Pada daerah telitian merupakan formasi Balikpapan, formasi ini tersusun atas
batupasir dan batulempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping, dan batubara.
Adapun umur dari formasi ini adalah Miosen Tengah bagian bawah – Miosen Atas
bagian bawah. Formasi ini merupakan endapan regresif perenggang delta sampai
daratan delta (delta plain). Ketebalannya diperkirakan sekitar 1000 – 1500 meter, yang
mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Bebulu dan ditumpangi secara selaras
oleh Formasi Kampung Baru. Formasi Balikpapan dibagi menjadi tiga bagian yaitu
Formasi Klandasan, Formasi Badak Bawah, dan Formasi Badak Atas, yang merupakan
hasil pengendapan di lingkungan delta plain. Formasi –formasi ini banyak yang menjadi
reservoar bagi lapangan minyak di cekungan Kutai.
BAB III
DASAR TEORI
Pada metode grafis, luas masing – masing daerah yang dibatasi oleh kontur peta
isopach diplot versus ketebalan yang dinyatakan oleh kontur tersebut. VB reservoar adalah luas
areal dibawah kurva (acre feet)
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Studi geologi regional daerah penelitian, yaitu dengan melakukan kaji pustaka yang
menyangkut kondisi geologi daerah penelitian.
2. Pembagian tubuh batupasir serta korelasi pada zona C018B dan zona C020A berdasarkan
data – data log sumur pemboran di lapangan Badak..
3. Pembuatan peta facies zona C018B.
4. Pembuatan peta kontur struktur top sand zona C018B.
5. Pembuatan peta net sand zona C018B
6. Pembuatan peta net pay zona C018B.
7. Perhitungan cadangan (volumetrik), berhubung dengan keterbatasan waktu penelitian, maka
perhitungan ini hanya dilakukan perhitungan volume bulk dari zona C018B berdasarakan dari
peta reservoir yang dibuat.
Berikut ini akan dijelaskan lebih detail mengenai analisa dan hasil pembahasan untuk setiap
langkah penelitian .
Ketebalan batupasir disetiap sumur untuk zona batupasir C018B didaerah penelitian
menunjukkan bahwa :
1. Nilai ketebalan pasir pada rangkaian sumur – sumur dari arah timur ke barat daya semakin
menurun.
2. Pada sumur – sumur dibagian timur mempunyai ketebalan yang lebiht besar dibanding
ketebalan sumur- sumur disekitarnya.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa alur batupasir makin menipis ke arah barat
daya, yang mengindikasikan bahwa energi sedimentasi ke arah tersebut semakin berkurang
BAB V. KESIMPULAN
Hasil analisa data log sumur di lapangan Badak yang menembus zona reservoar C018B
menghasilkan beberapa peta bawah permukaan yang meliputi peta fasies, peta kontur struktur
top sand, , net sand, dan net pay.
Pada peta fasies yang ada lingkungan pengendapan dari batupasir C018B adalah
channel, bar dan creavase splay. Diantara alur –alur utama atau channel sand terdapat
endapan limpahan banjir (creavase splay) yang dijumpai di beberapa tempat dengan lebar
bervariasi dan penyebaran lateral berbentuk lonjong.
Pada peta penampang kontur struktur daerah penelitian, menunjukkan bahwa untuk
zona C018B merupakan suatu struktur perlipatan yaitu perlipatan antiklin dengan sumbu arah
relatif timur laut – barat laut.
Sedangkan dari data korelasi stratigrafi secara keseluruhan menunjukkan semakin
berkurangnya kandungan pasir ke arah barat daya daerah penelitian dan semakin bertambah
kandungan lempung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan sedimen pada
zona C018B adalah ke arah barat daya dengan energi semakin berkurang
Dari interpretasi petrofisik dan data lognya kandungan fluida pada batupasir zona
C018B sumur Bdk 191 adalah minyak dan air, sedangkan pada sumur lainnya yang dikorelasi
tidak terdapat adanya kandungan hidrokarbon.
Jadi dapat disimpulkan bahwa minyak yang terkandung pada zona C018B yang
terdapat pada sumur Bdk 191 menempati area seluas 20.9 acree dan VB(volume bulk) sebesar
215.00 acree feet.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, GP., 1987, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Deta,
Total Exploration Laboratory, Pessac, Perancis
Harsono, A., 1994, Pengantar Evaluasi Log, 6th rev., Sclumberger Data Services,
Jakarta
Kosoemadinata, R. P., 1980, Geologi Minyak dan Gas Bumi, edisi ke-2, Institut
Teknologi Bandung, Bandung
Gambar 1. Struktur geologi regional kalimantan (Satyana et al., 1999) dan Cekungan Kutai (Van de weerd dan Armin, 1992)
Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional dan rift infill saat Eosen dan
diakhiri dengan ekstensional post-rift laut dalam dan karbonat platform
pada kala Oligosen Akhir.
Seri regresi Neogen
Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan
deltaic progradation. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan
sedimen klastik delta hingga paralik atau laut dangkal dengan progradasi
dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara (lignit).
SISTEM PETROLEUM
Batuan induk utama terdiri dari Formasi Pamaluan, Pulau Balang, dan
Balikpapan.Formasi Pamaluan, kandungan material organiknya cukup
(1-2%), tetapi hanya terdapat di bagian utara dari Cekungan Kutai. Pada
Formasi Bebulu terdapat kandungan material organik yang cukup
dengan HI di atas 300. Formasi Balikpapan merupakan batuan induk
yang terbaik di Cekungan Kutai karena kandungan material organiknya
tinggi dengan HI lebih besar dari 400 dan matang. Formasi ini
ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m, sehingga diperkirakan
mampu menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak
(Hadipandoyo, et al., 2007).
Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir
di semua formasi yang berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan
Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai
seal.
Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Deltaic Sediment in The Modern
and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta
Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults
As The Major Structural Control In The Northern Part Of The Kutai
Basin, East Kalimantan, Proceedings of 21st Annual Convention of
Indonesian Petroleum Association
Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, Guntur, A., Riyanto, H.,
Saputro, H.H., Harahap, M.D., Firdaus, N., 2007, Kualifikasi
Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangn
Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta
Hall, R., 2005, Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models,
Indonesian Petroleum Association and Royal Halloway University of
London
Hutchison, C.S., 1996, The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line'
Problem of Borneo, in R. Hall and D.J. Blundell, (eds.), Tectonic
Evolution of SE Asia, Geological Society of London Special
Publication, p. 247-261.
Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y., dan Wiweko, A.A., 2000,
Modern, ancient deltaic deposits & petroleum system of Mahakam Area.
AAPG-IPA Fieldtrip Guidebook
Moss, S.J. dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling And
Facies Architecture Of Rift And Inversion In The Kutai Basin,
Kalimantan, Indonesia, Indonesian Petroleum Association, Proceedings
27th Annual Convention, Jakarta, 459-486
Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on
The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai and Tarakan Basin,
Eastern Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities, Journal of Asian
Earth Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford
99-120
Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the
Tertiary hydrocarbon bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia:
AAPG Bulletin, v.76,p.1778-1803
Referensi
Suara Geologi
Artikel Tentang Dunia Geologi, Eksplorasi, Energi, dan Sumberdaya Alam
Home
Peta Topografi Indonesia
E-book Geologi
Paper Geologi
Sewa Alat Survei Geologi dan Jasa Pemboran Air Tanah
About Me
Blog lainnya
Labels
Geologi Tambang Stratigrafi Eksplorasi Malang Cebakan Mineral Energi Fisiografi Geotermal Jawa
Timur Sedimen Karst gas logampeta geologi CBM
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan pengendapan
regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan pengisian cekungan selama
Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-riftdengan diendapkannya serpih laut dangkal
dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang,
menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan
lapisan yang lebih muda di bagian pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami
progradasi ke bagian timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur. Sedimen-
sedimen yang mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan
pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah dataran
pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan
cenderung meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk bersamaan dengan
sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong oleh sesar-sesar naik
yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah barat.
Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998.)
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi sediment-sediment laut
dangkal khususnyamudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada
awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan
banyak sedimen yang mengisi Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di
kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang,
khususnya sedimen dataran delta bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari
Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan
sungai yang banyak didominasi substansi gambutdelta plain bagian atas yang kemudian membentuk
lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang.Subsidence yang berlangsung
terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya sesar-sesar pada
sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-lapisan
Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan
yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil,
menghasilkan pergerakan diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan
struktur antiklin-antiklin rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada
kawasan Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.
Referensi :
Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam Delta. IPA,
hal. 156-165
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi antara dua buah lempeng merupakan pengaruh dari konsep konveksi mantel
yang terjadi di dalam perut bumi. Lapisan astenosfer yang bersifat plastis memperoleh panas
yang dari mantel bumi sehingga mampu menjadi roda penggerak lapisan litosfer yang berada
tepat diatasnya, inilah yang menjadi dasar lahirnya konsep tektonik lempeng. Pada dasarnya
interaksi antar lempeng dapat berupa tiga macam bentuk interaksi, yakni : Interaksi Konvergen,
Divergen dan Strike Slip (Berpapasan).
Pulau Kalimantan merupakan hasil dari salah satu bentuk interaksi tersebut. Pulau
Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh
cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian
selatan oleh Laut Jawa.
Studi zona konvergen sangat berguna untuk menjelaskan gejala tektonik yang terjadi
pada suatu daerah dengan mengamati bentukan-bentukan struktur (deformasi) yang terjadi
pada daerah tersebut. Selain itu pula, studi zona konvergen dapat digunakan untuk
menganalisa kemungkinan potensi cebakan mineral ekonomis dan potensi bencana yang
mungkin terjadi pada suatu daerah.
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Indonesia
(GL-3721) di Departemen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.
Makalah ini di susun agar penulis dan pembaca lebih memahami materi konsep Geologi
Pulau Kalimantan, sejarah terbentuknya dan lainnya.
Penulisan makalah dilakukan melalui studi literatur, yang secara sistematik di sajikan
dalam 4 Bab pembahasan , antara lain :
BAB I Pendahuluan, membahas latar belakang pembuatan makalah, maksud dan tujuan
penulisan, dan metoda penulisan.
BAB II Geologi Pulau Kalimantan, membahas tatanan geologi dari Pulau Kalimantan baik dari
segi tektonik maupun stratigrafi
BAB III Kesimpulan, membahas tentang inti sari dari makalah ini
PULAU KALIMANTAN
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di
bagian selatan oleh Laut Jawa.
Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur Awal-
Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional derajat
rendah. Tinggian Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito
dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur
volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.
a. Tatanan Tektonik
Basement pre-Eosen
agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai
bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat,
Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan
sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang
diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan
terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar line,
Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan 6; Boyan mélange antara Cekungan Ketungai
dan Melawi), dan unit lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter dan
Supriatna (1989) menyatakan bahwa terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias
diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi
berumur Jura-Kapur.
Gambar 2: NW – SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and
Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan mempengaruhi
perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada Eosen dan
sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan
kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian back-
arc Laut Celebes.
Tektonisme Oligosen
SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West
Sulawesi,
E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate, INC = Indocina,
RRF = Red River Fault,
Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan
wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru dan
Pigott, 1986; Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Ketidak
selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada
baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai timurlaut. Di bagian
baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut, berhenti pada akhir
Miosen awal (Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).
Gambar 6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle
Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat
penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan;
mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de Weerd
dan Armin, 1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op cit., Van de Weerd dan
Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman terjadi pada sebagian awal
Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).
Gambar 8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit.,
Oh, 1987.)
b. Tatanan Stratigrafi
Cekungan Barito
Tektonik
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari
Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus pada
bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutaioleh pelenturan berupa
Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan
Sunda.
Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Riftingini kemudian menjadi
tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi Tanjung
bagian bawah yang berasal dari wilayah horstdan mengisi bagian graben, kemudian diikuti oleh
pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan
Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras
dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping
masif Formasi Berai.
Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan
Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat,
dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk
dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah
Tinggian Meratus.
Stratigrafi
Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral neritik.
Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh
Formasi Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat Tinggian
Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah selatan
Tanjung yang masih dibawah permukaan.
Formasi ini terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik), dan
Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan berdasarkan
susunan litologinya.
Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau lempung
gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah, sedangkan
dibagian atas merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan batubara. Batubaranya
mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan batupasir bias mencapai ketebalan lebih
dari 30 m.
Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter,
berupa perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan
batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal, biasanya
mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan neritik dalam
(innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih
yang diendapkan dalam lingkungan litoral – supra litoral.
Cekungan Kutai
Tektonik
Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar
Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-
sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat dan
membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan terhubung
denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.
Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit. Allen
dan Chambers, 1998. )
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan
pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift dengan
diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai
sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai
sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian pantai
dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian timur dari
Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang mengisi
Cekungan Kutai banyak terdeformasi oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan
pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah
dataran pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar.
Kemiringan cenderung meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk
bersamaan dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris
terpotong oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal
berarah barat.
Gambar 10: Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen
dan Chambers, 1998.)
Stratigrafi
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi
sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih
Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi
Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi Cekungan
Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-
sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta
bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang
terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang
banyak didominasi substansi gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk
lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidenceyang
berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya
sesar-sesar pada sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan
dengan akumulasi lapisan-lapisan Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen,
serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai
kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan
diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin
rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada kawasan
Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.
Gambar 11: Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan Tarakan.
Saat ini terdapat 15 (lima belas) daftar mineral-mineral potensial yang terdapat di Kalimantan
Tengah, mineral-mineral tersebut adalah :
1. Emas
2. Batubara
3. Gambut
4. Intan
5. Kaolin
6. Pasir Kuarsa
7. Fosfat
8. Batu gamping
9. Kristal Kuarsa
11. Besi
12. Timah Hitam
13. Tembaga
15. Zircon
Beberapa yang sudah produksi seperti batubara, emas, intan, batu lempung, batu gamping, pasir kuarsa,
kristal kuarsa dan zircon. Sedangkan mineral-mineral lain sedang berada dalam proses survey dari tahap
pengamatan lapangan sampai eksplorasi detail, karena itu data-data sumberdaya mineral tersebut
cukup akurat karena berdasarkan tahapan survey.
1. Potensi Emas
Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan emas primer dan letakan (placer). Endapan letakan
(placer) banyak ditemukan di sungai, danau, rawa-rawa dan paleo chanel (gosong), sedangkan yang
merupakan hasil endapan hidrotermal yang secara genetic berasosiasi dengan intrusi batuan beku asam
dan juga sering berasosiasi dengan kuarsa dan sulfide (pirit, arseno pirit, tetrahidrit, kalkopirit dan
sedikit pada galena dan spalerit).
- Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang dan Kurun.
- Kab.Katingan : Kec.Katingan Hulu, Katingan Tengah, Sanaman Mantikei dan Katingan Hilir.
2. Potensi Batubara
Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan batubara pada awalnya berupa gambut atau akumulasi
bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses kompaksi dan panas dalam waktu
yang sangat panjang maka gambut akan berubah menjadi batubara.
Batubara di Indonesia banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU dan dalam jumlah
kecil dalam peleburan timah dan nikel.
Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 tambang batubara didekat
Muara Teweh sudah ditambang sejak tahun 1910 dan mampu menghasilkan sekitar 7.000 ton pertahun
saat itu.
Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan kemudian berhenti total sekitar tahun 1960.
Survey penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975 oleh beberapa
institusi baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT. BHP-Biliton yang telah
memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 juta ton batubara dengan nilai kalori >7.000 berkualitas
baik (> 8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya bagian utara.
Didaerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat, Sungai Lahei,
Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai ketebalan mencapai 1,5 – 7
meter dan mempunyai kualifikasi “Cooking Coal dengan kandungan sebagai berikut :
- CSN : 5 - 7
Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori <6.000 kal/gr antara lain :
3. Potensi Gambut
Gambut adalah endapan organik yang mengandung sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami
dekomposisi sebagian dan mengandung bahan lain seperti air dan bahan-bahan lain non organic
biasanya berupa lempung dan lanau.
Gambut di Indonesia diperkirakan memiliki area lebih 20 juta hektar dan kebanyakan dalam bentuk
dataran rendah dan rawa. Lebih dari 7 juta hektar berada sepanjang daerah barat, tengah dan selatan
pantai pulau Kalimantan.
Survey tanah gambut telah banyak dilakukan secara intensif terutama untuk keperluan pertanian
(agricultur). Penyelidikan yang dilakukan untuk tujuan pertanian biasanya hanya gambut yang
mempunyai kedalaman 100 cm atau kurang. Gambut yang mempunyai kedalaman lebih dari 100 cm
mempunyai potensi sebagai energi.
Sumber energi gambut biasanya digunakan untuk tenaga pembangkit tapi dapat juga digunakan untuk
bahan baker dan memasak yang biasanya dalam bentuk briket.
Penyelidikan gambut untuk bahan baker telah dilakukan oleh Direktorat batubara dari Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral sejak tahun 1984 didaerah Bereng Bengkel, Palangka Raya dan
Kanamit, Kuala Kapuas.
Daerah Bereng Bengkel – Kanamit mempunyai potensi yang cukup besar dengan rata-rata kedalaman
gambut sekitar 2 meter, dan di Bereng Bengkel sendiri sekitar 20 hektar telah diselidiki secara detail dan
telah dilakukan ujicoba produksi gambut bekerjasama dengan Finlandia.
4. Potensi Intan
Intan telah banyak ditambang dibanyak tempat di Pulau Kalimantan oleh penduduk sejak lama dan
berkembang diberbagai tingkatan sampai sekarang. Intan dipotong dan dipoles/digosok di Martapura
Kalimantan Selatan.
Secara umum endapan utama intan berasosiasi dengan batuan ultrabasic khususnya batuan periodit,
contohnya batuan yang kita kenal sebagai Kimberlite-pipe di Afrika Selatan.
Saat ini penduduk local Kalimantan Tengah menambang endapan intan alluvial mempergunakan
peralatan dan metode yang masih sederhana. Intan yang terdapat dalam endapan alluvial biasanya
terdapat bersama sejumlah mineral seperti korundum, rutile, brookite, quartz, emas, platinum dan pirit.
Pasir hitam yang terbentuk dari pencucian residu (disebut puya) terdiri dari : Titano magnetite, kromit,
garnet, spinel, hyacinth, topaz, dan ruby.
Penyelidikan terhadap endapan intan sudah dilakukan sejak dulu tetapi masih belum
mendapatkan hasil berupa penemuan endapan utamanya. Tetapi kesempatan bagi eksplorasi
endapan utama dan alluvial masih ada dan dilakukan.
BAB III
KESIMPULAN
Sejarah tektonik dari Pulau Kalimantan dimulai dari Eoses-Oligosen hingga miosen dimana
pada kejadiannya terdapat berbagai evolusi tektonisme.
Pulau Kalimantan juga memiliki potensi bahan galian yang terbukti cukup bervariasi seperti
emas, batubara, intan dan gambut
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam Delta. IPA,
hal. 156-165.
Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.
Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October1987 Vol I p. 311-
316.
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian Association of
Geologists, p.69-89.
Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin and Evolution of the Tertiary Hydrocarbon-
Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, The American Association of Petroleum
Geologists Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.