Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH LAHIRNYA AMDAL DAN PEMBANGUNAN VS LINGKUNGAN

PAPER
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Analisis Dampak
Lingkungan” yang Dibimbing oleh Desi Kartikasari, M.Si.

Oleh:
Kelompok 5
1. Mambaul Rohmah 17208153007
2. Alfrida Putri Wardana 17208153018
3. Diah Susanti 17208153028
4. Fitria Wahyuning tiyas 17208153032
5. Wira Padang Subekhi 17208153075

TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
Maret 2018
A. Sejarah AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.1 AMDAL
dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh
terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Hal yang dimaksud lingkungan hidup disini
adalah aspek biotik, abiotik, dan kultural.
Analisis mengenai dampak lingkungan muncul sebagai jawaban atas
keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran
lingkungan akibat kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah
menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih
lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.2
Sejarah AMDAL dimulai tahun 1969 di Amerika Serikat. The National
Environmental Policy Act of 1969 (NEPA 1969) diperkenalkan sebagai sebuah
instrumen untuk mengendalikan dampak segala macam kegiatan yang bisa merusak
kelestarian lingkungan. Instrumen tersebut dalam bentuk regulasi. Dalam
perkembangan selanjutnya, peratuan ini diadopsi oleh banyak Negara.
Pada tahun 1982, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) Lingkungan
Hidup. UU ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Ttahun
1986, yang kemudian diganti PP Nomor 51 Tahun 1993, dan terakhir diganti lagi
dalam PP Nomor 27 Tahun 1999.
Pemerintah membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
(Bapedal) melalui keputusan presiden nomor 77 Tahun 1994 untuk memperkuat
pelaksanaan peraturan tersebut. Bapedal ada di tingkat pusat dan daerah, meskipun
keduanya tidak memiliki hubungan hierarki struktural. Bapedal pusat kini berada di
bawah Kementerian Lingkungan Hidup.
Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012
tentang ‘Izin Lingkungan”. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai
dampak positif dan negative dari suatu rencana kegiatan atau proyek, yang di pakai
pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan atau proyek layak atau tidak
layak lingkungan. Kajian dampak positif dan negative tersebut biasanya disusun
dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, social, ekonomi, sosial
1
Arif Zulkifli, Dasar-dasar Ilmu Lingkungan, (Jakarta: Salemba Teknika, 2014), hal. 143
2
Anonim, BAB II Tinjauan Pustaka, Online, (http://digilib.unila.ac.id/8988/2/BAB%20II.pdf)
diakses pada 16 April 2016 pukul 10:20 WIB
budaya dan kesehatan masyarakat. Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak
layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang
timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga,
jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar
daripada dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut
dinyatakan tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak
layak lingkungan tidak dapat dilanjutkan pembangunannya.
Kriteria wajib AMDAL ini hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan yang pada umumnya terdapat
pada rencana-rencana kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah
yang memiliki lingkungan sensitif. Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan proses yang meliputi penyusunan
berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 tahun 2012. Bentuk hasil
kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen, yaitu:3
 Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL)
 Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
 Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
 Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
 Dokumen Ringkasan Eksekutif

B. Pembangunan vs Lingkungan
Pembangunan merupakan proses perubahan yang direncanakan dan disengaja,
untuk meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat. Suatu proses pembangunan
berwawasan lingkungan, berasumsi bahwa setiap kegiatan akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.4 Sedangkan lingkungan adalah kombinasi antara
kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi
surya, mineral serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun di dalam
lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan fisik lingkungan tersebut.5
Pembangunan pada dasarnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun perlu dikritiki bahwa

3
http://ocw.ui.ac.id/pluginfile.php/388/mod_resource/content/0/naskah%20sesi%20910-
AMDAL.pdf. Online. Diakses pada tanggal 02 Februari 2018. Pukul 20.00 WIB
4
Manahan Napitupulu, Hukum dan Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan, online,
diakses pada 1 Maret 2018 pukul 19.00 WIB
5
http://www.artikellingkunganhidup.com, diakses pada 1 Maret 2018 pukul 19.00 WIB
pembangunan tidak jarang merugikan masyarakat dan bahkan sering pula
pembangunan dapat merusak lingkungan hidup. Kondisi seperti ini dimungkinkan
karena suatu paham yang mendasari pemikiran kita yaitu paham antroposentrisme
yang berarti manusia berlaku sebagai subjek dan lingkungan berlaku sebagai objek,
maka yang terjadi adalah suatu eksploitasi terhadap lingkungan hidup atau yang
biasa disebut dengan pembangunan versus lingkungan hidup.
Dalam konsep pembangunan ada tiga pilar pembangunan yang perlu
diperhatikan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut harus
menjadi perhatian utama dan perlu adanya keseimbangan diantaranya dalam
melakukan pembangunan. Namun pada kenyataannya, pembangunan-pembangunan
dilakukan dengan tidak memperhatikan ketiga pilar tersebut. Misalnya pembangunan
pusat perbelanjaan yang semakin bersaing dan memakan banyak daerah resapan air.
Akibatnya daerah tersebut menjadi langganan banjir. Hal tersebut sangat merugikan
lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Banyak masyarakat yang mengeluh dan
merasa dirugikan. Dari contoh yang telah disebutkan diatas dapat dikatakan
bahwasanya pembangunan tersebut tidak memperhatikan ketiga pilar pembangunan.
Mereka hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi yang menjadi lebih baik tanpa
menghiraukan keresahan masyarakat dengan menghilangkan daerah resapan air. Hal
seperti inilah yang merupakan suatu eksploitasi terhadap lingkungan hidup.
Lantas pembangunan seperti apakah yang ideal itu? Pembangunan yang ideal
adalah pembangunan yang memerhatikan ketiga pilar yang telah disebutkan diatas.
Memperhatikan ketiganya dan melakukan ketiganya dengan seimbang dan tidak
mengutamakan atau meninggalkan satu pilar pun dan juga perlu adanya perubahan
pemahaman yaitu suatu paham ekosentrisme yaitu memusatkan etika tidak hanya
pada makhluk hidup tetapi keseluruhan ekologi atau pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bagaimanapun pentingnya pembangunan itu tidak akan berarti apabila
lingkungan hidup menjadi sedemikian rusaknya. Oleh karena itu pelaksanaan
pembangunan harus sekaligus berarti pengamanan lingkungan agar tujuan
pembangunan itu sendiri mencapai sasaran yang diinginkan. Lingkungan hidup
merupakan sumber daya dan sumber sarana yang mutlak bagi pembangunan yang
berarti sumber itu harus tetap ada agar pembangunan dapat berkesinambungan. Hal
itu pula berarti bahwa apabila sumber daya dan sumber sarana itu telah rusak maka
pembangunan akan berhenti.

Anda mungkin juga menyukai