Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena itu semua orang
mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan di dalam undang-undang dengan
jelas diterangkan tentang pendidikan.Dengan demikian anak-anak yang cacat dan
menyimpang juga perlu mendapatkan pendidikan, seperti anak-anak penderita
Sindrom down atau “mongol”.
Penyakit keterbelakangan mental dalam spesifikasinya ada yang di sebut
dengan down syndrome. Penyakit down syndrome ini kebanyakan di sebabkan
karena faktor keturunan atau kesalahan pada pembelahan kromosom. Selain itu,
banyak juga faktor yang menyebabkan penyakit down syndrome ini. Diantara
kita mungkin tidak banyak mengenal dan tidak memahami akan adanya penyakit
ini, sehingga sering terjadi pada anak karena ketidaktahuan kita selama ini.
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon
Down.Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka
sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Saat ini jumlah anak-anak yang lahir dengan berbagai kelainan kromosom
semakin besar sekali, bahkan sangat sedikit dari penderiata semacam ini yang
mampu bertahan hidup kecuali kolompok anak penderita down sindrom yang
dari penampilannya biasa disebut “mongol”. Saat ini sangat besar kemungkinan
untuk mereka bertahan hidup dengan baik sampai usia dasawarsa kedua atau
ketiga bahkan mungkin lebih lama lagi. Kebanyakan dari anak-anak penderita
semacam ini lahir dari ibu-ibu yang usianya lebih tua daripada usia rata-rata
untuk melahirkan.

1
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial.
Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan
jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah
penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab
autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di
dunia.Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial.Tetapi sejauh ini
masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal.
Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar
gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis

2
B. RUMUSAN
1. Apa pengertian dari down syndrome dan autisme ?
2. Apa penyebab syndrome dan autisme ?
3. Apa masalah yang lazim muncul pada anak penderita down syndrome dan
autisme ?
4. Bagaimana perawatan anak anak penderita down syndrome dan autisme ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari down syndrome dan autism
2. Untuk mengetahui pemyebab down syndrome dan autisme
3. Untuk mengetahui masalah yang lazim muncul pada anak down syndrome
dan autisme
4. Untuk mengetahui perawatan anak penderita down syndrome dan autisme

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Down syndrome
1. Pengertian anak Down syndrome
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan
fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom menurut Cuncha dalam Mark L.Batshaw, M.D.
Menurut Bandi (1992: 24) anak cacat mental pada umumnya mempunyai
kelainan yang lebih dibandingkan cacat lainnya, terutama intelegensinya.
Hampir semua kemampuan kognitif anak cacat mental mengalami kelainan
seperti lambat belajar, kemampuan mengatasi masalah, kurang dapat
mengadakan hubungan sebab akibat, sehingga penampilan sangat berbeda
dengan anak lainnya. Anak cacat mental ditandai dengan lemahnya kontrol
motorik, kurang kemampuannya untuk mengadakan koordinasi, tetapi
dipihak lain dia masih bisa dilatih untuk mencapai kemampuan sampai ke
titik normal. Tanda-tanda lainnya seperti membaca buku ke dekat mata,
mulut selalau terbuka untuk memahami sesuatu pengertian memerlukan
waktu yang lama, mempunyai kesulitan sensoris, mengalami hambatan
berbicara dan perkembangan verbalnya.
2. Etiologi
Normalnya terdapat 46 kromosom dalam sel seseorang yang
diwariskan, yakni masing-masing 23 kromosom dari ayah dan ibu.
Kromosom merupakan kumpulan DNA dan mengandung petunjuk genetika
rinci yang memengaruhi faktor-faktor luas, seperti warna mata, jenis kelamin
bayi, dan perkembangan tiap sel tubuh.Seseorang berpotensi mengalami
sindrom Down jika kromosom yang diturunkan mencapai 47. Perkembangan
tubuh dan kinerja otak akan berubah jika terdapat kromosom ekstra atau
tidak normal.Orang-orang dengan sindrom Down, semua atau beberapa sel

4
dalam tubuh mereka memiliki 47 kromosom karena terdapat satu salinan
ekstra dari kromosom 21. Material genetika tambahan ini menyebabkan ciri-
ciri fisik dan pertumbuhan yang terkait dengan sindrom Down.
tambahan ini menyebabkan ciri-ciri fisik dan pertumbuhan yang terkait
dengan sindrom Down.
3. Permasalahan yang lazim pada anak down syndrome
Permasalahan anak down syndrome adalah terdapat pada
karakteristiknya yang akan menjadi hambatan pada kegiatan belajarnya.
Mereka dihadapkan dengan masalah internal dalam 28 mengembangkan
dirinya melalui pendidikan yang diikutinya. Menurut Gunarhadi (2005 :
197), masalah-masalah tersebut tampak dalam hal dibawah ini:
a. Kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan di rumah dan kondisi anak down
syndrome akan membawa suasana yang kurang kondusif terhadap
kegiatan pembelajaran di sekolah. Pihak sekolah tidak berhubungan
secara akademis, melainkan harus pula mempertimbangkan usaha
peningkatan kebiasaan dan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi anak.
b. Kesulitan belajar
Kesulitan belajar anak down syndrome adalah masalah paling besar,
mengingat keterbatasan mereka kegiatan pembelajaran yang di
sekolah.Keterbatasan ini tercermin dari seluruh aspek akademik seperti,
matematika, IPA, IPS dan Bahasa.
c. Penyesuaian Diri
Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome tidak saja
berpengaruh terhadap kesulitan belajar, melainkan juga terhadap
penyesuaina diri. Hallahan D dan Kauffanan dalam (Gunarhadi 2005 :
198) mengisyaratkan bahwa seorang dikategorikan down syndrome harus
memiliki dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan dibawah normal dan

5
bermasalah dalam penyesuaian diri. Implikasinya terhadap pendidikan,
anak down syndrome harus mendapatkan porsi pembelajaran untuk
meningkatkan ketrampilan sosialnya.
d. Ketrampilan Bekerja
Ketrampilan bekerja erat kaitannya dengan hidup mandiri.Keterbatasan
anak down syndrome banyak menyekat antara kemampuan yang dimliki
tuntutan kreativitas yang diperlukan untuk bekerja. Akibatnya untuk
bekerja kepada orang lain. Anak down syndrome tersingkir dalam
kompetensi.Pekerjaan yang mungkin dilakukan dalam rangka hidup
mandiri adalah usaha domestic. Hal itu pun secara empiris dapat dilihat
bahwa dewasa down syndrome banyak menggantungkan hidupnya
kepada orang lain, terutama keluarganya. Bagi sekolah keadaan demikian
merupakan tantangan bahwa selain akademik, anak down syndrome perlu
sekali memperoleh ketrampilan bekerja dalam mempersiapkan masa
depannya.
e. Kepribadian dan Emosinya
Karena kondisi mentalnya anak down syndrome sering menampilkan
kepribadiannya yang tidak seimbang.Terkadang tenang terkadang juga
kacau, sering termenung berdiam diri, namun terkadang menunjukan
sikap tantrum (ngambek), marahmarah, mudah tersinggung, mengganggu
orang lain, atau membuat kacau dan bahkan merusak.

4. Perawatan anak dengan down syndrome

Dibutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga untuk membantu


penderita sindrom Down agar mendapatkan kehidupan senormal mungkin
karena sindrom Down tidak bisa disembuhkan.Ada beberapa hal yang bisa
dilakukan jika anak Anda menderita sindrom Down, di antaranya adalah:

6
a. Mengikuti grup atau organisasi edukasi dan dukungan agar dapat bertukar
informasi untuk membantu para orang tua, keluarga, dan teman.
b. Memiliki dan menjalani kehidupan keluarga yang normal, serta keahlian
mengasuh yang baik.
c. Memiliki akses perawatan kesehatan yang baik, termasuk menemui
beberapa spesialis berbeda sesuai kebutuhan.
d. Mengikuti berbagai program yang mendukung bagi anak-anak penderita
sindrom Down dan orang tua.

Ada dampak emosional yang pasti dirasakan oleh orang tua saat
mengetahui anaknya menderita sindrom Down, seperti merasa sedih,
bingung, dan takut. Orang tua sebaiknya mencari tahu lebih banyak tentang
kondisi ini dan bicara dengan pihak medis profesional dan orang tua lain
untuk berbagi pengalaman agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik
akan dampak kehidupan yang mungkin mereka alami.
Orang tua harus menemukan keseimbangan dalam mengasuh, tidak harus
selalu melakukan kegiatan yang mendidik, namun bisa juga melakukan
kegiatan dalam bentuk rekreasi atau bersenang-senang dengan keluarga.
Ingat, bahwa Anda tidak sendiri dalam situasi yang Anda hadapi ini.
Anda bisa berbagi informasi dan pengalaman dengan keluarga lain atau
asosiasi sindrom Down seperti Ikatan Sindroma Down Indonesia.

B. Autisme
1. Pengertian anak dengan autisme
Autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu “Autos” yang berarti sendiri.
Istilah autisme pertama kali digunakan untuk merujuk pada gaya berpikir
yang aneh pada penderita skizofrenia oleh psikiater Swiss, Eugen Bleuler,
pada tahun 1906. Anak-anak dengan gangguan autisme dahulu dideskripsikan

7
sebagaian typicalchildren ,symbiotic psychotic children, dan child
hoodschizophrenia. Istilah “psikosis” kemudian dihilangkan dan diganti
dengan istilah gangguan perkembangan pervasive.Kelompok gangguan
perkembangan pervasive ditandai oleh abnormal kualitatif yang merupakan
gambaran gangguan meluas dari fungsi individu dalam segala situasi.Berbeda
dengan gangguan spesifik, anak-anak yang mengalami gangguan pervasive
menunjukkan gangguan kualitatif berat yang tidak normal bagi setiap tahap
perkembangan manapun, karena gangguannya berupa penyimpangan dalam
perkembangan.
Gaya berpikir autistik merupakan kecenderungan memandang diri sendiri
sebagai pusat dunia dan percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu
pada diri sendiri. Psikiater Leo Kanner, pada tahun 1943, dalam tulisannya
“Autistic Disturbance of Affective Contact” memunculkan istilah “autisme
infantile awal” yang digunakan untuk sekelompok anak dengan ciri utama
tidak dapat berhubungan dengan orang lain, seolah-olah mereka hidup dalam
dunia mereka sendiri.Penjelasan bahwa anak-anak tersebut “hidup didunia
mereka sendiri” menggambarkan keterpisahan dan sikap mereka yang tidak
bisa dimengerti (Nevid, 2003).
2. Etiologi
Handojo (2008) menjelaskan bahwa terdapat 3 penyebab munculnya
gangguan autis, yaitu :
a. Kelainan otak
Ada tiga lokasi pada otak anak autis yang dijumpai kelainan
neuroanatomis yaitu lobus parietalis, cerebellum dan sistem
limbik.Kelainan pada lobus parietalis menyebabkan anak acuh terhadap
lingkungan.Kelainan pada cerebellum menyebabkan gangguan lalu-lalang
impuls, sensori, daya ingat, berpikir, berbahasa dan atensi.Gangguan
system limbik mengakibatkan individu autis mengalami berbagai
kesulitan yang berhubungan dengan tanggung jawab sistem limbik,

8
seperti kontrol fungsi agresi emosi, fungsi belajar dan rangsangan
sensoris kelima panca indera.
b. Faktor prenatal dan post natal
Terdapat kelainan kromosom pada anak autis, namun kelainan itu
tidak berada pada kromosom yang selalu sama. Faktor pemicu seperti
infeksi, logam berat, alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur,
muntahmuntah hebat, pendarahan berat pada kehamilan trisemester
pertama berperan dalam timbulnya gejala autis. Kejadian-kejadian
sesudah kelahiran banyak yang menjadi pemicu munculnya autis, antara
lain oksigenasi janin, infeksi bayi, logam berat, pemakaian antibiotika
berlebih, serta gangguan nutrisi.
c. Sensory Interpretation Errors
Rangsangan sensori dari reseptor visual, auditori dan taktil mengalami
proses yang kacau pada otak anak autis sehingga menimbulkan persepsi
kacau yang pada akhirnya menyebabkan kebingungan dan ketakutan.
Perasaan bingung dan takut membuat anak menarik diri dari lingkungan
sekitar.

Senada dengan pendapat Handojo, Triantoro (2005) menjelaskan bahwa


beberapa penyebab autis diketahui, antara lain keracunan logam berat
dan masalah neurologis. Penjelasan dari pendapat tersebut yaitu:

1) Anak yang masih berada dalam kandungan dapat mengalami


keracunan yang disebabkan oleh logam berat seperti timbal,
merkuri, cadmium, spasma infantile, rubella kongenital, sclerosis
tuberosa,lipidosis serebral, dan animali kromosom X rapuh.
2) Anak yang menderita autis ditemukan adanya masalah neurologis
dengan cerebral cortex, cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang
otak, spons, hipotalamus, hipofisis, medulla dan saraf-saraf panca
indera seperti saraf penglihatan, atau saraf pendengaran.

9
3. Masalah yang lazim muncul pada anak penderita autis
a. Perilaku bermasalah
Anak autis memperlihatkan perilaku ganjil sebagai upaya untuk
mengkomunikasikan atau mengontrol apa yang mereka rasakan. Ketika
rangsangan indrawi terlalu besar bagi anak autis, mereka akan cenderung
menarik diri dari lingkungan atau memunculkan perilaku mengganggu,
perilaku merusak dan perilaku yang tidak bisa diterima secara sosial.
Beberapa anak autis ada yang sampai menunjukkan perilaku melukai diri
sendiri seperti membentur-benturkan kepala ke tembok, atau
melukaimatanya sendri.
b. Masalah dalam toleransi
Kepekaan berlebihan terhadap rangsangan membuat anak autis kurang
dapat mentolerir rangsangan sehingga membuatnya menarik diri dari
lingkungan.Mereka bingung dan cemas bila tidak dapat memahami
pesanpesan emosi yang terjadi saat bergaul.
c. Masalah dalam penalaran
Berbagai masalah yang terjadi pada penyandang autis berkaitan dengan
penalaran antara lain: masalah pemusatan perhatian, masalah proses
persepsi, sistem integrasi otak yang tunggal, dan masalah left-
righthemisphere-integration. Berbagai masalah tersebut membuat anak
autis menjadi mudah terdistraksi, bingung sehingga menghindari orang
lain, sulit memproses beberapa hal sekaligus dan tidak sepenuhnya sadar
pada apa yang sedang terjadi. Masalah dalam control Akibat
permasalahan neurologis, individu autis mengalami kesulitan mengontrol
perilaku sehingga menimbulkan banyak permasalahan perilaku.
Permasalahan perilaku antara lain seperti tantrum saat rutinitas berubah,
kecemasan yang besar, keterpakuan pada objek tertentu dan masih
banyak lainnya. Frustrasi dalam komunikasi Gangguan perkembangan
berbicara membuat individu autis sulit untuk mengekspresikan diri

10
secara efektif, mereka tidak tahu bagaimana mengungkapkan diri dan
memahami tuntutan lingkungan.Kesulitan mengungkapkan diri
menimbulkan perilaku negatif individu autis sehingga mereka seringkali
tidak dimengerti oleh lingkungan dan menimbulkan frustrasi.
d. Permasalahan sosial dan emosional
Ciri khas penyandang autis adalah kekakuan pada rutinitas dan ketakutan
pada perubahan. Hal ini menyebabkan mereka sulit untuk beradaptasi
dalam berbagai situasi sosial seperti tata cara pergaulan dan
bermasyarakat. Individu autis juga mengalami kesulitan untuk
memahami sudut pandang orang lain karena tidak mempunyai “Theory
of Mind” sehingga menimbulkan empati yang rendah. Sensitivitas
sensori Kurang optimalnya perkembangan neurobiologis mempengaruhi
perkembangan panca indra individu autis. Permasalahan ini biasanya
menyebabkan kurang peka atau kepekaan berlebihan pada sensor suara,
sentuhan dan ritme. Keabnormalan sensori memunculkan masalah
perilaku pada individu autis, antara lain: ketakutan pada suara,
mendengung atau bergumam, menolak sentuhan, berbicara terus menerus
dan bahkan memotong pembicaraan orang lain. Masalah pemrosesan
Individu autis mengalami kesulitan saat diminta mengingat sesuatu
sambil mengerjakan hal lain, sulit memahami bahasa verbal/lisan serta
sulit merangkai informasi verbal yang panjang (rangkaian instruksi).
e. Gangguan interaksi
Individu autis secara umum memiliki keengganan untuk berinteraksi
secara aktif dengan orang lain, sering terganggu dengan keberadaan
orang lain di sekitarnya, tidak dapat bermain bersama anak lain serta
lebih senang menyendiri.
f. Pemikiran visual
Ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam bentuk “video” atau
gambar yang membuat individu autis lebih mudah memahami hal konkrit

11
(dapat dilihat dan dipegang) daripada hal abstrak. Proses berpikir seperti
ini jelas lebih lambat daripada proses berpikir verbal sehingga penyadang
autis perlu jeda beberapa saat sebelum bisa memberikan jawaban atas
pertanyaan tertentu. Individu dengan gaya berpikir seperti ini, juga lebih
menggunakan asosiasi daripada berpikir secara logis menggunakan
logika.
4. Perawatan anak penderitaautisme
Perawatan pada anak penderita autis dapat dilakukan dengan program
terapiPemilihan terapi yang diberikan pada anak, tergantung dari kondisi
kemampuan dan kebutuhan anak. Jadi tidak semua terapi terapi sesuai
dengan kebutuhan anak. Berikut beberapa program terapi anak autisme :
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku (behavior theraphy) adalah terapi yang dilaksanakan
untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang
terhambat dan untuk mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar dan
menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam
masyarakat.Terapi perilaku yang biasanya diberikan pada individu autis
adalah ABA yang diciptakan oleh Lovaas, TEACCH serta Son-rise.
b. Terapi okupasi
Dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
keterampilan otot pada anak autis dengan kata lain untuk melatih motoric
halus anak. Terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan
otot -otot halusnya dengan benar, contohnya Floortime.
c. Terapi fisik
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong
untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuh
anak autis. Hydroterapi, merupakan salah satu contoh terapi fisik yang
dapat membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan
pada diri anak.

12
d. Terapi bermain
Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi sosial.Terapi bermain ini bertujuan selain untuk
bersosialisasi juga bertujuan untuk terapi perilaku, bermain sesuai aturan.
e. Terapi pengobatan
Pemberian farmakoterapi hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
berkompeten sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi individu
autis. Kemajuan perbaikan perkembangan individu autis akan lebih baik
apabila dilakukan gabungan terapi dari luar dan dari dalam, yaitu
farmakoterapi.
f. Terapi social
Individu autis mengalami kekurangan dalam ketrampilan
berkomunikasi dan bersosialisasi. Terapi sosial mengajarkan individu
autis bagaimana cara bersosialisasi seperti misalnya mengucapkan salam,
lalu bermain bersama, membagi makanan yang dia punya dan sebagainya.
g. Media visual
Individu autis lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visualthinkers).Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-
gambar,misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange
Communication System), computerpicture serta pictorial activity
schedule. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
ketrampilan komunikasi.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom menurut Cuncha dalam Mark L.Batshaw, M.D. Menurut Bandi (1992:
24).dan Penjelasan tentang Anak autis bahwa anak-anak tersebut “hidup didunia
mereka sendiri” menggambarkan keterpisahan dan sikap mereka yang tidak bisa
dimengerti (Nevid, 2003).
penyebabOrang-orang dengan sindrom Down, semua atau beberapa sel dalam
tubuh mereka memiliki 47 kromosom karena terdapat satu salinan ekstra dari
kromosom 21.Handojo (2008) menjelaskan bahwa ,terdapat 3 penyeba gangguan
autis yaitu Kelainan otak,factor prenatal dan postnatal, Sensory Interpretation
Errors.Perawatan anak dengan down syndrome dan autism Dibutuhkan peran
aktif seluruh anggota keluarga untuk membantu penderita

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca Diharapkan
pembaca dapat mengetahui perawatan mengenai masalah yang lazim muncul
pada anak penderita down syndrome dan autisme

14
DAFTAR PUSTAKA

Yuwono.Joko (2009).Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik Dan


Empirik). Bandung: Alfabeta.
Sintowati, R. (2007). Autisme. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.NNNNNC Bukley,
Sue. (2002). Issues for families with children with Down Syndrome.
Down Syndrome Issues and Information. [Online].Tersedia : http://www.down-
syndrome.org/information/family/overview//page=3. (2 Oktober 2012)

15

Anda mungkin juga menyukai