PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang sangat komplek karena menyangkut
aspek fisik (potensi sumberdaya lahan), ekonomi-sosial (keuntungan dan tata
kehidupan masyarakat) dan politik (rencana tata ruang wilayah). Pekerjaan evaluasi
lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan di suatu wilayah.
Perencanaan tataguna lahan yang tepat akan sangat bermanfaat didalam rangka
pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan. Sampai saat ini umumnya didalam penyusunan rencana tataguna lahan
suatu wilayah masih cenderung menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis
dibandingkan dengan aspek fisik, lebih-lebih didalam era otonomi daerah, umumnya
setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih cenderung untuk
mendapatkan pendapatan anggaran daerah (PAD) yang setinggi-tingginya. Aspek fisik
khusunya masalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sering kali
dikesampingkan. Walupun telah banyak peraturan pemerintah yang dikeluarkan agar
pembangunan daerah harus memperhatikan juga pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan atau sering dikenal dengan ”Pembangunan Yang Berwawasan
Lingkungan” atau ”Pembangunan Yang Berkelanjutan”. Dampak yang sering kali
muncul akibat tidak seimbangnya pemberian bobot antara aspek fisik dan ekonomi,
dalam menetapkan tataguna lahan, banyak sumberdaya alam dan lingkungan hidup
yang rusak dan menimbulkan bencana alam, seperti tanah kritis, banjir, kekeringan,
tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lain sebaginya. Kondisi demikian harusnya
tidak dapat dibiarkan terus berjalan melainkan kita semua harus sadar, bahwa
sumberdaya alam yang ada ini harus dikelola sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan masyarakat saat ini maupun untuk generasi yang akan datang.
Tabel 1.1. Hubungan antara skala, jarak, luasan terkecil pada peta.
No Skala Jarak di peta dan Luasan terkecil Nama survei
di lapangan di peta
1 1 : 2.000.000 1 cm = 20 km 10.000 ha Iventarisasi
1 : 500.000 1 cm = 5 km 625 ha sumber daya
alam
2 1 : 250.000 1 cm = 2.5 km 156 ha Lokasi proyek
1 : 100.000 1 cm = 1 km 25 ha
3 1 : 50.000 1 cm = 0.5 km 6.25 ha Studi kelayakan
1 : 25.000 1 cm = 0.25 km 1,56 ha
4 1 : 10.000 1 cm = 100 m 0.5 ha Studi
1 : 5.000 1 cm = 50 m 0.25 ha pengembangan
Sumber FAO, 1978.
2.1. Lahan.
Lahan adalah suatu hamparan permukaan bumi (lingkungan fisik) termasuk
didalamnya komponen iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasinya. Lahan
memiliki sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat lahan ini sangat berpengaruh terhadap potensi
lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu.
Catatan : h = halus, ah = agak halus, s = sedang, ak = agak kasar, sr = sangat ringan, r = ringan,
d = sedang, b = berat, sb = sangat berat.
Pada kategori ordo, kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu
dibedakan menjadi dua kelompok yakni ordo sesuai dan ordo tidak sesuai.
Ordo sesuai (S) : lahan dalam kelompok ini sesuai untuk tipe penggunaan
lahan tertentu, tanpa faktor pembatas, kalaupun ada sifat tidak
serius dan mudah dihilangkan dengan cara-cara pengelolaan
yang ada saat ini, tanpa ada resiko kerusakan sumber daya
lahan yang ada, dapat memberikan produksi/hasil dan
keuntungan yang maksimal.
Ordo tidak sesuai (N) : lahan mempunyai faktor pembatas yang serius sehingga
membatasi tipe penggunaan lahan tertentu, diperlukan input
yang besar dan cara-cara pengelolaan yang tidak umum
dilakukan saat ini. Resiko kerusakan sumberdaya lahan cukup
besar.
Pada tingkatan unit, sub kelas kesesuaian lahan dibagi lagi kedalam unit
kesesuian lahan yang didasarkan pada cara pengelolaan yang dibutuhkan dalam setiap
sub kelas yang ada. Sebagai contoh S2wa1, S3rc2 dst.
ORDO
Kelas S1 S2 S3
dst
dst
4.1.3. Matching.
Matching adalah penyesuaian antara data dan informasi karaktersitik
lahan yang sudah dianalisis atau diolah sesuai dengan keperluan evaluasi lahan
dengan persyaratan lahan. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan yang
digunakan dari hasil matching adalah kelas yang paling rendah.
Tabel 4.1. Contoh matching kelas kesesuaian lahan untuk padi sawah
Djaenudin dkk (2000).
Sebagai contoh untuk keperluan evaluasi lahan dibutuhkan data kemasaman tanah
lapisan bawah (20 – 60 cm), sedang data kemasaman tanah yang tersedia adalah
dalam bentuk horison, bagaimana menghitungnya ?.
Data yang tersedia
Kedalaman (cm) pH
00 – 17 6.3
b. Drainase.
Cepat : tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik tinggi sampai
sangat tinggi dengan daya menahan air rendah atau
berlereng terjal dan tekstur kasar.
Agak cepat : tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik tinggi dan
daya menahan air rendah, atau berlerang agak terjal dan
tekstur kasar.
Baik : tanah mempunyai nilai konduktivitas hidrolik sedang dan
daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah
dekat permukaan atau lereng agak landai dengan tekstur
kasar – sedang, tanpa becak tanah atau karatan
besi/mangan, serta warna glai sampai kedalaman 100 cm.
Agak baik : tanah mempunyai nilai konduktivitas sedang sampai agak
rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke
permukaan, atau berlereng agak landai dan bertekstur sedang,
atau tanah berwarna homogen tanpa becak tanah
(besi/mangan) dan tanpa warna glei sampai kedalaman > 50
cm.
Agak : tanah mempunyai nilai konduktivitas hydrolik agak rendah
c. Bahaya erosi.
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapang, yakni dengan
memperhatikan adanya erosi lembar, alur atau parit. Cara pendekatan lain untuk
menduga bahaya erosi adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang
hilang rata-rata per tahun. Tingkat bahaya erosi tersebut seperti nampak pada
Tabel 4.3.
d. Alkalinitas.
Untuk menghitung nilai alklinitas dapat digunakan rumus dibawah ini :
Na dapat ditukar x 100
ESP = ---------------------------------
KTK
e. Estimasi suhu udara.
Untuk lokasi yang tidak tersedia data pengamatan suhu dapat dilakukan estimasi
berdasarkan ketinggian tempat, sedang untuk memperoleh informasi ketinggian
tempat dapat digunakan peta topografi yang tersedia. Pendugaan suhu dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Braak (1972). Berdasarkan hasil
penelitiannya, di Indonesia suhu daratan rendah (pantai) berkisar antara 25 –
27o C, dengan mengetahui tinggi tempat suatu lokasi dapat diduga besrnya suhu
rata-ratanya. Rumus Braak (1972) yang umumnya digunakan untuk menghitung
suhu rata-rata suatu lokasi adalah sebagai berikut :
2. 25 – 50 cm
3. 50 – 150 cm
4. > 150 cm
2. 1 – 3 bulan
3. 3 – 6 bulan
4. > 6 bulan
Bahaya banjir diberi simbol F x,y (dimana x adalah simbol kedalaman banjir,
sedang y dalah lamanya banjir), kelas bahaya banjir seperti yang terlihat dalam
tabel dibawah ini ;
Fo Tanpa -
Faktor pembatas yang dapat dihilangkan adalah faktor pembatas yang dapat diatasi
dengan cara pengelolaan yang umumnya dilakukan oleh petani.
Pemilihan tipe penggunaan lahan berganda pada SPL 1 adalah model agrowisata yang
memadukan antara tipe penggunaan lahan untuk hotel, perkebunan dan taman
margasatwa. Sedang untuk SPL 2 adalah perkebunan yang dilengkapi dengan taman
margasatwa.
Pemilihan tipe penggunaan lahan untuk SPL 1 adalah tumpang gilir antara padi, jagung
dan sayuran.
Nop Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep
padi
jagung + sayuran
bero
Pemilihan tipe penggunaan lahan untuk SPL 2 adalah tumpang gilir antara jagung,
sayuran dan ketela pohon.
Nop Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep
Jagung + sayuran
Ketela pohon
bero