Anda di halaman 1dari 10

1.

Pengertian Bank Syariah

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam,
maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pengertian bank syariah menurut para ahli
Schaik (2001):
Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam
yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko
sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan
yang ditentukan sebelumnya
Sudarsono (2004):
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan
prinsip-prinsip syariah
Muhammad (2002) dalam Donna (2006):
adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran
serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

2. Prinsip Bank Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang sesuai dengan syariah.
Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain:
 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana
 Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsic
 Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi
 Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada
Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah

3. Sejarah Bank Syariah di Dunia

Sejarah panjang kelahiran Bank Syariah pada abad ke-20 tidak terlepas dari hadirnya dua
gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar
tahun 1940-an, dimana para cendikiawan islam seperti Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi
(1948) dan Mahmud Ahmad (1952) mengemukakan konsep dasar bagi hasil, yang sesuai
dengan syariat islam ke dalam tulisan-tulisan yang mereka buat. Pemaparan yang lebih
lengkap mengenai konsep-konsep dasar tentang perbankan syariah ditulis oleh ulama besar
Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962).

Bank dengan konsep syariah, secara kelembagaan pertama kali didirikan pada tahun
1963 di Mesir, dengan nama Myt-Ghamr Bank. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El
Najjar, yangpermodalannya dibantu oleh Raja F aisal dari Arab Saudi. Myt-Ghamr Bank dinilai
sukses menggabungkan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip-prinsip muamalah
berdasarkan syariat Islam, dengan meng-aplikasikannya dalam pelayanan produk bank yang
efektif dan sesuai untuk daerah pedesaan, yang hampir seluruh industrinya adalah industri
pertanian . Namun karena persoalan politik yang tidak mendukung, pada tahun 1967 Myt-
Ghamr Bank ditutup . Kemudian untuk menggantikan Myt-Ghamr Bank, pada tahun 1971, di
buat kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, namun tujuan dari bank ini lebih
bersifat sosial daripada komersil.

Perkembangan Bank Syariah memasuki fase yang baru pada tahun 1974. Negara-negara
yang tergabung dalam Organisasi Konfrensi Islam bersepakat mendirikan sebuah institusi
keuangan yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-
negara anggota OKI. Maka didirikanlah Islamic Development Bank (IDB). Walaupun utamanya
IDB adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek
pembangunan di negara-negara anggotanya, tetapi dalam prakteknya bank ini menerapkan
prinsip-prinsip dasar syariat dalam mengelola keuangannya, dengan menghilangkan unsur
bunga di dalam pelayanannya. hal ini mengukuhkan IDB sebagai institusi keuangan
internasional yang berbasiskan syariah.

Pada tahun 1975, didirikan Bank syariah swasta pertama di dunia di kota Dubai, yang
diberi nama Dubai Islamic Bank. Pendirian bank ini didanai oleh sekelompok pengusaha
muslim dari berbagai negara. Hal ini diikuti dengan didirikannya beberapa bank syariah di
negera-negara lainnya sepertiFaysal Islamic Bank (1977) di Mesir dan Sudan, dan Kuwait
Finance House yang diprkarsai oleh pemerintahan Kuwait. Sejak saat itu mendekati awal
dekade 1980-an, Bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk,
Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.

4. Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang
tercermin pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank
cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya
kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya
berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang
lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi
revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah
semakin kuat Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir
tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan
menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-
undang yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang
Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang
telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti
Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga
telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif,
yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun
terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
akan semakin signifikan.

5. Produk Bank Syariah

1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.
2. Pembiayaan dengan bagi basil
a. Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan
proyek.Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana
untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah.
Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga
keuangan modal ventura.
b. AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana
pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola.
Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung
jawab.
mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan
pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi
usaha dan daerah bisnis.
mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah
muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
c. Al-muzara'ah
Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk
ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia
perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi
hasil panen.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana
dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen
pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap.
3. Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu
memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
4. Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu
jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
5. Bai'Al istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu
ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai'
Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang).
Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem
pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran
dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.
6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat
dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah
disepakati oleh si pemberi mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat
dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak
kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak
piutang atau factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang
atau gadai.

6. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Parameter Bank Syariah Bank Konvensional


Landasan hukum UU Perbankan dan Landasan UU Perbankan
Syariah
Return Bagi hasil, margin pendapatan Bunga, komisi/fee
sewa, komisi/fee
Hubungan dengan Kemitraan, Investor-investor, Debitur-kreditur
nasabah investor-pengusaha
Fungsi dan kegiatan Intermediasi, manager investasi, Intermediasi, jasa keuangan
Bank investor, sosial, jasa keuangan
Prinsip dasar operasi Anti riba dan anti maysir Tidak anti riba dan maysir
Prioritas pelayanan 1. Tidakbebas nilai (prinsip 1. Bebas nilai (prinsip
syariah Islam) materialis)
2. Uang sebagai alat tukar dan 2. Uang sebagai komoditi
bukan komoditi 3. Bunga
3. Bagi hasil, jual beli, sewa
Orientasi Kepentingan publik Kepentingan pribadi
Bentuk usaha Tujuan social-ekonomi Islam, Keuntungan
keuntungan
Evaluasi nasabah Bank komersial, bank Bank komersial
pembangunan, bank universal,
atau multi purpose
Hubungan nasabah Lebih hati-hati karena partisipasi Kepastian pengembalian
dalam risiko pokok dan bunga
Suber likuiditas jangka Erat sebagai mitra usaha Terbatas debitur-kreditur
pendek
Pinjaman yang diberikan Terbatas Pasar uang, bank sentral
Prinsip usaha Komersial dan nonkomersial, Komersial dan
berorentasi laba dan nirlaba nonkomersial, berorientasi
laba
Pengelolaan dana Pasiva ke Aktiva Aktiva ke Pasiva
Lembaga penyelesaian Pengadilan, arbitrase Pengadilan, Badan
sengketa Arbitrase Syariah Nasional
Risiko Investasi 1. Dihadapi bersama antara 1. Risiko bank tidak
bank dan nasabah terkait langsung
dengan prinsip keadilan dengan debitur,
dan kejujuran risiko debitur tidak
2. Tidak mungkin terjadi terkait langsung
negative spread dengan bank
2. Kemungkinan
terjadi negative
spread
Monitoring Memungkinkan bank ikut dalam Terbatas pada administrasi
pembiayaan/Kredit manajemen nasabah
Struktur Organisasi Dewan komisaris, Dewan Dewan komisaris
Pengawas Pengwas Syariah, Dewan
Syaraiah Nasional
Criteria pembiayaan Bankable, Halal Bankable, Halal atau haram

7. Pandangan Islam Terhadap Bank Syariah

Adanya perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai bunga yang secara
garis besar terbagi pada tiga pendapat yaitu; halal, syubhat, dan haram. Hal ini sangat
menentukan respon masyarakat terhadap bank Syari’ah. Umar Syihab, salah seorang ulama
NU (Nahdatul Ulama) sebagai representasi ulama berpendapat bahwa bunga bank adalah
halal, didasarkan pendapatnya pada beberapa alasan. Pertama, jumlah bunga uang yang
dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba
yang diberlakukan di jaman jahiliyah. Kedua, pemungut bunga bank tidak membuat bank itu
sendiri dan nasabahnya memperoleh keuntungan besar atau sebaliknya tidak akan merasa
dirugikan dengan pemberian bunga. Ketiga, tujuan pengambilan kredit dari debitor pada jaman
jahiliyah adalah untuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan produktif. Keempat, adanya
kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana halnya kebolehan dalam
jual-beli dengan asas kerelaan (Umar Syihab, 1996, pp. 1270).
Untuk menentukan status hukum bermuamalah yang baik, masih banyak terdapat
perbedaan pendapat dikalangan para ulama , di. antaranya:
1. Abu Zahrah, guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-Maududi di
Pakistan, Muhammad Abdullah al-’Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank
itu (riba nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu urnmat Islam tidak boleh bermuamalah
dengan bank yang memakai sistem bunga kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Di antara
ulama tersebut, Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau terpaksa” tetapi secara
mutlak beliau menghararnkan.
2. Mustafa Ahmad az-Zagra, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas
Syariah di Damaskus mengernukakan, bahwa riba yang dihararnkan sepeiti riba yang berlaku
pada masyarakat jahiliah, yang menipakan pemerasan terhadap orang yang lemah (miskin),
yang bersifat konsurntif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak termasuk haram.
3. A. Hasan (Persatuan Islam) berpendapat bahwa bunga bank (rente), seperti yang
berlaku di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana
yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat Ali lmran: 130.
4. Majelis Tafjih Muhammadiah dalam muktamaroya di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa
bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya, termasuk
syubhat atau mutasyabihat, artinya belum jelas halal haramnya. Sesuai dengan petunjuk Hadis
Rasulullah kita harus berhati-hati dalam menghadapi hal-hal yang masih syubhat itu. Dengan
demikian kita boleh bermuamalah dengan bank apabila dalam keadaan terpaksa saja.
Setelah kita perhatikan, dalam garis besarnya ada empat pendapat yang berkembang di
kalangan ulama mengenai masalah riba ini, yaitu:
1. Pendapat yang menghararnkan.
2. Pendapat yang menghararnkan bila bersifat konsurntif, dan tidak haram bila bersifat
produktif.
3. Pendapat yang mengatakan syubhat, boleh tapi dalam keadaan terpaksa.
4. Pendapat yang membolehkan (tidak haram).
Masing-masing kelompok yang berbeda pendapat itu, semua merujuk kepada nash Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul. Narnun dalam memahaminya dan menafsirkannya terjadi
perbedaan pendapat.
Sebagai bahan kajian, di bawah ini disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan riba.
Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).”

8. Perbedaan Bank Syariah, IDB, BPRS

Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar
negeri dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
Dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
c. Pemerintah daerah.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Tidak diizinkan untuk membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor
lainnya di luar negeri.
Hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya
warga negara Indonesia;
b. Pemerintah daerah; atau
c. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

Islamic Development Bank (IDB) diprakarsai berdirinya dalam konferensi Menteri-


Menteri Keuangan pertama negara anggota OKI di Jeddah tanggal 18 Desember 1973.
Tujuan: mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kehidupan sosial negara
anggotanya serta masyarakat Muslim sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Anda mungkin juga menyukai