Tugas RMK Seminar Akuntansi - SAK ETAP
Tugas RMK Seminar Akuntansi - SAK ETAP
Salah satu terobosan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yaitu mengesahkan
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). SAK-
ETAP nampak sejalan dengan International Financial Reporting Standard for Small and
Medium-sized Entities (IFRS for SMEs). Meskipun memiliki judul yang berbeda, namun baik
SAK-ETAP maupun IFRS for SMEs sama-sama diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas
publik, hanya saja istilah yang digunakan sebagai judul pada IFRS adalah small and medium-
sized entities (SMEs).
Oleh karena itu, apabila kita membandingkan judul pada IFRS for SMEs dan SAK ETAP,
maka istilah entitas tanpa akuntabilitas publik (lihat pada Ruang Lingkup SAK ETAP) sama
pengertiannya dengan small and medium-sized entities. Apabila SAK ETAP telah disahkan pada
bulan Mei 2009, IFRS for SMEs sendiri baru disahkan pada bulan Juli 2009.
Dewan tandar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) sendiri
beranggotakan 17 orang mewakili: Akuntan Publik, Akademisi, Akuntan Sektor Publik, dan
Akuntan Manajemen. Alasan IAI menerbitkan standar ini adalah untuk mempermudah
perusahaan kecil dan menengah (UKM) (yang jumlahnya hampir dari 90% dari total perusahaan
di Indonesia) dalam menyusun laporan keuangan mereka. Dimana jikalau standar ini tidak
diterbitkan mereka juga harus mengikuti SAK baru (yang merupakan SAK yang sedang dalam
tahap pengadopsian IFRS – konvergensi penuh tahun 2012) untuk menyusun laporan keuangan
mereka. SAK berbasis IFRS ini relatif lebih kompleks dan sangat mahal bagi perusahaan kecil
dan menengah untuk menerapkannya.
PEMBAHASAN
Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP
jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.
C. Implementasi SAK ETAP
PSAK ETAP mulai diberlakukan pada akhir tahun 2011. Penggunaan PSAK ini harus
konsisten untuk tahun-tahun berikutnya. Apalagi yang sudah memutuskan untuk menggunakan
PSAK umum dalam penyajian laporan keuangan, maka untuk selanjutnya tidak boleh merevisi
kebijakannya ke PSAK ETAP.
Entitas dapat menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika tidak praktis, maka
entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP secara prospektif. Entitas yang
menerapkan secara prospektif dan sebelumnya telah menyusun laporan keuangan maka:
1. Mengakui semua aset dan kewajiban yang pengakuannya dipersyaratkan dalam SAK
ETAP;
2. Tidak mengakui pos-pos sebagai aset atau kewajiban jika SAK ETAP tidak mengijinkan
pengakuan tersebut;
3. Mereklasifikasikan pos-pos yang diakui sebagai suatu jenis aset, kewajiban atau komponen
ekuitas berdasarkan kerangka pelaporan sebelumnya, tetapi merupakan jenis aset,
kewajiban, atau komponen ekuitas yang berbeda berdasarkan SAK ETAP;
4. Menerapkan SAK ETAP dalam pengukuran seluruh aset dan kewajiban yang diakui.
Penerapan secara retrospektif artinya bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan
seolah-olah kebijakan akuntansi tersebut telah digunakan sebelumnya. Oleh karena itu,
kebijakan akuntansi yang baru, diterapkan pada kejadian atau transaksi sejak tanggal
terjadinya kejadian atau transaksi tersebut. Sedangkan penerapan secara prospektif artinya
kebijakan akuntansi yang baru, diterapkan pada kejadian atau transaksi yang terjadi setelah
tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan terhadap periode sebelumnya.
Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pada saldo awal neracanya berdasarkan
SAK ETAP mungkin berbeda dari yang digunakan untuk tanggal yang sama dengan
menggunakan kerangka pelaporan keuangan sebelumnya. Hasil penyesuaian yang muncul
dari transaksi, kejadian atau kondisi lainnya sebelum tanggal efektif SAK ETAP diakui
secara langsung pada saldo laba pada tanggal penerapan SAK ETAP.
Pada tahun awal penerapan SAK ETAP, entitas yang memenuhi persyaratan untuk
menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP,
tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas
tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk
penyusunan laporan keuangan berikutnya. Entitas yang menyusun laporan keuangan
berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh
menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun
laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Entitas tersebut wajib menyusun laporan
keuangan berdasarkan PSAK non- ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK
ETAP ini kembali sesuai dengan paragraf 29.4 di atas.
Entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan
keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK
ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETAP ini dalam menyusun laporan
keuangan.
Untuk laporan laba rugi, minimum line item (hal-hal) yang harus tersedia adalah:
1. Pendapatan
2. Beban keuangan
3. Bagian laba atau rugi investasi dengan metode ekuitas
4. Beban pajak
5. Laba atau rugi neto
Beberapa pos yang ada di PSAK umum namun pengaturannya tidak ada di PSAK
diantaranya adalah penggunaan pos luar biasa dan penghasilan komprehensif lainnya.
Namun SAK ETAP mengenal laba/rugi yang langsung diatribusikan ke ekuitas yang secara
substansi tidak jauh berbeda dengan penghasilan komprehensif lain. Sementara untuk
laporan perubahan ekuitas secara umum sama dengan PSAK 1 ETAP yaitu:
Laba rugi untuk periode tersebut
Pendapatan dan beban yang dapat diatribusikan langsung dalam ekuitas (secara
substansi serupa dengan penghasilan komprehensif lainnya)
Komponen ekuitas yang dipengaruhi oleh perubahan kebijakan dan estimasi akuntansi
Rekonsiliasi antara jumlah yang tercatat antara awal dan akhir periode
Ada sedikit keunikan dalam laporan perubahan ekuitas yaitu laporan perubahan ekuitas
dan laporan laba rugi boleh digabung dalam satu susunan apabila memenuhi syarat yaitu:
“Bila perusahaan hanya mengalami perubahan ekuitas yang muncul dari laba rugi,
pemabayaran dividen, koreksi kesalahan periode lalu, dan perubahan kebijakan akuntansi
selama periode laporan keuangan tersebut.”
Dengan kata lain, perubahan ekuitas yang muncul hanya dari operasi normal perusahaan
tanpa adanya rugi atau laba yang harus diatribusikan ke ekuitas secara langsung, dapat
menyajikan laporan laba rugi dan saldo laba dalam satu susunan
Bagaimana dengan peraturan dalam laporan arus kas? Secara umum peraturannya sama
dengan PSAK 2, atas pendapatan dan beban bunga serta deviden dalam SAK ETAP, juga
memberikan pilihan antara menjadi bagian dari aktivitas operasi atau investasi dengan
syarat konsisten dalam penerapannya. Demikian juga dengan Pajak Penghasilan harus
dicatat dalam arus kas operasi kecuali dapat diidentifikasi secara spesifik sebagai investasi
atau pendanaan.
Perbedaan yang signifikan lainnya adalah SAK ETAP mengharuskan pencatatan arus kas
operasi dengan metode tidak langsung sementara PSAK 2 memberikan pilihan antara
metode langsung atau tidak langsung. SAK ETAP juga tidak mengatur tentang arus kas
dari mata uang asing.
Gambaran kecil perbedaan PSAK dan SAK ETAP
5 Laporan Arus Kas Arus kas aktivitas operasi: Sama dengan PSAK
metode langsung dan tidak kecuali:
langsung Arus kas aktivitas operasi:
Arus kas aktivitas investasi metode tidak langsung
Arus kas aktivitas pendanaan Arus kas mata uang asing,
Arus kas mata uang asing tidak diatur.
Arus kas bunga dan dividen,
pajak penghasilan, transaksi
non-kas
2. Transisi Standar
Perusahaan dan organisasi yang boleh menerapkan PSAK ETAP adalah perusahaan yang
memenuhi persyaratan :
a. Tidak memiliki akuntabilitas public signifikan (tidak mencatatkan saham di Bursa
Efek Indonesia, tidak menerbitkan obligasi dll)
b. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum menerbitkan laporan keuangan
untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.
Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam
pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
c. Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK
ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK
ETAP.
Poin nomor tiga telah menjadi sebuah solusi yang banyak dipilih oleh beberapa
organisasi yang seharusnya menerapkan IFRS. Contohnya adalah Bank Perkreditan Rakyat,
lewat Surat Edaran Bank Indonesia no 11/37/DKBU tertanggal 31 Desember 2009 tentang
Penggunaaan Standar Akuntansi ETAP bagi Bank Perkreditan Rakyat. Keputusan Menteri
Keuangan No 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum pasal 2 ayat 1 menyebutkan BLU menerapkan standar akuntansi
keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia sesuai dengan jenis
industrinya (dalam hal ini mengacu pada penerapan PSAK ETAP). Sehingga seluruh
rumah sakit dan perguruan tinggi milik pemerintah wajib menerapkan PSAK ETAP.
Ketentuan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
menyebutkan Unit PKBL harus menyusun laporan keuangan dan diaudit dengan mengacu
pada ketentuan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh IAI (dalam hal ini juga
mengacu pada PSAK ETAP). PSAK ETAP bersama PSAK No 45 (Revisi 2011) juga
menjadi acuan pelaporan organisasi nirlaba atau LSM. Namun pengguna utama PSAK
ETAP tentu saja adalah UKM. Saat ini diperkirakan ada kurang lebih 16,000 laporan
keuangan setiap tahun yang harus diaudit, 400 diantaranya adalah perusahaan publik,
berarti selebihnya adalah laporan yang boleh menggunakan PSAK ETAP. Belum lagi
laporan yang digunakan untuk kepentingan pelaporan dan pertanggungjawaban yang tidak
perlu diaudit, tentu jumlahnya akan sangat banyak. Menurut perkiraan Kementrian UMKM
saat ini ada kurang lebih 500,000 UKM yang memiliki badan hukum yang harus membuat
laporan keuangan minimal satu tahun sekali untuk kepentingan pelaporan pajak.
Meskipun dalam persyaratan kelengkapan SPT hanya disyaratkan Neraca dan Laporan
Laba Rugi, namun sesuai dengan SAK ETAP, seluruh komponen Laporan Keuangan di
atas wajib dibuat untuk dapat dinyatakan mematuhi SAK ETAP ini. Jika tidak membuat
Laporan Keuangan seperti yang disyaratkan dalam SAK ETAP ini, maka jika Wajib Pajak
dilakukan pemeriksaan, akan dikenakan sanksi kenaikan (bukan lagi sanksi bunga) karena
tidak mematuhi Pasal 28 atau the worst case adalah dikenakan sanksi pidana Pasal 39 yaitu
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia sehingga menimbulkan
kerugian pada Negara.