Anda di halaman 1dari 31

CASE PRESENTASION SESSION

Nama : Tn. IS
Umur : 61 tahun
Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2016
Alamat : Kp. Kebon Manggu No. 265 rt 004 rw 021
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja

Case Overview:
Keluhan utama : Penurunan pendengaran
Anamnesis Khusus :
Pasien mengeluhkan penurunan pendengaran sejak 3 bulan yang lalu pada telinga

sebelah kanan. Keluhan tidak disertai adanya telinga berdenging, nyeri telinga, keluar cairan

dari telinga, riwayat batuk pilek sebelumnya, dan pusing berputar. Pasien mengaku tidak ada

riwayat trauma sebelumnya.


Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi

obat hipertensi. Pasien bekerja di pabrik tekstil selama kurang lebih 30 tahun. Riwayat

merokok (+) 3 batang per hari.


Keluhan pada hidung dan tenggorokan tidak ada.
Status Generalis :
Keadaan Umum : Kesadaran : Compos Mentis, Kesan Sakit : Sakit Ringan
Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/90 mmhg
Nadi : 80 x/menit r.e.i.c
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,5oC

Status Lokalis :

ADS :

Bagian Kelainan Auris Dextra Auris Sinistra


Preaurikular Fistula Tidak ada Tidak ada
Kista Brakhialis Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Tragus Assesorius Tidak ada Tidak ada

Abses kista Tidak ada Tidak ada


Tidak ada Tidak ada
brakhialis Tidak ada Tidak ada
Parotitis Tidak ada Tidak ada
Tumor parotis Tidak ada Tidak ada

Hematom
Laserasi
Aurikular Mikrotia Tidak ada Tidak ada
Makrotia Tidak ada Tidak ada
Anotia Tidak ada Tidak ada
Perikondritis Tidak ada Tidak ada
Melanoma Tidak ada Tidak ada
Basal cell carcinoma Tidak ada Tidak ada
Hematom aurikula Tidak ada Tidak ada
Retroaurikular Abses subkutan Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Mastoiditis Tidak ada Tidak ada
Battle sign
Otoskopi CAE Tenang Tenang
Serumen + -
Sekret - -
Massa - -

Membran Warna Putih keabuan Putih keabuan


Intak + +
timpani Refleks cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7

Gambar membran timpani :

AD AS
Tes suara Jarak 1 m: mendengar Jarak 1 m: mendengar

suara normal suara normal


Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Tes Swabach Memendek Memendek
Kesan Tuli sensorineural derajat sedang

Hidung
Pemeriksaan Hidung Luar

Dextra Sinistra
Bentuk Simetris Simetris
Deformitas (-) (-)
Krepitasi (-) (-)
Inflamasi (-) (-)

Rhinoskopi anterior:
Dextra Sinistra
Vestibulum Nasi Tenang Tenang
Mukosa Tenang Tenang
Sekret - -
Konka Normal Normal
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa - -
Pasase udara + +

Gambar rinoskopi anterior

Transiluminasi :

4 4
4 4

Pemeriksaan Orofaring

Kavum Oris Trismus (-)


Mukosa Tenang
Lidah Atrofi (-)
Gigi geligi 87654321 12345678
87654321 12345678
Palatum durum t.a.k

Tonsil Mukosa Tenang/Tenang


Besar T3-T2
Kripta Tidak melebar
Detritus Tidak ada

Faring Mukosa Tenang


Granula -
Post nasal drip -
Gag reflex +

Rinoskopi Posterior Koana Terbuka/Tebuka


Adenoid/massa (-)/(-)
Orifisium Tuba Tenang

Eustachius Tenang
Torus Tubarius Tenang
Fossa Rosenmuller

Laringoskopi Indirek

Laring Epiglotis Sulit dinilai


Kartilago arytenoid Sulit dinilai
Plica aryepiglotica Sulit dinilai
Plica vokalis Sulit dinilai
Rima glotis Sulit dinilai
Cincin trakea Sulit dinilai

Pemeriksaan Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese Nervus Cranialis : Tidak ada
Tanda Rhinitis Alergi :-
Tanda sinusitis :-

Leher
KGB : Tidak teraba
Massa : Tidak ada

CASE OVERVIEW
Laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan penurunan pendengaran sejak 3

bulan yang lalu pada telinga sebelah kanan. Keluhan tidak disertai adanya tinitus, otalgia,

otore, riwayat ISPA sebelumnya, dan vertigo. Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma

sebelumnya.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi

obat hipertensi. Pasien bekerja di pabrik tekstil selama kurang lebih 30 tahun. Riwayat

merokok (+) 3 batang per hari.


Keluhan pada hidung dan tenggorokan tidak ada.
Pemeriksaan Fisik:
Status Generalis : Dalam batas normal
Status Lokalis : AD :
AS : Dalam batas normal
Cavum nasi : Dalam batas normal
Sinus paranasal : Dalam batas normal
Rongga mulut : Dalam batas normal
Laring : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Maxillofacial : Dalam batas normal

Diagnosis Banding : - Suspek presbikusis AD


- Ototoksik
- NIHL
Pemeriksaan Penunjang : Audiometri nada murni
Diagnosis Kerja : Suspek presbikusis AD
MIND MAP

Anatomi telinga Struktur dan fungsi Fisiologi


dalam normal pendengaran

Faktor risiko : Etiologi : Proses


degeneratif
Genetik, usia, Patofisiologi
hipertensi, diabetes
mellitus,
hiperkolesterol Tanda dan gejala:
Usia  degenerasi koklea 
penghantaran suara  tuli Gangguan
Komplikasi: tuli
pendengaran
irreversibel
Telinga
berdenging di
tempat yang
Penatalaksanaan: ramai
Nyeri telinga
1.Umum : Diagnosis Kerja : saat mendengar
suara penunjang
Pemeriksaan keras :
- Pemasangan alat bantu Presbikusis AD
(hearing aid), Latihan Audiometri
membaca ujaran, Latihan
mendengar bersama ahli terapi Prognosis
wicara Quo ad vitam: ad bonam
2. Khusus : Quo ad functionam: dubia
Betahistine ad malam
8mg 3dd 1
BASIC SCIENCE

1. Embriologi Telinga

Secara anatomis telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: telinga dalam, telinga

tengah dan telinga luar. Dimana pembentukannya dimulai dari pembentukan telinga dalam,

telinga tengah dan terakhir pembentukan telinga luar.

1.1. Telinga Dalam

Perkembangan telinga dimulai pada minggu ke empat, dimana terjadi penebalan pada

permukaan lateral kepala embrio. Setelah menebal, lalu terbentuklah plakoda otik. Plakoda

otik kemudian berinvaginasi dan terbenam ke surface ectoderm dan menembus jaringan

mesenkim dan membentuk lekukan otik (otic pit). Kedua ujung dari lekukan otik kemudian

bersatu dan membentuk vesikel otik dan pada vesikel otik terjadi pertumbuhan divertikulum

dan pemanjangan.

Gambar 1. Proses Pembentukan vesikel otik.

Vesikel yang terus berkembang pada bagian ventralnya akan membentuk sakulus yang

kemudian menggulung dan membentuk duktus koklearis. Duktus koklearis yang menggulung

sekitar 2,5 putaran akan membentuk membran koklear dan terdapat penghubung dengan

sacculus yaitu duktus reuniens. Sedangkan pada bagian dorsal terjadi pembentukan dari

duktus endolimfatikus, utrikulus dan duktus semisirkular dengan ampulla pada salah satu

ujungnya.
Stimulasi dari vesikel otik akan membuat mesenkim di sekitarnya berkondensasi dan

berdiferensiasi membentuk kapsul otik kartilago. Karena pembesaran dari membrana labirin,
vakuola muncul di kapsul kartilago otik dan segera membentuk perilymphatic space.

Perilymphatic space yang berhubungan dengan duktus koklearis berkembang menjadi dua

bagian yaitu skala tympani dan skala vestibuli. Kapsula kartilago otik kemudian berosifikasi

dan membentuk labirin pars osseus di telinga dalam.

Gambar 2. Proses pembentukan telinga dalam.1

1.2 Telinga Tengah

Bagian telinga tengah berkembang dari resesus tubotimpanikus dari kantung faring

pertama. Bagian proksimalnya akan membentuk tabung faringotimpanikus (tabung

pendengaran). Sedangkan bagian distalnya akan membentuk cavum timpani yang nantinya

akan meluas dan menyelimuti tulang kecil telinga tengah/tulang-tulang pendengaran

(malleus, incus dan stapes), tendon dan ligament serta saraf korda timpani.

Gambar 3 Proses pembentukan telinga tengah.5

1.3 Telinga Luar

Meatus akustikus eksternal terbentuk dari perkembangan lengkung faring pertama

bagian dorsal. Pada awal bulan ke tiga, terjadi proliferasi sel-sel epitel di bawah meatus yang

nantinya akan membentuk sumbat meatus. Lalu pada bulan ke tujuh, sumbat meluruh dan

lapisan epitel di lantai meatus berkembang menjadi gendang telinga definitif. Dimana

gendang telinga itu dibentuk dari lapisan epitel ektoderm di dasar acoustic meatus, lapisan
epitel endoderm di tympani cavity dan lapisan intermediate jaringan ikat yang membentuk

stratum fibrosum.
Sedangkan aurikula terbentuk dari hasil proliferasi mesenkim di ujung dorsal pertama

dan kedua dari arkus

faringeal yang

mengelilingi alur faringeal pertama dan membentuk tonjolan aurikula yang berjumlah tiga di

masing-masing sisi eksternal meatus akustikus dan kemudian tonjolan aurikula akan bersatu

lalu membentuk aurikula definitif.


Pada awalnya, telinga luar berada di regio leher bawah. Setelah terbentuk mandibula,

telinga luar naik ke samping kepala setinggi dengan mata.


Gambar 4. Proses pembentukan aurikula.5

2. Anatomi Telinga

Telinga terbagi menjadi telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

2.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran

timpani. Aurikula terdiri atas lempeng tulang rawan elastik tipis yang ditutupi kulit. Aurikula

mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh N. Facialis.

Gambar 5. Aurikula

Meatus akustikus eksternus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang terbentang

antara aurikula sampai membaran timpani. Berfungsi menghantarkan gelombang suara dari

aurikula ke mebran timpani. Pada orang dewasa panjang nya ± 1 inci (2,5 cm).

Sepertiga meatus bagian luar mempunyai kerangka tulang rawan elastik dan dua

pertiga dalam oleh tulang, yang dibentuk lempeng timpani. Meatus dilapisi kulit dan

sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. Yang

terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat, yang menghasilkan lilin coklat kekuningan.

Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket untuk mencegah masuknya benda-benda
asing. Suplai saraf sensoris ke kulit pelapisnya, berasal dari N. Aurikulo temporalis dan

cabang N. Vagus.

2.2 Telinga Tengah

Kavum timpani adalah ruang berisi udara dalam pars petrosus ossis temporalis yang

dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang berfungsi

meneruskan getaran membran timpani (gendangan) ke perilimf telinga dalam.


Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena Jugularis
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
Batas Dalam : Kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap

lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.
Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berbentuk bundar yang

berwarna bening. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.

Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo,

yang terbentuk oleh ujung manubrium malei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian

cekung ini menghasilkan “kerucut cahaya”, yang memancar ke anterior dan inferior dari

umbo.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus

maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada

stapes. Stapes terletak pada jendela oval yang berhubungan dengan koklea.
Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan

medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga

bagian anteriornya adalah kartilago. Tuba berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan

melalui pinggir atas m. konstriktor faringes superior.


Gambar 6. Telinga Tengah

2.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis yaitu:


- Kanalis semisirkularis superior
- Kanalis semisirkularis posterior
- Kanalis semisirkularis lateral

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani

disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli

disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media

adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ korti. Pada skala media terdapat

bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membrane basalis

melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, luas dan kanalis korti, yang

membentuk organ korti.


Gambar 7. Koklea

3. Histologi Telinga

Telinga dibagi atas telinga luar, tengah dan dalam. Ketiga bagian ini memiliki fungsi

dan histologi yang berbeda-beda.

3.1 Telinga Luar

Aurikula (pinna) terdiri dari lempeng yang tak teratur di tulang rawan elastis, yang

ditutupi erat oleh kulit di semua sisinya. Meatus auditorius eksternus (MAE) merupakan

saluran gepeng hingga dalam tulang temporalis. Batas dalam adalah membran timpani.

Terdiri dari suatu epitel skuamosa berlapis yang berlanjut dari kulit melapisi saluran ini.

Terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa yang merupakan

modifikasi kelenjar keringat di dalam submukosa. Ujung bagian dalam MAE adalah suatu

membranlonjong, yaitu membran timpani. Permukaan luarnya dilapisi oleh epidermis tipis

dan permukaan dalamnya dilapisi oleh epitel selapis kuboid, yang menyatu dengan cavum
timpani. Diantara kedua lapisan epitel tersebut, terdapat lapisan jaringan ikat kasar yang

terdiri dari serat-serat kolagen, elastin dan fibroblas.

3.2 Telinga Tengah

Telinga tengah atau cavum timpani berada di dalam tulang temporalis. Di sebelah

anterior, ruangan ini berhubungan dengan faring melalui tuba eustachius, dan di sebelah

posterior terdapat rongga prossesus mastoid, yang berisi udara pada rongga nya. Telinga

tengah dilapisi oleh epitel selapis yang berangsur berubah menjadi epitel bertingkat silindris

bersilia. Membran timpani berhubungan dengan foramen ovale melalui tiga tulang

pendengaran, yaitu malleus, incus dan stapes. Ketiga tulang pendengaran ini dilengkapi

dengan dua otot yang berinsersi pada melleus dan stapes berfungsi mengatur konduksi udara.

3.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri atas dua labirin, labirin osseus terdiri atas ruangan di dalam pars

petrosa tulang temporal yang dihuni labirin membranosa. Labirin membranosa merupakan

rongga berlapis epitel yang kontinu dan berasal dari ektoderm. Labirin membranosa dibagi

atas utrikulus dan sakulus. Utrikulus kemudian berubah menjadi duktus semisirkularis dan

duktus koklearis berasal dari sakulus. Pada keduanya dilapisi oleh epitel pelapis khusus

membentuk sensor sensorik seperti makula, krista duktus semisirkularis dan organ korti.

Labirin osseosa terdiri atas rongga-rongga di tulang temporalis. Rongga sentral yang

tidak teratur, dinamakan vestibulum yang berisi sakulus dan utrikulus. Di belakang struktur

ini terdapat tiga kanalis semisirkularis yang berisi duktus semisirkularis, koklea anterolateral

yang mengandung duktus koklearis. Koklea (35 mm) membentuk dua-setengah putaran yang

mengelilingi bagian pusat tulang dikenal dengan modiulus. Modiulus memiliki celah-celah

pembuluh darah dan badan sel, serta cabang nervus akustikus dari nervus cranialis VIII. Dari
lateral modiulus terjulur suatu rabung tipis yaitu lamina spiralis osseasa. Labirin osseasa

berisikan perilimf dengan komposisi ekstrasel dengan kandungan protein rendah. Labirin

membranosa terdiri dari endolimf dengan kandungan natrium rendah dan kalium yang tinggi,

serta protein yang rendah.

Sakulus dan utrikulus terdiri atas epitel selapis gepeng . labirin membarnosa melekat

pada pars osseus melalui berkas halus jaringan ikat, pembuluh darah yang kaya akan nutrisi

untuk epitel labirin membranosa. Makula merupakan sel-sel neuroepitel yang telah

berkembang dipersarafi oleh nervus vestibularis. Makula sakulus terletak di dasar, sedangkan

makula utrikulus terletak di dinding lateral, sehingga kedua makula tegak lurus. Kedua

makula ini memiliki struktur histologis yang sama dan memiliki 2 reseptor, sel penyokong

dan ujung saraf aferen dan eferen. Sel reseptor (sel rambut) ditandai dengan 40–80

stereosilia kaku dan panjang yang sebenarnya adalah mikrovili khusus dan satu silium.

Terdapat dua jenis sel rambut yaitu sel tipe I memiliki ujung besar berbentuk mangkuk yang

mengelilingi sebagian besar dasar sel, sedangkan tipe II memiliki banyak ujung aferen.

Kedua sel ini memiliki aferen yang bersifat inhibitorik. Sel penyokong diantara sel rambut

berbentuk silindris dengan mikrovili pada apikal. Neuroepitel dilapisi oleh gelatinosa tebal

yang berasal dari endapan kristal dan sekresi dari sel-sel penyokong, terdiri dari kalsium

karbonat atau otolit.

Duktus semisirkularis terdapat daerah reseptor dengan ampula berbentuk rabung

panjang disebut krista ampularis. Secara struktur histologis sama dengan makula, namun

lapisan glikoprotein lebih tebal; lapisan ini berbentuk seperti kerucut yang disebut kupula,

dan tidak ditutupi otolit.

Bagian awal duktus endolimfatikus dilapisi epitel selpais gepeng, makin mendekati

sakus endolimfatikus, epitel berubah menjadi silindeis tinggi dengan dua jenis sel; mikrovili
dan vesikel pinositik vakuol. Diduga sel tersebut berfungsi sebagai endositosis materi asing

dan sisa sel pada endolimfe.

Duktus koklearis adalah divertikulum sakulus khusus untuk reseptor suara. Koklea

dibagi atas skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Duktus koklearis mengandung

endolimf berakhir di apeks koklea. Kedua skala lain mengandung perilimef yang berawal dari

tingkap lonjong dan berakhir di tingkap bundar. Skala-skala ini berhubungan di apeks koklea

melalui suatu muara yang dikenal dengan helikoterma. Duktus koklearis terdiri atas membran

vestibularis dan stria vaskularis. Membran vesttibularis terdiri dari dua lapisan epitel gepeng,

satu lapisan dari skala media dan lapisan lain dari skala vestibuli. Stria vasklaris terdiri dari

epitel vasskular di dinding lateral duktus koklearis. Stria ini terdiri dari sel-sel dengan banyak

lipatan plasma dalam dan banyak mitokondria.

Struktur telinga dalam yang mengandung reseptor auditori khusus disebut organ

Corti, terdiri dari sel rambut dengan respons berbagai frekuensi. Organ Corti terletak pada

lapisan substans dasar tebal atau membrana basilaris. Terdapat sel rambut luar dan dalam

serta stereosilia. Pada organ Corti tidak ditemukan adanya kinosilium, sehingga transduksi

sensorik dapat berjalan.

4. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang bunyi oleh telinga luar.

Telinga luar terdiri dari auricular (pinna), canalis acusticus externus (CAE), dan membran

timpani. Pinna akan mengumpulkan gelombang suara dan menghubungkannya dengan

canalis acusticus externus. Pinna juga berfungsi untuk mengetahui penentuan arah suara yang

berasal dari depan dan di belakang, yaitu berdasarkan perbedaan waktu masuknya suara ke

telinga kanan dan kiri serta perbedaan intensitas suara yang masuk ke telinga kanan dan kiri.

Dinding sepanjang canalis acusticus externus (CAE) kemudian akan mengamplifikasi

suara yang akan berujung pada bergetarnya membran timpani. Membran timpani berfungsi
sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti

bergetar hampir segera setelah suara berhenti. Kemudian, diteruskan ke telinga tengah

melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus-incus-stapes) yang akan mengamplifikasikan

kembali getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan

luas membran timpani dan tulang stapes.

Gerakan membran timpani disalurkan melalui bagian tulang maleus yang melekat di

membran timpani yaitu manubrium malleus. Ujung tangkai malleus melekat di bagian tengah

membran timpani, dan tempat perlekatan ini akan konstan tertarik oleh otot muskulus tensor

timpani ke arah medial, yang menyebabkan membran timpani tetap tegang. Keadaan ini akan

menyebabkan getaran pada setiap bagian membran timpani akan dikirim ke tulang-tulang

pendengaran, hal ini tidak dapat terjadi jika membran tersebut longgar. Otot ini juga bersama

dengan muskulus stapedius (menarik stapes ke arah luar) berperan dalam melindungi koklea

dari getaran suara yang terlalu keras serta menutupi frekuensi suara yang terlalu rendah.

Malleus terikat pada incus oleh ligament yang kecil sehingga ketika malleus bergerak

incus juga bergerak. Ujung yang berlawanan dari incus akan berartikulasi dengan batang

stapes, dan bidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan membran labirin koklea

pada muara fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai

pengungkit. Sistem pengungkit tersebut mengurangi jarak antar tulang dan meningkatkan

tenaga 1,3 kali lebih kuat. Luas permukaan timpani yang jauh lebih besar dari lempeng kaki

stapes menyebabkan penekanan total yang lebih kuat yang diberikan kepada cairan koklea.

Hal ini diperlukan karena inersia cairan jauh lebih tinggi daripada udara sehingga diperlukan

getaran yang lebih kuat guna menghasilkan frekuensi suara yang sama pada cairan koklea.
Gambar 8. Skema Pendengaran

Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di

proyeksikan pada membran basalis, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria.

Koklea terdiri dari atas 3 tuba yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani.

Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran Reissner. Diantara

skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar. Skala vestibuli dan skala

timpani mengandung perilimfe dan berhubung satu sama lain di apeks koklea melalui lubang

kecil yang helikotrema. Skala media atau disebut juga duktus koklearis mengandung cairan

yang berbeda yaitu endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani terhubung langsung ke ruang

subarachnoid sehingga cairan perilimfe merupakan cairan dengan komposisi ion yang serupa

dengan komposisi LCS dengan kandungan proteinnya sangat rendah. Sedangkan endolimfe

dibentuk dalam stria vaskularis di dinding skala media yang memiliki komposisi kalium lebih

tinggi dan natrium yang lebih rendah.

Ketika kaki stapes menekan fenestra ovalis, getaran suara memasuki skala vestibuli.

Bidang stapes akan menyebabkan perilimfe pada skala vestibuli bergetar hingga sampai

helikotrema lalu kemudian menuju fenestra rotundum. Gelombang tekanan pada skala
vestibuli akan di transfer ke skala media melalui membran reissner (membran yang cukup

tipis sehingga tidak menghalangi getaran antara cairan perilimfe dan endolimfe). Kemudian

akan ditransfer ke skala timpani yang akan menebabkan foramen rotundum bergerak masuk

dan keluar. Fenestra ovale dan fenestra rotundum bergerak ke dalam dan keluar sesuai dengan

arah getaran suara.

Tujuan utama dari gelombang suara yang masuk ke fenestra ovale adalah untuk

menggerakkan membran basilar pada skala media. Pada permukaan membran basilar tersebut

terletak organ corti, yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara elektromagnetik

yaitu sel-sel rambut. Pada setiap ujung sel rambut terdapat stereosilia yang tertanam pada

lapisan gel membrana tektorial. Getaran menyebabkan timbulnya rangsang mekanik pada

membrana basilar (membran basiler bergerak ke atas dan ke bawah) yang menyebabkan

terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut tersebut, sehingga merangsang pembukaan kanal

ion dan masuknya ion K ke dalam badan sel rambut.

Organ corti merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai

respon terhadap getaran membran basilar. Reseptor pada organ corti merupakan tipe sel saraf

yang khusus yang disebut dengan sel rambut yang terdiri dari sel rambut interna dan sel

rambut eksterna. Sel rambut interna terutama terhubung langsung dengan ganglion spiralis.

Stereocilia dari rambut-rambut tersusun mulai dari tinggi ke rendah dan diikat oleh

filamen penghubung yang merupakan CAMs (Cell Adhesion Mollecule). Ketika membran

basiler bergerak ke atas, stereocilia akan terdefleksi dan akan menarik filamen penghubung.

Kemudian, akan terjadi pembukaan kanal kation. Kalium-kaliun yang berasal dari endolimfe

akan masuk. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut.

Ketika membran basilaris bergerak ke bawah maka akan terjadi hal yang sebaliknya.

Kanal ion akan tertutup dan terjadi hiperpolarisasi Gerakan membran basilaris yang bergerak

ke atas dan ke bawah secara sinkron akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
hiperpolarisasi secara bergantian yang akan menyebabkan terangsangnya ujung-ujung saraf

koklea yang bersinap di sel-sel rambut. Depolarisasi akan melepaskan neurotransmitter

(diduga glutamat) ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.

Gambar 9. Jaras Pendengaran

Jaras ini menunjukkan bahwa ganglion spiralis dibawah sel rambut memasuki nucleus

koklearis dorsalis dan ventralis berjalan terus hingga nucleus olivarius superior di batang otak

(pons), lalu berlanjut ke otak tengah yaitu kolikulus inferior dan selanjutnya akan berakhir di

korteks auditorik pada girus superior lobus temporalis.

5. Etiologi dan Faktor Resiko, Epidemiologi


Umumnya diketahui bahwa presikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.

Schucknecht menerangkan penyebab kurang pendengaran pada presbikusis antara lain :


1) Degenerasi sel rambut di koklea.
2) Degenerasi fleksibilitas dari membran basiler
3) Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran
4) Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak
5) Degenerasi jangka pendek dan auditory memory
6) Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central
auditory cortex )

Cepat lambatnya proses degenerasi ini dipengaruhi juga oleh tempat dimana seseorang

tinggal selama hidupnya. Orang kota lebih cepat datangnya presbikusis ini dibandingkan

dengan orang desa. Diduga kejadian presbikusis usia mempunyai hubungan dengan faktor-

faktor herediter, metabolisme, arterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat

multifaktor. Faktor resiko yang dapat memperberat penurunan pendengaran pada presbikusis

antara lain :
a) Usia dan jenis kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun keatas. Pengaruh usia terhadap

gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih banyak

mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada

frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada

ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar

bising di tempat kerja dibandingkan perempuan.


Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis

tidak seluruhnya disebabkan perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan

liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi

rendah.
b) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang

mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah,

penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan

sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan

gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi

mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme.


c) Diabetes Melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein dalam

proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP) yang
tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah

(arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan

lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan

menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus

VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan

axon maka akan menimbulkan neuropati.

National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita

presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan

bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila

dibandingkan penderita tanpa DM.

d) Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu

peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea.

Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan

antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen.

Seperti diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding

dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan

menimbulkan efek iskemia.


Selain itu, efek karbonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan

darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh

merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.

Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak

memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain.


Mizoue et al. meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan pendengaran

melalui data pemeriksaan kesehatan 4 624 pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya

memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya fungsi pendengaran pada frekuensi

tinggi akibat merokok dengan risiko tiga kali lebih besar.


e) Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia)

di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dL. Keadaan tersebut dapat

menyebabkan penumpukan plak/atherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis

atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma

merupakan degenerasai lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada

arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima

arteri sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai

dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut

dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen.


Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan terdapat hubungan antara

penderita hiperkolesterolemia dengan penurunan pendengaran.


f) Riwayat Bising

Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural

yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko

yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama

pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan

faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah

pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal

tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea.

Epidemiologi

Di Amerika Utara, 10% populasinya mengalami gangguan pendengaran dengan rata-

rata penderitanya berusia lebih dari 65 tahun. American Speech Language Hearing

Association menunjukan bahwa penurunan atau kehilangan pendengaran menempati urutan

ketiga prevalensi terbanyak pada kondisi klinis lansia di Amerika. Menurut Willott et al.
terjadinya penurunan atau kehilangan pendengaran dirasakan pada dekade ke 3 dari 4 dekade

kehidupan. 25-48% populasi Amerika menunjukan gangguan dengar pada audiometri.

Pada beberapa penelitian, ditemukan bahwa faktor jenis kelamin tidak memiliki

hubungan dengan kejadian presbikusis. Namun tingkat pendidikan menunjukan hubungan

dengan kejadian presbikusis. Dilaporkan insidensi meningkat pada kelompok dengan tingkat

pendidikan yang rendah.

Angka kejadian presbikusis yang terus meningkat dari tahun ke tahun berhubungan

dengan peningkatan usia harapan hidup suatu negara. Pada data statistik menunjukan

kelompok usia lanjut meningkat sejak tahun 1991. Pada 2011 terjadi peningkatan sebesar

3,9% dibandingkan tahun 1991 dan diperkirakan pada 2031 terjadi peningkatan hingga 6,3%

dibandingkan tahun 2011. Peningkatan kelompok usia lanjut tersebut akan berkontribusi

dalam peningkatan angka kejadian presbikusis.

6. Patofisiologi Presbikusis

a. Degenerasi Koklea

Patofisiologi terjadinya presbikusis merupakan adanya degenerasi pada stria vaskularis

(tersering). Bagian basis dari apeks koklea pada awalnya mengalami degenerasi, tetapi

kemudian meluas ke regio koklea bagian tengah dengah bertambahnya usia. Degenerasi

hanya terjadi sebagian tidak seluruhnya. Degenerasi sel marginal dan intermedia pada stria
vaskularis terjadi secara sistemik, serta terjadi kehilangan NA+K+ATPase. Kehilangan enzim

penting ini, dapat dideteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia.

Analisis dinding lateral dengan kontras pada pembuluh darah menunjukkan kehilangan

stria serta kapiler. Perubahan patologi vascular terjadi berupa lesi fokal yang kecil pada

bagian apical dan bawah basal yang meluas pada region ujujng koklea. Area-stria yang tersisa

memiliki hubungan yang kuat dengan mikrovskulardan potensial endkoklear.

Degenerasi stria vaskularis akibat penuan berefek pada potensial endolimfe yang

berfungsi sebagai amplifikasi koklea. Potensial endolimfe yang berkurang secara siginifikan

akan berpengaruh pada amplifikasi koklea. Nilai potensial endolimfatik yang menurun

sampai 20mV atau lebih, maka amplifikasi koklea dianggap kekurangan voltage dengan

penurunan maksimum. Penambahan 20dB di apeks koklea akan terjadi peningkatan potensial

sekita 60dB di daerah basis.

Degenerasi stria yang melebihi 50%, maka nilai potensial endolimfe akan menurun drastis.

b. Degenerasi sentral

Degenerasi sekunder terjadi akibat degenerasi sel organ corti dan saraf yang dimulai

pada bagian basal koklea hingga apeks. Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi

nervus auditorius akan meningkap nilai ambang dari nervus. Pengurangan amplitude dari

potensial aksi yang terekan pada proses penuaan memungkinkan terjadinya asinkronisasi

aktifitas nervus auditorius.

Keadaan ini mengakibatkan penderita mengalami kurang pendengaran dengan

pemahaman bicara yang buruk. Prevalensi jenis ketulian ini sangat jarangtetapi degenerasi

sekunder ini penyebab terbanyak presbikusis sentral.

c. Mekanisme molekuler

Penelitian tentang penyebab presbikusis sebagian besar menitikberakan pada

abnormalitas genetik yang mendasari.


Faktor genetik

Salah satu strain yang berperan terhadap terjadinya presbikusis yaitu C57BL/6J sebagai

penyandi saraf ganglio spiral dan sel stria vaskularis pada koklea. Strain ini sudah ada sejak

lahir. Teori aging mitonkondria, menyatakan bahwa ROS sebagai penyebab rusaknya

komponen mitokondria.

Radikal Bebas

Sistem biologi yang terpapar oleh radikal bebas baik yang terbentuk endogen oleh

proses metabolism tubuh maupun eksogen seperti pengaruh radiasi ioniaisasi. Membran sel

terutama terdiri dari komponen lipid. Serangan radikal bebas yang bersifat reaktif dapat

menimbulkan kerusakan terhadap komponen lipid yang menghasilkan produk bersifat toksisk

terhadap sel, seperti malondialdehida (MDA,. Bahkan dapat terjadiikatan silang antara dua

rantai asam lemak dan rantai peptide (protein) yeng menyebabkan kerusakan parah

membrane sel sehingga membahayakan kehidupan sel. Kerusakan sel akibat stress oksidatif

tadi menumpuk dan bertahun-tahun sehingga terjadi penyakit degenratif, keganasan,

kematian sel yang pada akhirnya menyebabkan proses penuaan.

Teori mitokondria bahwa ROS menimbulkan kerusakan mitokondria termasuk mtDNA

dan kompleks protein. Mutasi mtDNA pada jaringan koklea menyebabkan terjadinya

presbikusis.

Gangguan Transduksi Sinyal

Ujung sel rambut sensori organ cori berperan terhadap transduksi mekanik, yaitu

merubah stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia.Dua penyusun CDH23 dan PCH15

telah diidentifikasikan sebagai penyusun ujung sel rambut koklea. Keduanya saling

berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal dengan baik. Terjadinya mutasi akibat

penuaan akan meninmbulkandefek yang menyebabkan gangguan pendengaran. Sel rambut

tidak akan mengalami regenerasi, sehingga terjadinya defleksi stereosilia akibat stimulus
abnormal disertai proses penuan akan menimbulkan gangguan dalam transport

elektromekanik sinyal yang dapat menimbulkan penurunan pendengaran akibat usia.

7. Penegakan Diagnosis
Gejala gangguan pendengaran pada usia lanjut pertama kali adalah kesulitan untuk

mengerti percakapan. Lama-kelamaan kemampuan untuk menentukan jenis dan arah suara

akan berkurang. Kehilangan sensitivitas dimulai dari frekuensi tinggi, sehingga menimbulkan

kesulitan untuk mengerti percakapan pada lingkungan bising (cocktail party deafness).

Penurunan yang progresif terlihal pada frekuensi 24 kHz. Frekuensi ini sangat penting untuk

dapat mengerti vokal konsonan. Kadang-kadang disertai dengan tinitus yaitu persepsi

munculnya suara baik di telinga atau di kepala.


Gejala penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural,

simetris bilateral dan progresif lambat.


Pada pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan serumen

yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang pendengaran

terbanyak.
a) Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau bisa juga suram,

dengan mobilitas yang berkurang.


b) Tes penala
 Uji Rinne
Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien.

Rinne positif bila pasien masih mendengar penala melalui hantaran udara, setelah penala

tidak terdengar melalui hantaran tulang (HU>HT). Rinne negatif bila pasien tidak dapat

mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang

(HU<HT). Interpretasi uji rinne :

Tabel 1. Hasil Uji Rinne

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus


Positif HU ≥ HT Normal atau gangguan Tidak ada atau lokus

sensorineural koklearis -
retrokoklearis
Negatif HU < HT Gangguan Konduktif Telinga luar atau

tengah

 Uji Weber

Interpretasi :

- Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif

perlu dicurigai pada telinga tersebut.


- Jika nada terdengar pada telinga yang lebih baik, maka
dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu

Gambar 8. Tes Weber

 Uji Schwabach

Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Cara kerja

Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus penderita sampai tidak

terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus

pemeriksa.

Tabel 2. Hasil Uji Swabach

Hasil Uji Schwabach Status Pendengaran Lokus


Normal Normal Tidak ada
Memanjang Tuli Konduktif Telinga luar dan/atau tengah
Memendek Tuli Sensorineural Koklearis dan/atau

retrokoklearis
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Audiometri murni

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan audiometri

nada murni. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli

sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pemeriksaan audiometri nada murni

ditemukan perurunan ambang dengar nada murni yang menunjukkan gambaran tuli

sensorineural. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah

frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini khas pada gangguan pendengaran jenis sensorik dan

neural. Kedua jenis ini paling sering ditemukan.

Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih

mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan.

Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih

rendah.

b. Audiometri tutur

Menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech discriminatin) dan

biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.

Pada pemeriksaan audiometri tutur pasien diminta untuk mengulang kata yang

didengar melalui kasettape recorder. Pada tuli persepti koklea, pasien sulit untuk

membedakan bunyi R, S, C, H, CH, N. Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi

umtuk membedakan kata tersebut.

Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan

sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar. Hasil uji audiometri suara :

90-100 % normal

75-90% tuli ringan

60-75% tuli sedang


50-60% kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari

<50% tuli berat

Gambar 9. Audiometri Presbikusi

8. Klasifikasi Presbikusis

Menurut Schuknecht dkk, presbikusis digolongkan menjadi 4 jenis diantaranya:

1. Sensorik : Lesi terbatas pada koklea atrofi organ Corti, jumlah sel-sel rambut dan sel-sel

penunjang yang berkurang.

2. Neural: Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang.

3. Metabolik: Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun. Fungsi

biokimia/bioelektrik koklea bekurang.


4. Mekanik: Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis. Atrofi ligamentum

spiralis. Membran timpani menjadi lebih kaku.


9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi apabila presbikusis tidak ditangani akan terjadi tuli

permanen akibat rusaknya sebagian besar sel-sel saraf kranialis VIII. Selain itu dapat juga

terjadi gangguan psikosisoal, pada penderita presbikusis usia tua, penurunan pendengaran

sering disertai dengan penurunan diskriminasi bicara akibat perubahan SSP oleh proses

menua yang kemudian mengakibatkan perubahan watak yang bersangkutan seperti lebih

mudah tersinggung, penurunan perhatian, penurunan konsentrasi, cepat emosi dan

berkurangnya daya ingat.

10. Gejala Klinis

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan

dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui

pasti.

Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat

mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan

secara cepat ditempat yang latar belakangnya bising. Bila intensitas suara ditinggikan akan

timbul rasa nyeri ditelinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).

11. Penatalaksanaan

Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan

pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).

Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan

membaca ujaran (speech reading), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi

wicara (speech therapist).


Alat Bantu Dengar

Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang penting dalam

penatalaksanaan pada gangguan dengar pada prebikusis agar dapat memanfaatkan sisa

pendengaran semaksimal mungkin.

Fungsi utama adalah untuk memperkuat bunyi sekitar sehingga dapat:

1. Mendengar percakapan untuk berkomunikasi


2. Mengatur nada dan volume suara sendiri
3. Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya
4. Mengetahui kejadian sekeliling
5. Mengenal lingkungan

12. Prognosis

Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural yang bersifat progresif

dan irreversibel. Oleh karena itu presbikusis memiliki prognosis yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai