Tugas RMK Akuntansi Syariah - Pembiayaan Sukuk
Tugas RMK Akuntansi Syariah - Pembiayaan Sukuk
A31115027
PEMBIAYAAN SUKUK
A. Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa Arab sakk yang artinya ‘ Ikatan atau sertifikat ’. Dalam bahasa sehari-
hari, sukuk sering diidentikkan dengan obligasi syariah meski dalam karakteristik intinya, sukuk
berbeda dengan obligasi konvensional. Pengertian sukuk menurut istilah adalah surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil
atau margin serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI),
sukuk adalah “certificate of equal value representing undivided shares ownership of tangible asset,
usufruct and services (in the ownership of) the assets of particular projects or special investment
activity”.
Jadi, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang dipresentasikan setelah menutup
pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan
bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa atau modal dari suatu proyek tertentu
atau modal dari suatu aktivitas investasi tertentu. Sukuk pada prinsipnya mirip dengan obligasi
konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah
tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip bagi syariah. selain itu, sukuk juga harus distruktur secara
syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 31/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-
130/BL/2006 tahun 2006 Peraturan No. IX .A. 13, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau
bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau
tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu
atau aktivitas investasi tertentu, dan kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi
tertentu.
B. Dasar Hukum Sukuk
1. Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan
dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
a. Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّ َهااَّلَّ ِذيْنَ َءا َمنُ ْوا ا َ ْوفُ ْوا بِاْلعُقُ ْود
Artinya:
“Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
b. Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
َوا َ ْوفُ ْوا ِباْل َع ْه ِد ا َِّن اْل َع ْهدَ َكانَ َم ْسئ ُ ْولا
Artinya:
“.....dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
c. Firman Allah SWT, Q.S. al-Baqarah [2]: 275:
Artinya:
“orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal didalamnya.”
2. Hadits
Hadits Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf :
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3. Qaidah Fikih:
C. Undang-undang Sukuk
Sukuk sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 2002 yang diawali dengan penerbitan obligasi
ijarah oleh PT. Indosat. Sementara itu, penerbitan oleh pemerintah baru dilakukan setelah terbit
undang-undang tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tahun 2008. Sukuk yang
diterbitkan oleh negara (sovereign sukuk) mengacu pada peraturan perundang-undangan berikut:
1. Undang-undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN);
2. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit SBSN;
3. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2008 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga
Syariah Negara Indonesia.
Jadi, berdasarkan emiten atau institusi yang menerbitkannya, sukuk dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
Sukuk Korporasi, yaitu sukuk yang diterbitkan oleh korporasi atau perusahaan, baik perusahaan
swasta maupun BUMN;
Sukuk Negara (sovereign sukuk), yaitu sukuk yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini
Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
b. Sukuk Mudharabah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah, dimana satu
pihak menyediakan modal (rabb al-maal/shahibul maal) dan pihak lain menyediakan tenaga
dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan
proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Kerugian yang timbul akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada
unsur moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
c. Sukuk Musyarakah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, dimana dua
pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan
maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal
masing-masing pihak.
d. Sukuk Istishna
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak
menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga,
waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan
kesepakatan.
Sukuk Obligasi
Prinsip Dasar Surat Berharga yang diterbitkan berdasarkan Pernyataan utang tanpa
prinsip syariah, sebagai bukti syarat dari penerbit
kepemilikan/penyertaan terhadap suatu asset
yang menjadi dasar penerbitan sukuk
Underlying Asset Memerlukan underlying asset sebagai dasar Tidak ada
penerbitan
Fatwa/Opini Memerlukan Fatwa/Opini Syariah untuk Tidak ada
Syariah menjamin kesesuaian sukuk dengan prinsip
syariah
Penggunaan Dana Tidak dapat digunakan untuk hal-hal yang Bebas
bertentangan dengan prinsip syariah
Return Berupa imbalan, bagi hasil, margin, capital Bunga, capital gain
gain
Sumber Referensi:
https://realsyariah.wordpress.com/2011/05/15/sukuk-dan-jenis-jenis-sukuk/.
Diakses pada tanggal 06 Maret 2018