Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi 2

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah:

• Dr. Ari Saptono, SE, M.Pd selaku dosen mata kuliah


• Rekan – rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 14 Mei 2017

Penyusun

I
DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................................... I

Daftar Isi ..................................................................................................................... II

BAB. I Pendahuluan ................................................................................................ 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB. II Pembahasan ................................................................................................. 2
A. Definisi dan Pengertian ...................................................................... 3
B. Pengaruh Pajak Terhadap pendapatan dan Konsumsi ....................... 5
C. Pengaruh pajak terhadap keseimbangan ekonomi ............................. 7
D. Politik Anggaran ................................................................................ 9
E. Efektivitas Kebijakan Fiskal .............................................................. 12
BAB. III Penutup ........................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ........................................................................................ 18

Daftar Pustaka ........................................................................................................... 19

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan
belanja negara yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Kebijakan
fiskal bukan semata-mata kebijakan dalam bidang perpajakan, akan tetapi menyangkut
bagaimana mengelola pemasukan dan pengeluaran negara untuk mempengaruhi
perekonomian. Kebijakan fiskal memiliki tujuan yang persis dengan kebijakan moneter.
Perbedaan tersebut terletak pada instrument kebijakan yang diterapkannya, yaitu dalam
kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar, sedangkan
dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Kebijakan ekonomi suatu negara tidak bisa lepas dari campur tangan
pemerintah, karena pemerintah memegang kendali atas segala sesuatu yang menyangkut
semua kebijakan yang bermuara kepada keberlangsungan negara itu sendiri. Kebijakan
ekonomi sangat beragam dan bermacam-macam pula kebijakannya. Oleh sebab itu,
pemerintah wajib menganut salah satu kebijakan ekonomi sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan pemerintah. Apapun sistem ekonomi yang dianut pemerintah,
maka itulah sistem ekonomi yang terbaik bagi perekonomian rakyat, meskipun nantinya
dalam perjalanannya memiliki berbagai kelemahan.
Kebijakan ekonomi pasti memiliki fenomena yang berdampak positif dan
negatif, salah satu dampak negatif yang sering terjadi adalah inflasi. Inflasi merupakan
fenomena yang timbul akibat banyaknya jumlah uang yang beredar, kenaikan biaya
produksi, besarnya tarikan permintaan dari konsumen, dan adanya inflasi tularan dari
luar negeri. Akbiatnya akan mempengaruhi perekonomian didalam negeri dan semakin
bertambahnya pengangguran. Selain dampak negatif kebijakan ekonomi, juga memiliki
dampak positifnya, yaitu memudahkan pemerintah untuk mengatur perekonomian dan
anggaran pembelajaan negara. Sehingga, dengan kebijakan ini maka hasil yang
didapatkan digunakan untuk keperluan didalam negeri dan keperluan rakyat.
B. Rumusan Masalah
 Apa Yang Dimaksud Dengan Kebijakan Fiskal ?
 Apa Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan Dan Konsumsi ?
 Apa Pengaruh Pajak Terhadap Keseimbangan Ekonomi ?

1
 Apa Yang Dimaksud Dengan Politik Anggaran ?
 Apa Saja Kebijakan Anggaran Yang Terdapat Di Politik Anggaran ?
 Bagaimana Efektivitas Suatu Kebijakan Fiskal ?
C. Tujuan
 Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Kebijakan Fiskal.
 Untuk Mengetahui Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan Dan Konsumsi.
 Untuk Mengetahui Pengaruh Pajak Terhadap Keseimbangan Ekonomi.
 Untuk Mengetahui Yang Dimaksud Dengan Politik Anggaran.
 Untuk Mengetahui Apa Saja Kebijakan Anggaran Yang Terdapat Di Politik
Anggaran.
 Untuk Mengetahui Efektivitas Dari Suatu Kebijakan Fiskal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Pengertian Pajak


1. Pengertian Pajak
Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan
untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak
tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan
untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah
satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan
berdasarkan undang-undang.
2. Klasifikasi Pajak
a. Jenis Pajak Berdasarkan Sifat
 Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan kepada wajib pajak
bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Sehingga pajak tidak langsung
tidak dapat dipungut secara berkala, tetapi hanya dapat dipungut bila terjadi
peristiwa atau perbuatan tertentu yang menyebabkan kewajiban membayar pajak.
Contohnya: pajak penjualan atas barang mewah, di mana pajak ini hanya
diberikan bila wajib pajak menjual barang mewah.
 Pajak Langsung (Direct Tax)
Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala kepada wajib
pajak berlandaskan surat ketetapan pajak yang dibuat kantor pajak. Di dalam
surat ketetapan pajak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pajak
langsung harus ditanggung seseorang yang terkena wajib pajak dan tidak dapat
dialihkan kepada pihak yang lain. Contohnya: Pajak Bumi dan Penghasilan
(PBB) dan pajak penghasilan.
b. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut
 Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan terbatas
hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat II

3
maupun Pemda Tingkat I. Contohnya: pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran,
dan masih banyak lainnya.
 Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui instansi
terkait, seperti: Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, maupun kantor inspeksi
pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Contohnya: pajak pertambahan nilai,
pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan masih banyak lainnya.
c. Jenis Pajak Berdasarkan Objek Pajak dan Subjek Pajak
 Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya.
Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan bermotor, bea materai, bea masuk dan
masih banyak lainnya
 Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya.
Contohnya: pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

Semua pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak pusat, dilaksanakan di


Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak. Sedangkan pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak daerah,
dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah di bawah
Pemerintah Daerah setempat.

3. Tarif Pajak
a. Pajak nominal
Pajak nominal adalah pajak yang pengenaanya berdasar sejumlah nilai nominal
tertentu. Notasi untuk pajak nominal adalah T [huruf besar]. Misalnya, bila
pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T =50.
b. Pajak persentase
Pada pajak presentase, beban pajaknya ditetapkan berdasarkan presentase
tertentu dari dasar pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t [huruf
kecil].pajak preentase dapat dibedakan menjadi pajak proporsional,progresif dan
regresif.

4
Pajak proposional, tarif persentasenya tetap, misalnya pajak penghasilan
dikatakan proposional bila beberapapun besarnya penghasilan, tarif pajaknya tetap
20%
Pajak progresif, tarifnya makin tinggi bila dasar pengenaan pajaknya makin
tinggi.pajak penghasilan dikatakan progresif bila tarifnyamakin tinggi pada saat
pendapatan meningkat. Diindonesia berdasarkan UU No;17/2000 mengenai pajak
penghasilan [yang mulai berlaku tahun 2001],tarif pajak penghasilan kena pajak
[PKP] untuk pribadi Rp 25 juta per tahun, tarif pajaknya 5%, PKP diatas Rp 25 juta
– Rp 50 juta per tahun, tarif pajaknya 10% PKP diatas Rp 50 juta – Rp 100 juta per
tahun, tarifnya 15%, diatas Rp 100 juta – 200 juta per tahun, tarifnya 25% dan PKP
diatas Rp 200 juta, tarifnya 35%.
Pajak regresif adalah kebalikan dari pajak progresif; tarif pajak justru makin
rendah pada saat penghasilan meningkat.
B. Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan dan Konsumsi
Dengan tetap mempertahankan asumsi bahwa pengeluaran investasi [I] dan pengeluaran
pemerintah [G] bersifat otonomus, maka pajak akan memengaruhi pengeluaran konsumsi
melalui pengaruhnya terhadap fungsi konsumsi.
1. Pajak Nominal
Pajak nominal, pertama kali memengaruhi pendapatan disposabel. Jika pendapatan
adalah Y dan pajak nominal adalah T, maka pendapatan disponsabel:
Yd = Y – T
Funsi konsumsi menurut model keynes adalah:
C = Co + bYd
Dengan adanya pajak nominal, maka Yd = Y –T, sehingga fungsi konsumsi menjadi:
C = Co + bYd
= Co + b [Y – T]
= Co + bY – bT
= Co + bT + bY
Bahwa pajak nominal tidak mengubah nilai MPC. Artinya pajak nominal tidak
mengubah sensitivitas konsumsi akibat perubahan pendapatan.Yang berubah adalah
konsumsi otonomus, dimana pajak nominal menyebabkan konsumsi otonomus menjadi
lebih kecil sebesar bT.
Contoh Kasus :

5
Untuk lebih memahami penjelasan di atas, kita gunakan contoh kuantitatif seperti
berikut ini. Misalkan C1 = 100 + 0,8Yd dan pajak nominal (T) sebesar 25, maka
pengaruhnya adalah sebagai berikut :

C2 = 100 + 0,8 (Y-25)


= 100 – 20 + 0,8Y
= 80 + 0,8Y

Perhatikan bahwa pajak nominal tidak mengubah MPC, melainkan menggeser kurva
konsumsi ke bawah sebesar 20 unit (sebesar b x T atau 0,80 x 25), seperti yang
digambarkan dalam diagaram berikut ini.

2. Pajak Proporsional
Jika pajak penghasilan yang dikenakan adalah proporsional (t),maka pendapatan
disposibel menjadi :

Yd = Y-tY

= Y (1-t)

Akibatnya fungsi konsumsi berubah menjadi :

C = C0 + bYd

6
= C0+b[Y(1-t)]

= C0+bY-btY

= C0+(b-bt)Y

Ternyata pajak proporsional menyebabkan MPC menjadi (b-bt) atau lebih kecil
sebesar bt,sedangkan konsumsi otonomus tetap.

Contoh kasus :

Fungsi konsumsi awal = 100+0, 8Yd,bila pajak pendapatan sebesar 25% maka

Yd = (1-t)Y.

Fungsi konsumsi yang baru menjadi :

C2 = 100+0,8 (1-0,25)Y

= 100+0,8(0,75)Y

= 100+0,6Y

Pajak proporsioanl telah menyebabkan MPC berubah menjadi 0,6 atau lebih kecil 0,2 dari MPC
sebelum ada pajak proporsional.Perubahan MPC tersebut digambarkan dalam digram berikut

r
C1= 100+0,8Y

C2= 100+0,6Y

o y
C. Pengaruh Pajak Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Karena kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih
baik,maka dampaknya terhadap keseimbangan ekonomi harus dipahami.Salah satu cara
paling mudah melihatnya adalah dengan melihat pengaruh pajak terhadap output
keseimbangan.
Contoh Kasus :
Asumsi yang digunakan adalah perekonomian tertutup dan pajak nominal.Fungsi
Konsumsi C = 100 + 0,8Yd dan Investasi bersifat otonomus, I = 150.Jika pengeluaran
pemerintah, G = 250.Maka kondisi keseimbangan ekonomi adalah :
Y = C+I+G

7
= 100 + 0,8Yd +150 + 250
= 500 + 0,8 Y
0,2Y = 500
Y = 2.500
Bila ada pajak penghasilan nominal sebesar 100,maka Yd = Y 100,sehingga fungsi
konsumsi menjadi :
C = 100 + 0,8 Yd
= 100 +0,8 (Y – 100)
= 20 + 0,8 Y
Dengan demikian pengeluaran agregat menjadi
AE = C + I + G
= 20 + 0,8Y + 150 + 250
= 420 + 0,8 Y

Output keseimbangan :
Y = AE = C +I +G
= 420 + 0,8 Y
0,2Y = 420
Y = 2.100
Ternyata,adanya pajak nominal sebesar 100 telah menyebabkan output keseimbanagan
berkurang sebesar 2.500 – 2.100 = 400.
Y=C+I+G
= C0 + bY + I + G
= C0 + I0 + G0+bY
= A0+bY
Sehingga kondisi keseimbangan :
Y = A0
(1-b)
Jika ada pajak nominal sebesar T,maka fungsi konsumsi menjadi C = C0 +b(Y-
T),sehingga fungsi pengeluaran agragat menjadi AE = A0 + bY – bT.Dengan demikian
fungsi keseimbangan menjadi :
Y = AE = A0 – bT + bY
Y(1-b) = A0 – bT
Y = A0 – bT

8
(1-b)
sehingga hubungan antara perubahan pajak nominal ( ∆ T) dengan perubahan
pendapatan keseimbangan (∆ Y) adalah :
∆ Y=-b∆ T
(1-b)
Dalam kasus 14.3 di atas, ∆ T = 100,sehingga :
∆ Y = - 0,8 (100) = -400
(1-0,8)

D. Politik Anggaran
Politik anggaran adalah penetapan berbagai kebijakan tentang proses anggaran yang
mencakupi berbagai pertanyaan bagaimana pemerintah membiayai kegiatannya;
bagaimana uang publik didapatkan, dikelola dan disdistribusikan; siapa yang diuntungkan
dan dirugikan; peluang-peluang apa saja yang tersedia baik untuk penyimpangan negati
maupun untuk meningkatkan pelayanan publik. Menurut (Noer Fauzi & R Yando
Zakaria), Politik anggaran adalah proses saling mempengaruhi di antara berbagai pihak
yang berkepentingan dalam menentukan skala prioritas pembangunan akibat terbatasnya
sumber dana publik yang tersedia. Politik anggaran adalah proses mempengaruhi
kebijakan alokasi anggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan
dengan anggaran. Politik anggaran adalah proses penegasan kekuasan atau kekuatan
politik di antara berbagai pihak yang terlibat dalam penentuan kebijakan maupun alokasi
anggaran.1
Pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan pendapatan
keseimbangan, adalah :
∆𝐺
∆𝑌 =
(1 − 𝑏)
Sedangakan pengaruh pajak terhadap pendapatan adalah :
𝑏∆𝑇
∆𝑌 = −
(1 − 𝑏)

1. Anggaran Defisit

1
“Teori Politik Keuangan dan Kebijakan Angaran”, http://fia-ub.blogspot.co.id/2013/02/teori-politik-
keuangan-publik-dan.html, pada tanggal 21 Mei 2017

9
Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi angaran defisit dan anggaran
surplus. Anggaran dafisit adalah anggaran yang memang direncanakan lebih besar dari
penerimaan pemerintah ( T < G atau G > T ). Politih anggaran defisit, biasanya
ditempuh bila pemerintah ingin menstimulir pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya
dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Dengan asumsi kondisi awal
anggaran pemerintah adalah anggaran berimbang ( G = T ), bila pemerintah menempuh
anggaran defisit, maka ∆𝐺 > ∆𝑇, dimana ∆𝐺 ≥ 0 dan ∆𝑇 ≥ 0. Karena ∆𝐺 ≥ 0 dan
∆𝐺 ≥ ∆𝑇, maka jika pemerintah menemuh politik anggaran defisit, pemerintah
dianggap memilih kebijakan fiscal ekspansif.

Jadi bila politik anggarannya adalah anggaran defisit, maka pengaruhnya terhadap
pertambahan pendapatan lebih besar disbanding besarnya defisit pengeluaran yang
direncanakan. Bila ∆𝑇 = 0 ; ( W = ∆𝐺 ) atau ∆𝐺 = 0 ; ( W = ∆𝑇 ), maka
𝑊
∆𝑌 =
(1 − 𝑏)

2. Anggaran Surplus
Kebaikan dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah merencanakan
penerimaan lebih besar dari pengeluaran ( T > G atau G < T ). Atau dapat juga
dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus bila ∆𝐺 < ∆𝑇, dimana
∆𝐺 dan ∆𝑇 ≥ 0. Karena itu juga, politik anggaran surplus sering diidentikkan dengan
kebijakan fiscal kontraktif. Politik anggaran surplus dilakukan bila perekonomian
sedang dalam tahap ekspansi dan terus memanas (overheating). Melalui anggaran
surplus pemerintah mengerem pengeluarannya untuk menurunkan tekanan permintaan
atau mengurangi daya beli dengan menaikkan pajak. Pengaruh anggaran surplus
terhadap output keseimbangan adalah kebalikan dari pengaruh anggaran defisit.
3. Anggaran Berimbang
Anggaran berimbang adalah anggaran dengan jumlah penerimaan atau (pendapatan)
yang sekurang-kurangnya sama dengan pengeluaran pada periode tertentu. Pemerintah
dikatakan menempuh politik anggaran berimbang apabila pengeluaran yang
direncanakan akan sama dengan penerimaan (G=T atau ∆G=∆T). Tidak ada ketentuan
pokok dalam kondisi ekonomi seperti apa politik anggaran berimbang ditempuh.
Namun, bila pemerintah memilih politik anggaran berimbang, dua hal utama yang ingn
dicapai adalah peningkatan disiplin dan kepastian anggaran.

10
Karena ∆G=∆T, maka pengaruh anggaran terhadap keseimbangan ekonomi adalah :
∆C
∆Y Karena ∆G =
(1−𝑏 )
b∆T
∆Y Karena ∆T =
(1−𝑏)
Oleh karena ∆G=∆T, maka :
∆G b∆G
∆Y= - , atau
(1−𝑏) (1−𝑏)
∆T b∆T
∆Y = -
(1−𝑏) (1−𝑏)
(1−b)
= . ∆T
(1−𝑏)
= 1. ∆T, atau
∆Y = 1. ∆G, berarti
∆Y = ∆T=∆G
Sehingga dapat dikatakan efek multipler anggaran berimbang adalah sama dengan satu
(Balance Budget Multipler).
Contoh Kasus
C = 100 + 0,8𝑌𝑑
I = 150
G = 250 dan T = 250
Kondisi keseimbangan awal
Y =C+I+G
= 100 + 0,8 ( Y – 250) + 150 + 250 = 500 + 0,8 ( Y- 250)
= 500 + 0,8 Y – 200 = 300 - 0,8 Y
0,2Y = 300
Y = 1500
Jika pemerintah menempuh anggaran berimbang, dimana ∆G = 150, sementara
∆T = 150, maka :
G1 = 250 + 150
= 400
Yd1 = Y – 250 – 150
= Y- 400

11
Sehingga fungsi konsumsi menjadi :
C2 = 100 + 0,8 Yd1 = 100 + 0,8 ( Y- 400 ) = 100 + 0,8Y – 320
= -220 + 0,8Y
Y =C+I+G
= -220 + 0,8Y + 150 + 400 = 330 + 0,8Y
0,2 Y = 330
Y = 1650 atau
∆Y = 1650 – 1500 = 150
Angka 150 adalah ∆Y = ∆T = ∆G.

E. Efektivitas Kebijakan Fiskal


1. Grafik dibawah ini memberikan gambaran grafis tentang pengaruh kebijakan fiskal
terhadap output Keseimbangan

Fiskal Fiskal
∆G
Kontraktif Ekspansif ∆Y=
(1−𝑏)

∆G
∆Y=
(1−𝑏)

Y
Y*2 Y0 Y*1
Dampak pengeluaran pemerintah yang ekspansif (∆g > 0, sementara ∆T = 0)
menyebabkan kurva IS bergeser kekanan .Pada tingkat bunga yang sama (misalnya r1),
pergeseran kurva IS tersebut menyebabkan output keseimbangan bergeser daro Y* ke
Y*1 Sebaliknya dampak anggaran defisit (∆G < 0, sedangkan ∆T = 0) menyebabkan
kurva IS bergeser ke kiri. Pada tingkat bunga yang sama, yaitu r1, pergeseran kurva IS
menyebabkan output keseimbangan berkurang menjadi Y*2. Jarak antara Y* dan Y*1

12
adalah sama dengan jarak antara Y* dengan Y*2. Jarak-jarak antara output
∆G
keseimbangan tersebut merupakan ∆Y, yang besarnya sama dengan ∆Y=
(1−𝑏)

2. Dampak Kebijakan Fiskal Ekspansif Terhadap Inflasi


Dalam analisis IS-LM,perekonomian baru dikatakan berada dalam
keseimbangan jika pasar uang-modal juga berada dalam keseimbangan karenanya,
untuk melihat baik buruknya anggaran ekspansif kita masukkan kurva LM dalam
analisis, sehingga secara grafis menjadi diagram.

Dalam diagram terlihat bahwa kondisi keseimbangan awal tercapai pada saat
tingkat bunga adalah r dan output keseimbangan adalah Y*.Bila pemerintah
menempuh anggaran ekspansif yang menyebabkan kurfa IS bergeser ke IS1, tadinya
yang diharapkan pemerintah adalah bertambahnya output keseimbangan sebesar (Y*1-
Y*),sementara tingkat bunga tetap. Jarak Y*1-Y* adalah sebesar G / (l-b). Namun
bila anda perhatikan, yang terjadi adalah output keseimbangan hanya mencapai Y*2
yang lebih kecil dari yang ditargetkan (Y*1). Bahkan terjadi inflasi dilihat dari tingkat
bunga yang bergeser ke r1.
Ternyata penambahan pengeluaran pemerintah telahmenyebabkan naiknya
pengeluaran agregat. Naiknya pengeluaran agregat menyebabkan keinginan sektor
swasta melakukan investasi semakin besar. Hal tersebut memang diharapkan
pemerintah. Besarnya investasi swasta yang diharapkan pemerintah kita sebut saja
sebagai investasi yang diharapkan (expected investment), yang dinotasikan IE. Tetapi
sayangnya peningkatan permintaan investasi tidak disertai dengan peningkatan
kemampuan pemberian kredit. Hal itu dilihat dari kurva LM yang tidak bergeser ke

13
kanan. Jika permintaan investasi meningkat, sedangkan penawaran kredit tetap,
terjadilah kelebihan permintaan investasi yang menyebabkan naiknya harga investasi.
Ini ditunjukkan dengan naiknya tingkat bunga. Naiknya tingkat bunga, yang berarti
naiknya biaya modal, menyebabkan ada rencana-rencana investasi menjadi tidak layak
(no feasible), sehingga terpaksa dibatalkan. Akibat lebih lanjut permintaan investasi
nyata (real investment, IR) tidak sebesar yang ditargetkan (IR < IE). Karena investasi
riil lebih kecil dari yang diharapkan, maka pertumbuhan ekonomi riil juga lebih kecil
dari yang diharapkan. Dalam diagram tersebut terlihat bahwa Y*2-Y* atau Y yang
diharapkan.
Menurunnya investasi swasta yang menyebabkan tidak tercapainya target
pertumbuhan ekonomi dari kebijakan fiskal ekspansif disebut sebagai crowding out
effect. Cara mengatasi crowding out effect secara teoritis sederhana saja, yaitu
meningkatkan jumlah uang beredar. Dengan kata lain, kebijakan fiskal ekspansif
dilakukan bersamaan (simultan) dengan kebijakan moneter ekspansif. Dalam diagram
tersebut, kebijakan moneter ekspansif menggeser kurva LM ke LM1. Penambahan
jumlah uang beredar ini mengatasi gejala kelebihan permintaan investasi, sehingga
tingkat bunga tidak naik. Akhirnya investasi yang terjadi sebesar yang diharapkan.
Karena mengombinasikan kebijakan fiskal dan moneter sekaligus, maka kebijakan ini
disebut kebijakan kombinasi (combination policy)
3. Slope Kurva IS dan LM
Secara grafis.slope LM akan mempengaruhi efektivitas kebijakan fiskal.
Diagram tersebut memberikan beberapa perbandingan. Bila slope kurva LM mendatar
sejajar sumbu horizontal (Interval Keynesian), maka kebijakan fiskal efektif sempurna,
karna mampu mempengaruhi output keseimbangan tanpa menimbulkan inflasi.
Menurut para ekonom Keynesian, kurva LM yang mendatar menggambarkan
perekonomian berada dalam kondisi lesu karena perangkap likuiditas, dimana sekalipun
tingkat bunga sudah demikian rendah,tingkat investasi tidak meningkat. Hal ini terjadi
karena begitu lemahnya ekspektasi masyarakat. Agar perekonomian pulih kembali,
maka ekspektasi harus dipulihkan. Untuk itu dibutuhkan campur tangan pemerintah
melalui peningkatan pengeluaran pemerintah yang akan mendorong kegiatan ekonomi.
“Dalam diagram terlihat bahwa kebijakan fiskal ekspansif (IS ke IS1), telah
menaikkan output keseimbangan dari Y ke Y1, sementara tingkat bunga tetap di r1.”
Pada interval antara, dimana slope LM > 0, kebijakan fiskal ekspansif (IS3 ke IS4),
telah menaikkan output dari Y2 ke Y3, tetapi tingkat bunga juga naik dari r3 ke r4.

14
Bila slope LM tegak lurus (interval Klasik), perekonomian berada dalam kondisi seperti
yang diasumsikan Klasik, yaitu kesempatan kerja penuh (full employment) dan uang
bersifat netral. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan fiskal tidak efektif sempurna.
Misalnya kebijakan fiskal ekspansif (dari IS5 ke IS6) hanya menaikkan tingkat bunga
(inflasi) dari r5 ke r6 sementara output tidak berubah, yaitu tetap di Y4 yang merupakan
tingkat output pada kesempatan kerja penuh.
Gambaran lebih rinci tentang hubungan antara slope kurva IS-LM dengan efektivitas
kebijakan fiskal dapat dilihat dalam tabel berikut ini

15
Kurva LM Kurva LM Kurva LM
Elastis Positif (Interval Inelastis
Sempurna Antara) Sempurna
(Interval (Interval Klasik)
Keynes)

Kurva IS elastis Tidak Fiskal Ekspansif Kebijakan Fiskal


Sempurna Terdefinisikan : tidak efektif
sempurna.
Y naik, r naik
Fiskal
Fiskal Kontraktif
Ekspansif:
:
Y tetap r naik
Y turun, r turun

Kurva IS Negatif Kebijakan Fiskal Fiskal Ekspansif Kebijakan Fiskal


efektif sempurna. : tidak efektif
Fiskal ekspansif: sempurna.
Y naik, r naik
Y naik, r tetap Fiskal
Fiskal Kontraktif
Ekspansif:
Fiskal Kontraktif: :
Y tetap r naik
Y turun, r tetap Y turun, r turun

Kurva IS Kebijakan Fiskal Fiskal Ekspansif Tidak


Inelastis efektif sempurna. : Terdefinisikan
Sempurna Fiskal ekspansif:
Y naik, r naik
Y naik, r tetap
Fiskal Kontraktif
Fiskal Kontraktif: :

Y turun, r tetap Y turun, r turun

16
17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau
diinginkan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak
2. Kebijakan fiskal di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang
dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan
untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi
tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara
pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk
menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih
besar.Kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian
menuju keadaan yang diinginkannya. Sehingga, dengan adanya kebijakan fiskal ini
pemerintah berharap dapat mengendalikan dan mengawasi keadaan ekonomi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. Teori Makro Suatu Pengantar (Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI, 2008

Iskandar Putong, 2002, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Ghalia Indonesia, Jakarta

Mokhamad Ikhsan,20 Februari 2012 , Politik Anggaran, aburifal.wordpress.com,


https://aburifal.wordpress.com/2012/02/20/politik-anggaran/, diakses tanggal 20 Mei
2016

19

Anda mungkin juga menyukai