Anda di halaman 1dari 7

HUKUM MUADZIN IQAMAH SAAT SUNNAH QABLIYAH

Pertanyaan.

Bagaimana hukumnya jika mu’adzin mengumandangkan iqamat pada saat masih ada yang shalat
sunnah qabliyah ataupun taihatul masijid,

Jawaban.

Pertama perlu diketahui, adzan disyari’atkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah
masuk dan untuk mengundang umat Islam untuk melakukan shalat berjama’ah di masjid. Oleh
karena itu, perlu diberi waktu yang cukup antara adzan dengan iqamat, agar jama’ah dapat
bersiap-siap datang ke masjid. Jika tidak, maka fungsi adzan menjadi sia-sia dan hilang pula
kesempatan bagi orang banyak untuk shalat berjama’ah di masjid. Bagaimana mungkin seorang
muadzin mengajak shalat berjama’ah dengan seruannya “hayya ‘alash- shalâh, lalu ia tidak
bersabar menanti dan tergesa-gesa melakukan iqamat tanpa memperhatikan jama’ah yang sedang
berwudhu’ atau sedang berdatangan?! Ketika adzan dikumandangkan, tentu banyak jama’ah
yang belum berwudhu’. Kemungkinan di antara jama’ah ada yang sedang bekerja, makan,
minum, tidur, buang hajat, atau lainnya, sehingga perlu diberi waktu untuk bersiap-siap.
Demikianlah yang diperintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau n :

ِ َ‫غ ْاْل ِك ُل ِم ْن َطع‬


‫ام ِه فِي َم ْه ٍل‬ ً َ‫اجْ عَ ْل بَ ْينَ أَذَانِكَ َوإِقَا َمتِكَ َنف‬
ُ ‫ َو قَد َْر َما يَ ْف ُر‬, ‫سا َقد َْر َما يَ ْق ِضي ا ْل ُم ْعتَ ِص ُر حَا َجتَهُ فِي َم ْه ٍل‬

Jadikanlah antara adzanmu dengan iqamahmu kelonggaran seukuran mu’tashir (orang


buang hajat) menyelesaikan hajatnya dengan tenang, dan seukuran orang makan selesai dari
makannya dengan tenang. Kemudian praktek Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan
bahwa yang memerintahkan atau mengidzinkan muadzin melakukan iqamat imam, sehingga
menetapkan waktu iqamat merupakan hak imam, bukan hak muadzin. Syaikh ‘Abdul-‘Aziz bin
‘Abdullah bin Bâz rahimahullah berkata, “Tidak boleh menyegerakan iqamah hingga imam
memerintahkannya. Jarak (antara adzan dan iqamat) itu sekitar seperempat jam (15 menit) atau
sepertiga jam (20 menit), atau yang mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup
lama, diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam”. Selain itu hendaklah seorang
muslim menyukai kebaikan pada saudaranya sebagaimana ia menyukai kebaikan itu pada dirinya
sendiri, sebagaimana hadits:

ُّ ‫ب ِِلَ ِخي ِه َما يُ ِح‬


ِ ‫ب ِل َن ْف‬
‫س ِه‬ َّ ‫سلَّ َم قَا َل ََل يُؤْ ِمنُ أ َ َح ُد ُك ْم َحتَّى يُ ِح‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫[م ْن ا ْل َخي ِْر] ع َْن أ َنَ ٍس ع َْن النَّ ِبي‬
ِ

Dari Anas, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “Seseorang di antara
kalian tidak beriman sehingga ia mencintai saudaranya (kebaikan) yang ia cintai untuk
dirinya” Apakah seseorang senang, jika ketika ia sedang shalat sunah, lalu iqamat di
kumandangkan? Tentu ia tidak senang. Oleh karena itu, hendaklah muadzin bersabar sebentar
untuk menantinya. Namun, jika memang sudah cukup lama jarak antara adzan dan iqamat, dan
imam sudah datang dan mengidzinkan iqamat, maka tidak mengapa iqamat dikumandangkan

Sumber: https://almanhaj.or.id/4608-hukum-muadzin-iqamah-saat-sunnah-qabliyah.html
Syarat & Rukun Sholat Berjamaah
SYARAT-SYARAT SHALAT
Shalat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan
hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan
membatalkannya. Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:

1 Islam,
2 Berakal,
3 Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk),
4 Menghilangkan hadats,
5 Menghilangkan najis,
6 Menutup aurat,
7 Masuknya waktu,
8 Menghadap kiblat,
9 Niat.

Secara bahasa, syuruuth (syarat-syarat) adalah bentuk jamak dari kata syarth
yang berarti alamat. Sedangkan menurut istilah adalah apa-apa yang
ketiadaannya menyebabkan ketidakadaan (tidak sah), tetapi adanya tidak
mengharuskan (sesuatu itu) ada (sah). Contohnya, jika tidak ada thaharah
(kesucian) maka shalat tidak ada (yakni tidak sah), tetapi adanya thaharah tidak
berarti adanya shalat (belum memastikan sahnya shalat, karena masih harus
memenuhi syarat-syarat yang lainnya, rukun-rukunnya, hal-hal yang wajibnya
dan menghindari hal-hal yang membatalkannya, pent.). Adapun yang dimaksud
dengan syarat-syarat shalat di sini ialah syarat-syarat sahnya shalat tersebut.

Penjelasan Sembilan Syarat Sahnya Shalat

1. Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak
mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya),
“Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-
masjid Allah padahal mereka menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka
itu, amal-amalnya telah runtuh dan di dalam nerakalah mereka akan kekal.”
(At-Taubah:17) Dan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan Kami
hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan:23)
Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah
‘azza wa jalla (yang artinya), “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Aali ‘Imraan:85)

2. Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab
amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah (yang artinya),
“Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila
hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).
3. Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang
buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun
maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Perintahkanlah anak-anak
kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur
sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di
tempat-tempat tidur mereka masing-masing.” (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad
dan Abu Dawud)
4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh,
dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats
kecil) dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam (yang artinya), “Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci.” (HR.
Muslim dan selainnya) Dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang
artinya), “Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats hingga dia
berwudlu.” (Muttafaqun ‘alaih)
5. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat
shalat), dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan pakaianmu,
maka sucikanlah.” (Al-Muddatstsir:4). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya), “Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab
kubur disebabkan olehnya.”

6. Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh),
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya),
“Allah tidak akan menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah
baligh) kecuali dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti
mukenah).” (HR. Abu Dawud)

Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka
auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki
dan budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka
maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang
yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah
tentu wajib atasnya menutup wajah juga.(terdapat iktilaf pada para Ulama’).Di
antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-
Akwa` radhiyallahu ‘anhu, “Kancinglah ia (baju) walau dengan duri.” Dan
firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian
yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf:31) Yakni tatkala shalat.

7. Masuk Waktu
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril ‘alaihis salam bahwa dia mengimami
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok
harinya), lalu dia berkata (yang artinya): “Wahai Muhammad, shalat itu antara
dua waktu ini.” Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya shalat itu
adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(An-Nisa`:103) Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu.
Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya),
“Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam
dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu
disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`:78)

8. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah (yang artinya), “Sungguh Kami melihat wajahmu sering
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat
yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana
saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (Al-
Baqarah:144)

9. Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid’ah
(karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur
(yang artinya), “Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan
sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya.” (Muttafaqun
‘alaih dari ‘Umar Ibnul Khaththab)
RUKUN-RUKUN SHALAT

Rukun-rukun shalat ada empat belas:

Berdiri bagi yang mampu,


Takbiiratul-Ihraam,
Membaca Al-Fatihah,
Ruku’,
I’tidal setelah ruku’,
Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh,
Bangkit darinya,
Duduk di antara dua sujud,
Thuma’ninah (Tenang) dalam semua amalan,
Tertib rukun-rukunnya,
Tasyahhud Akhir,
Duduk untuk Tahiyyat Akhir,
Shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Salam dua kali.

Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat

1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu


Dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Jagalah shalat-shalat dan
shalat wustha (shalat ‘Ashar), serta berdirilah untuk Allah ‘azza wa jalla dengan
khusyu’.” (Al-Baqarah:238) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(yang artinya), “Shalatlah dengan berdiri…” (HR. Al-Bukhary)

2. Takbiiratul-ihraam,
yaitu ucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan ucapan lain. Dalilnya hadits
(yang artinya), “Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya
dengan salam.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim) Juga hadits
tentang orang yang salah shalatnya (yang artinya), “Jika kamu telah berdiri
untuk shalat maka bertakbirlah.” (Idem)

3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka’at, sebagaimana dalam
hadits (yang artinya), “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-
Fatihah.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Ruku’
5. I’tidal (Berdiri tegak) setelah ruku’

6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh

7. Bangkit darinya

8. Duduk di antara dua sujud


Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya),
“Wahai orang-orang yang beriman ruku’lah dan sujudlah.” (Al-Hajj:77) Sabda
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Saya telah diperintahkan
untuk sujud dengan tujuh sendi.” (Muttafaqun ‘alaih)

9. Thuma’ninah dalam semua amalan

10. Tertib antara tiap rukun


Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii’ (orang yang salah shalatnya) (yang
artinya), “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan
melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya
dan bersabda: ‘Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan
benar)!, … Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang
memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: ‘Kembali!
Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, … sampai ia
melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: ‘Demi Dzat yang telah mengutusmu
dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak
sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!’ Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Jika kamu berdiri hendak
melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-
Qur`an, kemudian ruku’lah hingga kamu tenang dalam ruku’, lalu bangkit
hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud,
bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada
semua shalatmu.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)

11. Tasyahhud Akhir


Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata (yang artinya), “Tadinya, sebelum diwajibkan
tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih,
assalaamu ‘alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla dari
para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan Mikail ‘alaihis
salam)’, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian
mengatakan, ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih (Keselamatan atas Allah ‘azza
wa jalla dari para hamba-Nya)’, sebab sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla Dialah
As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi katakanlah, ‘Segala
penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan’, …” Lalu beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa
dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu
Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.

12. Duduk Tasyahhud Akhir


Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Jika
seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-
Tahiyyat.” (Muttafaqun ‘alaih)

13. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang
artinya), “Jika seseorang dari kalian shalat… (hingga ucapannya beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi.” Pada
lafazh yang lain, “Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa.” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud) – berjamaah.com

Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz

14. Dua Kali Salam


Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “… dan
penutupnya (shalat) ialah salam.”

Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus


diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau
meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka
shalatnya batal, harus diulang dari awal. (berjamaah.com)

Wallaahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai