Anda di halaman 1dari 16

EFEK SPARING GLUKOKORTIKOID ORAL MEPOLIZUMAB PADA

ASMA EOSINOFILIK

Elisabeth H. Bel, M.D., Ph.D., Sally E. Wenzel, M.D., Philip J. Thompson, M.D.,
Charlene M. Prazma, Ph.D., Oliver N. Keene, M.Sc., Steven W. Yancey, M.Sc.,
Hector G. Ortega, M.D., Sc.D., dan Ian D. Pavord, D.M., untuk Penyidik SIRIUS

Latar Belakang: Banyak pasien dengan asma berat memerlukan perawatan rutin
dengan glukokortikoid oral meskipun telah menggunakan terapi inhalasi dosis tinggi.
Namun, penggunaan rutin glukokortikoid sistemik dapat mengakibatkan efek
samping yang serius dan seringkali ireversibel. Mepolizumab, antibodi monoklonal
manusiawi yang mengikat dan menginaktivasi interleukin-5, telah terbukti
mengurangi eksaserbasi asma pada penderita asma eosinofilik berat.

Metode: Dalam percobaan double-blind acak,yang melibatkan 135 pasien dengan


asma eosinofilik berat, kami membandingkan efek sparing glukokortikoid dari
mepolizumab (dengan dosis 100 mg) dengan plasebo yang diberikan secara subkutan
setiap 4 minggu selama 20 minggu. Hasil utama adalah tingkat pengurangan dosis
glukokortikoid (pengurangan 90 sampai 100%, pengurangan 75 hingga 90%,
pengurangan 50 hingga 75%, dan pengurangan 0 hingga 50%, atau tidak ada
penurunan pada dosis glukokortikoid oral, kurangnya kontrol asma selama minggu 20
sampai ke-24, atau putus dari pengobatan). Hasil lainnya meliputi tingkat eksaserbasi
asma, kontrol asma, dan keamanan.

Hasil: Kemungkinan pengurangan strata dosis glukokortikoid adalah 2,39 kali lebih
besar pada kelompok mepolizumab dibandingkan pada kelompok plasebo (95%
interval kepercayaan, 1,25-4,56; P = 0,008). Persentase penurunan median dari
baseline dalam dosis glukokortikoid adalah 50% pada kelompok mepolizumab,
dibandingkan dengan tidak ada penurunan pada kelompok plasebo (P = 0,007).
Meskipun menerima dosis glukokortikoid yang berkurang, pasien dalam kelompok
mepolizumab, dibandingkan dengan mereka yang berada di kelompok plasebo,
mengalami penurunan relatif 32% dalam tingkat eksaserbasi tahunan (1,44 vs 2,12, P
= 0,04) dan penurunan 0,52 poin sehubungan dengan gejala asma (P = 0,004), yang
diukur pada Asthma Control Questionnaire 5 (di mana minimal perbedaan klinis
penting adalah 0,5 poin). Profil keamanan mepolizumab adalah sama dengan plasebo.

Kesimpulan: Pada pasien yang membutuhkan terapi glukokortikoid oral harian


untuk mempertahankan kontrol asma, mepolizumab memiliki efek sparing
glukokortikoid yang signifikan, mengurangi eksaserbasi, dan meningkatkan kontrol
gejala asma. (Didanai oleh GlaxoSmithKline, nomor SIRIUS ClinicalTrials.gov,
NCT01691508.)

Asma adalah penyakit inflamasi kronis umum dari saluran udara yang
mempengaruhi 5 sampai 10% orang dewasa dan anak-anak. Meskipun penyakit ini
juga dikendalikan dengan terapi inhalasi pada sebagian besar pasien, sekitar 10%
memiliki asma berat yang berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan efek
ekonomi.1 Pasien dengan asma berat memiliki persyaratan perawatan yang rumit,
dimana pada 30 sampai 40% dari pasien-pasien terebut meliputi penggunaan
glukokortikoid oral rutin untuk mengontrol asma mereka.2-4 Terapi tersebut dapat
mengakibatkan efek samping merugikan yang serius dan seringkali ireversibel.5,6
Pengobatan saat ini dengan sifat sparing glukokortikoid tidak dianjurkan pada pasien
dengan asma berat karena rasio risiko-manfaat mereka yang tinggi.7 Oleh karena itu,
pasien tersebut akan mendapat manfaat dari pengobatan sparing glucocorticoid yang
aman.

Mepolizumab adalah antibodi monoklonal manusiawi yang mengikat dan


menginaktivasi interleukin-5, sitokin yang merekrut eosinofil dari sumsum tulang dan
mendorong persistensi dan aktivasi dari sel-sel ini.8,9 Mepolizumab telah terbukti
mengurangi frekuensi eksaserbasi asma pada pasien dengan asma eosinofilik berat,
termasuk beberapa yang sudah mengonsumsi glucocorticoid oral.10,11 Selain itu,
sebuah studi konsep bukti yang melibatkan 20 pasien dengan asma eosinofilik
menunjukkan bahwa pemberian mepolizumab intravena efektif dalam mengurangi
dosis pemeliharaan prednisone sementara mencegah eksaserbasi.12

Dalam penelitian ini, disebutkan studi Steroid Reduction with Mepolizumab


Study (SIRIUS), kami membandingkan efek dari terapi mepolizumab ajuvan
subkutan dengan plasebo dalam mengurangi penggunaan glukokortikoid oral
sementara tetap mempertahankan kontrol asma pada pasien dengan asma eosinofilik
berat.

METODE

Desain Studi

Ini adalah studi multicenter, acak, terkontrol plasebo, double-blind, kelompok


parallel yang terdiri dari empat fase: optimalisasi rejimen glukokortikoid oral,
induksi, pengurangan dosis glukokortikoid oral, dan pemeliharaan (Gambar 1A.).
Tahap optimalisi dirancang untuk menetapkan dosis pemeliharaan terendah
glukokortikoid oral terkait dengan kontrol asma yang dapat diterima. Selama fase ini,
dosis glukokortikoid oral dikurangi setiap minggu sampai ada eksaserbasi pada gejala
asma atau peningkatan setidaknya 0,5 poin dari skor kunjungan 1 pada Asthma
Control Questionnaire 5 (ACQ-5)13 (di mana skor berkisar dari 0-6, dengan skor
yang lebih tinggi menunjukkan kontrol yang lebih buruk dan 0,5 poin mewakili
perbedaan klinis minimal yang penting) (Tabel S1 dalam Lampiran Tambahan,
tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org).

Setelah optimalisasi rejimen glukokortikoid oral, pasien mengalami


randomisasi dalam rasio 1: 1 untuk menerima mepolizumab (dengan dosis 100 mg)
atau plasebo dengan injeksi subkutan dan memasuki fase induksi (minggu 0-4),
selama mereka menerima obat yang dipergunakan dalam studi dan terus menerima
dosis glukokortikoid oral mereka yang optimal. Selama fase reduksi (minggu 4-20),
dosis glukokortikoid oral dikurangi sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan dari
1,25 sampai 10 mg per hari setiap 4 minggu (Tabel S2 dan S3 dalam Lampiran
Tambahan) atas dasar kontrol asma dan gejala insufisiensi adrenal. Selama fase
pemeliharaan (minggu 20 sampai 24), tidak ada penyesuaian lebih lanjut yang dibuat
dalam dosis glukokortikoid oral. Selain itu, kunjungan keselamatan tindak lanjut
dijadwalkan pada minggu ke-32. Selama studi, pasien terus menerima rejimen
pemeliharan obat asma yang sama yang mereka terima selama fase optimalisasi.
Pasien mencatat data pada aliran puncak ekspirasi, gejala asma, dan skor ACQ-5
dalam sebuah buku harian elektronik (eDiary, PHT).

Pasien

Pasien yang memenuhi syarat adalah pasien yang setidaknya memiliki riwayat
6 bulan pengobatan pemeliharaan dengan glukokortikoid sistemik (5 sampai 35 mg
per hari prednison atau ekuivalen) sebelum memasuki studi. Adanya peradangan
eosinophilic ditentukan oleh kadar eosinofil darah 300 sel atau lebih per mikroliter
selama periode 12-bulan sebelum skrining atau 150 sel atau lebih per mikroliter
selama fase optimalisasi. Semua pasien diobati dengan glukokortikoid inhalasi dosis
tinggi dan controller tambahan. Deskripsi rinci kriteria inklusi dan eksklusi
disediakan dalam protokol penelitian, tersedia di NEJM.org. Semua pasien diberikan
informed consent tertulis.

Pengobatan studi

Mepolizumab atau plasebo diberikan secara subkutan sekali setiap 4 minggu


sampai minggu ke-20. Randomisasi 1: 1 dilakukan dengan menggunakan desain blok
permutasi, yang dihasilkan komputer dan terpusat, yang dikelompokkan menurut
negara dan durasi penggunaan glukokortikoid oral sebelumnya (<5 tahun vs ≥5
tahun). Pada setiap pusat studi, formulasi mepolizumab dan plasebo disusun oleh
anggota staf yang menyadari tugas studi-kelompok tetapi tidak terlibat dalam
penilaian studi. Kedua preparat dibuat identik dalam penampilannya dan diberikan
secara blinded. Anggota staf memeriksa entri eDiary pasien untuk menentukan
apakah mereka mengonsumsi dosis glukokortikoid oral sesuai dengan protokol.

Penilaian studi dan Prosedur studi

Sebuah eksaserbasi klinis yang signifikan didefinisikan sebagai memburuknya


asma yang mengarah ke penggandaan (atau lebih) dari dosis pemeliharaan
glukokortikoid oral yang sudah ada selama 3 hari atau lebih atau peristiwa masuk ke
rumah sakit atau ke IGD untuk pengobatan asma. Anggota staf mengiukur volume
ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) sebelum dan sesudah bronkodilatasi sesuai
dengan standar internasional, dengan menggunakan peralatan yang tersedia di
masing-masing tempat studi.13 Kontrol Asma dan kualitas hidup dinilai dengan rerata
ACQ-5 dan St. George respiratory Questionnaire (SGRQ) (dimana skor berkisar dari
0 sampai 100, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan fungsi yang lebih buruk
dan perubahan 4 unit dianggap relevan secara klinis).14,15

Efikasi hasil

Hasil efikasi primer adalah persentase penurunan dosis harian glukokortikoid


oral selama minggu ke-20 sampai 24 dibandingkan dengan dosis yang ditentukan
selama fase optimalisasi, atas dasar menggunakan kategori berikut: pengurangan 90
sampai 100%, pengurangan75 hingga 90%, pengurangan 50 sampai 75%,
pengurangan 0 sampai 50 %, dan tidak ada penurunan dosis glukokortikoid lisan,
kurangnya kontrol asma selama minggu ke-20 sampai 24, atau putus dari pengobatan.
Hasil prespesifik sekunder adalah proporsi pasien yang mengalami penurunan 50%
atau lebih dalam dosis glukokortikoid oral, yang memiliki pengurangan dosis
glukokortikoid oral untuk nilai 5.0 mg atau kurang per hari, dan yang memiliki
penghentian total penggunaan glukokortikoid oral dan penurunan persentase median
dalam dosis glukokortikoid oral. Hasil lainnya termasuk tingkat eksaserbasi asma
tahunan, perubahan rerata dari baseline pada FEV1 sebelum dan sesudah
bronkodilatasi, skor ACQ-5, skor SGRQ, keselamatan, dan imunogenisitas.

Pengawasan Penelitian

Penelitian ini dirancang oleh sponsor, GlaxoSmithKline, bekerjasama dengan


peneliti klinis. Karyawan dari sponsor menganalisis data, dan semua penulis
mengulas data dan berpartisipasi dalam diskusi. Penulis pertama dan terakhir
menyusun naskah, yang direvisi oleh semua penulis lain. Dukungan editorial dalam
bentuk penyusunan naskah untuk pengajuan disediakan oleh Gardiner-Caldwel
Communiction dan didanai oleh sponsor. Protokol ini disetujui oleh dewan review
kelembagaan di setiap pusat yang berpartisipasi. Semua penulis menjamin
kelengkapan dan keakuratan data dan analisis untuk fidelitas dari laporan ini untuk
protokol penelitian.

Analisis Statistik

Perhitungan ukuran sampel didasarkan pada model proporsional-peluang.16


Kami memperkirakan bahwa dengan sampel 120 pasien, studi ini akan memiliki
kekuatan 90% untuk mendeteksi peningkatan 25 persen poin dalam proporsi pasien
yang mengalami penurunan 50% atau lebih dalam dosis glukokortikoid oral, pada
tingkat signifikansi dua sisi 5%. Pada asumsi bahwa penurunan tersebut akan terjadi
pada 48% pasien pada kelompok plasebo, perhitungan kami tersirat bahwa 73% dari
pasien dalam kelompok mepolizumab akan mengalami pengurangan ini. Proporsi ini
dikaitkan dengan rasio odds 2,9 untuk kategori yang lebih rendah dari penggunaan
glukokortikoid dalam kelompok mepolizumab, dibandingkan kelompok plasebo.

Analisis primer dilakukan dalam populasi intention-to-treat, yang mencakup


semua pasien yang mengalami randomisasi. Kami menggunakan model proporsional-
peluang untuk menganalisis hasil utama untuk kategori yang disebutkan di atas
mengenai pengurangan dosis glukokortikoid oral, dengan kovariat wilayah, durasi
penggunaan glukokortikoid oral (<5 tahun vs ≥5 tahun). dan dosis glukokortikoid oral
dasar. Kami menganalisis kategori penurunan persentase, bukan proporsi pasien yang
mengalami penurunan tertentu, untuk meningkatkan diskriminasi respon, dan kami
menggunakan model proporsional-peluang karena memungkinkan untuk penyesuaian
kovariat. Kami menggunakan model regresi logistik biner dengan penyesuaian untuk
kovariat untuk menganalisis proporsi pasien dengan reduksi tertentu dalam dosis
glukokortikoid oral. Penurunan persentase median dalam dosis dianalisis dengan
menggunakan uji Wilcoxon.

Kami menggunakan model linier umum binomial negatif dengan fungsi log-
link dengan penyesuaian untuk kovariat untuk menganalisis tingkat eksaserbasi klinis
yang signifikan.17 Perubahan dari awal sampai minggu ke-24 di FEV1, skor ACQ-5,
skor SGRQ, dan jumlah hitung eosinofil dianalisis dengan menggunakan model
campuran, analisis alat ukuran berulang setelah penyesuaian untuk kovariat. Sebuah
transformasi log prespecified diaplikasikan pada jumlah hitung eosinofil darah
sebelum analisis. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan software SAS,
versi 9 (SAS Institute).

HASIL

Pasien

Dari 185 pasien yang diskrining, 135 menjalani randomisasi dan termasuk
dalam populasi intention-to-treat. Tujuh pasien (3 dalam kelompok mepolizumab dan
4 pada kelompok plasebo) menarik diri dari penelitian sebelum waktunya, terutama
karena efek samping (Gambar. 1B). Tabel 1 menunjukkan karakteristik pasien pada
saat awal. (Data lebih lengkap sehubungan dengan karakteristik demografi dan klinis
dalam Tabel S4 dalam Lampiran Tambahan.)
Keberhasilan / Efikasi

Dalam hasil primer yang sudah ditentukan sebelumnya, lebih banyak pasien
pada kelompok mepolizumab dibandingkan kelompok plasebo yang mengalami
penurunan dari 90 sampai 100% dalam dosis glukokortikoid oral (23% vs 11%) dan
penurunan 70 sampai kurang dari 90% (17% vs 8%). Sebaliknya, lebih banyak pasien
di kelompok plasebo dibandingkan kelompok mepolizumab yang tidak mengalami
pengurangan dosis glukokortikoid oral, memiliki kurangnya kontrol asma, atau
menarik diri dari studi (56% vs 36%). Analisis ini mengakibatkan rasio odds
keseluruhan untuk pengurangan dalam kategori dosis glukokortikoid oral di
kelompok mepolizumab sebesar 2,39 (95% confidence interval [CI], 1,25-4,56; P =
0,008) (Tabel 2). Persentase penurunan median dari baseline dalam dosis
glukokortikoid oral harian adalah 50% di antara pasien dalam kelompok
mepolizumab, dibandingkan dengan tidak ada penurunan di antara mereka pada
kelompok plasebo (P = 0,007) (Gambar. 2A).

Pengobatan dengan mepolizumab, dibandingkan dengan plasebo,


menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam semua hasil sekunder penurunan
glukokortikoid oral (P≤0.03), kecuali untuk hasil penghentian total glukokortikoid
oral harian (P = 0.41) (Tabel 2). Penurunan rerata dan median dari baseline dalam
dosis glukokortikoid oral disediakan dalam Tabel S5 dalam Lampiran Tambahan.

Hasil Prespesifik Lainnya

Tingkat eksaserbasi tahunan adalah 1,44 per tahun pada kelompok


mepolizumab dan 2.12 per tahun pada kelompok plasebo (tingkat rasio, 0,68; 95%
CI, 0,47-0,99; P = 0,04) (Gambar 2B.). Perbaikan skor ACQ-5 (seperti yang
ditunjukkan oleh skor yang lebih rendah) diamati pada awal minggu ke-2 dalam
kelompok mepolizumab dan dipertahankan sampai dengan minggu ke-24 (antara
kelompok perbedaan, -0,52 poin; 95% CI, -0,87 untuk -0.17 ; P = 0,004) (Gambar
2C).. Perbaikan dalam skor SGRQ (seperti yang ditunjukkan oleh skor yang lebih
rendah) juga dicatat pada minggu ke-24 (perbedaan antar kelompok, -5,8 poin; 95%
CI, -10,6 ke -1.0; P = 0,02). Pada minggu ke 24, ada kecenderungan yang tidak
signifikan terhadap perubahan yang lebih besar dari baseline dalam FEV1 sebelum
dan sesudah bronkodilatasi pada kelompok mepolizumab dibandingkan kelompok
plasebo. Ada perbedaan antar kelompok sebesar 114 ml sebelum bronkodilatasi (P =
0,15) (Gambar. S1 dalam Lampiran Tambahan) dan 128 ml setelah bronkodilatasi (P
= 0,06). Dibandingkan dengan plasebo, mepolizumab secara signifikan mengurangi
jumlah eosinofil darah di seluruh studi (P <0,001) (Gambar. S2 dalam Lampiran
Tambahan).
Keamanan

Insiden efek samping terkait non-asma adalah 83% pada kelompok


mepolizumab dan 91% pada kelompok plasebo (Tabel 3). Efek samping yang paling
sering dilaporkan dalam dua kelompok belajar adalah sakit kepala dan nasofaringitis.
Tujuh pasien (empat pada kelompok mepolizumab dan tiga di kelompok plasebo)
memiliki reaksi sistemik, dan enam pasien (empat pada kelompok mepolizumab dan
dua pada kelompok plasebo) memiliki reaksi injeksi-situs lokal. Selama penelitian,
ada satu kematian (pada kelompok plasebo) akibat perdarahan gastrointestinal dan
aspirasi. eksaserbasi asma memerlukan rawat inap (pada tujuh pasien, semua pada
kelompok plasebo) dan pneumonia (pada tiga pasien, semua pada kelompok plasebo)
adalah efek samping yang serius yang paling sering. Tidak ada kejadian serangan
jantung, pembuluh darah, tromboemboli, atau kejadian iskemik serius yang
dilaporkan selama penelitian. (Rincian lain tentang efek samping disediakan pada
Tabel S6 dalam Lampiran Tambahan.)

Imunogenisitas

Dari 135 pasien dalam dua kelompok penelitian, 6 (4%) memiliki hasil positif
pada pengujian sampel pasca-baseline untuk antibodi anti-mepolizumab. Dari 6
pasien, 5 memiliki antibodi non-neutralizing pada titer rendah (<32), dan 1 pasien
memiliki antibodi setelah pemberian dosis pertama mepolizumab (titer, 160) dan pada
minggu ke-32 (titer, 640). Tidak ada efek samping yang serius yang berhubungan
dengan imunogenisitas yang dilaporkan.

DISKUSI
Dalam penelitian kami, di antara pasien dengan asma eosinophilic berat pada
orang-orang yang dosis glukokortikoid oralnya telah dikurangi sebanyak mungkin
sebelum memulai pengobatan studi, mereka yang menerima mepolizumab subkutan
memiliki pengurangan signifikan lebih besar dalam pemeliharaan dosis
glukokortikoid oral daripada mereka yang menerima plasebo. Mepolizumab juga
memiliki efek yang menguntungkan signifikan pada eksaserbasi, kontrol asma, dan
kualitas hidup, meskipun pasien mengalami penurunan penggunaan dosis
glukokortikoid oral yang relevan secara klinis.

Sebuah efek sparing glukokortikoid dari mepolizumab dilihat oleh Nair et al.
Dalam studi percontohan kecil, di mana 20 pasien dipilih atas dasar peningkatan
kadar eosinofil sputum.12 Pasien ini diberi 750 mg mepolizumab atau plasebo
intravena setiap 4 minggu selama 20 minggu, yang mengakibatkan pengurangan 84%
dosis prednison pada kelompok mepolizumab, dibandingkan dengan penurunan 48%
pada kelompok plasebo. Dalam penelitian kami, pasien dipilih berdasarkan
peningkatan kadar eosinofil darah, dan mepolizumab diberikan secara subkutan
dengan dosis yang jauh lebih rendah (100 mg setiap 4 minggu). Secara umum sama
dengan dengan Nair et al., Kami menemukan bahwa pengobatan dengan
mepolizumab dikaitkan dengan penurunan eksaserbasi dan perbaikan dalam langkah-
langkah pengendalian asma, meskipun terdapat penurunan yang signifikan dalam
penggunaan glukokortikoid oral dan dosis yang lebih rendah. Perbaikan tersebut
dalam kontrol asma tidak diamati dalam penelitian lain dari mepolizumab.10,11
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena pilihan pasien yang lebih bertarget dalam
penelitian kami atau menjadi potensi yang lebih besar untuk perbaikan gejala pada
penderita asma yang ketergantungan glukokortikoid oral. Kesamaan efek bersih dari
mepolizumab dalam penelitian kami dan dalam studi oleh Nair et al. menunjukkan
bahwa pemilihan pasien atas dasar tingkat eosinofil darah adalah cukup adekuati. Hal
ini juga memberikan bukti bahwa mepolizumab tidak kehilangan efikasinya ketika
diberikan secara subkutan daripada intravena dan pada dosis yang jauh lebih
rendah11,18 dibandingkan dalam studi oleh Nair et al.12

Dalam penelitian kami, kami memasukkan fase optimalisasi untuk rejimen


glukokortikoid oral pasien, karena kami ingin menetapkan bahwa pasien benar-benar
memerlukan glukokortikoid oral untuk mengendalikan asma mereka. Faktor ini
mungkin menyumbang untuk efek plasebo lebih rendah yang terlihat pada penelitian
kami, dibandingkan dengan studi penurunan glucocorticoid lainnya.12,19,20 Selain itu,
pengurangan pada dosis glukokortikoid hanya diizinkan pada pasien dengan skor
ACQ-5 stabil dan pada mereka yang mana penelitinya menganggap bahwa
pengurangan tersebut tepat. Validitas dari pendekatan ini dikonfirmasi oleh stabilitas
FEV1 dan skor ACQ-5selama penelitian. Dibandingkan dengan Analisis
nonparametrik dari hasil primer, analisis kami yang menggunakan kategori untuk
respon yang dikombinasikan dengan model proporsional-peluang cukup inovatif
dalam hal mempertahankan diskriminasi respon sementara memungkinkan untuk
penyesuaian kovariat.

Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan potensial. Pertama, kita


mengasumsikan hubungan antara memburuknya gejala dan peningkatan peradangan
saluran napas eosinofilik, yang mungkin tidak berlaku untuk semua pasien.21 Ada
kemungkinan bahwa jika kita telah diamanatkan bukti adanya peradangan eosinofilik
dalam tahap optimasi, maka efek obat yang berbeda akan terlihat. Kedua, seperti
halnya dengan penelitian lain tentang kejadian putus obat glukokortikoid oral, studi
kami adalah yang relatif singkat dalam durasinya dan menggunakan strategi yang
cermat untuk penurunan glukokortikoid oral.21 Studia lain yang lebih besar
diperlukan untuk menentukan apakah mungkin untuk dilakukan pemutusan obat
glukokortikoid oral yang lebih total dan apakah hasil yang dilaporkan dalam sidang
kami tahan lama selama jangka waktu tertentu.
Kesimpulannya, pasien dengan penyakit jalan napas eosinofilik berat
menimbulkan tantangan pengobatan untuk dokter. Glukokortikoid oral, satu-satunya
pengobatan yang tersedia untuk pasien ini, dapat menyebabkan efek samping yang
serius dan seringkali ireversibel dan memiliki komplikasi.5,6 Untuk alasan ini, pasien
sering menggunakan dosis pemeliharaan yang lebih rendah daripada yang diperlukan
untuk benar-benar menekan gejala mereka. Kami menemukan bahwa penggunaan
mepolizumab memungkinkan pengurangan dosis glukokortikoid oral dalam proporsi
yang signifikan dari pasien-pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai