Laporan Pendahuluan Stroke
Laporan Pendahuluan Stroke
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh
melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-
serat saraf, secara langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari
perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua
berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak
dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal,
parietal, temporal dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa.
Bagian fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa berisi
lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan
medula (Smeltzer. 2002).
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika
terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke
1) Cerebrum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus.
Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba
menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi grisea
yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan
basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri
(telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat
lobus serebrum adalah sebagai berikut:
a. Frontal
Lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b. Parietal
Lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan
sindrom hemineglem.
c. Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasi mengecap, bau, pendengaran, dan ingatan
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d. Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggungjawab
menginterpretasikan penglihatan.
2) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons dan medula oblongata . Otak tengah (midbrain atau mesensefalon
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi
jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan
jembatan antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi saraf
sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis
.dan serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut tersebut menyilang
pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol pernapasan dan
tekanan darah dan sebagai asal-usul otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).
3) Cerebelum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisal
hemisfer serebral, lipatan duramater, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai
dua aksi yaitu menghambat dan tanggung jawab yang luas terkoordinasi dan gerakan
halus. Ditambah menggerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
a. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per menit.
Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, tetapi
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini unik,
karena melawan arah gravitasi. Di mana darah arteri mengalir mengisi dari bawah
dan vena mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat
menyebabkan jaringan rusak ireversibel; ini berbeda dengan organ tubuh lainnya
yang cepat mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya
adekuat.
b. Arteri
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal dan dua
arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal dibentuk dari
percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior.
Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri subklavia, mengalir ke belakang
dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak
melalui foramen magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris
pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak
bagian posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri
serebralis bagian posterior.
c. Sirkulus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut
sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid internal, anterior
dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior
.Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi
anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi jalur
alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.
Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering
mengalami aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila
tekanan darah meningkat, yang menyebabkan dinding arteri menjadi
menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur
serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti penekanan pada
khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat
karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dapat menyebabkan
sumbatan aliran darah ke distal neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron
cepat nekrosis. Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau
infark). Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan
pada daerah otak yang teserang.
d. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur
organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi
vena-vena yang besar. Penyilangan pada subarakhnoid dan pengosongan sinus
dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang terbentang dalam duramater yang
kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan
pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena
serebri bersifat unik, karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena
serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.
B. Konsep Dasar Penyakit Stroke Non Hemoragik
1) Definisi
2) Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia
di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari
200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per
tahun. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65
tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab
kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan
keenam sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006).
Stroke Non Hemoragik merupakan salah satu penyakit dengan angka
kematian yang tinggi. Angka kematian tersebut berbeda antara populasi kulit
hitam dan kulit putih. Angka kematian pada pria kulit hitam adalah 50,9 per
100.000 populasi dan 39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka
kematian pada pria kulit putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000
pada wanita kulit putih. Alasan yang tepat mengenai perbedaan ini tidak
diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa faktor genetik, geografi dan
budaya ikut berpengaruh (Wikipedia, 2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke
tahun. Sekitar 28,5% penderita penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS Sanglah Denpasar,
didapatkan data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut:
pasien yang rawat inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya
dengan SH, 349 orang (53%) dengan SNH dengan jumlah pasien meninggal
dunia 149 orang, rawat jalan sebanyak 1482 orang. Tahun 2003, pasien rawat
inap dengan stroke 738 orang, dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%),
SNH 398 orang (54%) dan yang meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan
sebanyak 1409 orang. Tahun 2004 rawat inap sebanyak 662 orang, dirawat
dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367 orang (55,4%), meninggal
dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di atas menunjukkan
tingginya angka kejadian SNH dibanding SH.
3) Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
beberapa kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum
dari stroke. Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh
dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara
umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-
30 detik. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Faktor-faktor risiko yangg dapat menyebabkan timbulnya stroke non
hemoragik, antara lain :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
3. Kolesterol tinggi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
5. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
7. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat dan
perokok pasif berisiko terkena strok 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
8. Penyalahgunaan obat (kokain)
9. Konsumsi alcohol.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
10. Infeksi Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke
adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
11. Lain–lain, seperti : lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit
darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara
teori.
4. Patofisiologi
5. Pathway
Terlampir
6. Klasifikasi
Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69), Stroke non hemoragik dapat
diklasifikasikan, antara lain :
1. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. TIA (Trans Ischemic Attack)/ Serangan Iskemik Sepintas
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)/ Defisit Neurologik
Iskemik Sepintas
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya
gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
d. Completed Stroke (stroke komplit)/ Permanent Stroke
Neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak
awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
7. Manifestasi Klinis
2. Defisit motorik
Hemiparese kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama
Hemiplegia paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama
Ataksia a. berjalan tidak mantap, tegak
b. tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas
Disatria kesulitan dalam membentuk kata
Disfagia kesulitan dalam menelan
3. Defisit sensori
Parestesia (terjadi pada sisi a. kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
berlawanan dari lesi) b. kesulitan dalam proprisepsi
4 Defisit verbal
Afasia ekspresif Ketidakmampuan menggunakan simbol
berbicara
Afasia reseptif Tidak mampu menyusun kata-kata yang
diucapkan
Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Pemeriksaan Fisik
10. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari
setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).
2) Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif
Muttaqin, 2008):
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
3) Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi
hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam.
Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas
dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk
menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain
yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
a. Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah
pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan
makanan atau minuman masuk lewat hidung.
b. Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan
ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti
pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi
ini dan berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal.
c. Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya
trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara
cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh
tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi
telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan
vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien
stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
a. Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa
5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
b. Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
c. Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
d. CT scan atau MRI bila alat tersedia
11. Komplikasi
12. Prognosis
A. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
b. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas.
c. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya
trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara
cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
2) Pengkajian sekunder
a. Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
1. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosa medis.
2. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat
mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas,
Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan
stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya
berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang
pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai
membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala
hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama
proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual
dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan
dalam sensorik, motorik, dan visual.
4. Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala,
hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala,
gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif.
5. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan:
a) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan
alkohol.
b) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan
peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada
pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
b. Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
1. Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
2. Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping
itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan leher dan kepala:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
5. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus
akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat
incontinensia atau retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan
batuk menurun dan peningkatan produksi sekret
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
4) Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi
persepsi visual dan penurunan sensori
5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
6) Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat.
7) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan
disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan.
8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
9) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
10) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
Tujuan: perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
a) Klien tidak gelisah
b) Tidak ada keluhan nyeri kepala
c) GCS 456
d) Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 x/menit)
Intervensi Rasional
E. Evaluasi Keperawatan
Dx 1 Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC
Tuti Pahria, dkk. 2004. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: EGC