Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan Dan Askep Katarak

Aplikasi Nanda Nic Noc


Author - Septiawan Putra Date - 01:00 Sistem sensori persepsi
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1 Defenisi

Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan

lensa di dalam kapsul lensa.( sidarta ilyas, 1998 )

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad

yang lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang

diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan Mata. Vera H.

Darling, Margaret R. Thorpe).

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga

akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif.

(Mansjoer,2000;62)
2 Etiologi

Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam - macam,

yaitu sebagai berikut:

a. Usia lanjut

Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia

lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi

katarak.

b. Kongenital

Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin

c. Genetic

Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada

lensa.

d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan

amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula

kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam

lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian

glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak

dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.

e. Merokok

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan

dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok

menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan chromophores,

yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga

menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.

f. Konsumsi alcohol

Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata,

termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak.

Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan

cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.

3 Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan

fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.

2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

Gejala objektif biasanya meliputi:

1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak den

gan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan buka

nnya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya ad

alah pandangan menjadi kabur atau redup.

2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan

akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-

benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

2. Gangguan penglihatan bisa berupa:

a. Peka terhadap sinar atau cahaya.

b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).

c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.


d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gejala lainya adalah :

1. Sering berganti kaca mata

2. Penglihatan sering pada salah satu mata

4 Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk

seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung

tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks,

dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan

bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.

Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.

Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna,

nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke

sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami

distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga

mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu


teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam

lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi

sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi

lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan

tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat

disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun

kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan

katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.

Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak

terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.

Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar

ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan

yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).

5 Pemeriksaan penunjang

a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,

lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke

retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.

c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)

d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.

e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma

f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perda

rahan.

g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

h. EKG, kolesterol serum, lipid

i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM

j. Keratometri.

k. Pemeriksaan lampu slit.

l. A-scan ultrasound (echography).

m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.

n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

6 Penatalaksanaan

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa

sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit

seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat
dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular.

Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in

toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada ekstraksi

ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong

dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi

dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior.

Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya)

adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk

mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga

mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada

katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika

dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi katarak

ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak

yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli

bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden

komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul

posteriornya utuh.

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih

pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda

berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi

kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi

dan matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan

pelindung logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat

digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup

baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU

1. Pengkajian

a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan,

status perkawinan.

Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan yang sering

terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.

b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,

kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga.

Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit saat ini

d. Riwayat penyakit dahulu

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.

f. Genogram

g. Pengkajian Keperawatan:

§ Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.

§ Pola nutrisi/metabolik

Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.

§ Pola eliminasi

Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.

§ Pola aktivitas & latihan

Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.

§ Pola tidur & istirahat

Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.

§ Pola kognitif & perceptual


Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan

kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang

gelap.

§ Pola persepsi diri

Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.

§ Pola seksualitas & reproduksi

Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan oleh

katarak.

§ Pola peran & hubungan

Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan pada

penglihatannya.

§ Pola manajemen & koping stress

§ Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara jelas seperti

sebelumnya.

§ Sistem nilai dan keyakinan

System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.

h. Pemeriksaan fisik

§ Keadaan umum, tanda vital


§ Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung,

mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada

pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak

terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop

direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan

identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah

nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya

terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab

okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan

inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya

2. Diagnosa

a. Pre Operasi

1. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan

ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.

2. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan

kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

b. Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.

2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah

pengangkatan).

3. Intervensi

a. Pre operasi

No Diagnosa Noc Nic

1 Gangguan persepsi NOC: NIC: Fall prevention

sensori visual / Fall prevention 1. Identifikasi kebiasaan dan

penglihatan behaviour faktor-faktor yang

berhubungan Indikator: mengakibatkan risiko jatuh

dengan penurunan a. Penggunaan alat bantu 2. Kaji riwayat jatuh pada

ketajaman dengan benar klien dan keluarga

penglihatan, b. Tidak ada penggunaan

penglihatan ganda. karpet 3. Identifikasi karakteristik

c. Hindari barang-barang lingkungan yang dapat

berserakan di lantai meningkatkan terjadinya

risiko jatuh (lantai licin)


4. Sediakan alat bantu

(tongkat, walker)

5. Ajarkan cara penggunaan

alat bantu (tongkat atau

walker)

6. Instruksikan pada klien

untuk meminta bantuan

ketika melakukan

perpindahan, joka

diperlukan

7. Ajarkan pada keluarga

untuk menyediakan lantai

rumah yang tidak licin

8. Ajarkan pada keluarga

untuk meminimalkan risiko

terjadinya jatuh pada

pasien
2 Cemas NOC : NIC :

berhubungan a. Anxiety control Anxiety Reduction

dengan b. Coping (penurunan kecemasan)

pembedahan yang Kriteria Hasil : a. Gunakan pendekatan yang

akan dijalani dan a. Klien mampu menenangkan

kemungkinan mengidentifikasi dan b. Nyatakan dengan jelas

kegagalan untuk mengungkapkan gejala harapan terhadap pelaku

memperoleh cemas pasien

penglihatan b. Mengidentifikasi, c. Jelaskan semua prosedur

kembali. mengungkapkan dan dan apa yang dirasakan

menunjukkan tehnik selama prosedur

untuk mengontol cemas d. Temani pasien untuk

c. Vital sign dalam memberikan keamanan

batas normal dan mengurangi takut

d. Postur tubuh, e. Berikan informasi faktual

ekspresi wajah, bahasa mengenai diagnosis,

tubuh dan tingkat tindakan prognosis

aktivitas menunjukkan
berkurangnya f. Dorong keluarga untuk

kecemasan menemani anak

g. Identifikasi tingkat

kecemasan

h. Bantu pasien mengenal

situasi yang menimbulkan

kecemasan

i. Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi

b. Past Operasi

No Diagnosa Noc Nic

1 Gangguan rasa NOC : NIC :

nyaman (nyeri · Pain Level, Pain Management

akut) berhubungan· Pain control, 1. Lakukan pengkajian

· Comfort level nyeri secara


dengan prosedur Kriteria Hasil : komprehensif

invasif. · Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,

· Mampu mengenali nyeri karakteristik, durasi,

(skala, intensitas, frekuensi frekuensi, kualitas dan

dan tanda nyeri) faktor presipitasi

· Menyatakan rasa nyaman 2. Observasi reaksi

setelah nyeri berkurang nonverbal dari

· Tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan

normal 3. Kurangi faktor

presipitasi nyeri

4. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

5. Ajarkan tentang teknik

non farmakologi

6. Tingkatkan istirahat
Analgesic

Administration

1. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas,

dan derajat nyeri

sebelum pemberian

obat

2. Cek instruksi dokter

tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesik yang

diperlukan atau

kombinasi dari

analgesik ketika

pemberian lebih dari

satu
5. Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali

6. Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan

gejala (efek samping)

2 Resiko tinggi NOC : NIC :

terjadinya infeksi a. Immune Status Infection Control

berhubungan b. Knowledge : Infection control (Kontrol infeksi)

dengan prosedur c. Risk control 1 Bersihkan lingkungan

invasif (bedah Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien

pengangkatan). a. Klien bebas dari tanda dan lain

gejala infeksi 2 Pertahankan teknik

b. Mendeskripsikan proses isolasi

penularan penyakit, factor 3 Batasi pengunjung bila

yang mempengaruhi perlu


penularan serta 4 Instruksikan pada

penatalaksanaannya, pengunjung untuk

c. Menunjukkan kemampuan mencuci tangan saat

untuk mencegah timbulnya berkunjung dan

infeksi setelah berkunjung

d. Jumlah leukosit dalam batas meninggalkan pasien

normal 5 Gunakan sabun

e. Menunjukkan perilaku hidup antimikrobia untuk cuci

sehat tangan

6 Cuci tangan setiap

sebelum dan sesudah

tindakan kperawtan

7 Pertahankan

lingkungan aseptik

selama pemasangan

alat

8 Tingktkan intake nutrisi


Infection Protection

(proteksi terhadap

infeksi)

1 Monitor tanda dan

gejala infeksi sistemik

dan lokal

2 Monitor hitung

granulosit, WBC

3 Monitor kerentanan

terhadap infeksi

4 Batasi pengunjung

5 Pertahankan teknik

isolasi k/p

6 Berikan perawatan

kuliat pada area

epidema

7 Inspeksi kulit dan

membran mukosa
terhadap kemerahan,

panas, drainase

8 Ispeksi kondisi luka /

insisi bedah

9 Dorong masukkan

nutrisi yang cukup

10 Dorong masukan

cairan

11 Dorong istirahat

12 Instruksikan pasien

untuk minum antibiotik

sesuai resep

13 Ajarkan cara

menghindari infeksi

14 Laporkan kecurigaan

infeksi

C. Daftar pustaka
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pen

didikan Keperawatan Pajajaran

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakart

a: EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai