Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

SELULITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada Yth:


dr. Dwi Rini Marganingsih, M.Kes., Sp.KK

Diajukan Oleh :
Muhammad Satya Arrif Zulhani

20120310038 / 20164011033

SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

SELULITIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh:
Muhammad Satya Arrif Zulhani

20120310038 / 20164011033

Telah dipresentasikan dan disetujui pada:


Hari, Tanggal :

Mengetahui
Dosen Pembimbing Klinik

dr. Dwi Rini Marganingsih, M.Kes., Sp.KK


BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,


atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang
kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit.
Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada laporan
kasus ini.1

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis


dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal
(robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun
pembuluh getah bening.2 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki
penyakit sistemik.(3) Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu
tempat predileksinya biasanya ditungkai bawah.1 Gejala prodormal selulitis
adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu
bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor)
pada area tersebut (buku merah).1

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti.


Sebuah studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di AS, sebesar 24,6
kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien
laki-laki dan usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan
kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi
kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000
populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus (5).
Data rumah sakit di Inggris melaporkan kejadian selulitis sebanyak 69.576
kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di tungkai menduduki peringkat
pertama dengan jumlah 58.824 kasus (3). Data rumah sakit di Australia
melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000 populasi pada tahun
2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun
menderita erysepelas dan selulitis (a). Banyak penelitian yang melaporkan
kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade
kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.
BAB II

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. M
No.RM : 62-21-**
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kasihan Bantul
Usia : 73 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Katolik
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESA
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Nyeri dan bengkak disertai dengan luka di kaki kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli kulit RSUD PS karena sakit kulitnya yang
terasa gatal dan bersisik. Sejak ± 1,5 yang lalu pasien lutut nya sangat
gatal ketika sedang merasa kepanasan dan pasien menggaruknya dan
kemudian bagian yang digaruk terlihat merah. Setelahnya itu keluhannya
meluas dan menyebar ke bagian siku tangan kanannya dan kemudian
digaruknya juga karena tidak kuat dengan rasa gatalnya. Saat ini bagian
yang digaruk terlihat bersisik dan kemerahan. Pasien sudah menjalani
pengobatan ±2 minggu
Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), BAK dan
BAB tidak ada keluhan, BAK tidak ada keluhan. Pasien mengatakan
suka menggaruk bagian yang gatal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


1) Diabetes melitus type 2
2) Riwayat keluhan serupa disangkal
3) Riwayat alergi disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga yang diturunkan


1) Riwayat diabetes mellitus (+)
2) Riwayat penyakit asma disangkal
3) Riwayat penyakit alergi disangkal
4) Keluhan serupa disangkal

e. Data Sosial, Ekonomi, dan Linkungan.


Pasien pensiunan swasta. Tinggal hanya dengan istri di
rumahnya..

2. Anamnesis Sistem
A. Sistem saraf pusat : Demam (-), penurunan kesadaran (-)
B. Sistem kardiovaskuler : Sesak (-), nadi (-), pucat (-), kaki
bengkak (-)
C. Sistem respiratori : Batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-),
sering bersin (-)
D. Sistem urinaria : BAK normal dengan warna urin jernih
kekuningan tanpa rasa nyeri
E. Sistem gastrointestinal : Frekuensi BAB normal
F. Sistem Anogenital : Genitalia tidak ada kelainan
G. Sistem Integumental : Terdapat kemerahan dan kasar pada
kulit bagian siku tangan kanan, lutut pada kaki kanannya
H. Sistem musculoskeletal : Gerakan bebas aktif, lumpuh (-), nyeri
otot (-).
I. Sistem sensori : Mata memerah (-), mata gatal (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan Umum
Kesan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis.
Suhu : Afebris
Nadi : 84x/menit.
Pernafasan : 22x/menit.
2. Pemeriksaan Generalisata: Nampak Baik
3. Pemeriksaan Kulit (foto UUK terlampir)

a. Regio genu dan cruralis anterior dextra, terdapat multiple plaque


eritematous, ditutupi skuama putih kasar, berbatas tegas, Bentuk
tidak beraturan, candle wax phenomenan, Auzpitz tidak
dilakukan karena pasien tidak nyaman.
b. Regiot cubital posterior dextra, terdapat multiple plaque
eritematous, ditutupi skuama putih bening, teraba kasar, berbatas
tegas, bentuk tidak beraturan, candle wax phenenomenon,
Auzpitz tidak dilakukan karena pasien tidak nyaman.
D. DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis Vulgaris
Tinea Corporis
Pitriasis Rosea

E. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Vulgaris

F. PENATALAKSANAAN
a. Edukasi mengenai penyakit psoriasis vulgaris dan menghindari faktor
pencetus. Meminta pasien untuk dapat bersabar karena sifat penyakit
yang kronik residif.
b. Mengukur Psoriasis severity index / BSA (Body Surface Area) untuk
membantu dalam pemberian terapi.
c. Rujuk ke spesialis kulit dan kelamin, beri tatalaksana awal.
d. Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal, cetirizine 10 mg.
e. Salep gabungan Asam salisilat 5%, Ter 5%, Hidrofilik urea 10%,
desoksimethason0,05%
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang
terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.1
Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab
tersering Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus.
Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus
influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai
gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan
septikemia.3 Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi
infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi
limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan
peningkatan hitungan sel darah putih.4 Selulitis yang mengalami
supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang
mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang
bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh
Streptokokus.1
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan
antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi
seluruh tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan.5
Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of
Skin and Soft-Tissue Infection (B)

B. Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3
tahun dan usia dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-
laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa studi
epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki
peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring
meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin
(C).

C. Etiopatognesis
Etiologi psoriasis vulgaris masih belum sepenuhnya
diketahui dan patogenesisnya sangat komplek, namun terdapat
beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus
kelainan ini misalnya faktor genetik, imunologik, dan faktor pemicu
lainnya.
1. Genetik
Bila orangtuanya menderita tidak menderita psoriasis risiko
mendapat psoriasis 12%. Sedangkan jika salah satu orangtuanya
menderita psoriasis, risikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan
awitan penyakit dikenal 2 tipe: tipe 1 dengan awitan dini bersifat
familial, psoriasis tipe 2 awitan lambat bersifat non familial.
Psoriasis tipe 1 berkaitan dengan hla b-13, b-17, bw-57, cw6.
Sedangkan psoriasis tipe 2 berkaitan dengan hla b-27, cw-2.
Ditemukan pula korelasi psoriasis pustulosa dengan hla b-27
(Djuanda, 2014).
2. Imunologi
Sebelumnya psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit primer
akibat gangguan keratinosit, namun saat ini psoriasis dikenal
sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
Psoriasis melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada
sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T,
neutrofil dan keratinosit. Pada psoriasis, sel T CD8+ terdapat di
epidermis sedangkan makrofag, sel T CD4+ dan sel-sel dendritik
dermal dapat ditemukan di dermis superfisial. Sejumlah sitokin
dan reseptor permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang
menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap
sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang
ditandai dengan adanya sel T helper (Th)1 yang predominan pada
lesi kulit dengan peningkatan kadar IFN-γ, tumor necrosing factor-
α (TNF-α), IL-2 dan IL-18.16 Baru-baru ini jalur Th17 telah
dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses
inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang
pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel
penyaji antigen (sel dendritik dermal).17 Sel Th17 CD4+
mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan
dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal
(Wolf;K, 2011)
3. Faktor pemicu
Dari berbagai kepustakaan disebutkan bahwa, stress psikik,
infeksi local, trauma, obat serta alcohol dan rokok merupakan
faktor pencetus dari psoriasis. Stres psikik merupakan faktor
utama meskipun kurang dimengerti mekanisme secara pasti.
Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan psoriasis gutata.
Obat obatan yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah beta
adrenergic blocking agents (Djuanda, 2014).

D. Gambaran Klinis
Gejala klinis berupa Lesi Klasik, plak berwarna kemerahan
yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna
keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari
papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area
tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris,
walaupun dapat terjadi secara unilateral. Lesi biasanya terdistribusi
secara simetris pada ekstensor ekstremitas, terutama di siku dan lutut,
kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genital. Dibawah skuama akan
tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-
bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan
tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya
trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan
skuama utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan
lilin (Djuanda, 2014).
Gejala psoriasis memiliki beberapa variasi klinis (Wolf;K,
2011), yaitu:
1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk yang paling lazim, dianamkan pula tipe plak karena
lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Predileksinya di wilayah
ekstensor, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral,
bokong dan genital.
2. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya ridak lebih dari 1cm. Timbul
mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus
di saluran nafas bagian atas atau sehabis influenza dan morbili.
3. Psoriasis Inversa
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah
fleksor sesuai dengan namanya.
4. Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa. Yang pertama
menyebutkan bahwa dianggap sebagai penyakit tersendiri,
kemudian pendapat kedua dianggap sebagai varian. Terdapat dua
bentuk psoriasis pustulosa yaitu: Generalisata akut (Von
Zumbusch) keluhan bersifat Nyeri, Hiperalgesia, demam, malaise,
nausea, anoreksia. Plak timbul pustule Milliar berkonfluensi
membentuk Lake of Pus berukuran beberapa cm. Faktor Provokatif
misalnya Penghentian kortikosteroid, obat-obat sulfa, betalaktam,
hidroklorokuin. Sinar UV, alcohol, stress. Leukositosis hingga
20.000/ul apabila dilakukan kultur pus dari pustule hasilnya steril.
Kemudian bentuk Palmoplantar (Barber) terdapat pada regio
Palmar dan plantar, pada anak-anak hallopeau terdapat kelompok
pustule kecil steril dan dalam di atas kulit yang eritematous,
disertai rasa gatal.

E. Diagnosis
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disini tujuannya untu menyingkirkan
diagnosa banding. Misalnya KOH 10% untuk menyikirkan
diagnosis dermatofitosis. Caranya diambil kerokan di bagian yang
terkena kemudian diteteskan KOH 10% dan dilihat diatas
miskoskop pembesaran mulai dari 10x kemudian 40x dan dilihat
akan terlihat hifa dan spora terlihat gambaran hifa sebagai dua
garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora
berderet (artrospora) pada Tinea (Dermatofitosis) dan terlihat
campuran hifa pendek dan spora spora bulat yang dapat
berkelompok ( gambaran Meat ball and spagheti) pada Pitiriasis
Versikolor (panu), pada psoriasis tidak terlihat gambaran hifa
(Djuanda, 2014)..
2. Pemeriksan tetes lilin
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya
menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan
oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan
pinggir gelas objek (Djuanda, 2014).
3. Pemeriksan Auspitz
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik
yang disebabkanoleh papilomatous. Cara mengerjakannya
demukian : skuama yang berlapis-lapis dikerok, misalnya dengan
pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan
harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan
tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan
yang merata (Djuanda, 2014).
4. Pemeriksan kobner
Fenomena Kobner trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya
oleh garukansehingga menimbulkan kelainan yang sama dengan
kelainan psoriasis. Timbulkira-kira setelah 3 minggu (Djuanda,
2014).
5. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi, yaitu dengan cara mengambil
potongan jaringan yang akan diperiksa. Jaringan yang sudah
dipotong difiksasi dengan larutan fiksasi seperti formalin 10%
supaya sel menjadi keras dan sel-selnya mati. Pewarnaan
dilakukan dengan Hematosilin Eosin (HE) atau dengan orselin
dan giemsa Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu
perpanjangan (akantosis) reteridges dengan bentuk clubike,
perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang,
parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit
polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil)
dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis
(menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan
pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi
limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas
(Griffin;C, 2016).

F. Diagnosis Banding
1. Tinea Corporis (Dermatofitosis)
Tinea coporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai
oleh baik lesi inflamsi maupun non inflamasi pada glabrous skin (
kulit tubuh yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan,
lengan, tungkai dan gluteal. Kelainan klinis merupakan lesi bulat
atau lonjong, terpisah satu dengan yang lain, berbats tegas terdiri
atas eritema, skuama, kadang – kadang dengan vesikel dan papul
di tepi, dapat pla terlihat sebagai lesi dengan pinggir yang
polisiklik. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, kadang –
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan pada permulaan
penederita merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang
menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita.
Pemeriksaan sediaan langsung KOH diperoleh positif. Pada kasus
ini tempat predileksi dari tinea coporis sama dengan psoriasis,
pada psoriasis didapatkan plak eritema dengan skuama yang
tebal, kasar dan berlapis – lapis sedangkan pada tinea coporis
hanya terdapat eritema dengan skuama yang halus untuk
menyikirkan diagnosis banding dilakukan pada psoriasis
fenomena tetesan lilin, auspitz, kobner sedangkan untuk tinea
coporis di lakukan pemeriksan dengan KOH 10%.
2. Ptiriasis Rosea
adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yangdimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan
dengan gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama
halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder
yangmempunyai gambaran khas. Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.Dapat juga
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis
apabila sulitmenegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea. Pitiriasis
Rosea bisa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak
nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar
limfe).Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit

G. Penatalaksanaan
Pasien tidak perlu dirawat kecuali untuk pasien psoriasis
pustulosa atau eritroderma sebaiknya dirawat, untuk mendapatkan
suplementasi cairan/elektrolit Dermato-Alergo-Imunologi dan
pengawasan pengobatan sistemik..Berikut langkah pengobatan
psoriasis (Widyati;S, 2017):
 Langkah 1: Pengobatan topikal (obat luar) untuk psoriasis
ringan, luas kelainan kulit kurang dari 3%.
 Langkah 2: Fototerapi/fotokemoterapi untuk mengobati psoriasis
sedang sampai berat, selain itu juga dipakai untuk mengobati
psoriasis yang tidak berhasil denganpengobatan topikal.
 Langkah 3: Pengobatan sistemik (obat makan atau obat suntik)
khusus untuk psoriasis sedang sampai parah (lebih dari 10%
permukaan tubuh) atau psoriatic arthritis berat (disertai dengan
cacat tubuh). Juga dipakai untuk psoriatic eritroderma atau
psoriasis pustulosa.
1. Terapi topikal :
 Emolien: misalnya urea, petrolatum, parafin cair, minyak
mineral, gliserin, asam glikolat dan lainnya.
 Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat
dikombinasi dengan obat topikal lain, fototerapi, obat
sistemik. Skalp: lotion, spray, solusio dan gel. Wajah: potensi
rendah, hindari poten-superpoten. Lipatan tubuh: potensi
rendah bentuk krim atau gel. Palmar dan plantar: steroid
potensi sangat poten, hanya sedikit efektif.
 Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling
sering digunakan. Jangan digunakan pada saat terapi sinar
karena asam salisilat dapat mengurangi efikasi UVB.
 Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal
kortikosteroid.
 Analog Vitamin D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol,
dapat digunakan sebagai terapi rumatan.
 Kombinasi kortikotikosteroid dan analog vitamin D: preparat
tunggal yang tersedia adalah sediaan kombinasi kalsipotriol
dan betamethasone diproprionat. Tidak dapat diracik sendiri
karena berbeda pH.2,10 (A,1)
 Tar: LCD 3-10%
2. Terapi Sinar
a. Ultraviolet B Broadband (UVB-BB)
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi,
kulit bersih (clearance) dapat tercapai setelah 20-30 terapi,
terapi pemeliharaan (maintenance) dapat memperpanjang
masa remisi.
Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60 mJ/cm2 atau 50%
minimal erythemal dose (MED), dosis dinaikan 5-30 mJ/cm2
atau ≤25% MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu.
b. Ultraviolet B Narrowband (UVB-NB)
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit
bersih dapat tercapai setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan
dapat memperpanjang masa remisi. Laju remisi 38% setahun.
Dosis awal: menurut tipe kulit 130-400 mJ/cm2 atau 50%
minimal erythemal dose (MED), dosis dinaikan 15-65
mJ/cm2 atau ≤10% MED awal, penyinaran 3-5 kali/minggu
c. PUVA
Efek: penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi,
89% pasien mendapatkan perbaikan plak dalam 20-25 kali
terapi selama 5,3-11,6 minggu. Terapi pemeliharaan tidak
ditetapkan, masa remisi 3-12 bulan.
Dosis: 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgBB diminum peroral
60-120 menit sebelum disinar UVA. Kaca mata bertabir
ultraviolet diperlukan untuk perlindungan di luar rumah 12
jam setelah minum psoralen. Dosis UVA menurut tipe kulit
0,5-3,0 J/cm2, dosis dinaikan 0,5-1,5 J/cm2 penyinaran 2-3
kali/minggu.

3. Penatalaksanaan Sistemik
Penatalaksanaan psoriasis dengan pemberian obat
sistemik menurut Djuanda (2011) dapat menggunakan:
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, pada
kortikosteroid ada yang kerja singkat, sedang dan kerja lama.
Pada psorisis bisa diberika prednison dengan dosis ekuivalen
30 mg per hari, setelah membaik dosis diturunkan perlahan –
lahan, kemudian bisa diberika dosis pemeliharan, bisa juga
diberikan metilprednisolon dengan dosis mulai dari 4 mg – 48
mg perhari, dosis tunggal/ terbagi.
b. Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih
anti histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang
mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada
penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada
kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2
x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade
reseptor histamin H1 dan H2
c. Obat sitostatik
Obat yang digunakan adalah metotreksat, mekanisme
kerja obat ini yang spesifik dalam menghambat terjadi
inflamasi dan tidak menimbulkan efek samping seperti obat-
obat golongna NSAID. Dosis mulai dari 3 x 2,5mg dengan
interval 12 jam dalam seminggi dengan dosis total 7,5 mg,
jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg
per minggu.
d. Levodopa
Obat ini di pakai untuk parkinson , diantara nya
penderita parkinson sekaligus psoriasis, dengan dosis 2 x 250
mg – 3 x 500 mg, efek samping nya berupa mual, muntah,
anoreksia, hipotensi dan gangguan psikis.

e. Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja
pada sel T akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu
kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi
dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit
kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan
kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi
ginjal dan hipertensi.

H. Prognosis
Meskipun tidak mengakibatkan kematian, psoriasis vulgaris
bersifat kronik dan residif (Djuanda, 2011)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli kulit RSUD PS karena sakit kulitnya yang


terasa gatal dan bersisik. Sejak ± 1,5 yang lalu pasien merasa lutut nya
sangat gatal ketika sedang merasa kepanasan dan pasien menggaruknya dan
kemudian bagian yang digaruk terlihat merah. Setelahnya itu keluhahannya
meluas dan menyebar ke bagian siku tangan kanannya dan kemudian
digaruknya juga karena tidak kuat dengan rasa gatalnya. Saat ini bagian yang
digaruk terlihat bersisik dan kemerahan. Pasien sudah menjalani pengobatan
±2 minggu
Demam (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), BAK dan BAB
tidak ada keluhan, BAK tidak ada keluhan. Pasien mengatakan suka
menggaruk bagian yang gatal.
Pasien di diagnosis dengan psoriasis vulgaris. Diagnosis tersebut
ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan karakteristik
klasik dari psoriasis vulgaris. Pada pasien ini disimpulkan mengalami
psoriasis vulgaris dengan tingkat keparahan mild (ringan) degan
penghitungan skor PASI ataupun denan BSA (body surface area), yaitu
Untuk perhitungan PASI, empat area utama yang di nilai adalah kepala,
badan, extremitas atas dan ekstremitas bawah. Psoriasis Area and Severity
Index, terdiri atas 4 bagian ( P / Presentase )
1. Kaki ( 40% = 0. 4 )
2. Badan ( 30% = 0.3 )
3. Lengan ( 20% = 0.2 )
4. Kepala ( 10% = 0.1 )

AREA : Setiap Area tubuh, dihitung persentasi daerah yg terkena , skor 0 –


6. Persentase Cakupan Area yang Terkena = Skor / Nilai ( A )
 0%=0
 < 10 % = 1
 10 – 29 % = 2
 30 % – 49 % = 3
 50 % – 69 % = 4
 70 % – 89 % = 5
 90 % – 100 % = 6
Jadi Bp. S yang terkena :
1. Lengan terkena sekitar <10% Skor pada lengan . A. lengan adalah 1
2. Kaki terkena sekitar 10-29% skor pada kaki : A.kaki adalah : 2
Unutk menghitung skor PASI, terlebih dahulu harus diketahui pembagian
area tubuh. Yang dibagi menjadi
Kepala (H) : 10%
Lengan (A) : 20%
Trunkus/badan (T) : 30%
Kaki (L) : 40%
Sedangkan keparahan dihitung berdasar 3 parameter :
- Eritema ( E )
- Scaling ( S )
- Indurasi ( I )
Setiap parameter ini dihitung berdasarkan tingkat keparahan. Non = 0,
Ringan = 1, Sedang = 2, Berat = 3, Amat Berat = 4.
Total PASI di hitung dr penjumlahan :

1. Lengan : (E.lengan+S.lengan+I.lengan) x A.lengan x 0.2 =


Total lengan = (1+1+1) x 1 x 0.2 = 0.6
2. Kaki : (E.kaki+S.kaki+I.kaki) x A.kaki x 0.4 =
Totalkaki = (1+1+2) x 2 x 0.4 = 3.2

Penilaian PASI : PASI < 7 Ringan; PASI 7 – 12 Sedang; PASI > 12 Berat.
Sehingga dapat disimpulkan pasien bp.S menderita psoriasis derajat Ringan.
Penilaian beradasarkan PASI bersifat subjektif, karena tidak ada standar
pengukuran yg pasti, jenis plaque atau eritema bisa berubah, sehingga sulit
menginterpretasikannya.

Terapi yang dapat diberikan kepada pasien yakni Antihistamin untuk


mengurangi rasa gatal, cetirizine 10 mg. Salep gabungan Asam salisilat 5%,
Ter 5%, Hidrofilik urea 10%, desoksimethason 0,05%.
Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyakit psoriasis dan untuk menghindari faktor pencetus. Meminta keluarga
pasien untuk aktif mengawasi penggunaan terapi, hindari penggunaan air
panas untuk mandi, tambahan garam dalam air mandi karena membuat kulit
kering dan menghidari keringat berlebih.

Prognosis psoriasis sulit untuk diramalkan dikareakan penyakit ini


bersifat kronik residif, namun dapat dilakukan usaha pencegahan berupa
menghidari faktor pencetus (stress fisik, infeksi lokal, trauma, alkohol
ataupun merokok) menjaga kelembapan kulit dan menjaga ketertiban
penggunaan terapi bila supaya tidak terjadi keparahan.
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Griffin,C;et.al, Rook’s Textbook of Dermatology, Online Edition. New
York: mc Graw-Hil; 2016
Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic
Eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, David J. Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, VII ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 146-158.
Widyati,S;et.al. 2017. Pedoman Praktik Klinik. Jakarta: PERDOSKI

.
Lampiran 1 (Bapak S)
Lampiran 2 (Resep)

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Bantul, 26 Februari 2018


R/ Cetirizine tab mg 10 No XV
s 2 dd tab I
________________________________
As. Salisilat 5% mg 10
Preparat ter 5% mg 10
Hidrofilik urea 10% mg 20
Desoksimethasone 0,05%
Mfla zalf da in pot
S 2 dd ue (pagi malam)
________________________________

Pro: bp. S
Usia: 62 thn

Anda mungkin juga menyukai