Anda di halaman 1dari 42

A.

Anatomi Fisiologi Saraf

Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh
melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-
serat saraf, secara langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari
perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua
berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak
dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal,
parietal, temporal dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa.
Bagian fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa berisi
lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan
medula (Smeltzer. 2002).
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika
terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke
1) Cerebrum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus.
Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba
menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi grisea
yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan
basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri
(telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat
lobus serebrum adalah sebagai berikut:
a. Frontal
Lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b. Parietal
Lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan
sindrom hemineglem.
c. Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasi mengecap, bau, pendengaran, dan ingatan
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d. Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggungjawab
menginterpretasikan penglihatan.
2) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons dan medula oblongata . Otak tengah (midbrain atau mesensefalon
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi
jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.
Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan
jembatan antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi saraf
sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis
.dan serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut tersebut menyilang
pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol pernapasan dan
tekanan darah dan sebagai asal-usul otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).
3) Cerebelum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisal
hemisfer serebral, lipatan duramater, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai
dua aksi yaitu menghambat dan tanggung jawab yang luas terkoordinasi dan gerakan
halus. Ditambah menggerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.
a. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per menit.
Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, tetapi
mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini unik,
karena melawan arah gravitasi. Di mana darah arteri mengalir mengisi dari bawah
dan vena mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat
menyebabkan jaringan rusak ireversibel; ini berbeda dengan organ tubuh lainnya
yang cepat mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya
adekuat.
b. Arteri
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal dan dua
arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal dibentuk dari
percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior.
Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri subklavia, mengalir ke belakang
dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak
melalui foramen magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris
pada batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak
bagian posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri
serebralis bagian posterior.
c. Sirkulus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut
sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid internal, anterior
dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan posterior
.Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi
anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi jalur
alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.
Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering
mengalami aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila
tekanan darah meningkat, yang menyebabkan dinding arteri menjadi
menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur
serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti penekanan pada
khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat
karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dapat menyebabkan
sumbatan aliran darah ke distal neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron
cepat nekrosis. Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau
infark). Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan
pada daerah otak yang teserang.
d. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur
organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi
vena-vena yang besar. Penyilangan pada subarakhnoid dan pengosongan sinus
dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang terbentang dalam duramater yang
kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan
pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena
serebri bersifat unik, karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena
serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.
B. Konsep Dasar Penyakit Stroke Non Hemoragik

1) Definisi

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik


fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskuler ( WHO, 2000).
Stroke Non Hemoragik sering juga disebut cerebrovaskuler accident
(CVA) yaitu gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau cepat dengan tanda
atau gejala yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Harsono, 2000).
Stroke Non Hemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di
arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh
(Pahria, 2004).
Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan thrombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi pendarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul indema
sekunder (Arif Mutaqin 2008 hal 130 ).
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Stroke Non
Hemoragik adalah gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh misalnya: trombus, embolus atau penyakit
vaskuler dasar seperti arterosklerosis dan artritis yang mengganggu aliran
darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun.

2) Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia
di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari
200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per
tahun. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65
tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab
kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan
keenam sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006).
Stroke Non Hemoragik merupakan salah satu penyakit dengan angka
kematian yang tinggi. Angka kematian tersebut berbeda antara populasi kulit
hitam dan kulit putih. Angka kematian pada pria kulit hitam adalah 50,9 per
100.000 populasi dan 39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka
kematian pada pria kulit putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000
pada wanita kulit putih. Alasan yang tepat mengenai perbedaan ini tidak
diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa faktor genetik, geografi dan
budaya ikut berpengaruh (Wikipedia, 2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke
tahun. Sekitar 28,5% penderita penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS Sanglah Denpasar,
didapatkan data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut:
pasien yang rawat inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya
dengan SH, 349 orang (53%) dengan SNH dengan jumlah pasien meninggal
dunia 149 orang, rawat jalan sebanyak 1482 orang. Tahun 2003, pasien rawat
inap dengan stroke 738 orang, dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%),
SNH 398 orang (54%) dan yang meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan
sebanyak 1409 orang. Tahun 2004 rawat inap sebanyak 662 orang, dirawat
dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367 orang (55,4%), meninggal
dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di atas menunjukkan
tingginya angka kejadian SNH dibanding SH.

3) Etiologi

Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
beberapa kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum
dari stroke. Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh
dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara
umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-
30 detik. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Faktor-faktor risiko yangg dapat menyebabkan timbulnya stroke non
hemoragik, antara lain :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
3. Kolesterol tinggi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti
penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
5. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
7. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat dan
perokok pasif berisiko terkena strok 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
8. Penyalahgunaan obat (kokain)
9. Konsumsi alcohol.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
10. Infeksi Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke
adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
11. Lain–lain, seperti : lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit
darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara
teori.

4. Patofisiologi

Stroke adalah penyakit gangguan peredaran darah ke otak, disebabkan


oleh karena penyumbatan yang dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah
ke otak sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa dan nutrisi lainya
kedalam sel otak yang mengalami serangan pada gejala – gejala yang dapat
pulih, seperti kehilangan kesadaran, jika kekurangan oksigen berlanjut lebih
dari beberapa menit dapat meyebabkan nekrosis mikroskopis neuron – neuron,
area nekrotik disebut infak.(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 131)
Mekanisme iskemik (non-hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau
sumbatan di Pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya stroke,
yang disebut stroke iskemik.
Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80%
stroke adalah stroke Iskemik. Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan
timbunan lemak yang mengandung koleserol (plak) dalam pembuluh darah
besar (ateri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh
darah kecil.
Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga
aliran darah tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang
kental akan tertahan dan menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi
semakin lambat. Akibatnya otak akan mengalami kekurangan pasokan
oksigen. Jika kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati.
Tidak heran ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya
kesemutan. Jika berlajut akan menyebabkan kelumpuhan.
Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam pembuluh
darah yang disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena
konsumsi makanan tinggi kolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka
kemudian tertutup oleh endapan yang kaya kolesterol (plak). Gumpalan plak
inilah yang menyumbat dan mempersempit jalanya aliran darah yang
berfungsi mengantar pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik
Pada stroke trombotik didapati oklusi ditempat arteri serebral yang
bertrombus. Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah
otak atau leher dan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis
serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif
atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai oleh
plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria
sereberal menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan
dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut :
arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah
menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbatan fibrinotrombosit dapat terlepas
dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Stroke Embolik
Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Penderita embolisme
biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan
emboli serebral berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah
yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap
bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang
embolus sereberal adalah arteria serebral media, terutama bagian atas.

5. Pathway
Terlampir

6. Klasifikasi

Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69), Stroke non hemoragik dapat
diklasifikasikan, antara lain :
1. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a. TIA (Trans Ischemic Attack)/ Serangan Iskemik Sepintas
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja
dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)/ Defisit Neurologik
Iskemik Sepintas
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia
otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam
waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya
gejala makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam
atau beberapa hari.
d. Completed Stroke (stroke komplit)/ Permanent Stroke
Neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak
awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

7. Manifestasi Klinis

Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat


daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke
tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain:
1) Kehilangan motorik
Stroke penyakit kehilangan motorik karena gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakaan pada
neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiparesis adalah kelemahan wajah, lengan dan kaki
pada sisi yang lain (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan) dan
hemiplegia adalah paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
(karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). Serta disfungsi motor yang
lain adalah ataksia (berjalan tidak mantap, dan tegak/tidak mampu
menyatukan kaki, perlu dasar kaki pada sisi yang sama), disartria
(kesulitan dalam membentuk kata), dan disfagia (kesulitan menelan).
2) Kehilangan komunikasi
Fungsi otak antara lain yang dipengaruhi stroke bahasa dan komunikasi.
Disfungsi bahasa dan komunikasi antara lain: disartria (kesulitan dalam
membentuk kata, yang ditujukan dengan bicara yang sulit dimengerti
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan
bicara yang terutama ekpresif atau represif.
3) Defisit lapang pandang
Defisit lapang pandang karena gangguan jarak sensori primer antara mata
dan korteks visual. Defisit lapang pandang pada stroke antara lain
homonimus hemianopsia/kehilangan setengah lapang penglihatan (tidak
menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak), kehilangan
penglihatan perifer (kesulitan melihat pada malam hari,tidak menyadari
objek) dan diplopia (penglihatan ganda).
4) Kehilangan sensori
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
5) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori
atau fungsi intelektual, fungsi ini kemungkinan juga terjadi kerusakan.
Disfungsi ini ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum
terjadi karena respons alamiah pasien pasien terhadap penyakit.
6) Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan mengunakan urinal karena kerusakan motorik. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius ekternal hilang atau berkurang.

Gangguan yang muncul tertulis pada tabel.

No Defisit neurologik Manifestasi


1. Defisit lapang penglihatan
Homonimus hemianopsia a. tidak menyadari orang/objek ditempat
(kehilangan setengah lapang kehilangan peglihatan
penglihatan) b. mengabaikan salah satu sisi tubuh
c. kesulitan menilai jarak
Kehilangan penglihatan a. kesulitan melihat pada malam hari
perifer b. tidak menyadari objek atau batas objek
Diplopia penglihatan ganda

2. Defisit motorik
Hemiparese kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama
Hemiplegia paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama
Ataksia a. berjalan tidak mantap, tegak
b. tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas
Disatria kesulitan dalam membentuk kata
Disfagia kesulitan dalam menelan

3. Defisit sensori
Parestesia (terjadi pada sisi a. kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
berlawanan dari lesi) b. kesulitan dalam proprisepsi

4 Defisit verbal
Afasia ekspresif Ketidakmampuan menggunakan simbol
berbicara
Afasia reseptif Tidak mampu menyusun kata-kata yang
diucapkan
Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

5. Defisit kognitif a. kehilangan memori jangka pendek dan


panjang
b. penurunan lapang perhatian
c. kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
d. alasan abstrak buruk
e. perubahan penilaian
6. Defisit emosional a. kehilangan kontrol diri
b. labilitas emosional
c. penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
d. menarik diri
e. rasa takut, bermusuhan dan marah
f. perasaan isolasi

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu


menegakkan diagnosis klien stroke meliputi (Arif Muttaqin, 2008):
1) Angiografi serebri
Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan
seperi aneurisma atau malformasi vaskuler.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhonid atau perdarahan pada
intrakanial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT Scan
Memperhatikan secara spesifk letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infrak atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan baisanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4) Magnetic Imaging Resnance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infrak akibat dari hemografik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan
otak.

9. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan


klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda
vital : tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi
2. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan.
3. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok dimana refleks sirkulasi
sudah tidak baik lagi. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)
4. B3 (Brain)
Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system
lainnya
a. Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator yang
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
b. Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
c. Ekspresi Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi wajah dan
aktivitas motorik klien. Pada klien strok tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
d. Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yang kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata
e. Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian posterior dari girus temporallis superior (area wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan dan bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus
frontalis inferior (area Broka) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disatria (kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah prustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh
respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.Masalah psikologis
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
permusuhan, prustasi, dendam dan kurang kerjasama.
f. Hemisfer
Strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada strok hemisfer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustasi.
g. Pengkajian saraf cranial
Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I – XII
Saraf I, Biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada fungsi
penciuman
Saraf II, Disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori primer
diantara mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak mampuan dalam
menyocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV dan VI, Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
Saraf V, Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus
Saraf VII, Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X, Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut
Saraf XI, Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII, Lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal
h. Pengkajian system motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik, oleh karena UMM
bersilangan, gangguan control motor volunteer dapat menunjukkan
kerusakan pada UMM di sisi yang berlawanan dari otak.
1) Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3) Tonus otot didapatkan meningkat
4) Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didapatkan tingkat nol
5) Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.
i. Pemeriksaan Refleks
Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek profunda dan
pemeriksaan reflek patologis
1) Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon, ligamnetum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal
2) Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari reflek fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan reflek patologis
3) Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum
terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder apabila areal fokal kortika
yang peka
j. Pengkajian system sensori ;
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepesi fisual karena gangguan
jarak sensori primer diantara mata dan kortek fisual.
Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dengan area spasial) sering terlihat pada klien hemiplagia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan
sensoro stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangn propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli fisual, taktil dan audiotorius).
5. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
7. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

10. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari
setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan
karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan embolisasi (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897).
2) Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan (Arif
Muttaqin, 2008):
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
3) Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi
hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam.
Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas
dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk
menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain
yaitu dengan konsep ABC yaitu (Aru W Sudoyo,2009. hal 892-897):
a. Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah
pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan
makanan atau minuman masuk lewat hidung.
b. Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan
ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti
pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi
ini dan berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal.
c. Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya
trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara
cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh
tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi
telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan
vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.

Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien
stabil yaitu (Arif Mansjoer, 2000. hal 17-26):
a. Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa
5 % dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
b. Buat rekamanan EKG dan lakukan foto rontgen otak
c. Tegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
d. CT scan atau MRI bila alat tersedia

Upaya pencegahan terhadap stroke, meliputi :


1. Pencegahan primer
Ditujukan terutama pada orang yang beresiko tinggi untuk terkena penyakit
stroke, seperti :
a. Gaya Hidup: reduksi stres, makan erndah garam, lemak dan kalori,
jangan merokok, dan vitamin.
b. Lingkungan: kesadaran atas stres kerja.
c. Biologi: Perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis kelamin,
riwayat keluarga).
d. Pelayanan kesehatan: Health education dan pemeriksaan tekanan darah.
2. Pencegahan sekunder
Ditujukan pada orang yang pernah mendapat serangan stroke dan ingin
menghindari serangan berikutnya yaitu :
a. Gaya hidup: Management stres, makanan rendah garam, dan
penyesuaian gaya hidup.
b. Lingkungan: Penggantian kerja bila diperlukan, family conceling.
c. Biologi: Pengobatan yang patuh dan cegah efek samping.
d. Pelayanan kesehatan: Pendidikan pasien dan evaluasi penyebab
sekunder.
3. Pencegahan tersier
Proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara
maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental,
sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai kemampuan
yang ada padanya, yaitu :
a. Gaya hidup: reduksi stres, sexercise sedang, behenti merokok.
b. Lingkungan : Jaga keamanan dan keselamatan dan family support.
c. Biologi: Kepatuhan berobat, terapi fisik dan speach therapi.
d. Pelayanan kesehatan: Emergency medical technic.

11. Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah


serebral, dan luasnya area cedera antara lain (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal
2130-2144):
1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenisasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu
dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
2) Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena)
harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3) Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.

12. Prognosis

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit


neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis
yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling
sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekita 35%. Pasien yang selamat dari epriode akiut, sekitar satu
setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar
15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan
setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena seranggan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat
ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia,
sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja
yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a. Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat strokenya sendiri.
b. Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas.
c. Circulation
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya
trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara
cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
2) Pengkajian sekunder
a. Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
1. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosa medis.
2. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat
mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas,
Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan
stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya
berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang
pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai
membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala
hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama
proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual
dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan
dalam sensorik, motorik, dan visual.
4. Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala,
hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala,
gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif.
5. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7. Pola-pola fungsi kesehatan:
a) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan
alkohol.
b) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan
peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada
pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
b. Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
1. Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
2. Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping
itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan leher dan kepala:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4. Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
5. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus
akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat
incontinensia atau retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan
batuk menurun dan peningkatan produksi sekret
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
4) Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi
persepsi visual dan penurunan sensori
5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
6) Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat.
7) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan
disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan.
8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
9) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
10) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake nutrisi tidak adekuat.

C. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral,
gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral
Tujuan: perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
a) Klien tidak gelisah
b) Tidak ada keluhan nyeri kepala
c) GCS 456
d) Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 x/menit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 x/menit)
Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga dapat berpartisipasi


keluarga klien tentang sebab- dalam proses penyembuhan
sebab gangguan perfusi 2. Untuk mencegah perdarahan
jaringan otak dan akibatnya ulang
2. Anjurkan kepada klien untuk 3. Mengetahui setiap perubahan
bed rest total yang terjadi pada klien secara
3. Observasi dan catat tanda- dini dan untuk penetapan
tanda vital dan kelainan tindakan yang tepat
tekanan intrakranial tiap dua 4. Mengurangi tekanan arteri
jam dengan meningkatkan
4. Berikan posisi kepala lebih draimage vena dan
tinggi 15-30 dengan letak memperbaiki sirkulasi serebral
jantung (beri bantal tipis) 5. Batuk dan mengejan dapat
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan tekanan intra
menghindari batuk dan kranial dan potensial terjadi
mengejan berlebihan perdarahan ulang
6. Ciptakan lingkungan yang 6. Rangsangan aktivitas yang
tenang dan batasi pengunjung meningkat dapat
7. Kolaborasi dengan tim dokter meningkatkan kenaikan TIK.
dalam pemberian obat Istirahat total dan ketenangan
neuroprotektor mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan
lainnya
7. Memperbaiki sel yang masih
viabel

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan


batuk menurun dan peningkatan produksi sekret
Tujuan: bersihan jalan napas tetap efektif
Kriteria hasil:
a) Suara napas vesikuler
b) Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
c) Tidak retraksi otot bantu pernafasan
Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan kepada 1. Klien dan keluarga


klien dan keluarga tentang berpartisipasi dalam mencegah
sebab dan akibat terjadinya ketidakefektifan
ketidakefektifan jalan nafas bersihan jalan nafas
2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali 2. Perubahan posisi dapat
3. Berikan intake yang adekuat melepaskan sekret dari saluran
(2000 cc per hari) pernafasan
4. Observasi pola dan frekuensi 3. Air yang cukup dapat
nafas mengencerkan sekret
5. Auskultasi suara nafas 4. Untuk mengetahui ada
6. Lakukan fisioterapi nafas tidaknya ketidakefektifan jalan
sesuai dengan keadaan umum nafas
klien 5. Untuk mengetahui adanya
kelainan suara nafas
6. Agar dapat melepaskan sekret
dan mengembangkan paru-
paru

3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia


Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
a) Tidak terjadi kontraktur sendi
b) Bertambahnya kekuatan otot
c) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinnya


2. Ajarkan klien untuk iskemia jaringan akibat sirkulasi
melakukan latihan gerak aktif darah yang jelek pada daerah
pada ekstrimitas yang tidak yang tertekan
sakit 2. Gerakan aktif memberikan
3. Lakukan gerak pasif pada massa, tonus dan kekuatan otot
ekstrimitas yang sakit serta memperbaiki fungsi
4. Berikan papan kaki pada jantung dan pernapasan
ekstrimitas dalam posisi 3. Otot volunter akan kehilangan
fungsionalnya tonus dan kekuatannya bila
5. Tinggikan kepala dan tangan tidak dilatih untuk digerakkan
6. Kolaborasi dengan ahli 4. Alas/dasar yang keras
fisioterapi untuk latihan fisik menurunkan stimulasi fleksi
klien jari-jari, mempertahankan jari-
jari dan ibu jari pada posisi
normal (posisi anatomis).
5. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya
untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat
mengarah pada deviasi kepala
ke salah satu sisi.
6. Membantu dalam melatih
kembali jaras saraf,
meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.

4) Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan disfungsi


persepsi visual dan penurunan sensori
Tujuan: meningkatnya persepsi sensorik
Kriteria hasil:
a) Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
b) Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
c) Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi Rasional

1. Tentukan kondisi patologis 1. Untuk mengetahui tipe dan


klien lokasi yang mengalami
2. Kaji kesadaran sensori, gangguan, sebagai penetapan
seperti membedakan rencana tindakan
panas/dingin, tajam/tumpul, 2. Penurunan kesadaran terhadap
posisi bagian tubuh/otot, rasa sensorik dan perasaan kinetik
persendian berpengaruh terhadap
3. Berikan stimulasi terhadap keseimbangan/posisi dan
rasa sentuhan, seperti kesesuaian dari gerakan yang
memberikan klien suatu mengganggu ambulasi,
benda untuk menyentuh, meningkatkan resiko
meraba. Biarkan klien terjadinya trauma.
menyentuh dinding atau 3. Melatih kembali saraf
batas-batas lainnya. sensorik untuk
4. Lindungi klien dari suhu mengintegrasikan persepsi dan
yang berlebihan, kaji adanya intepretasi diri. Membantu
lindungan yang berbahaya. klien untuk mengorientasikan
Anjurkan pada klien dan bagian dirinya dan kekuatan
keluarga untuk melakukan dari daerah yang terpengaruh.
pemeriksaan terhadap suhu 4. Meningkatkan keamanan
air dengan tangan yang klien dan menurunkan resiko
normal terjadinya trauma.
5. Anjurkan klien untuk 5. Penggunaan stimulasi
mengamati kaki dan penglihatan dan sentuhan
tangannya bila perlu dan membantu dalan
menyadari posisi bagian mengintegrasikan sisi yang
tubuh yang sakit. Buatlah sakit.
klien sadar akan semua 6. Menurunkan ansietas dan
bagian tubuh yang respon emosi yang
terabaikan seperti stimulasi berlebihan/kebingungan yang
sensorik pada daerah yang berhubungan dengan sensori
sakit, latihan yang membawa berlebih.
area yang sakit melewati 7. Membantu klien untuk
garis tengah, ingatkan mengidentifikasi
individu untuk merawata sisi ketidakkonsistenan dari
yang sakit. persepsi dan integrasi stimulus.
6. Hilangkan
kebisingan/stimulasi
eksternal yang berlebihan.
7. Lakukan validasi terhadap
persepsi klien

5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan


pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.
Tujuan: proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil:
a) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
b) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat
Intervensi Rasional

1. Berikan metode alternatif 1. Memenuhi kebutuhan


komunikasi, misal dengan komunikasi sesuai dengan
bahasa isyarat kemampuan klien
2. Antisipasi setiap kebutuhan 2. Mencegah rasa putus asa dan
klien saat berkomunikasi ketergantungan pada orang
3. Bicaralah dengan klien secara lain
pelan dan gunakan pertanyaan 3. Mengurangi kecemasan dan
yang jawabannya “ya” atau kebingungan pada saat
“tidak” komunikasi
4. Anjurkan kepada keluarga 4. Mengurangi isolasi sosial dan
untuk tetap berkomunikasi meningkatkan komunikasi
dengan klien yang efektif
5. Hargai kemampuan klien 5. Memberi semangat pada
dalam berkomunikasi klien agar lebih sering
6. Kolaborasi dengan melakukan komunikasi
fisioterapis untuk latihan 6. Melatih klien belajar bicara
wicara secara mandiri dengan baik
dan benar

6) Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak


adekuat.
Tujuan: klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil:
a) Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat
b) Konsistensi feses lunak
c) Tidak teraba masa pada kolon (scibala)
d) Bising usus normal (7-12 x/menit)
Intervensi Rasional

1. Berikan penjelasan pada klien 1. Klien dan keluarga akan


dan keluarga tentang mengerti tentang penyebab
penyebab konstipasi konstipasi
2. Auskultasi bising usus 2. Bising usus menandakan sifat
3. Anjurkan pada klien untuk aktivitas peristaltik
makan makanan yang 3. Diit seimbang tinggi
mengandung serat kandungan serat merangsang
4. Berikan intake cairan yang peristaltik dan eliminasi
cukup (2 liter perhari) jika reguler
tidak ada kontraindikasi 4. Masukan cairan adekuat
5. Lakukan mobilisasi sesuai membantu mempertahankan
dengan keadaan klien konsistensi feses yang sesuai
6. Kolaborasi dengan tim dokter pada usus dan membantu
dalam pemberian pelunak eliminasi reguler
feses (laxatif, suppositoria, 5. Aktivitas fisik reguler
enema) membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang
nafsu makan dan peristaltik
6. Pelunak feses meningkatkan
efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi

7) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan


disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan.
Tujuan: klien mampu mengontrol eliminasi urinenya
Kriteria hasil:
a) Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
b) Tidak ada distensi bladder
Intervensi Rasional

1. Identifikasi pola berkemih 1. Berkemih yang sering dapat


dan kembangkan jadwal mengurangi dorongan dari
berkemih sering distensi kandung kemih yang
2. Ajarkan untuk membatasi berlebih
masukan cairan selama malam 2. Pembatasan cairan pada
hari malam hari dapat membantu
3. Ajarkan teknik untuk mencegah enuresis
mencetuskan refleks berkemih 3. Untuk melatih dan membantu
(rangsangan kutaneus dengan pengosongan kandung kemih
penepukan suprapubik, 4. Kapasitas kandung kemih
manuver regangan anal) mungkin tidak cukup untuk
4. Bila masih terjadi menampung volume urine
inkontinensia, kurangi waktu sehingga memerlukan untuk
antara berkemih pada jadwal lebih sering berkemih
yang telah direncanakan 5. Hidrasi optimal diperlukan
5. Berikan penjelasan tentang untuk mencegah infeksi
pentingnya hidrasi optimal saluran perkemihan dan batu
(sedikitnya 2000 cc per hari ginjal.
bila tidak ada kontraindikasi)

8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan: kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil:
a) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
b) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi Rasional

1. Tentukan kemampuan dan 1. Membantu dalam


tingkat kekurangan dalam mengantisipasi/merencanakan
melakukan perawatan diri pemenuhan kebutuhan secara
2. Beri motivasi kepada klien individual
untuk tetap melakukan 2. Meningkatkan harga diri dan
aktivitas dan beri bantuan semangat untuk berusaha terus-
dengan sikap sungguh menerus
3. Hindari melakukan sesuatu 3. Klien mungkin menjadi sangat
untuk klien yang dapat ketakutan dan sangat tergantung
dilakukan klien sendiri, dan meskipun bantuan yang
tetapi berikan bantuan diberikan bermanfaat dalam
sesuai kebutuhan mencegah frustasi, adalah penting
4. Berikan umpan balik yang bagi klien untuk melakukan
positif untuk setiap usaha sebanyak mungkin untuk diri-
yang dilakukannya atau sendiri untuk mempertahankan
keberhasilannya harga diri dan meningkatkan
5. Kolaborasi dengan ahli pemulihan
fisioterapi/okupasi 4. Meningkatkan perasaan makna
diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha
secara kontinu
5. Memberikan bantuan yang
mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus

9) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.


Tujuan: klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
a) Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b) Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi Rasional

1. Anjurkan untuk melakukan 1. Meningkatkan aliran darah


latihan ROM (range of kesemua daerah
motion) dan mobilisasi jika 2. Menghindari tekanan dan
mungkin meningkatkan aliran darah
2. Rubah posisi tiap 2 jam 3. Menghindari tekanan yang
3. Gunakan bantal air atau berlebih pada daerah yang
pengganjal yang lunak di menonjol
bawah daerah-daerah yang 4. Menghindari kerusakan-
menonjol kerusakan kapiler
4. Lakukan masase pada daerah 5. Hangat dan pelunakan adalah
yang menonjol yang baru tanda kerusakan jaringan
mengalami tekanan pada 6. Mempertahankan keutuhan
waktu berubah posisi kulit
5. Observasi terhadap eritema
dan kepucatan dan palpasi
area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap merubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit

10) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
a) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b) Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi Rasional

1. Tentukan kemampuan klien 1. Untuk menetapkan jenis


dalam mengunyah, menelan makanan yang akan diberikan
dan reflek batuk pada klien
2. Letakkan posisi kepala lebih 2. Untuk klien lebih mudah
tinggi pada waktu, selama dan untuk menelan karena gaya
sesudah makan gravitasi
3. Stimulasi bibir untuk menutup 3. Membantu dalam melatih
dan membuka mulut secara kembali sensori dan
manual dengan menekan meningkatkan kontrol
ringan diatas bibir/dibawah muskuler
dagu jika dibutuhkan 4. Memberikan stimulasi
4. Letakkan makanan pada daerah sensori (termasuk rasa kecap)
mulut yang tidak terganggu yang dapat mencetuskan
5. Berikan makan dengan usaha untuk menelan dan
berlahan pada lingkungan yang meningkatkan masukan
tenang 5. Klien dapat berkonsentrasi
6. Mulailah untuk memberikan pada mekanisme makan
makan peroral setengah cair, tanpa adanya
makan lunak ketika klien dapat distraksi/gangguan dari luar
menelan air 6. Makan lunak/cairan kental
7. Anjurkan klien menggunakan mudah untuk
sedotan meminum cairan mengendalikannya didalam
8. Anjurkan klien untuk mulut, menurunkan
berpartisipasidalam program terjadinya aspirasi
latihan/kegiatan 7. Menguatkan otot fasial dan
9. Kolaborasi dengan tim dokter dan otot menelan dan
untuk memberikan cairan menurunkan resiko terjadinya
melalui iv atau makanan tersedak
melalui selang 8. Dapat meningkatkan
pelepasan endorfin dalam
otak yang meningkatkan
nafsu makan
9. Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi

E. Evaluasi Keperawatan
Dx 1 Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Dx 2 Bersihan jalan napas tetap efektif

Dx 3 Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan


kemampuan

Dx 4 Meningkatnya persepsi sensorik

Dx 5 Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

Dx 6 Klien tidak mengalami konstipasi

Dx 7 Klien mampu mengontrol eliminasi urinenya

Dx 8 Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Dx 9 Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Dx 10 Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC

Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC

Mansjoer, arif .2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :FKUI

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tuti Pahria, dkk. 2004. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai