan tegangan dan arus antar ZnO dan SiC
(sumber: Bandri, 2015:72)
45

2.2.5.6 Pemilihan Arrester


Dalam pemilihan jenis arrester yang sesuai untuk suatu perlindungan
tertentu, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kebutuhan perlindungan
Kebutuhan perlindungan berhubungan dengan kekuatan isolasi peralatan
yang harus dilindungi dan karakteristik impuls dari arrester.
2. Tegangan sistem
Tegangan sistem adalah tegangan pada terminal arrester.
3. Arus hubung singkat
Arus hubung singkat sistem ini hanya diperlukan pada arrester jenis
ekspulsi.
4. Faktor kondisi luar
Faktor kondisi luar apakah normal atau tidak normal dan temperatur atau
kelembaban yang tinggi serta pengotoran.
5. Faktor ekonomi
Faktor ini adalah perbandingan antara biaya pemeliharaan dan kerusakan
bila tidak ada arrester atau dipasang arrester yang lebih rendah mutunya.

2.2.5.7 Karakteristik Arrester


Lightning arrester yang ideal memiliki karakteristik sebagai berikut[1]:
1. Arester mempunyai karakteristik yang dibatasi oleh tegangan (voltage limiting)
apabila dilalui beberapa jenis arus petir. Karakteristik pembatas tegangan
merupakan harga tegangan pada terminal yang mampu ditahan oleh arester
pada waktu menyalurkan arus tertentu (harga ini berubah dengan besarnya
arus).
2. Arester mempunyai batasan termis, yaitu kemampuan melewatkan arus
sambaran petir dalam durasi yang lama dan berulang-ulang.
3. Pada jenis arester ini bekerja berdasarkan tahanan tidak linier, maksudnya
ketika arester bekerja tahanan tidak linier ini akan turun nilainya sehingga
arester berubah menjadi konduktor sedangkan ketika tegangan sistem kembali
normal tahanan tidak linier arester bernilai besar sehingga arester bersifat
46

isolator dan dapat bekerja seperti semula setelah terjadinya pemutusan arus
susulan.
4. Arester harus mampu melepaskan tegangan lebih melalui aliran arus surja ke
tanah tanpa merusak arester itu sendiri dan harus memiliki harga tahanan di
bawah 5 ohm.
Standar internasional IEC 61643-1 Edition 2.0 (03/2005) mendefinisikan
karakteristik dan tes untuk perangkat perlindungan surja/petir (surge protection
device) pada sistem distribusi tegangan rendah seperti yang diperlihatkan pada
grafik dibawah ini.

Gambar 2.37 Karakteristik arus/waktu dari sebuah SPD dengan varistor


(sumber: Overvoltage protection, Chapter J, Schneider Electric Electrical installation guide 2010)
47

2.2.5.8 Spesifikasi (Nameplate) Arrester Gardu Induk Bantul 150 kV


Adapun spesifikasi (nameplate) arrester yang terpasang pada tiga
transformator tenaga (power transformer) di Gardu Induk Bantul 150 kV adalah
sebagai berikut:
1. Arrester Transformator Tenaga I (60 MVA)
Berikut adalah gambar dari arrester yang terpasang pada transformator
tenaga I di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 2.38 Arrester pada transformator tenaga I


(sumber: GI Bantul 150 kV)

Merk : OHIO BRASS


Pabrik : HUBBELL POWER SYSTEM,
INC.AIKEN, SHOUT CAROLINA
- WADSWORTH, OHIO, USA
Tahun pembuatan : 2015
Serial No TOP (R/S/T) : 63119/63734/63135
Serial No Bottom (R/S/T) : 63129/63744/63145
Type : PH317OGV132AA
Standar : IEC 99–4 1991
Rating Tegangan (RMCOV/Uc) : 105.6 kV RMS
Tegangan Refrensi Ur (48-62 Hz) : 132 kV RMS
48

Hubung Singkat : 63 kA RMS


Arus Peluahan Nominal : 10 kA
Panjang arrester : 1.2 meter
Jumlah Kolom (bagian bawah) :9
Jumlah Kolom (bagian atas) :9

Adapun tabel karakteristik arrester yang digunakan di Gardu Induk Bantul


150 kV pada transformator tenaga I dengan durasi waktu 8/20 µs lightning impulse
dan 36/90 µs switching impulse adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Karakteristik arrester OHIO BRASS type PH317OGV132AA


saat waktu lightning impulse 8/20 µs
Arus [A] Tegangan [V]
1500 271000
3000 282000
5000 295000
10000 316000
20000 342000
40000 390000

Tabel 2.4 Karakteristik arrester OHIO BRASS type PH317OGV132AA


saat waktu switching impulse 36/90 µs
Arus [A] Tegangan [V]
1500 271000
3000 282000
5000 295000
10000 316000
20000 342000
40000 390000
49

2. Arrester Transformator Tenaga II (60 MVA)


Berikut adalah gambar dari arrester yang terpasang pada transformator
tenaga II di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 2.39 Arrester pada transformator tenaga II


(sumber: GI Bantul 150 kV)

Merk : SIEMENS
Pabrik : HUBBELL POWER SYSTEM,
INC. AIKEN, SHOUT CAROLINA –
WADSWORTH, OHIO, USA
Tahun pembuatan : 2015
Type : 3EL2 144-6PP42-4NA1-Z
Standar : S/N URG/12422017
Rating Tegangan (RCMOV/Uc) : 115 kV RMS
Tegangan Refrensi Ur (48-62 Hz) : 144 kV RMS
Hubung Singkat : 65 kA RMS
Arus Peluahan Nominal : 20 kA
Panjang arrester : 1.5 meter
Jumlah Kolom (bagian bawah) :8
Jumlah Kolom (bagian atas) : 18
50

Adapun tabel karakteristik arrester yang digunakan di Gardu Induk Bantul


150 kV pada transformator tenaga II dengan durasi waktu 8/20 µs lightning impulse
dan 45/90 µs switching impulse adalah sebagai berikut.

Tabel 2.5 Karakteristik arrester SIEMENS type 3EL2 144-6PP42-4NA1-Z


saat waktu lightning impulse 8/20 µs
Arus [A] Tegangan [V]
1500 298000
3000 311000
5000 325000
10000 346000
20000 384000
40000 436000

Tabel 2.6 Karakteristik arrester SIEMENS type 3EL2 144-6PP42-4NA1-Z


saat waktu switching impulse 45/90 µs
Arus [A] Tegangan [V]
250 270000
500 277000
51

3. Arrester Transformator Tenaga III (60 MVA)


Berikut adalah gambar dari arrester yang terpasang pada transformator
tenaga III di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 2.40 Arrester pada transformator tenaga III


(sumber: GI Bantul 150 kV)

Merk : BOWTHORPE EMP BRIGHTON


ENGLAND
Pabrik : EMP BRIGHTON ENGLAND
Tahun pembuatan : 1993
Serial No (R/S/T) : L 130 34/L 130 35/L 130 36
Type : 1 MBA 4-50 A
Standar : IEC 99-4 1991
Rating Tegangan (RMCOV/Uc) : 120 kV
Tegangan Refrensi Ur (48-62 Hz) : 150 kV
Hubung Singkat : 20 kA RMS
Arus Peluahan Nominal : 10 kA
Panjang arrester : 1.5 Meter
Jumlah Kolom (bagian bawah) :8
Jumlah Kolom (bagian atas) : 18
52

Adapun tabel karakteristik arrester yang digunakan di Gardu Induk Bantul


150 kV pada transformator tenaga III dengan durasi waktu 30/60 µs switching
surge dan 8/20 µs lightning current adalah sebagai berikut.

Tabel 2.7 Karakteristik arrester BOWTHORPE EMP type MBA4150L2E1M1


saat waktu 30/60 µs (switching surge)
Arus [A] Tegangan [V]
125 293000
250 301000
500 311000
1000 324000
2000 339000

Tabel 2.8 Karakteristik arrester BOWTHORPE EMP type MBA4150L2E1M1


saat waktu 8/20 µs (lightning current)
Arus [A] Tegangan [V]
5000 293000
10000 301000
20000 311000
40000 324000
53

Sedangkan untuk karakteristik arus dan tegangan metal oxide arrester type-
92 dengan menggunakan pemodelan arrester IEEE W.G. 3.4.11 adalah seperti yang
ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.9 Karakteristik arrester IEEE W.G. 3.4.11


Tegangan (V)
Arus [A]
A0 A1
10 213182 182078
100 235357 186103
1000 257127 208367
2000 265326 216697
4000 273900 225028
6000 278967 231091
8000 285309 234625
10000 290138 235244
12000 294591 237652
14000 299554 241188
16000 305673 242706
18000 313455 242706
20000 319584 244342
54

2.2.5.9 Isolasi Tahanan Tegangan Arrester


Isolasi tahanan tegangan merupakan tingkat isolasi arrester dalam menahan
atau melewatkan tegangan lebih (over voltage) pada kondisi abnormal (switching).
Berikut adalah lembar data rating arrester dan tingkat maksimal sambaran petir
(lightning impulse) berdasarkan IEEE C62.11-2012 seperti yang ditunjukkan pada
tabel dibawah ini.

Tabel 2.10 Isolasi tahanan tegangan akibat sambaran petir menurut IEEE C62.11-2012
Switching 60 Hz / 60 Hz
Arrester Arrester 1.2/50 Jarak
surge 60 wet 10
ratings MCOV impulse Rambat
impulse seconds seconds
kV RMS kV RMS kV RMS kV RMS kV RMS kV RMS Inches
9 7.65 149 153 102 68 20.3
10 8.4 149 153 102 68 20.3
18 15.3 193 189 126 93 28.4
27 22 236 216 144 117 36.5
54 42 344 273 182 178 56.7
60 48 366 288 192 190 60.8
84 68 602 495 330 308 97.2
90 70 623 507 338 320 101.3
96 76 644 519 346 332 105.3
108 84 710 561 374 368 117.5
120 98 732 576 384 380 128.1
144 115 890 776 517 467 166.5
180 144 1029 960 586 533 192.2
192 152 1212 1166 690 633 222
198 160 1256 1208 708 657 230.6
55

2.2.5.10 Pemeliharaan (Maintenance) Arrester


Untuk mendapatkan operasi dan kinerja yang optimal diperlukan
pemeliharaan yang baik terhadap peralatan proteksi (arrester). Adapun
pemeliharaan arrester terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Pemeliharaan harian
Pemeliharaan harian dilaksanakan dalam kondisi arrester beroperasi.
Berikut adalah tabel dari pemeliharaan harian arrester.

Tabel 2.11 Pemeliharaan harian arrester


No. Bagian yang diperiksa Cara pelaksanaan
Memeriksa dan memebersihkan
rumah isolator secara visual
1 Rumah Isolator (dengan melihat ada tidaknya
keretakan)

Memeriksa dan mencatat jarum


2 Miliammeter (mA) penunjuk mililammeter analog.

Memeriksa dan membersihkan


discharge counter dan mencatat
3 Discharge Counter bila ada kenaikan angka
gangguan

2. Pemeliharaan bulanan
Pemeliharaan bulanan dilaksanakan untuk memeriksa pada thermophisi
yaitu pengecekan panas, apabila terjadi panas yang berlebihan akan
memunculkan bunga api.

3. Pemeliharaan tahunan
Pemeliharaan tahunan dilaksanakan dalam keadaan tidak operasi, dan
sebaiknya dilakukan menjelang musim hujan. Berikut adalah tabel
pemeriksaan tahunan arrester di Gardu Induk Bantul 150 kV.
56

Tabel 2.12 Pemeliharaan tahunan arrester


No. Bagian yang diperiksa Cara pelaksanaan
Membersihkan rumah isolator dan
1 Rumah isolator memeriksa apakah ada keretakan

Mengukur tahanan antara elektroda


(atas dengan tengah, tengah dengan

2 Tahanan antar elektroda bawah atau atas dengan bawah)


apakah masih memenuhi standar
persyaratan

Mengukur tahanan pentanahan


3 Tahanan pentahanan arrester apakah masih memenuhi
standar persyaratan

Melakukan pengujian fungsional


dengan alat uji LCM (leackage
4 Miliammeter (mA) Current Measurment) dan batas
alat arrester dalam pemakaian
maksimum adalah 1 A
Melakukan pengujian fungsional
5 Discharge counter dengan memberikan tegangan
impuls 220 V

4. Pemeliharaan 10 tahun
Dalam pemeliharaan ini dilaksanakan dengan mengirim arrester baik
yang mengalami masalah atau tidak ke laboratorium untuk di tes dan di
uji kembali secara fungsional.
57

2.2.5.11 Penyebabnya Kegagalan Arrester


Sampai saat ini proteksi tegangan lebih (over voltage) yang optimal adalah
arrester. Namun, ada saatnya ketika alat pengamanan telah terpasang dengan baik
tetapi mengalami kerusakan pada saat terkena sambaran petir (surja) baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan kegagalan dalam
pengamanan.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam proteksi arrester
terhadap tegangan lebih, yaitu:
1. Sambungan kawat arrester pada terminal arrester tidak baik atau tidak kencang.
2. Sambungan kawat arrester pada kawat fasa jaringan tidak baik atau tidak
kencang.
3. Sambungan kawat arrester ke terminal tanah arrester tidak baik atau tidak
kencang.
4. Sambungan kawat pentanahan arrester dengan kawat (batang pentanahan)
tidak baik atau tidak kencang.
5. Tahanan pentanahan arrester > 1 ohm
6. Jarak arrester terlalu jauh baik pada tiang arrester yang satu dengan tiang
arrester yang lain atau dengan peralatan yang dilindungi (transformator tenaga)
7. Arrester sudah tidak dapat bekerja optimal meskipun tidak ada sambaran petir.
8. Pentanahan kawat tanah tidak sempurna (> 1 ohm) misalnya sambungan pada
konektor longgar, korosinya elektroda bumi, perubuhan kondisi dan struktur
tanah.
9. Jika arrester meledak karena sambaran petir baik secara langsung ataupun tidak
pada saluran transmisi, berarti arrester dapat bekerja sebagaimana mestinya,
maksudnya arrester tidak dapat mengubah dirinya menjadi penghatar lagi
sehingga arrester harus diganti.
58

2.2.6 Persamaan Empiris Arrester


2.2.6.6 Penentuan Tegangan Arrester
Tegangan dasar arrester ditentukan berdasarkan tegangan sistem maksimum
yang mungkin terjadi. Tegangan ini dipilih berdasarkan kenaikan tegangan dari
fasa-fasa yang normal pada waktu ada gangguan 1 fasa ke tanah ditambah suatu
toleransi. Dalam menentukan tegangan dasar arrester dapat ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut:
𝐸𝑟 = 𝛼 𝛽 𝑈𝑚 (2.18)

Keterangan:
𝐸𝑟 = Tegangan dasar arrester (kV)
𝛼 = Koefisien pembumian

𝛽 = Toleransi guna memperhitungkan fluktuasi tegangan, effek


ferranti, dan sebagainya

𝑈𝑚 = Tegangan sistem maksimum (kV)

Koefisien α menunjukkan kenaikan tegangan dari fasa yang normal pada


waktu ada gangguan 1 fasa ke tanah, tergantung dari impedansi-impedansi urutan
positif, negatif dan nol dilihat dari titik gangguan.

2.2.6.7 Penentuan Arus Pelepasan Nominal (Nominal Discharge Current)


Arus pelepasan nominal adalah arus dengan harga puncak dan bentuk
gelombang tertentu yang digunakan untuk menentukan kelas dari arester yang
sesuai dengan kemampuan arus dan karakteristik pelindungnya. Menurut standar
Inggris/Eropa (IEC) durasi arus pelepasan nominal arrester bekerja adalah 8 µs / 20
µs dan menurut standar Amerika adalah 10 μs / 20 μs dengan kelas PP 10 kA, 2.5
kA dan 1.5 kA. Berdasarkan spesifikasi level arus nominal discharge current dan
tegangan sambarannya arrester dibagi ke dalam empat kelas, yaitu:
a. Kelas arus 10 kA, untuk perlindungan gardu induk yang besar dengan frekuensi
sambaran petir yang cukup tinggi dengan tegangan sistem diatas 70 kV.
b. Kelas arus 5 kA, untuk tegangan sistem dibawah 70 kV.
59

c. Kelas arus 2.5 kA, untuk gardu-gardu kecil dengan tegangan sistem dibawah
22 kV, dimana pemakaian kelas 5 kA tidak lagi ekonomis.
d. Kelas arus 1.5 kA, untuk melindungi tranformator kecil

Adapun arus pelepasan arrester dalam peristiwa gelombang berjalan


(travelling wave) dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

2 𝑈𝑑− 𝑈𝐴
𝐼𝑎 = (2.19)
𝑍

Keterangan:
𝐼𝑎 = Arus pelepasan arrester (kA)
𝑈𝑑 = Tegangan gelombang datang (kV)
𝑈𝐴 = Tegangan kerja/tegangan sisa (kV)
𝑍 = Impedansi surja (Ω)

Sedangkan untuk nilai resistansi arrester pada gelombang berjalan


(travelling wave) dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑈𝑎 (2.20)
𝑅 =
𝐼𝑎
Keterangan:
𝑅 = Resistansi arrester (Ω)
𝑈𝑎 = Tegangan kerja/tegangan sisa arrester (kV)
𝐼𝑎 = Arus pelepasan arrester (kV)

2.2.6.8 Tegangan Pelepasan/Tegangan Kerja (𝑼𝒂) Arrester


Tegangan kerja atau tegangan pelepasan merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat perlindungan dari penangkal petir. Jika tegangan kerja
penangkal petir ada di bawah BIL dari peralatan yang dilindungi, maka faktor
keamanan yang cukup untuk perlindungan peralatan yang optimum dapat
diperoleh. Tegangan kerja tergantung pada arus pelepasan dari arrester (𝐼𝑎) dan
kecuraman gelombang arus (𝑑𝑖/𝑑𝑡).
60

2.2.6.9 Jarak Optimum Arrester dan Transformator


Perlindungan yang baik diperoleh jika arrester ditempatkan sedekat
mungkin dengan transformator. Tetapi, dalam kenyataannya, arrester harus
ditempatkan dengan jarak tertentu, agar perlindungan dapat berlangsung dengan
baik.

Gambar 2.41 Transformator dan arrester terpisah sejarak S


(sumber: Susilawati, 2010:5)

Jika arrester dihubungkan dengan menggunakan saluran udara terhadap alat


yang dilindungi, maka untuk menetukan jarak ideal antara arrester dengan
transformator, dapat dinyatakan dengan persamaan (TS. Hutahuruk, 1989:113).

𝐸𝑝 = 𝐸𝑎 + 2 𝐴 𝑆/𝑣 (2.21)
Keterangan:
𝐸𝑎 = Tegangan percik arrester (kV)
𝐸𝑝 = Tegangan pada jepitan transformator (kV)
𝑑𝑒
𝐴 ∶ = Kecuraman gelombang datang konstan (1000 kV/μs)
𝑑𝑡

𝑆 = Jarak arrester dan transformator (m)


𝑣 = Kecepatan merambat gelombang (300 m/μs)
61

2.2.7 Software ATP Draw

Gambar 2.42 Icon software ATP Draw


(sumber: Software ATP)

EMTP (Electromagnetic Transient Programme) adalah sebuah paket


program komputer terintegasi yang secara khusus didesain untuk meyelesaikan
permasalahan peralihan (transient) pada sistem tenaga listrik untuk rangkaian
terkonsentrasi, rangkaian terdistribusi, atau kombinasi dari kedua rangakian
tersebut. Program ini pertama kali dikembangkan oleh H.M. Dommel di Munich
Institute of Technology pada awal tahun 1960-an. H.M. Dommel melanjutkan
pekerjaannya tersebut di BPA (Bonneville Power Administration) dan bekerja sama
dengan S. Meyer. Selanjutnya H.M.
Kemudian pada awal tahun 2012, EMTP dikembangkan menjadi program
ATP Draw oleh Dr. Hans Kr. Høidalen di SINTEF Energy Reseach/Norwegian
University of Science and Technology in Norway, dan didukung oleh Bonneville
Power Administration, Portland-Oregon-USA.
Seperti disebutkan diatas, ATP Draw dan EMTP lebih ditekankan untuk
menyelesaikan persoalan transien pada sistem tenaga listrik, walaupun demikian
program ini juga dapat menyelesaikan persoalan tenaga listrik dalam keadaan
tunak. ATP Draw dan EMTP dapat digunakan untuk menganalisis transients pada
rangkaian yang mengandung parameter terkosentrasi (R, L, dan C), saluran
transmisi dengan parameter terdistribusi, saluran yang ditransposisi atau saluran
yang tidak ditransposisi. ATP Draw dan EMTP sangat tepat jika digunakan untuk
menganalisis transien pada operasi surja hubung (switching surge) atau surja petir
(lightning surge) karena program ini secara khusus menyediakan fasilitas
pemodelan untuk generator, circuit breaker, transformator, sumber surja petir dan
pemodelan berbagai jenis saluran transmisi. (Dommel, Herman, 1996).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian, tahapan penelitian, metode dalam
pengumpulan data, diagram alir (flowchart), komponen yang digunakan dalam
simulasi menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme) dan tahap
penyusunan tugas akhir.

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di PT. PLN APP Salatiga basecamp
Gardu Induk Bantul 150 kV Yogyakarta pada tanggal 6-17 Nopember 2017.

Gambar 3.1 Lokasi basecamp Gardu Induk Bantul 150 kV


(sumber: Data peta/maps Google, 2017)

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Laptop Acer Intel®Core™ i3-4030U
Laptop Acer Intel®Core™ i3-4030U ini digunakan untuk melakukan
simulasi dengan software ATP (Analysis Transient Programme) dan
penyusunan tugas akhir.

62
63

2. Software ATP (Analysis Transient Programme)


Software ATP (Analysis Transient Programme) digunakan untuk proses
simulasi dan uji coba tegangan lebih (over voltage) akibat sambaran petir
dengam memberikan asumsi jarak yang berbeda antara arrester dengan
transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV.

3.3 Tahapan Pembuatan Tugas Akhir


3.3.1 Studi Pendahuluan
Pada tahap ini penulis melakukan persiapan yang bertujuan untuk
menentukan tema, judul, dan objek penelitian dengan tepat berdasarkan minat dan
bidang penulis. Untuk tema yang diangkat pada penelitian ini yaitu sambaran petir
(lightning strike) yang mengakibatkan adanya tegangan lebih (over voltage) pada
saluran transmisi di Gardu Induk Bantul 150 kV. Topik yang diangkat oleh penulis
yaitu “Studi Analisis Sistem Proteksi Tegangan Lebih (over voltage) Menggunakan
Software ATP (Analysis Transient Programme) Pada Gardu Induk Bantul 150 kV”.
Pada penelitian ini peneliti mengambil data di Gardu Induk Bantul 150 kV dengan
objek penelitiannya adalah arrester sebagai alat perlindungan transformator tenaga
150/20 kV.

3.3.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah


Setelah melakukan studi pendahuluan, tahap berikutnya adalah
mengidentifikasi dan merumuskan masalah. Pada tahap ini peneliti merumuskan
permasalahan yaitu bagaimana sistem proteksi dan hasil perhitungan matematis
jarak ideal penempatan arrester dari transformator tenaga pada Gardu Induk Bantul
150 kV serta melakukan perbandingan dengan standar dari IEC (1958) dan SPLN
(1978:4). Solusi dalam permasalahan tersebut akan dilakukan simulasi dalam
penentuan jarak ideal penempatan arrester terhadap transformator tenaga dengan
menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme) dan dilakukan
perhitungan matematis dengan rumus baku yang sudah tersedia
64

3.3.3 Studi Pustaka


Pada tahap ini peneliti mengumpulkan informasi dan data dari media cetak
maupun elektronik seperti, jurnal ilmiah, buku referensi, manual book, karya
ilmiah, atau sumber-sumber lain yang yang relevan dan berhubungan dengan topik
penelitian. Selanjutnya informasi dan data yang telah dikumpulkan peneliti akan
diolah dan disusun menjadi sebuah tinjauan pustaka dan landasan teori dalam
penelitian tugas akhir ini.

3.3.4 Metode Pengumpulan Data


Dalam menganalisis sistem proteksi transformator tenaga akibat sambaran
surja atau petir pada saluran transmisi di Gardu Induk Bantul 150 kV, metode
penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data dan informasi. Adapun rincian
metode dalam pengumpulan data dan informasi adalah sebagai berikut:

3.3.4.1 Pengamatan Lapangan (Observasi)


Penulis memperoleh data dengan mengadakan pengamatan langsung ke
lapangan dengan bimbingan mentor/pembimbing yang ada. Data pada penelitian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Data Primer
Adapun data primer yang dibutuhkan dalam penelitian tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
a. Jumlah dan spesifikasi (nameplate) transformator tenaga di Gardu
Induk Bantul 150 kV
b. Single line diagram (SLD) Gardu Induk Bantul 150 kV
c. Jumlah, jarak dan jenis arrester yang digunakan untuk melindungi
transformator tenaga di Gardu Induk Bantul 150 kV
d. Datasheet arrester yang digunakan di Gardu Induk Bantul 150 kV
e. Sistem interkoneksi gardu induk DIY-Jateng
2. Data sekunder
Pengambilan data ini diambil secara langsung di Gardu Induk Bantul
150 kV yang bertujuan untuk memudahkan penulis dalam melakukan
simulasi. Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
65

a. Jenis kabel (konduktor/penghantar) saluran transmisi 150 kV


b. Jenis menara (tower) saluran transmisi Gardu Induk Bantul 150 kV
c. Jumlah transformator distribusi setiap penyulang (feeder) 20 kV
d. Data lokasi gangguan saluran transmisi selama 5 tahun terakhir yang
diakibatkan karena sambaran petir (lightning surge) atau hubung
singkat (switching) serta proses penanggulangannya.

3.3.4.2 Wawancara (Interview)


Penulis melakukan wawancara dan diskusi langsung dengan mentor
(supervisor, teknisi atau operator) mengenai sistem proteksi tegangan lebih (over
voltage) akibat sambaran petir di Gardu Induk Bantul 150 kV.

3.3.4.3 Studi Literatur


Dengan metode ini penulis mendapatkan data melalui beberapa buku
referensi, buku manual, jurnal dan data percobaan terkait dengan sistem proteksi
tegangan lebih (over voltage) di Gardu Induk Bantul 150 kV.

3.3.5 Studi Analisis Data


Pada tahap ini, penulis akan menghitung faktor apa saja yang mempengaruhi
besar kecilnya impuls sambaran petir. Setelah itu, penulis akan membandingkan
data yang telah diperoleh dilapangan (real data) berupa jarak ideal penempatan
arrester terhadap transformator tenaga (power transformer) di Gardu Induk Bantul
150 kV dengan perhitungan secara matematis berdasarkan rumusan yang ada
menurut standar dari IEC (1958) dan SPLN (1978:4). Setelah mendapatkan hasil
perbandingan, maka penulis akan melakukan simulasi dengan menggunakan
software ATP. Pada simulasi ini akan diberikan beberapa asumsi jarak arrester
terhadap transformator (jarak ideal menurut IEC (1958) dan SPLN (1978:4) dengan
jarak sesungguhnya dilapangan) dengan durasi waktu sambaran petir tertentu.

3.3.6 Penutup (Kesimpulan dan Saran)


Pada tahap ini, penulis menyampaikan point-point penting dalam penelitian
tersebut berdasarkan hasil analisis dan simulasi yang telah diperoleh.
66

3.4 Diagram Alir Pembuatan Tugas Akhir


Berikut adalah diagram alir dalam pembuatan tugas akhir pada penelitian
“Studi Analisis Sistem Proteksi Tegangan Lebih (Over Voltage) Menggunakan
Software ATP (Analysis Transient Program) Studi Kasus di Gardu Induk Bantul
150 kV”.

Mulai

Studi
Pendahuluan

Identifikasi dan
Rumusan masalah

Studi Pustaka

Metode
Pengumpulan Data

Studi Analisis Data (Penentuan Jarak


Ideal Arrester dan Simulasi menggunakan
software ATP)

Penutup
(Kesimpulan dan
Saran)

Selesai

Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan tugas akhir


67

3.5 Tahapan Penelitian


3.5.1 Langkah Perhitungan Jarak Ideal Arrester dan Transformator
Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan jarak ideal arrester dan
transformator tenaga di Gardu Induk Bantul 150 kV.
3.5.1.1 Studi Literatur
a. Pemahaman mengenai rumus perhitungan jarak ideal penempatan
arrester terhadap transformator menurut IEC (1958) dan SPLN (1978:4)
b. Pemahaman prinsip kerja dari arrester
c. Pemahaman mengenai metode yang digunakan dalam penentuan jarak
ideal transformator

3.5.1.2 Pengumpulan Data


a. Data persamaan matematis menurut standar IEC (1958) dan PLN
(1978:4)
b. Jarak antara arrester dan transformator tenaga di Gardu Induk Bantul
150 kV

3.5.1.3 Penyiapan Alat dan Bahan


a. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
b. Dilakukan pengujian alat-alat yang digunakan.

3.5.1.4 Perhitungan Matematis Jarak Arrester-Transformator


a. Dengan menggunakan persamaan matematis 𝐸𝑝 = 𝐸𝑎 + 2𝐴 𝑆/𝑣
menurut standar IEC (1958) dan SPLN (1978:4)
b. Membandingkan hasil perhitungan jarak ideal penempatan arrester
terhadap transformator dengan jarak sebenarnya dilapangan.
68

3.5.1.5 Hasil Perhitungan


Jika telah diperoleh hasil perhitungan yang tepat terhadap perlindungan
transformator tenaga akibat sambaran petir, maka akan digunakan sebagai
acuan dan refrensi untuk jarak penempatan arrester terhadap transformator
tenaga selanjutnya.

3.5.2 Langkah Simulasi Menggunakan Software ATP


3.5.2.1 Studi Literatur
a. Pemahaman mengenai software ATP (Analysis Transient Programme)
yang digunakan untuk simulasi penempatan arrester yang ideal.
b. Merancang single line diagram (SLD) unit pembangkitan 23 kV
(transformator step up), saluran transmisi, Gardu Induk Bantul 150 kV,
dan saluran distribusi beban (load) dengan software ATP (Analysis
Transient Programme)
c. Melakukan simulasi dengan memberikan tegangan impuls petir (surge
impulse) pada jarak tertentu di saluran transmisi Gardu Induk Bantul
150 kV

3.5.2.2 Pengumpulan Data


a. Data software ATP (Analysis Transient Programme) yang digunakan
untuk simulasi jarak ideal penempatan arrester terhadap transformator
tenaga akibat sambaran petir.
b. Data sambaran petir dan hubung singkat (switching) selama 5 tahun
terakhir di saluran transmisi Gardu Induk Bantul 150 kV.

3.5.2.3 Penyiapan Alat dan Bahan


a. Disiapkan Laptop Acer Intel®Core™ i3-4030U sebagai media simulasi
dengan menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme).
b. Dilakukan pengujian software ATP (Analysis Transient Programme)
beserta komponennya sebelum digunakan.
69

3.5.2.4 Simulasi Program ATP


a. Merancang single line diagram (SLD) dari unit pembangkitan 23 kV
(transformator step up), saluran transmisi, Gardu Induk Bantul 150 kV,
dan saluran distribusi beban (load)
b. Memberikan asumsi sambaran petir dengan durasi waktu tertentu di
titik saluran transmisi (fasa R, S atau T) yang terhubung langsung pada
transformator tenaga di Gardu Induk Bantul 150 kV.
c. Memberikan asumsi perubahan jarak arrester terhadap transformator
dilapangan dengan jarak analisis perhitugan standar IEC (1958) dan
PLN (1978:4).

3.5.2.5 Hasil Simulasi


a. Menentukan jarak penempatan arrester terhadap transformator tenaga
yang telah disimulasikan dititik (fasa R, S, atau T) akibat sambaran
petir dengan memilih nilai tegangan surja yang mendekati nilai
tegangan sistem di Gardu Induk Bantul 150 kV
b. Membandingkan jarak penempatan arrester terhadap transformator
tenaga berdasarkan hasil perhitungan standar IEC (1958) dan PLN
(1978:4) dengan simulasi ATP (dilihat dari nilai tegangan surja yang
mendekati nilai tegangan sistem di Gardu Induk Bantul 150 kV).

3.5.2.6 Simulasi Asumsi Lain


a. Memberikan asumsi perubahan jarak penempatan arrester terhadap
transformator tenaga dilihat dari data yang ada dilapangan.
b. Memberikan asumsi perubahan durasi waktu sambaran petir saat
menyambar saluran transmisi (fasa R, S, atau T).
70

3.5.3 Diagram Alir Penelitian Tugas Akhir


Berikut adalah diagram alir dalam penelitian tugas akhir dengan judul
“Studi Analisis Sistem Proteksi Tegangan Lebih (Over Voltage) Menggunakan
Software ATP (Analysis Transient Program) Studi Kasus di Gardu Induk Bantul
150 kV”.

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Penyiapan Alat dan


Bahan

𝐸𝑝 = 𝐸𝑎 + 2𝐴 𝑆/𝑣 Simulasi Program ATP

Hasil Perhitungan Hasil Simulasi Ganti Asumsi

Simulasi Ya
dengan
asumsi lain

Tidak

Selesai

Gambar 3.3 Diagram alir penelitian tugas akhir


71

3.6 Komponen Simulasi ATP (Analysis Transients Programme)


Berikut adalah komponen (tools) yang dibutuhkan dalam mesimulasikan
sistem proteksi tegangan lebih (over voltage) akibat sambaran petir (lightning
strike) di Gardu Induk Bantul 150 kV menggunakan software ATP Draw.

3.6.1 Pentanahan (Grounding)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai tempat terakhir penyaluran
tegangan lebih (over voltage) dan arus lebih (over current) akibat sambaran petir
(surge impulse) dan hubung singkat (switching). Dengan kata lain, tools ini
berfungsi sebagai tempat penetralan gangguan yang terjadi agar dapat
meminimalisir kerusakan yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Setiap ujung
komponen ATP yang mengalir langsung ke tanah seperti arrester atau beban harus
diberi pentanahan (grounding) agar tidak terjadi kesalahan saat sistem dicompile.
Berikut adalah gambar komponen pentanahan (grounding) pada software ATP
Draw.

Gambar 3.4 Pentanahan (grounding)


(sumber: Software ATP)

3.6.2 Arrester ZnO (Metal Oxide Varistor)


Tools ini digunakan untuk menetukan nilai/kapasitas reduksi tegangan lebih
(over voltage) pada TACS (Transien Analysis of Control Systems) dan model
simulasi rangkain lain pada software ATP. Pada komponen (tools) ini berfungsi
sebagai proteksi terhadap tegangan lebih akibat sambaran petir (surge). Tools ini
bekerja dengan cara menyalurkan sebagian impuls tegangan lebih transient ke bumi
(ground). Tools ini dipasang secara paralel terhadap saluran transmisi dan
transformator. Pada tools MOV dapat diatur output yang dihasilkan seperti arus,
tegangan, (arus dan tegangan) atau (tenaga dan enrgi) serta dapat diubah jumlah
fasanya tergantung dari sistem rangkaian simulasi yang akan dicompile. Berikut
72

adalah gambar komponen arrester jenis MOV (metal oxide varistor) pada software
ATP Draw.

Gambar 3.5 Metal oxide varistor (ZnO)


(sumber: Software ATP)

3.6.3 Probe Current


Probe current arus adalah komponen (tools) yang digunakan untuk
menetukan nilai arus cabang pada TACS (Transien Analysis of Control Systems)
dan model simulasi rangkain lain pada software ATP. Pada probe arus ini akan ada
pilihan untuk mengisi jumlah fasa input dan fasa output pada rangkain simulasi.
Pada probe ini fasa yang dimasukkan harus sesuai dengan fasa pada sistem
rangkaian yang disimulasi agar tidak terjadi kegagalan atau gangguan dalam
mengoperasikannya (compile). Probe ini memiliki pilihan untuk menambahkan
node (sambungan atau titik) yang berfungsi sebagai inputan arus pada sistem
pengendali rangkaian simulasi saat dicompile. Berikut adalah gambar komponen
probe current pada software ATP Draw.

Gambar 3.6 Probe current 3 fasa


(sumber: Software ATP)

3.6.4 Probe Voltage


Probe voltage atau tegangan adalah komponen (tools) yang digunakan untuk
menetukan nilai tegangan pada TACS (Transien Analysis of Control Systems) dan
model simulasi rangkain lain pada software ATP. Pada probe tegangan ini akan ada
pilihan untuk mengisi jumlah fasa inputan rangkaian simulasi dan skala apabila
dalam keadaan tetap (steady state). Sama dengan probe arus, pada probe tegangan
jumlah fasa yang dimasukkan harus sesuai dengan fasa pada sistem rangkaian yang
73

disimulasi agar tidak terjadi kegagalan atau gangguan pada saat dicompile. Berikut
adalah gambar komponen probe voltage pada software ATP Draw.

Gambar 3.7 Probe voltage 3 fasa


(sumber: Software ATP)

3.6.5 Resistansi Beban (Load)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai tahanan atau resistansi beban
dan dipasang secara seri terhadap saluran distribusi 20 kV. Pada tools tahanan
beban ini dapat diatur output yang dihasilkan seperti arus, tegangan, (arus dan
tegangan) atau (tenaga dan enrgi) serta dapat diubah jumlah fasanya tergantung dari
sistem rangkaian simulasi yang akan dicompile. Berikut adalah gambar komponen
resistansi beban (load) pada software ATP Draw.

Gambar 3.8 Resistansi beban (load) 3 fasa


(sumber: Software ATP)

3.6.6 RLC 3 Fasa Generator


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai resistansi dan induktansi pada
generator. Tools ini dapat disetting nilai dari masing-masing R (resistansi), L
(induktansi) dan C (kapasitansi) berdasarkan data perhitungan atau real yang ada
diunit pembangkitan (sumber). Pada tools RLC ini terdapat 2 pilihan koneksi
tergantung dari generator dan transformator yang digunakan, yaitu koneksi bintang
(star connection) dan koneksi delta (delta connection). Tools ini dapat diatur output
yang dihasilkan seperti arus, tegangan, (arus dan tegangan) atau (tenaga dan enrgi)
sebelum dicompile. Berikut adalah gambar komponen RLC 3 fasa generator pada
software ATP Draw.
74

Gambar 3.9 RLC 3 fasa generator


(sumber: Software ATP)

3.6.7 Transformator Tenaga (Power Transformer)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai penaik tegangan (20/150 kV)
dan penurun tegangan (150/20 kV) pada interkoneksi saluran udara tegangan tinggi
(SUTT 150 kV) sebelum menuju beban (load). Sama seperti tools RLC, tools
transformator dapat disetting nilainya seperti jumlah fasa, windings, frekuensi,
tegangan input-output, connection (star Y, delta Δ atau A), power (MVA),
magnetisasi inti positif, open circuit dan short circuit berdasarkan sistem rangkaian
simulasi dan data real yang ada dilapangan sebelum dicompile. Berikut adalah
gambar komponen transformator tenaga (Y koneksi) pada software ATP Draw.

Gambar 3.10 Transformator tenaga (Y koneksi)


(sumber: Software ATP)

3.6.8 Sumber 3 Fasa (Unit Pembangkitan 23 kV)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai sumber (supply) tegangan 23
kV sebelum menuju saluran transmisi. Tools sumber ini dapat disetting nilainya
seperti jenis sumber yang digunakan (arus atau tegangan), jumlah fasa, amplitude
(output tegangan), frekuensi, satuan sudut dan jenis pentanahan berdasarkan sistem
rangkaian simulasi dan data real yang ada dilapangan sebelum dicompile. Tidak
seperti tools lainnya, tools ini secara otomatis telah ditanahkan (grounding) tanpa
perlu penyetingan ulang ketika dipilih. Berikut adalah gambar komponen sumber
unit pembangkitan 20 kV pada software ATP Draw.
75

Gambar 3.11 Sumber unit pembangkitan 20 kV


(sumber: Software ATP)

3.6.9 Sambaran Petir (Lightning Impulse)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai impulse dari sambaran petir
(surge) dan dipasang secara paralel di konduktor/penghantar saluran udara
tegangan tinggi dengan impulse tegangan bervariasi berdasarkan simulasi yang
ingin dianalisis. Sama seperti tools sumber, tools surge impulse ini sebelum
dicompile dapat disetting nilainya seperti jenis sambaran (surge impulse) yang
diinginkan (arus atau tegangan), amplitude (output tegangan sambaran), dan durasi
waktu (start dan stop) terjadi sambaran petir. Nilai-nilai yang diinputkan pada tools
ini dapat disesuaikan berdasarkan standar IEEE atau data real yang pernah terjadi
dilapangan. Berikut adalah gambar komponen sambaran petir (lightning impulse)
type L Heidler pada software ATP Draw.

Gambar 3.12 Sambaran petir (lightning impulse) type L Heidler


(sumber: Software ATP)

3.6.10 Saklar Ukur (Measuring Switch)


Measuring Switch atau saklar ukur adalah komponen (tools) yang berfungsi
sebagai saklar antara sambaran petir dengan salah satu fasa (R, S atau T) dan
dipasang secara paralel dengan saluran transmisi. Tools ini memiliki titik awal
(sambaran petir) dan titik akhir (konduktor/fasa saluran transmisi). Sama seperti
tools lainnya komponen ini dapat diatur jumlah fasa serta cabang output yang
76

dihasilkan seperti arus, tegangan, (arus dan tegangan) atau (tenaga dan enrgi)
sebelum dicompile. Berikut adalah gambar komponen saklar (switch) pada software
ATP Draw.

Gambar 3.13 Saklar (switch)


(sumber: Software ATP)

3.6.11 Parameter Saluran Transmisi (Clarke 3 Phase Transposed)


Pada komponen (tools) ini berfungsi sebagai saluran transmisi
(konduktor/penghantar) dari unit pembangkitan 23 kV (step up transformer)
menuju Gardu Induk Bantul 150 kV (step down transformer). Sama seperti tools
lainnya, tools saluran transmisi ini sebelum dicompile dapat disetting nilainya,
seperti panjang saluran, jenis saluran, konduktansi dan output yang dihasilkan
seperti arus, tegangan, (arus dan tegangan) atau (tenaga dan enrgi) sebelum
dicompile. Berikut adalah gambar komponen saluran transmisi (clarke 3 phase
transposed) pada software ATP Draw.

Gambar 3.14 Saluran Transmisi (Clarke 3 Phase Transposed)


(sumber: Software ATP)

3.7 Penyusunan Tugas Akhir


Pada tahap akhir, setelah selesai melakukan analisis data dan simulasi single
line diagram jaringan interkoneksi dari unit pembangkitan 23 kV (transformator
step up 23/150 kV), Gardu Induk Klaten 150 kV, saluran transmisi, Gardu Induk
Bantul 150 kV dan saluran distribusi beban (load) serta penempatan arrester
terhadap transformator mengenai sistem proteksi tegangan lebih (over voltage)
dengan menggunakan software ATP, maka langkah selanjutnya yaitu penulis
menyusun tugas akhir sesuai dengan contoh penulisan yang benar berdasarkan data-
data yang telah diperoleh.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dihitung secara matematis pengaruh adanya gelombang
berjalan dalam hal ini sambaran petir kemudian akan dihitung jarak ideal
penempatan arrester terhadap transformator berdasarkan data dilapangan dan
membandingkan dengan standard IEC (1958) dan PLN (1978:4). Setelah itu, akan
dilakukan simulasi menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme)
dengan memberikan beberapa asumsi, yaitu perubahan jarak arrester terhadap
transformator dari jarak yang ada dilapangan serta perubahan durasi waktu
sambaran petir pada SUTT Gardu Induk Bantul 150 kV. Berikut adalah gambar dari
jarak penempatan arrester dan transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV.

Gambar 4.1 Jarak penempatan arrester dan transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV
(sumber: GI Bantul 150 kV)

77
78

4.1 Perhitungan Tegangan Dasar Arrester


Perhitungan tegangan dasar arrester dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut ini.
Er = α β Um
Keterangan:
Er = Tegangan dasar arrester (kV)
α = Koefisien pembumian (0.8)
β = Toleransi guna memperhitungkan fluktuasi tegangan dan efek
ferranti (1.2)
Um = 150 kV (Tegangan sistem maksimum di Gardu Induk Bantul)

Sehingga,
Er = 0.8 x 1.2 x 150 kV
Er = 144 kV
Dari perhitungan diatas, maka diperoleh tegangan dasar arrester terhadap
transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV adalah 144 kV.

4.2 Jarak Ideal Arrester dan Transformator Menurut IEC (1958) dan
SPLN (1978:4)
Perhitungan jarak ideal arrester dan transformator tenaga menurut standar
IEC (1958) dan PLN (1978:4) dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ini.
Ep = Ea + 2 A S/v
Dengan nilai:
Ep = 650 kV (Tegangan jepitan transfomator GITET / SPLN7, 1978:4)
Ea = 460 kV (Tegangan percikan arrester GITET/ SPLN7, 1978:4)
A = 1000 kV/µs (Rekomendasi IEC, 1958 Recommendation for
Lightning Arrester, 99)
v = 300 m/µs (Kecepatan cahaya)
79

Sehingga,
S
650 = 460 + 2 x 1000 300
(650 - 460) 300
S=
2 x 1000
S = 28,5 m
Berdasarkan perhitungan diatas, maka diperoleh jarak ideal dalam
penempatan arrester dan transformator tenaga pada gardu induk tegangan ekstra
tinggi (GITET) sebesar 28.5 meter (menurut IEC 1958 dan SPLN 1978:4).

4.3 Jarak Ideal Arrester dan Transformator di Gardu Induk Bantul


150 kV
Dengan menerapkan persamaan dari standard IEC (1958) dan SPLN
(1978:4), maka jarak ideal arrester dan transformator tenaga di Gardu Induk Bantul
150 kV adalah sebagai berikut.
Ep = Ea + 2A S/v

Dengan nilai:
Ep = 165 kV (Tegangan jepitan Tap I transformator II GI Bantul 150 kV)
Ea = 144 kV (Tegangan percikan arrester transformator II GI Bantul 150 kV)
A = 1000 kV/µs (Rekomendasi IEC, 1958 Recommendation for Lightning
Arrester, 99)
v = 300 m/µs (Kecepatan cahaya)

S
165 = 144 + 2 x 1000 300
(165 − 144) 300
S= 2 x 1000

S = 3.15 m

Berdasarkan perhitungan diatas, maka diperoleh jarak ideal antara arrester


dan transformator II di Gardu Induk Bantul 150 kV sebesar 3.15 meter.
80

4.4 Perhitungan Nilai Impedansi (Z) di Beban (Load)


Perhitungan nilai impedansi (Z) di beban dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut ini.
V2
Z=
S
Keterangan:
V = Tegangan disisi sekunder transformator (kV)
(Tegangan disisi skunder transformator II GI Bantul adalah 20 kV)
S = Daya semu transformator (VA)
(Daya semu pada transformator II GI Bantul adalah 60 MVA)
Z = Impedansi transformator (Ω)

Maka, berdasarkan data diatas diperoleh nilai impedansi beban (load) di


Gardu Induk Bantul 150 kV adalah:

202 kV
Z=
60 MVA

400 kV
Z=
60000 kVA

Z = 0,0067 kΩ

Sehingga berdasarkan data impedansi (𝑍) yang telah diperoleh, maka dapat
ditentukan nilai resistansi (R) dan induktansi (L) dengan asumsi pf (factor daya) θ
= 0.8 adalah sebagai berikut.
arc cos θ
arc cos 0.8 = 36.860
Z = 0.0067∠36.860
Z = R + j XL
R = 0.0067 cos 36.860
R = 0.0053 ohm
XL = 0.0067 sin 36.860
XL = 0.0040 H
81

4.5 Perhitungan Nilai Impedansi (Z) di Jepitan Primer Transformator


Perhitungan nilai impedansi (𝑍) di jepitan (bushing) transformator primer
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ini.
V2
Z=
S
Keterangan:
V = Tegangan disisi primer transformator (kV)
(Tegangan disisi primer transformator II GI Bantul adalah 165 kV)
S = Daya semu transformator (VA)
(Daya semu pada transformator II GI Bantul adalah 36 MVA)
Z = Impedansi transformator (Ω)

Maka, berdasarkan data diatas diperoleh nilai impedansi jepitan (bushing)


transformator primer di Gardu Induk Bantul 150 kV adalah

1652 kV
Z=
36 MVA

27225 kV
Z=
1296 kVA

Z = 21.006 kΩ

Sehingga berdasarkan data impedansi (𝑍) yang telah diperoleh, maka dapat
ditentukan nilai resistansi (R) dan induktansi (L) dengan asumsi pf (factor daya) θ
= 0.8 adalah sebagai berikut.
arc cos θ
arc cos 0.8 = 36.860
Z = 21.006∠36.860
Z = R + j XL
R = 21.006 cos 36.860
R = 16.80 ohm
XL = 21.006 sin 36.860
XL = 12.60 H
82

4.6 Nilai Induktansi (L) dan Kapasitansi (C) Kawat Konduktor SUTT
(antar tower 150 kV) dan Switchyard di Gardu Induk Bantul 150 kV
Perhitungan nilai induktansi (L) dan kapasitansi (C) pada menara saluran
transmisi (tower) dan switchyard Gardu Induk Bantul 150 kV dapat diperoleh dari
perhitungan berikut ini.
4.6.1 Nilai Induktansi (L)
Saat htower = 15 m
2h
L = 2 x 10-7 ln r
2 x 15
L = 2 x 10-7 ln 0.013

L = 2 x 10-7 ln 2307.69
L = 14.74x10-4 mH
Saat hswitchyard = 10 m
2ℎ
L = 2 x 10-7 ln 𝑟
2 x 10
L = 2 x 10-7 ln 0.013
-7
L = 2 x 10 ln 7.33
L = 14.67x10-4 mH

4.6.2 Nilai Kapasitansi (C)


Saat htower = 15 m
10-9
C= 2h
18ln
r

10-9
C= 2 x 15
18 ln
0.013

10-9
C= 18 ln 7.74

C = 2.714x10-5 µF
83

Saat hswitchyard = 10 m
10-9
C= 2h
18ln
r

10-9
C= 2 x 10
18 ln
0.013

10-9
C= 18 ln 7.33

C = 7.570x10-6 µF

4.7 Impedansi Surja di Tower SUTT dan Switchyard di Gardu Induk


Bantul 150 kV
Perhitungan impedansi surja di menara saluran transmisi (tower) dan
switchyard Gardu Induk Bantul 150 kV dapat diperoleh dari persamaan berikut ini.
Z = √L/C = 60 ln (2 h⁄r)

Sehingga, berdasarkan persamaan diatas diperoleh nilai impedansi surja SUTT


150 kV antar menara (tower) adalah sebagai berikut.
Z= 60 ln (2 15m⁄0.013m)

Z = 60 ln (2307.69)

Z = 464.64 Ω

Sedangkan untuk nilai impedansi di switchyard Gardu Induk Bantul 150 kV


diperoleh nilai sebagai berikut.

Z = 60 ln (2 10m⁄0.013m)

Z = 60 ln (1538.46)

Z = 440.31 Ω
84

Keterangan umum:
𝑟 = Jari-jari kawat konduktor (0.013 m)
Gardu Induk Bantul 150 kV menggunakan kawat konduktor
atau saluran udara berjenis ACSR “Aluminium Cable Steel
Reinforced” dengan luas penampang 550 mm2
ℎ𝑡𝑜𝑤𝑒𝑟 = Tinggi kawat konduktor (R,S,T) diatas tanah (15 m) Tinggi
kawat fasa konduktor antar menara (tower) SUTT 150 kV
dilihat dari permukaan tanah tanpa kawat tanah (ideal)
ℎ𝑠𝑤𝑖𝑡𝑐ℎ𝑦𝑎𝑟𝑑 = Tinggi kawat konduktor diatas tanah (10 m)
Tinggi kawat fasa konduktor (R S T) di switchyard Gardu Induk
Bantul 150 kV dilihat dari permukaan tanah tanpa kawat tanah

4.8 Perhitungan Arus Pelepasan Arrester pada Transformator II di


Switchyard Gardu Induk Bantul 150 kV
Perhitungan arus pelepasan arrester pada transformator di switchyard Gardu
Induk Bantul 150 kV dapat diperoleh dari perhitungan berikut ini.
2 Ud- UA
Ia = Z

Keterangan:
Ia = Arus pelepasan arrester (kA)
Ud = Tegangan gelombang datang (kV) diasumsikan sebesar 200 kV
UA = Tegangan kerja arrester/tegangan sisa (144 kV)
Z = Impedansi surja (Ω)

Maka, dari data tersebut diperoleh perhitungan arus pelepasan arrester pada
transformator II di Gardu Induk Bantul 150 kV adalah:

2x200 kV - 144 kV
Ia = 440.31
256
Ia= 440.31

Ia = 0.581 kA
85

4.9 Perhitungan Tegangan Surja Menurut SPLN 7. 1987


Penghitungan tegangan surja dengan asumsi tegangan sambaran petir
sebesar 200 kV/μs (e1) pada sisi jumper antara arrester dan transformator. Besarnya
tegangan surja yang masuk ke sisi jumper (e2) menurut (SPLN 7. 1987) dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
2zp1
e2 = e1
zp1 + z2

2 x 43,4775
e2 = x 200
43,4775 + 47,8231

e2 = 190.4762 kV/µs
Keterangan:
e2 = Tegangan surja yang masuk ke sisi jumper (kV)
e1 = Tegangan surja sambaran petir (kV)
Tegangan surja diasumsikan sebesar 200 kV/μs
Zp1 = Impedansi transformator primer (Ω)
Impedansi transformator primer 43,4775 Ω
Z2 = Impedansi transformator sekunder (Ω)
Impedansi transformator sekunder 47,8231 Ω
86

4.10 Perhitungan Tegangan Sambaran Petir pada Transformator II di


Gardu Induk Bantul 150 kV
Perhitungan tegangan sambaran petir maksimal pada transformator II di
Gardu Induk Bantul 150 kV dengan asumsi sambaran petir 200 kV/μs
menggunakan persamaan dari SPLN 7.1987 adalah sebagai berikut.

2zp1
e2 = e1
zp1 + z2

2 x 21,011.1
e2 = x 200
21,011.1+2,546.8

e2 = 356.75 kV/µs

Keterangan:
e2 = Tegangan surja yang masuk ke sisi jumper (kV)
(simpangan kawat arrester dan kawat fasa (R, S, atau T)
e1 = Tegangan surja sambaran petir (200 kV/μs) menurut SPLN 7. 1987
Zp1 = Impedansi transformator primer (21011.1 Ω)
Z2 = Impedansi transformator sekunder (2546.8 Ω)
87

4.11 Pembahasan Hasil Simulasi ATP (Analysis Transient Programme)


Pada studi ini terdapat dua kondisi berbeda yang akan dianalisis yaitu,
kondisi ketika sistem tidak terpasang arrester dan kondisi ketika sistem terpasang
arrester jenis metal oxide varistor (MOV). Pada kondisi pertama akan dijelaskan
tiga skenario gelombang sambaran petir (surge impulse) yang terjadi, yaitu titik
sambaran petir, titik jepitan transformator primer dan titik beban (load). Sedangkan
pada kondisi kedua terdapat skenario yang hampir sama seperti kondisi pertama,
namun ada penambahan satu skenario baru yaitu menempatkan arrester pada sistem
dengan dua asumsi jarak (jarak nyata dilapangan Gardu Induk Bantul 150 kV dan
jarak analisis perhitungan berdasarkan standar IEC 1958 dan SPLN 1978:4). Tujuan
dari penempatan arrester dan transformator dari kedua jarak tersebut agar diperoleh
jarak ideal berdasarkan jumlah impulse dan tegangan yang terjadi pada jepitan
transformator bagian primer dengan simulasi ATP Draw. Adapun asumsi umum
dari kedua kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sambaran petir (surge impulse) akan menyentuh salah satu fasa (R, S atau T)
dari saluran transmisi dan terhubung langsung secara serial dengan
transformator II bagian primer 150/20 kV di Gardu Induk Bantul.
2. Jarak sambaran petir dan objek atau peralatan yang akan dilindungi
(transformator) adalah 1 km dari titik sambaran petir (lightning strike).
3. Intensitas tegangan impulse dari sambaran petir yang diberikan adalah 776 kV
berdasarkan parameter arrester yang digunakan (sumber: Insulation withstand
voltages IEEE C62.11-2012)

4.11.1 Skenario Sistem Tanpa Arrester MOV


Pada skenario ini akan disusun sebuah rangkaian sistem tenaga listrik yang
masing-masing terdiri dari sumber/unit pembangkitan (generator 23 kV dan RLC 3
fasa), transformator step up (23/150 kV), saluran transmisi (panjang total 31 km),
transformator step down (150/20 kV), saluran distribusi (panjang 1 km) dan beban
(load). Berikut adalah gambar dari rangkaian simulasi arus dan tegangan terhadap
waktu akibat sambaran petir tanpa perlindungan arrester (metal oxide arrester)
menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme).
88

Gambar 4.2 Rangkaian simulasi arus terhadap waktu akibat sambaran petir tanpa perlindungan arrester
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.3 Rangkaian simulasi tegangan terhadap waktu akibat sambaran petir tanpa
perlindungan arrester
(sumber: Software ATP)
89

4.11.1.1 Kondisi Dititik Sambaran Petir


a. Arus Terhadap Waktu
Besarnya arus dititik sambaran petir akan mengalir ke dua arah (upstream dan
downstream), yaitu bagian pertama (upstream) bergerak menuju sumber/unit
pembangkitan (transformator 23/150 kV). Sedangkan untuk bagian kedua
(downstream) bergerak menuju transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV.
Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu di fasa T dari kondisi
upstream (c:X0023A-X0028A) dan downstream (c:X0023A-X0033A) pada
saluran transmisi 150 kV

Gambar 4.4 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir (upstream dan downstream)
(sumber: Software ATP)
90

Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
yang menuju sumber/unit pembangkitan (upstream) pada titik (c:X0023A-
X0028A).

Gambar 4.5 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir (upstream)
(sumber: Software ATP)

Adapun gambar gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir yang
menuju Gardu Induk Bantul 150 kV (downstream) pada titik (c:X0023A-X0033A)
adalah sebagai berikut.

Gambar 4.6 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir (downstram)
(sumber: Software ATP)
91

Berdasarkan gambar 4.4 diatas terlihat bahwa puncak nilai arus dititik
sambaran petir menuju Gardu Induk Bantul 150 kV (downstream) dan unit
pembangkitan (upstream) saat waktu muka petir 4.1883 ms adalah 2729.8 ampere.
Berikut adalah tabel perbandingan puncak gelombang arus terhadap waktu pada
upstream dan downstream dititik sambaran petir selama 0.1 detik.

Tabel 4.1 Perbandingan arus terhadap waktu dititik sambaran petir


(upstream dan downstream)

Puncak Arus (A) Waktu (ms)

Gelombang Upstream Downstream

1 - 2251.6 2251.6 4.1832


2 - 2189.9 2189.9 0.024879
3 - 2103.1 2103.1 0.044409
4 - 2078.3 2078.3 0.064509
5 - 2044.3 2044.3 0.084896
92

b. Tegangan Terhadap Waktu


Nilai tegangan impuls puncak terhadap waktu dititik sambaran petir pada fasa
T (X0024C) adalah 779.27 kV dengan durasi waktu puncak sambaran petir 1.2408
ms. Berikut adalah gambar dari gelombang tegangan sambaran petir terhadap waktu
pada fasa T dititik sambaran petir.

Gambar 4.7 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir fasa T
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.8 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir fasa T
(sumber: Software ATP)
93

Nilai tegangan dititik sambaran petir akan bergerak ke dua arah (upstream
dan downstream), yaitu bagian pertama (upstream) bergerak menuju unit
pembangkitan (transformator 23/150 kV) dan bagian kedua (downstream) bergerak
menuju arrester di Gardu Induk Bantul 150 kV. Adapun tabel perbandingan
tegangan terhadap waktu secara keseluruhan dari puncak masing-masing tegangan
impuls petir dititik sambaran petir yang menuju unit pembangkitan (transformator
23/150 kV) dan Gardu Induk Bantul (transformator 150/20 kV) adalah sebagai
berikut.

Tabel 4.2 Perbandingan tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir yang menuju
ke sumber dan Gardu Induk Bantul 150 kV
Puncak Gelombang Tegangan (kV) Waktu (ms)
1 779.27 1.2408
2 371.35 0.012401
3 335.56 0.0341
4 213.57 0.05301
5 179.58 0.073845
94

4.11.1.2 Kondisi Kedua Pada Jepitan Transformator


a. Arus Terhadap Waktu
Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu pada jepitan
(bushing) transformator bagian primer (c:X0016A-X0014A).

Gambar 4.9 Gelombang arus terhadap waktu pada jepitan transformator primer
(sumber: Software ATP)
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar gelombang arus terhadap
waktu yang terjadi pada jepitan transformator bagian primer akibat sambaran petir
dititik (c:X0016A-X0014A) adalah 2306.4 ampere pada saat 4.1750-4.1752 ms.

Tabel 4.3 Perbandingan arus terhadap waktu dijepitan transformator bagian primer
Puncak Gelombang Arus (A) Waktu (ms)
1 2306.4 4.1750-4.1752
2 2227 0.024874
3 2169.3 0.044409
4 2131.2 0.064365
5 2075.2 0.084823
95

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar gelombang tegangan impulse terhadap waktu akibat
sambaran petir pada jepitan (bushing) transformator bagian primer (v:X0011C)

Gambar 4.10 Gelombang tegangan terhadap waktu pada jepitan transformator primer
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.11 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dijepitan transformator primer fasa T
(sumber: Software ATP)
96

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa puncak tegangan impulse


gelombang yang terjadi pada jepitan transformator bagian primer akibat sambaran
petir saat waktu muka 1.2454 ms adalah petir 861.06 kV. Adapun tabel keseluruhan
dari puncak masing-masing tegangan dan impuls petir terhadap waktu muka petir
pada jepitan (bushing) transformator adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4 Perbandingan tegangan terhadap waktu dijepitan transformator bagian primer
Puncak Gelombang Tegangan (kV) Waktu (ms)
1 861.06 1.2454
2 407.56 8.8841x10-3
3 300.83 0.033785
4 216.68 0.053625
5 184.01 0.073845

4.11.1.3 Kondisi Ketiga Pada Beban (Load)


a. Arus Terhadap Waktu
Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu akibat sambaran petir
pada beban/load (c:X0017A-X0031A).

Gambar 4.12 Gelombang arus terhadap waktu pada beban (load)


(sumber: Software ATP)
97

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar arus terhadap waktu yang
terjadi pada beban (load) akibat sambaran petir adalah 307.52 ampere dengan
waktu muka petir 4.1749 ms. Adapun tabel keseluruhan dari puncak masing-masing
arus terhadap waktu muka petir pada beban (load) atau transformator bagian
sekunder adalah sebagai berikut.

Tabel 4.5 Perbandingan arus terhadap waktu dibeban (load) transformator sekunder
Puncak Gelombang Arus (A) Waktu (ms)
1 307.52 4.1749
2 296.93 0.024874
3 289.24 0.044408
4 284.16 0.064365
5 276.69 0.084823

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar gelombang tegangan terhadap waktu pada beban
(load) dititik (v:X0015C).

Gambar 4.13 Gelombang tegangan terhadap waktu pada beban (load)


(sumber: Software ATP)
98

Gambar 4.14 Detail gelombang tegangan terhadap waktu di beban (load) fasa T
(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa impulse tegangan terhadap waktu


muka petir yang terjadi pada beban (load) akibat sambaran petir adalah 23.642 kV
dengan waktu muka petir 2.5136x10-4 ms. Adapun tabel keseluruhan dari puncak
masing-masing tegangan dan impulse petir terhadap waktu muka petir pada beban
(load) atau transformator bagian sekunder adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6 Perbandingan tegangan terhadap waktu dibeban (load)


Puncak Gelombang Tegangan (kV) Waktu (ms)
1 11.573 0.014217 s
2 11.169 0.033385
3 10.907 0.053568
4 10.756 0.073857
5 10.675 0.093628
99

4.11.1.4 Tabel Perbandingan Tegangan dan Arus Saat Sistem Tidak


Terpasang Arrester
Berikut ini adalah tabel perbandingan besar arus dan tegangan terhadap
waktu akibat sambaran petir (lightning strike) dari ketiga lokasi titik (node) saat
sistem tidak terpasang arrester.

Tabel 4.7 Perbandingan tegangan dan arus saat sistem tidak terpasang arrester
pada waktu muka petir 0.1 ms

Tempat
Nilai (Terhadap
Waktu) Sambaran petir Trafo Primer Beban (load)

Tegangan (kV) 779.27 861.06 11.573


Arus (A) 2729.8 2306.4 307.52
100

4.11.2 Skenario Sistem Dengan Arrester MOV


Pada skenario ini akan disusun sebuah sistem saluran transmisi yang terdiri
dari sumber/unit pembangkitan (generator 23 kV), RLC 3 fasa generator,
transformator step up (23/150 kV), saluran transmisi (panjang total 31 km),
transformator step down (150/20 kV), saluran distribusi 1 km dan beban (load).
Namun, sistem ini akan ditambahkan sebuah arrester jenis MOV dengan kapasitas
melewatkan tegangan sebesar 400 kV. Berikut adalah rangkaian simulasi dari
skenario sambaran petir (surge impulse) dengan perlindungan arrester jenis MOV
menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme).

Gambar 4.15 Rangkaian simulasi arus lebih dengan perlindungan arrester (metal oxide varistor)
akibat sambaran petir
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.16 Rangkaian simulasi tegangan lebih dengan perlindungan arrester


(metal oxide varistor) akibat sambaran petir
(sumber: Software ATP)
101

4.11.2.1 Kondisi Pertama Dititik Sambaran Petir


a. Arus Terhadap Waktu
Besarnya arus dititik sambaran petir akan mengalir ke dua arah (upstream dan
downstream), yaitu bagian pertama (upstream) bergerak menuju sumber/unit
pembangkitan (transformator 23/150 kV). Sedangkan untuk bagian kedua
(downstream) bergerak menuju transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV.
Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu di fasa T dari kondisi
upstream (c:X0018A-X0019A) dan downstream (c:X0018A-X0026A) pada
saluran transmisi 150 kV.

Gambar 4.17 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir upstream dan downstream
dengan pemasangan arrester
(sumber: Software ATP)

Berikut adalah gambar gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir
yang menuju sumber/unit pembangkitan (upstream) pada titik (c:X0018A-
X0019A) setelah dipasang arrester adalah sebagai berikut.
102

Gambar 4.18 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir (upstream)
setelah pemasangan arrester
(sumber: Software ATP)

Adapun gambar gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir yang
menuju gardu induk Bantul/downstream (c:X0018A-X0026A) setelah dipasang
arrester adalah sebagai berikut.

Gambar 4.19 Gelombang arus terhadap waktu dititik sambaran petir (downstram)
setelah pemasangan arrester
(sumber: Software ATP)
103

Berdasarkan gambar 4.17 diatas terlihat bahwa puncak nilai arus dititik
sambaran petir menuju gardu induk Bantul (downstream) dan unit pembangkitan
(upstream) saat waktu muka petir 5.1530x10-4 s adalah 255.85 ampere. Berikut
adalah tabel perbandingan arus terhadap waktu pada upstream dan downstream
dititik sambaran petir selama 0.1 detik.

Tabel 4.8 Perbandingan arus terhadap waktu dititik sambaran petir

Puncak Arus (A)


Waktu (ms)
Gelombang Upstream Downstream
1 - 255.85 255.85 5.1530x10-4 s
2 - 207.71 207.71 4.3309x10-3
3 - 111.95 111.95 0.05115
4 - 56.6 56.6 0.077717
5 - 34.81 34.81 0.09858

b. Tegangan Terhadap Waktu


Besarnya nilai tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir (X0016C)
dengan waktu muka petir 2.0690x10-4 ms adalah 391.68 kV.

Gambar 4.20 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir


(sumber: Software ATP)
104

Gambar 4.21 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir
(sumber: Software ATP)

Tabel 4.9 Besar impuls tegangan terhadap waktu dititik sambaran petir
Puncak
Tegangan (kV) Waktu (ms)
gelombang
1 391.68 2.0690x10-4
2 223.76 5.2708x10-3
3 100.76 0.020771
4 63.078 0.04122
5 37.145 0.067787
105

4.11.2.2 Kondisi Kedua di Arrester-Transformator


1. Asumsi Jarak Ideal Arrester dan Transformator 3.15 Meter
Pada skenario ini jarak arrester terhadap transformator adalah 3.15 meter
berdasarkan analisis perhitungan standar dari IEC (1958) dan SPLN (1978:4).
a. Arus Terhadap Waktu
Berikut adalah gambar grafik arus terhadap waktu dititik arrester (c:X0027A-
X0005A) dan jepitan transformator (c:X0006A-X0003A).

Gambar 4.22 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dititik arrester dan jepitan transformator
(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar nilai arus di titik arrester dan
jepitan transformator yang terjadi saat waktu muka petir 1.0129x10-3 s adalah
37.734 ampere. Hal ini membuktikan bahwa penempatan arrester dengan jarak 3.15
meter dari transformator mampu mengurangi arus akibat sambaran petir sampai
2268.6 ampere.
106

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik tegangan terhadap waktu dititik arrester
(X0005C) dan jepitan transformator (X0003C).

Gambar 4.23 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan jepitan primer transformator
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.24 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan primer transformator
(sumber: Software ATP)
107

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar tegangan puncak impuls dan
waktu muka petir pada arrester dan jepitan transformator primer adalah 255.43 kV
5.7976x10-6 ms. Hal ini membuktikan bahwa penempatan arrester dengan jarak
3.15 meter dari transformator mampu memotong nilai tegangan sambaran petir
menjadi 605.66 kV.

2. Asumsi Jarak Ideal Arrester dan Transformator 15 Meter


Pada skenario ini jarak arrester terhadap transformator adalah 15 meter
berdasarkan data asli yang ada dilapangan (Gardu Induk Bantul 150 kV)

a. Arus Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik arus terhadap waktu dititik arrester
(c:X00027A-X0005A) dan jepitan transformator (c:X0006A-X0003A)

Gambar 4.25 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan primer transformator
(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar nilai arus di titik arrester dan
jepitan transformator yang terjadi saat waktu muka petir 1.0125x10-3 s adalah
37.734 ampere. Hal ini membuktikan bahwa penempatan arrester dengan jarak 15
meter dari transformator mampu mengurangi arus akibat sambaran petir sampai
2268.66 ampere.
108

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik tegangan terhadap waktu dititik arrester
(v:X0005C) dan jepitan transformator (v:X0003C) saat pemasangan arrester
dengan jarak 15 meter dari transformator.

Gambar 4.26 Gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan


jepitan primer transformator
(sumber: Software ATP)

Gambar 4.27 Detail gelombang tegangan terhadap waktu dititik arrester dan
jepitan primer transformator
(sumber: Software ATP)
109

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar tegangan puncak impulse dan
waktu muka petir pada arrester dan jepitan transformator primer adalah 255.49 kV
5.7989x10-6 ms. Hal ini membuktikan bahwa penempatan arrester dengan jarak 15
meter dari transformator mampu memotong nilai tegangan sambaran petir menjadi
605.66 kV.

4.11.2.3 Kondisi Ketiga di Beban (Load)


1. Asumsi Jarak Ideal Arrester dan Transformator 3.15 Meter
Pada skenario ini jarak arrester terhadap transformator adalah 3.15 meter
berdasarkan analisis perhitungan standar dari IEC (1958) dan SPLN (1978:4).
a. Arus Terhadap Waktu
Berikut adalah gambar grafik arus terhadap waktu dititik beban/load
(c:X0008A-X0024A) saat terpasang arrester dengan jarak 3.15 meter dari
transformator.

Gambar 4.28 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dibeban (load)


(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar nilai arus dititik beban (load)
yang terjadi saat waktu muka petir 1.0127x10-3 s adalah 283.11 ampere
110

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik tegangan terhadap waktu dititik beban
(v:X0007C).

Gambar 4.29 Kondisi gelombang tegangan terhadap waktu dibeban (load)


(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar impulse tegangan akibat


sambaran petir dibeban adalah 8.9455 kV saat waktu muka petir 2.8145x10-4 s.
111

2. Asumsi Jarak Ideal Arrester dan Transformator 15 Meter


Pada skenario ini jarak arrester dan transformator adalah 15 meter
berdasarkan data asli yang ada dilapangan Gardu Induk Bantul 150 kV.

a. Arus Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik arus terhadap waktu dititik beban (c:X0008A-
X0024A)

Gambar 4.30 Kondisi gelombang arus terhadap waktu dibeban (load)


(sumber: Software ATP)

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar nilai arus dititik beban (load)
yang terjadi saat waktu muka petir 1.0134x10-3 s adalah 283.12 ampere.
112

b. Tegangan Terhadap Waktu


Berikut adalah gambar grafik tegangan terhadap waktu dititik beban
(v:X0007C).

Gambar 4.31 Kondisi gelombang tegangan terhadap waktu dibeban (load)


(sumber: Software ATP)
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa besar impulse tegangan akibat
sambaran petir dibeban (load) adalah 8.9455 kV saat waktu muka petir 2.8157x10-
4
s.
4.11.2.4 Tabel Perbandingan Tegangan dan Arus Saat Sistem Terpasang
Arrester
Berikut ini adalah tabel perbandingan besar arus dan tegangan terhadap
waktu akibat sambaran petir (lightning surge) dari ketiga lokasi titik (node) saat
sistem terpasang arrester.

Tabel 4.10 Perbandingan puncak tegangan dan arus saat sistem terpasang arrester
Tempat
Nilai (Terhadap Sambaran Arrester - Trafo Primer Beban (load)
Waktu) petir
3.15 meter 15 meter 3.15 meter 15 meter
Tegangan (kV) 779.27 255.43 255.48 8.9455 8.9455
Arus (A) 2729.8 37.734 37.734 283.11 283.12
113

4.11.3 Grafik Perbandingan Tegangan dan Arus


Berikut ini adalah grafik perbandingan tegangan dan arus terhadap waktu
dititik beban (load) dan jepitan (bushing) transformator primer akibat sambaran
petir dengan impuls tegangan 861.06 kV dan waktu muka petir 1.2454x10-3 ms
pada Gardu Induk Bantul 150 kV dari skenario saat sistem tidak terpasang arrester,
sistem terpasang arrester dengan jarak 3.15 meter dan 15 meter dari transformator.

Arrester 15 Meter Arrester 3.15 Meter Tanpa Arrester

900
Tegangan (kV)

600

300

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Arus (kA)

Gambar 4.32 Grafik perbandingan tegangan dan arus terhadap waktu muka petir 1.2454x10-3 ms
pada Gardu Induk Bantul saat jarak arrester 3.15 meter, 15 meter dan tanpa arrester
(sumber: Software ATP)

Berdasarkan grafik diatas nilai tegangan dan arus saat sistem tanpa
pemasangan arrester dititik beban (load) adalah 11.573 kV; 0.30752 kA dan dititik
jepitan (bushing) transformator primer adalah 861.06 kV; 2.3006 kA. Kemudian,
nilai tegangan dan arus setelah sistem dipasang arrester dengan jarak 3.15 meter
dititik beban dan jepitan transformator berturut-turut adalah (8.945 kV 0.283 kA)
dan (215.43 kV 0.037 kA). Setelah jarak diubah menjadi 15 meter besar nilai
tegangan dan arus dititik beban dan jepitan transformator berturut-turut adalah
(8.945 kV 0.283 kA) dan (215.49 kV 0.037 kA). Dari hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa jarak ideal minimal dan maksimal antara arrester dan
transformator tenaga di Gardu Induk Bantul 150 kV adalah 3.15 meter dan 15
meter.
BAB V
PENUTUP

Pada bab ini, berisi point-point penting dari hasil analisis perhitungan dan
simulasi dengan software ATP (Analysis Transient Programme) mengenai jarak
ideal penempatan arrester dan transformator terhadap sambaran petir (surge
impulse) di Gardu Induk Bantul 150 kV.

5.1 Kesimpulan
Pada penelitian tugas akhir ini, simulasi dari efek sambaran petir secara
langsung menggunakan software ATP (Analysis Transient Programme). Sambaran
petir yang diberikan digunakan untuk menginvestigasi dampak dari fenomena
gelombang transient pada sistem tenaga listrik. Hasil dari penelitian ini diperoleh
bahwa sambaran petir sangat berbahaya dalam proses pendistribusian energi listrik
dari unit pembangkitan sampai ke beban. Berdasarkan data dan hasil simulasi pada
penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
1. Nilai tegangan lebih pada jepitan primer transformator saat waktu muka
petir 1.2454x10-3 ms adalah 861.06 kV (untuk sistem tidak terpasang
arrester), 215.48 kV (untuk sistem yang dipasang arrester dengan jarak 15
meter) dan 215.43 kV (untuk sistem yang dipasang arrester dengan jarak
3.15 meter).
2. Jarak ideal maksimal dan minimal antara arrester dan transformator di
Gardu Induk Bantul 150 kV berdasarkan simulasi software ATP adalah
sebesar 15 meter (data dilapangan) dan 3.15 meter (data analisis perhitungan
IEC 1958 dan SPLN 1978:4). Oleh karena itu, jarak antara arrester dan
transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV saat ini sudah dapat dikatakan
aman dan terlindung dari pengaruh sambaran petir (lightning strike)
3. Tegangan lebih pada waktu muka petir 0.012401 ms lebih besar
dibandingkan nilai tegangan lebih pada saat waktu muka petir 0.03410 ms.
Hal disebabkan karena semakin kecil waktu muka sambaran petir maka
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak tegangan semakin cepat.

114
115

4. Nilai tegangan pada jepitan transformator primer di Gardu Induk Bantul 150
kV saat simulasi sambaran petir (surge impulse) menggunakan software
ATP masih berada dibawah batas yang diizinkan (BIL) yaitu dibawah
215.43 kV (5x tegangan sistem >), hal ini karena adanya pengaruh dari
pemasangan arrester dengan jarak yang ideal dan sistem koordinasi
peralatan proteksi lainnya yang terdapat pada setiap ujung saluran transmisi
(tower dan switchyard).
5. Tegangan sambaran petir (surge impulse) yang diasumsikan pada simulasi
software ATP Draw adalah 776 kV berdasarkan standar dari (Insulation
Withstand IEEE C62.11-2005)

5.2 Saran
Adapun saran pada penelitian tugas akhir studi proteksi tegangan lebih (over
voltage) akibat sambaran petir (surge impulse) menggunakan simulasi software
ATP (Analysis Transient Programme) adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
sistem koordinasi proteksi yang lebih kompleks (jaringan interkoneksi)
mulai dari unit pembangkitan, saluran transmisi, saluran distribusi dan
beban (load).
2. Melakukan perbandingan hasil simulasi yang telah diperoleh dengan
menggunakan software dan sistem koordinasi peralatan proteksi lainnya.
Sehingga, dapat diperoleh hasil yang lebih akurat terhadap penetuan jarak
ideal penempatan arrester terhadap peralatan yang dilindungi
(transformator) pada sistem tenaga listrik akibat sambaran petir (surge
impulse) dan hubung singkat (switching).
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous[2]. (1984). “Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharan Peralatan”,


Perusahaan Listrik Negara: Jakarta.
Arismunandar, A dan Kuwahaara, S.,(1993). “Buku Pegangan Teknik Tenaga
Listrik”, Jakarta: Pradnya Paramita, Jilid II.
Arismunandar, Artono[1]. (1990). “Teknik tegangan tinggi” Jakarta: Pradnya
Paramita
Dommel, dan Herman, W., 1996, “Electromagnetic Transients Program”
Dommel, Herman W. Electromagnetic Transients Program, Vancouver, Canada,
Agustus 1996
Gassing, “Analisis Sistem Proteksi Petir (Lighting Performance) Pada Sutt 150 Kv
Sistem Sulawesi Selatan”Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Hans, Tua M. Sinaga[9]. (2011). “Studi Analisis Gangguan Gardu Trafo Distribusi
pada Saluran Distribusi 20 kV di PT. PLN Cabang Medan” Universitas
Sumatera Utara: Medan
Hutahuruk, TS, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, Jakarta, 1989.
IEEE WG 3.4.11; Modeling of Metal Oxide Surge Arresters, IEEE Trans. on Pow.
Delivery., 7(1), 1992, pp, 302-309.
IEEE Working Group 3.4.11, “Modeling of Metal Oxide Surge Arrester,”
Transactions on Power Delivery, Vol. 7 No.1, pp 302-309, January 1992.
Kartiko, Bangkit Wahyudian, dkk. (2013). “Studi Karakteristik Transien Lightning
Arrester Pada Tegangan Menengah Berbasis Pengujian dan Simulasi”
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS): Surabaya.
Nugroho, Sapto[10]. 2005. Analisis Pengaruh Tegangan Induksi Akibat Sambaran
Petir Tak Langsung di Penyulang Badai 20 kV PLN Cabang Tanjung
Karang Menggunakan Simulasi EMTP. Tugas Akhir. Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pandean Lamper Di Trafo Iii 60 MVA Terhadap Gangguan Surja Petir”, Program
Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Semarang: Semarang
Peralatan Tegangan Tinggi Gardu Induk 150 Kv Berdasarkan Arus Surja Petir
Pada Sistem Interkoneksi Sumbagsel Dan Sumbagteng” Teknik Elektro,
Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang: Padang.
Rahayu, Ansyori., (2014). “Analisa Proteksi Petir Pada Gardu Distribusi 20 Kv Pt
Pln (Persero) Rayon Inderalaya”, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Teknik Universitas Sriwijaya: Palembang.
Razevig, D.V[12]. 1979. High Voltage Engineering. Delhi: Kahnna Publisher
Saengsuwan, T. Thipprasert W[20]. 2004. Lightning Arrester Modeling Using
ATPEMTP. Paper. Department of Electrical Engineering Faculty of
Engineering Kasetsart University. Bangkok.

116
117

Sagala, Romulo. S[13]. (2006). “Analisa Sistem Perlindungan Gardu Induk Simpang
Tiga Terhadap Gangguan Sambaran Petir di Saluran Transmisi dan
Sambaran Langsung pada Gardu Induk” Universitas Sriwijaya: Indralaya.
Setiawan, Agung[14]. 2006. Karakteristik Unjuk Kerja Arrester ZnO Tegangan
Rendah 220 volt. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
SNI 04-0225-2000. Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000. Jakarta: BSN
Susilawati, Dyah Ika, Susatyo H,. (2002). “Pemakaian dan Pemeliharaan Arrester
Pada Gardu Induk 150 kV Srondol PT. PLN (Persero) P3B JB Region
Jawa Tengah Dan DIY UPT Semarang” Program Studi Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas diponegoro: Semarang.
Suwarti Diah., (2011). “Dampak Pemberian Impuls Arus Terhadap Ketahanan
Arrester Tegangan Rendah” Sekolah Tinggi Teknologi Nasional.
Yogyakarta.
Syahputra, R. (2010). Fault Distance Estimation of Two-Terminal Transmission
Lines. Proceedings of International Seminar on Applied Technology,
Science, and Arts (2nd APTECS), Surabaya, 21-22 Dec. 2010, pp. 419-
423.
Syahputra, R., (2016), “Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik”, LP3M UMY,
Yogyakarta, 2016.
Syakur, Abdul. Agung Warsito. Liliyana Nilawati[15]. 2009. Kinerja Arrester Akibat
Induksi Sambaran Petir pada Jaringan Tegangan Menengah 20 KV.
Paper. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Vancouver, Canada.
Violeta, Chis. Cristina, Bala. Mihaela, Daciana Craciun[18]. Simulation Of Lightning
Overvoltages With ATP-EMTP And PSCAD/EMTDC. Paper. Department
Of Mathematics And Computer Science. University Of Arad.
Wardana, Azis Nurrochma, Arkhan Subari., (2014). “Perbandingan Pengaruh
Penempatan Arrester Sebelum Dan Sesudah Fco Sebagai Pengaman
Transformator 3 Phasa Terhadap Gangguan Surja Petir Di Penyulang
Pandean Lamper 5 Rayon Semarang Timur”, Program Studi Diploma III
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang
Warmi Yusreni, Minarni Dasman, 2012. “Perencanaan Koordinasi Isolasi
Wibow, Ihwan Ernanto, dkk. 2012. “Evaluasi Perlindungan Gardu Induk 150 Kv
Wibowo, Ihwan Ernanto, dkk., (2012). “Evaluasi Perlindungan Gardu Induk 150
Kv Pandean Lamper di Trafo III 60 MVA Terhadap Gangguan Surja
Petir”, Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Semarang: Semarang.
Yuniarto. 2014, “Profil Surja Hubung Karena Proses Energized Pada Saluran
Transmisi 500 kV” Program Studi Diploma III Teknik Elektro, Fakultas
Teknik UNDIP, Semarang.
LAMPIRAN

118
SLD (Single Line Diagram) Gardu Induk Bantul 150 kV
DFR (Digital Fault Recorder) Gardu Induk Bantul - Klaten 2
ACSR ACSR
Aluminium Conductor Galvanized Steel Reinforced
Standard Specification : SPLN 41-7 : 1981

Galvanized

Steel

Aluminium
Spesifikasi (Namplate) arrester pada transformator di Gardu Induk Bantul 150 kV
1. Arrester OHIO BRASS (Transformator I)

2. Arrester SIEMENS (Transformator II)


Tabel Karakteristik Arrester OHIO BRASS (Trasformator I) Gardu Induk
Bantul 150 kV
Tabel Karakteristik Arrester SIEMENS (Trasformator II) Gardu Induk
Bantul 150 kV
Tabel Karakteristik Arrester MBA (Trasformator III) Gardu Induk Bantul
150 kV

Anda mungkin juga menyukai