Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE II

A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).

B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama
diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah
raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.

3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan stress
oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis
akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel
beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa darah
akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan
meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi
insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel
beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga
akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II
jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan proliferasi
sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah
usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami
gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang berlangsung setelah
usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ
yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami
perubahan adalah sel beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan
terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi
kadar glukosa.
f) Genetik

2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-faktor
berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah berkurang,
selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah
dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang
diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka sistem
hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing
faktor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah

D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
3. Obesitas
4. Merokok
5. Alkohol
6. Kurang aktivitas fisik

E. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan
menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul
oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa
darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi retensi
insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itulah
diagnosis diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara progresif
sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetestipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
mellitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis
diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi
melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan
volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan
sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika
urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa
kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga
mengakibatkan starvasi sel. Gaya
Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel)
hidupstres
Kelainangenetik Malnutrisi Obesitas Infeksi
akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa
lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi atherosklerosis
pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh, dan degeneratif pada saraf
Meningkatkanbeban Penurunanprod Peningkatankeb
Penyampaiankelainan
perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti Merusakpan
pankreas
metabolikpankreas uksi insulinthrombosis koroner,
utuhan insulinstroke, gangren
krean
pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.

Penurunan insulin (berakibatpenyakit diabetes


melitus)

Penurunanfasilitasglukosadalamsel
F. PATHWAY

Glukosamenumpuk di darah Seltidakmemperolehnutrisi

Starvasiseluler
Peningkatantekananosmol
alitas plasma

Pembongkaranglikogen, Pembongkaran protein


asamlemak, ketonuntukenergi &asam amino
Kelebihanambangglukosa
padaginjal

Penurunanmas Penumpukanben Penurunanant Penurunanperb


saotot daketon ibodi aikanjaringan
Diuresis Osmotik

Nutrisikurangdarik Asidosis Restiinfeksi


Poliuria ebutuhan Resikoperluk
aan

Polanafastidake
Defisit volume
fektif
cairan
G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager L,
Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
1. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati dengan
insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh pemberian
insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga
yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan
tidak disadari sampai kondisinya mengancam jiwa.
2. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan diabetes Tipe 1,
tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita diabetes Tipe 2 yang
mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
3. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic syndrome,
HHNS) atau koma hyperosmolar
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang menderita
diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan hiperglikemia
berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/L), dan
dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis
(yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada
tingkat kesadaran (biasanya koma atau hampir koma).
4. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau nyeri dan
kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam berbagai cara, yang
mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan
mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
5. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali lipat dari
yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan
resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit arteri koroner dan infark
miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan
kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan glukosa
epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat lansia rentan
terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

J. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus:
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : - Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
- Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
Tanda : - Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas
- Letargi / disorientasi, koma
- Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : - Adanya riwayat hipertensi
- Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
- Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda : - Takikardia
- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
- Nadi yang menurun / tidak ada
- Disritmia
- Krekels
- Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego
Gejala : - Stress, tergantung pada orang lain
- Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : - Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : - Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
- Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
- Nyeri tekan abdomen
- Diare
Tanda : - Urine encer, pucat, kuning : poliuri

5. Makanan / cairan
Gejala : - Hilang nafsu makan
- Mual / muntah
- Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
- Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
- Haus
- Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : - Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Ganguan memori
(baru, masa lalu) kacau mental.

6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : - Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda : - Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati

7. Pernafasan
Gejala : - Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung
ada tidaknya infeksi)
Tanda : - Lapar udara
- Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
- Frekuensi pernafasan
8. Keamanan
Gejala : - Kulit kering, gatal; ulkus kulit
Tanda : - Demam, diaphoresis
- Kulit rusak, lesi / ilserasi
- Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak

K. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangren kaki
diabetik menurut Ismail (2008) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/ menurunnnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstremitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang tidak adekuat.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
8. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
2. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1 Gangguan TJ: mempertahankan sirkulasi perifer 1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi 1. Dengan mobilisasi meningkatkan
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat
perfusi tetap normal sirkulasi darah
meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki 2. Meningkatkan dan melancarkan aliran
jaringan b.d KH:
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi darah sehingga tidak terjadi oedema.
menurunnya 1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan
3. Kolesterol tinggi dapat mempercepat
elevasi pada waktu istirahat), hindari
aliran darah ke reguler
terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
penyilangan kaki, hindari penggunaan
daerah 2. Warna kulit disekitar luka tidak
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
bantal di belakang lutut dan sebagainya,
gangren akibat pucat/sianosis
pembuluh darah, relaksasi untuk
hindari balutan ketat
adanya 3. Kulit sekitar luka teraba hangat
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor mengurangi efek stres.
obstruksi 4. Oedem tidak terjadi dan luka tidak 4. Pemberian vasodilator akan
resiko berupa: hindari diet tinggi kolesterol,
pembuluh bertambah parah meningkatkan dilatasi pembuluh darah
teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
darah 5. Sensorik dan motorik membaik sehingga perfusi jaringan dapat
merokok, dan penggunaan obat
diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
vasokontriksi.
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam darah secara rutin dapat mengetahui
pemberian vasodilator, pemeriksaan gula perkembangan dan keadaan pasien, terapi
darah secara rutin dan terapi oksigen. oksigen untuk memperbaiki oksigenisasi
daerah ulkus/gangren
2 Ganguan TJ: Tercapainya proses penyembuhan 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses 1. Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
integritas luka. penyembuhan. proses penyembuhan
2. Rawat luka dengan baik dan benar :
jaringan KH: akan membantu dalam menentukan
membersihkan luka secara abseptik
berhubungan 1. Berkurangnya oedema sekitar luka. tindakan selanjutnya.
menggunakan larutan yang tidak iritatif, 2. Merawat luka dengan teknik aseptik,
dengan 2. Pus dan jaringan berkurang
adanya 3. Adanya jaringan granulasi. angkat sisa balutan yang menempel dapat menjaga kontaminasi
gangren pada 4. Bau busuk luka berkurang. pada luka dan nekrotomi jaringan yang luka dan larutan yang iritatif akan
ekstrimitas. mati. merusak jaringan granulasi tyang timbul,
3. Kolaborasi dengan dokter untuk
sisa balutan jaringan nekrosis dapat
pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
menghambat proses granulasi.
pemeriksaan gula darah pemberian anti 3. Insulin akan menurunkan kadar gula
biotik. darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan
anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
3. Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri 1. untuk mengetahui berapa berat nyeri
rasa nyaman keperawatan selama 4 x 24 jam rasa yang dialami pasien. yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab 2. pemahaman pasien tentang penyebab
(nyeri) nyeri hilang/berkurang
timbulnya nyeri. nyeri yang terjadi akan mengurangi
berhubungan Kriteria hasil :
ketegangan pasien dan memudahkan
dengan a. Penderita secara verbal mengatakan
3. Ciptakan lingkungan yang tenang. pasien untuk diajak bekerjasama dalam
iskemik nyeri berkurang atau hilang.
melakukan tindakan.
jaringan. b. Penderita dapat melakukan metode
3. Rangsang yang berlebihan dari
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
c. Elspresi wajah klien rileks. 4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin
dalam batas normal.(S : 36 – 37,50 C, pasien.
sesuai keinginan pasien 5. Posisi yang nyaman akan membantu
N: 60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg,
RR : 18 – 20 x /menit ). 6. Lakukan massage saat rawat luka . memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
6. Massage dapat meningkatkan
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
vaskulerisasi dan pengeluaran pus
analgesik.
7. Obat-obat analgesik dapat membantu
mengurangi nyeri pasien

4 Keterbatasan TJ: Pasien dapat mencapai tingkat 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot 1. Untuk mengetahui derajat kekuatan
mobilitas fisik kemampuan aktivitas yang optimal. pada kaki pasien. otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya 2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas
berhubungan KH:
melakukan aktivitas untuk menjaga kadar sehingga dapat kooperatif
dengan rasa 1. Pergerakan paien bertambah luas.
gula darah dalam keadaan normal. dalam tindakan keperawatan.
nyeri pada 2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan / 3. Untuk melatih otot – otot kaki sehingg
luka di kaki. sesuai dengan
mengangkat ekstrimitas bawah sesui berfungsi dengan baik.
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
kemampuan.
3. Rasa nyeri berkurang. 4. Bantu pasien dalam memenuhi
4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya.
terpenuhi.
sendiri secara bertahap 5. Analgesik dapat membantu mengurangi
sesuai dengan kemampuan. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : rasa nyeri, fisioterapi
dokter ( pemberian analgesik ) dan untuk melatih pasien melakukan
tenaga fisioterapi. aktivitas secara bertahap dan benar.
5 Gangguan TJ: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi 1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. 1. Untuk mengetahui tentang keadaan dan
pemenuhan KH: kebutuhan nutrisi pasien
nutrisi (kurang1. Berat badan dan tinggi badan ideal. sehingga dapat diberikan tindakan dan
dari) 2. Pasien mematuhi dietnya. pengaturan diet yang adekuat.
2. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
kebutuhan 3. Kadar gula darah dalam batas normal. 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet
komplikasi lebih lanjut.
tubuh yang telah diprogramkan.
3. Mengetahui perkembangan berat badan
3. Timbang berat badan setiap seminggu
berhubungan
pasien (berat badan
sekali.
dengan intake
merupakan salah satu indikasi untuk
makanan yang
menentukan diet).
kurang. 4. Mengetahui apakah pasien telah
4. Identifikasi perubahan pola makan.
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Pemberian insulin akan meningkatkan
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain pemasukan glukosa ke
untuk pemberian insulin dan diet dalam jaringan sehingga gula darah
diabetik. menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah
dan mencegah komplikasi.
6 Potensial TJ: menggurangi infeksi yang terjadi 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan 1. Mengetahui sejauh mana infeksi telah
terjadinya KH: peradangan seperti demam, kemerahan, terjadi.
penyebaran 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada. adanya pus atau luka.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan
infeksi b/d 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal 2. Mencegah timbulnya infeksi silang
melakukan cuci tangan yang baik pada
dengan (T: 36-37,50C). (infeksi nosokomial)
semua orang yang berhubungan dengan
tingginya 3. Keadaan luka baik dan kadar gula
pasien termasuk pasiennya sendiri.
kadar gula darah normal.
3. Kolaborasi Lakukan pemeriksaan kultur
darah 3. Untuk mengidentifikasi organisme
dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
sehingga dapat memilih memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
4. Kolaborasi Berikan obat antibiotik yang
4. Penanganan awal dapat membantu
sesuai
mencegah timbulnya sepsis.

7 Cemas Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. 1.Kaji tingkat kecemasan yang dialami 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa oleh pasien. yang dialami pasien sehingga perawat
dengan cemas berkurang/hilang. bisa memberikan intervensi yang cepat
kurangnya Kriteria Hasil : dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk 2. Dapat meringankan beban pikiran
pengetahuan a. Pasien dapat mengidentifikasikan
mengungkapkan rasa cemasnya. pasien
tentang sebab kecemasan.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
penyakit. b. Emosi stabil, pasien tenang
3. Agar terbina rasa saling percaya antar
c. Istirahat cukup.
perawat-pasien sehingga pasien
4. Beri informasi yang akurat tentang proses
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut 4. Informasi yang akurat tentang
serta dalam tindakan keperawatan. penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa mengurangi beban pikiran pasien.
5. Sikap positif dari timkesehatan akan
perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
membantu menurunkan kecemasan
selalu berusaha memberikan pertolongan
yang dirasakan pasien.
yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk
mendampingi pasien secara bergantian. 6. Pasien akan merasa lebih tenang bila
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
ada anggota keluarga yang menunggu.
nyaman. 7. lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
8 Gangguan Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. 1.Kaji perasaan/persepsi pasien tentang 1. Mengetahui adanya rasa negatif pasien
gambaran diri keperawatan selama 4 x 24 jam Pasien perubahan gambaran diri berhubungan terhadap dirinya.
berhubungan dapat menerima perubahan bentuk dengan keadaan anggota tubuhnya yang
dengan salah satu anggota tubuhnya secar kurang berfungsi secara normal.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan
perubahan positif. 2. Memudahkan dalm menggali
saling percaya dengan pasien.
bentuk salah Kriteria Hasil : permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan
3. Pasien akan merasa dirinya di hargai.
satu anggota a. Pasien mau berinteraksi dan
penerimaan pada pasien
tubuh beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa 4. 4.Bantu pasien untuk mengadakan 4. Dapat meningkatkan kemampuan
rasa malu dan rendah diri. hubungan dengan orang lain dalam mengadakan hubungan dengan
orang lain dan menghilangkan perasaan
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk
b. Pasien yakin akan kemampuan terisolasi.
mengekspresikan perasaan kehilangan.
5. Untuk mendapatkan dukungan dalam
yang dimiliki. 6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi
proses berkabung yang normal.
dalam perawatan diri dan hargai
6. Untuk meningkatkan perilaku yang
pemecahan masalah yang konstruktif dari adiktif dari pasien.
pasien.
9 Gangguan TJ: Gangguan pola tidur pasien akan 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan 1. Lingkungan yang nyaman dapat
pola tidur teratasi. tenang. membantu meningkatkan
berhubungan KH: tidur/istirahat.
2. mengetahui perubahan dari hal-hal yang
dengan rasa 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 –
merupakan kebiasaan
nyeri pada 40 menit. 2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di
pasien ketika tidur akan mempengaruhi
luka di kaki. 2. Pasien tenang dan wajah segar. rumah.
pola tidur pasien.
3. Pasien mengungkapkan dapat
3. Mengetahui faktor penyebab gangguan
beristirahat dengan cukup.
pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan 4. Pengantar tidur akan memudahkan
pola tidur yang lain seperti cemas, pasien dalam jatuh dalam
efek obat-obatan dan suasana ramai. tidur, teknik relaksasi akan mengurangi
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan
ketegangan dan rasa nyeri.
pengantar tidur dan teknik relaksasi. 5. Untuk mengetahui terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan
sehingga dapat diambil tindakan yang
kebutuhan tidur pasien.
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
(Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai