SIDDIQ ALFAJRI
Program Studi Magister Arsitektur Universitas Bung Hatta – Padang
E-Mail : siddiq.alfajri@gmail.com
I. PENDAHULUAN
Di sebagian besar negara industri, sektor bangunan menyumbang antara sepertiga dan setengah
dari semua konsumsi energi (Langston dan Ding, 2001). Untuk meringankan beban lingkungan ini,
perbaikan radikal dibutuhkan untuk membangun efisiensi energi, atau jumlah energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan tingkat kualitas dan kenyamanan tertentu. Kesempatan untuk meningkatkan
efisiensi dapat ditemukan dengan membagi energi yang dikonsumsi bangunan menjadi tiga tahap:
a. Fase Pra Penggunaan
Energi yang dibutuhkan untuk produksi bangunan dan komponennya (embodied energy),
yang meliputi kegiatan ekstraksi material, produksi dan transportasi, dan konstruksi
bangunannya.
b. Fase Penggunaan
Energi yang dibutuhkan untuk penggunaan dan pemeliharaan bangunan selama masa
manfaatnya (energi operasional), yang didominasi oleh pemanasan, pendinginan dan
pencahayaan, dan dipengaruhi oleh sifat termal material.
c. Fase Pasca Penggunaan
Energi yang dibutuhkan setelah masa manfaat bangunan, termasuk pembongkaran dan
pembuangan, atau kemungkinan penggunaan kembali atau daur ulang.
Bangunan adalah pengguna utama energi dan sumber daya alam diseluruh dunia. Bahan
bangunan dan komponen bangunan mengkonsumsi hampir 40 % dari energi global setiap tahun pada
tahapan siklus hidup mereka, seperti penyediaan bahan baku, produksi bahan, pengangkutan bahan,
pembangunan di lokasi penggunaan, pembokaran hingga penggunaan akhir (Dixit, et all.2012 dalam
hendrino, 2016)
Dampak lingkungan yang terkait dengan bahan bangunan dihubungkan dengan input energi dan
keluaran yang dibutuhkan selama tiga fase bangunan. Upaya untuk menghasilkan bangunan hemat
energi lebih banyak, biasanya terbatas pada pengurangan konsumsi energi untuk operasi bangunan,
yang didominasi terkait dengan pemanasan dan pendinginan. Hal ini mungkin disebabkan, setidaknya
sebagian, dengan asumsi umum bahwa energi yang dibutuhkan untuk fase pra-penggunaan relatif
kecil dibandingkan dengan energi fase penggunaan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa energi
1
yang terkandung sebenarnya dapat mewakili hingga 50% aliran energi total di bangunan khas
(Langston dan Ding, 2001), meskipun beberapa publikasi yang membahas tren ini terbatas pada
analisis energi material individual yang diwujudkan (Venkatarama Reddy dan Jagadish, 2003).
Secara keseluruhan, sedikit yang bisa didapat jika pengeluaran energi pada setiap fase tertentu
dianggap terpisah. Baru belakangan ini, studi telah mengambil pendekatan 'siklus hidup' penuh
terhadap bangunan - memeriksa hubungan antara energi yang terkandung dan operasional, atau peran
bahan bangunan pada dampak lingkungan utama bangunan (Suzuki dan Oka, 1998).
Penilaian siklus hidup (life cycle assessment / LCA) adalah proses dimana komponen dan
keseluruhan aliran lingkungan dalam suatu sistem dikuantifikasi dan dievaluasi (Scheuer dan Keolian,
2002). Bila diterapkan pada bangunan, pendekatan ini memerlukan penelitian lokal, menganalisis
karakteristik daerah dan mengidentifikasi bahan, teknologi, metode dan desain konstruksi yang sesuai
dengan iklim, infrastruktur dan ketersediaan sumber daya (Boyle, 2004).
Jumlah energi siklus hidup (Life Cycle Energy) sebuah bangunan terdiri kepada dua jenis
energi. Energi terkandung dan energi operasi.(Dixit.et al.2010). Energi terkandung (Embodied
Energy) adalah energi yang tertanam dalam bahan bangunan semasa semua proses produksi bahan,
pembangunan di lokasi, operasi dan pembongkaran tahap akhir penggunan. Energi Operasi
(Operating Energy) adalah energi dikonsumsi untuk menggerakkan peralatan elektrikal dan mekanikal
dalam dalam bangunan melalui proses seperti penchayaan, pemanasan dan penyejukan dalam ruang,
dan operasi peralatan lainnya.
Penggunaan energi selama umur bangunan terdiri dari energi yang terkandung, energi operasi
dan energi pembongkaran. Energi yang terkandung dapat dibagi menjadi dua bagian: energi terwujud
awal dan berulang. Energi bangunan awal yang diwujudkan adalah energi yang digunakan dalam
memproduksi bangunan sedangkan energi yang terkandung berulang adalah energi yang digunakan
untuk memelihara dan memperbaiki bangunan selama masa efektifnya. Permintaan energi total
mencakup penggunaan energi dalam memproduksi dan mengangkut bahan bangunan dan komponen,
dan penggunaan energi untuk berbagai proses selama produksi dan pembongkaran bangunan. Energi
operasi adalah penggunaan energi dalam menjaga lingkungan dalam ruangan dalam kisaran yang
diinginkan sementara energi pembongkaran adalah penggunaan energi untuk proses penghancuran
dan pembuangan pada akhir masa hidup bangunan. (Chen,2001).
Sebatas ini penggunaan energi untuk operasi bangunan dianggap lebih besar dalam keseluruhan
siklus hidup energi bangunan. Namun karena munculnya peralatan hemat energi dan bahan fasad
bangunan yang efektif dan kinerja tinggi, potensi membatasi energi operasi telah meningkat, dan
penekanan konservasi energi pada bangunan saat ini telah beralih kepada energi terkandung dalam
bahan bangunann.(Dixit.et al.2010).
Beberapa studi telah memperkiraka kepentingan energi terkandung dalam bahan bangunan
adalah penting, dan telah membuktikan, bahwa penggunaan teknologi yang lebih baik, hemat energi
dapat mengurangi energi terkandung dalam bahan bangunan, dan meminimalkan pelepasan karbon
2
CO2 yang dihasilkan jika mengguna kan bahan-bahan intensif dan energi yang rendah.(Dixit.MK.et
al.2012).
Pada penelitian ini akan menilai energi terkandung dalam bahan bangunan utama rumah
prototipe transmigrasi tipe 21 seperti bahan semen, besi, batu bata, batu pondasi, pasir, kerikil, kayu,
triplek dan atap. Kabupaten Sijunjung dipilih sebagai focus studi disebabkan Kabupaten Sijunjung
merupakan kabupaten di Sumatera Barat yang telah memiliki banyak lokasi hunian transmigrasi yang
berhasil di Indonesia.
3
Energi terkandung diukur sebagai suatu kuantiti energi yang tidak boleh diperbarui untuk setiap
unit bahan, komponen atau system, Sebagai contoh ia dinyatakan sebagai unit Mega Joule (MJ)
atau Giga Joule (GJ) setiap unit berat (kg,m3, atau tan) atau luas (meter persegi). Proses penilaian
energi terkandung kompleks dan melibatkan berbagai sumber data .(Cole, R.J.and Kernan,
P.C.1996).
Menurut (Ding,G.2004) Jumlah siklus hidup tenaga bangunan termasuk kedua-duanya energi
terkandung dan energi operasi :
a) Energi terkandung (Embodied Energy): Energi yang tertanam dalam bahan bangunan dan
bangunan semasa semua proses pembuatan, pembangunan di lokasi, dan pembongkaran akhir
penggunaan bangunan.
Energi terkandung dalam bangunan mempunyai dua komponen utama, energi langsung dan
energi tidak langsung (Dixit MK,. 2010).
Energi langsung : Energi yang digunakan di lokasi dan diluar lokasi operasi, seperti
pembangunan, penyediaan, perakitan,pengangkutan dan administrasi seperti ditunjukkan gambar
2 (Dixit.MK,.2010).
Energi tidak langsung : Energi yang digunakan dalam pembuatan bahan bangunan, dalam
pekerjaan renovasi bangunan. Ini termasuk energi terkandung awal, energi terkandung berulang
dan energipembongkaran. Energi terkandung awal digunakan semasa pembuatan bahan dan
komponen dan termasuk penyediaan bahan baku, pembuatan bahan bangunan dan pengiriman
produk siap(pengangkutan) ke lokasi pembangunan. Energi terkandung berulang digunakan
dalam berbagai proses perawatan dan renovasi semasa kehidupan berguna bangunan. Energi
pembongkaran digunakan dalam proses-proses pembongkaran dan penghancuran bangunan
bahan bangunan (Dixit.et al,.2010).
4
b) Energi operasi (Operating Energy): Energi yang digunakan untuk mempertahan lingkungan
ruang dalam melalui proses seperti, pencahayaan, pemanasan dan penyejukan dalam
bangunan dan peralatan operasi bangunan.
Bahan-bahan bangunan atau produk dapat dikirim kepada titik mereka dengan melalui
pengangkutan jalan raya, kereta api dan air (bot dan kapal), atau pengangkutan udara, bergantung
kepada tujuan (Peuportier, 2001). Energi terkandung dalam bahan-bahan bangunan adalah
penting untuk diingat, bahwa sejumlah besar energi kemudian akan diperlukan untuk keperluan
mengangkut bahan-bahan bangunan tersebut ke lokasi pembangunan. Untuk menangani isu
energi terkandung yang berkaitan dengan pengangkutan adalah dengan memperkirakan jarak dari
mana sumber bahanbahan bangunan yang dihasilkan untuk diedarkan dan dikirim.
Jumlah energi terkandung pengangkutan bergantung kepada berbagai faktor seperti jarak
perjalanan, jenis kenderaan dan bahan bakar yang digunakan, jumlah perjalanan, muatan truk,
keadaan trafik, keadaan jalan raya, dan kecekapan pengemudi kenderaan. Menurut (Vukotic et
5
al., (2010), energi pengangkutan untuk bahan-bahan seperti pasir dan batu boleh menjadi lebih
tinggi dari pada energi pembuatan atau energi perolehan mereka.
6
analisis perhitungan energi terkandung pengangkutan merujuk kepada standar koeffisien energi
terkandung sumber : Argone National Laboratory of Transportation USA (2010). Koeffisien energi
terkandung tersebut ditentukan dengan observation aktifitas pembangunan di lokasi kajian,
mengetahui jenis transportasi pengangkutan bahan seperti jenis truk pasir, batu, truk besi,truk semen,
truk triplek, kayu, truk batu bata, truk atap asbes dan truk aktivitas-aktifitas pembangunan lainnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai aksesibilitas dari dan ke kawasan transmigrasi Kecamatan
Kamang Baru ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Jarak dari Kantor Nagari Ke Ibukota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten
Di Kawasan Perencanaan Transmigrasi Kec. Kamang Baru
Ibukota Kecamatan Ibukota Kabupaten
No Kenagarian
(km) (km)
1 Sungai Lansek 20,80 60
2 Muaro Takung 12 66
3 Kunangan Parit Rantang 7,50 74
4 Kamang 1,50 72
5 Aia Amo 23,50 119
6 Sungai Betung 31 123
7 Siaur 25,90 53
8 Lubuk Rantang 28 81
9 Maloro 20,30 114
10 Tanjung Kaliang 54 163
11 Padang Tarok 35,20 121
Sumber : Kecamatan Kamang Baru Dalam Angka Tahun 2016
7
4.2 Deskripsi Bangunan
Bangunan yang menjadi objek penelitian merupakan bangunan rumah standar transmigrasi yang
telah ditetapkan oleh kementerian desa tertinggal dan transmigrasi yakni rumah dengan tipe 21
yang merupakan bantuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan hunian untuk masyarakat
transmigrasi. Rumah Transmigrasi merupakan bangunan rumah standar dengan kategori semi
permanen. Pada gambar 1 berikut diperlihatkan bentuk bangunan rumah transmigrasi yang ada di
Kenagarian Padang Tarok.
Tabel 2 Komponen Bangunan dan Spesifikasi Bahan Yang digunakan Pada Rumah
Transmigrasi Tipe 21
8
Tabel 3 Kuantitas Bahan Bangunan
Density
Quantity
No Material Komponen Material Asal Material
Material (Ton)
(Kg/M3)
1 Semen 1,506 0,919 Lokal (Padang)
2 Besi 7,750 0,047 Reginal ( Cilegon)
3 Batu Kali 2240 1,322 Lokal (Sijunjung)
4 Pasir 2240 11,524 Lokal (Sijunjung)
5 Kerikil 2240 4,506 Lokal (Sijunjung)
6 Triplek 750 0,095 Regional (Pekanbaru)
7 Kayu 705 2,616 Lokal (Sijunjung)
8 Batubata 950 20,160 Lokal (Sijunjung)
9 Atap 3,330 0,314 Regional (Cibitung)
Tabel 4 Sumber bahan, jarak pengangkutan dan jenis alat pengangkutan bahan bangunan
pada pembangunan rumah transmigrasi Kab. Sijunjung
9
4.4 Energi Yang Terkandung Pada Setiap Bahan Material
Dalam penelitian ini analisa perhitungan energi yang terkandung pada setiap material mengacu
pada penelitian mengenai energi terkandung dalam material dari beberapa negara seperti :
Indonesia, Malaysia, India dan Spanyol. Angka energi terkandung dalam produksi material dapat
dilihat pada tabel berikut :
10
Koefisien Nilai
Sumber bahan Jarak Mengangkut Mengangkut
Kendaraan
NO Material Dan Transpot Energi Energi
Angkutan
Tingkat Transportasi (km) " (MJ / ton / (MJ / ton /
km) km)
Total 1.634,20 3853,38
3 Batu Kali Penambang Ke Lokasi 19,70 Truk Diesel 15 ton 1,5 29,55
Total 19,70 29,55
4 Pasir Penambang (Padang Tarok) Ke Lokasi 11,20 Truk Diesel 15 ton 1,5 16,8
Total 11,20 16,8
5 Kerikil Penambang (Padang Tarok) Ke Lokasi 11,20 Truk Diesel 15 ton 1,5 16,8
Total 11,20 16,8
8 Batu Bata Muaro Sijunjung Ke Lokasi Proyek 160,50 Truk Diesel 15 ton 1,5 240,75
Total 160,50 240,75
11
Tabel 7 Total energi terkandung pada setiap bahan material
(a)+(b)
(a). Nilai EmE (b). Nilai EmE Total
No Material Produksi Material Pengangkut Rate EmE
(MJ/tons) Material (MJ/tons) Materials
(MJ/tons)
Analisis perhitungan energi terkandung penilaian bangunan untuk bangunan rumah objek studi,
analisis akan menilai kepada tiga hasil nilai energi terkandung: Pertama nilai keseluruhan energi
terkandung setiap bahan dalam unit (MJ/ton). Kedua nilai energi terkandung dalam unit Giga
Joule (GJ). Ketiga nilai energi terkandung dalam unit (GJ/m2) berbanding dengan luas lantai.
Hasil perhitungan analisa penilaian bangunan rumah transmigrasi dapat dilihat pada tabel
berikut:
EmE
Material Qtt Total EmE Nilai EmE Nilai EmE
NO Material Material+Transportasi
(ton) (MJ/ton) (GJ/ton) (GJ/M2)
(MJ/ton)
1 Semen 0,919 4.806,81 4.417,77 4,42 0,21
2 Besi 0,047 37.853,38 1.762,74 1,76 0,08
3 Batu Kali 1,322 3.609,55 4.771,83 4,77 0,23
4 Pasir 11,524 116,80 1.345,99 1,35 0,06
5 Kerikil 4,506 116,80 526,34 0,53 0,03
6 Triplek 0,095 11.104,40 1.057,78 1,06 0,05
12
EmE
Material Qtt Total EmE Nilai EmE Nilai EmE
NO Material Material+Transportasi
(ton) (MJ/ton) (GJ/ton) (GJ/M2)
(MJ/ton)
7 Kayu 2,616 2.079,60 5.439,91 5,44 0,26
8 Batubata 20,160 1.540,75 31.061,52 31,06 1,48
9 Atap 0,314 57.057,72 17.909,59 17,91 0,85
Total 68,29 3,25
V. PEMBAHASAN
Energi yang terkandung dalam material merupakan total energi yang terkandung dalam bahan
bangunan dan energi terkandung dalam pengangkutan (transportasi). Berdasarkan studi yang
dilakukan terhadap rumah transmigrasi di Kabupaten Sijunjung, diperoleh hasil energi terkandung
yang terdapat pada sembilan bahan bangunan utama dapat dilihat pada gambar berikut :
60,000.00 57,057.72
50,000.00
40,000.00 37,853.38
30,000.00
20,000.00
11,104.40
10,000.00 4,806.81 3,609.55 2,079.601,540.75
116.80 116.80
-
Gambar 5 Grafik Hasil Energi Terkandung dalam Setiap Material Pada Rumah Transmigrasi
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa energi yang terkandung dalam setiap material pada setiap
bangunan rumah transmigrasi adalah semen, 4.806,81 MJ/ton, Besi 37.853,38 MJ/ton, Batu kali
3.609,55 MJ/ton, Pasir 116,80 MJ/ton, Kerikil 116,80 MJ/ton, Triplek 11.104,40 MJ/ton, Kayu
2.079,60 MJ/Ton,Batu Bata 1.540,75 MJ/ton dan Atap 57.057,72 MJ/ton.
Jika dilihat dari perbandingan luas lantai maka energi yang terkandung dalam setiap rumah
bangunan rumah transmigrasi di Kabupaten Sijunjung adalah rata-rata 3.25 GJ/M2 yang terdiri dari
Semen 0,21 GJ/M2, Besi 0,08 GJ/M2, Batu kali 0,23 GJ/M2,Pasir 0,06 GJ/M2, Kerikil 0,03 J/M2,
Triplek 0,05 GJ/M2, Kayu 0,26 GJ/M2, Batu bata 1,48 GJ/M2, dan atap 0,85 GJ/M2.
Faktor yang mempengaruhi energi terkandung berasal dari proses pembuatan bahan dan
pengangkutan. di Indonesia pembuatan/industri di bidang konstruksi yang masih terpusat di Pulau
Jawa, sehingga material bahan baku untuk proses pembuatan juga membutuhkan energy yang cukup
13
besar. Sedangkan setelah produk bahan bangunan siap untuk digunakan selanjutnya proses
pengiriman ke lokasi pekerjaan juga membutuhkan energi yang cukup besar juga. Bahan material
pendukung yang bersumber dari lokal juga memiliki energi terkandung dalam pengangkutannya.
VI. REFERENSI
Anlt.USA,2010 Argone National Laboratory of Transportation. Embodied Energy Transportation
of Materials. Materials Life LEED,USA
Chen,2001, Analysis of embodied energy use in the residentian building of hongkong;
Dapartement of Building services Engieering.
Hendrino, 2016, Energi Terknadung Dalam Bahan Bangunan Rumah Kediaman Kelas Menengah
di Kota Padang; Padang, Sumatera Barat
Pearlmutter, Freidin & Huberman, 2007, Alternatif material for desert building, a comparative
life cycle energy analisis ; London, UK
14