Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN REFLEKSI KASUS

STASE ILMU KESEHATAN ANAK


HIV pada Bayi
Syahidatul Arifa
20120310272

I. PENGALAMAN
II. MASALAH YANG DIKAJI
1. Bagaimana mendiagnosis HIV pada bayi?
2. Bagaimana penanganan HIV pada bayi?

III. ANALISIS KRITIS


1. Bagaimana mendiagnosis HIV pada bayi?
Sebagian besar infeksi HIV pada anak (90%) didapatkan dari transmisi
vertikal yaitu penularan dari ibu ke bayi yang dikandungnya (mother-to-child
transmission /MTCT). Proses transmisi dapat terjadi pada saat kehamilan (5-10%),
proses persalinan 10-20%, dan sesudah kelahiran melalui ASI (5-20%). Angka
transmisi ini akan menurun sampai kurang dari 2% bila pasangan ibu dan anak
menjalani program pencegahan/prevention of mother-to-child transmission (PMTCT)
sejak saat kehamilan dengan penggunaan obat antiretroviral untuk ibu sampai dengan
penanganan setelah kelahiran. Faktor risiko terjadinya transmisi adalah jumlah virus,
kadar CD4, adanya infeksi lain (hepatitis, sitomegalovirus), ketuban pecah dini,
kelahiran spontan/melalui vagina, prematuritas, dan pemberian ASI atau mixed
feeding (pemberian ASI dan susu formula bersama-sama).

Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:


 Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti TB berat atau
mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia berulang dan diare kronis
atau berulang)
 Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan perlakuan
pencegahan penularan dari ibu ke anak
 Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang didiagnosis terinfeksi
HIV (pada umur berapa saja)
 Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara kandungnya
didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua orangtua meninggal oleh sebab yang
tidak diketahui tetapi masih mungkin karena HIV
 Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik yang
terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab lain
 Anak yang mengalami kekerasan seksual
Bayi (<12 bulan)
Penelitian yang tersedia mengkonfirmasikan bahwa, bagi bayi yang tertular
HIV sebelum atau sekitar persalinan, perkembangan penyakit terjadi dengan cepat
pada beberapa bulan pertama kehidupan dan sering menyebabkan kematian. Lebih
dari 80% bayi yang terinfeksi HIV yang sudah 6 minggu mengalami kemajuan untuk
mendapatkan ART sebelum usia 6 bulan. Penentuan dini keterpaparan HIV dan
diagnosis definitif sangat penting.
Semua bayi dan anak-anak harus memiliki status terpajan HIV pada kontak
pertama mereka dengan sistem kesehatan, idealnya sebelum usia 6 minggu. Untuk
memfasilitasi hal ini, semua titik pengiriman layanan Ibu dan Bayi di fasilitas
kesehatan harus menawarkan tes serologis HIV kepada ibu dan bayi dan anak mereka.
Dalam kebanyakan kasus, status HIV ditetapkan dengan:

 menanyakan tentang tes HIV ibu pada masa kehamilan, persalinan atau
pascapersalinan
 memeriksa kartu kesehatan anak dan / atau ibu,
 menawarkan tes antibodi yang cepat untuk semua bayi dan atau ibu yang
status HIV-nya tidak diketahui, terutama bila prevalensi HIV nasional> 1%.

Tes viral (misalnya PCR) harus dilakukan pada usia 4-6 minggu untuk bayi
yang diketahui terpajan HIV, atau kemungkinan paling dini untuk orang-orang yang
terlihat setelah usia 4-6 minggu.
Tes antibodi HIV yang mendesak harus dilakukan untuk bayi atau anak
yang memiliki tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan HIV. Bayi
dengan antibodi HIV yang terdeteksi harus menjalani tes viral.

Anak di atas usia 12 bulan


18 bulan dan lebih tua: Tes antibodi HIV dapat memberikan diagnosis pasti
pada anak-anak berusia ≥ 18 bulan, dengan diketahui atau tidak diketahui adanya
HIV. Tes antibodi HIV harus dilakukan untuk anak-anak dari kelompok usia ini yang
hadir dengan tanda, gejala atau kondisi medis yang mengindikasikan HIV (lihat
bagian 2.1.3).
12-18 bulan: Tes viral untuk tujuan diagnostik direkomendasikan karena tes
antibodi HIV mungkin tidak secara akurat mencerminkan infeksi anak sebagai akibat
kemungkinan adanya antibodi HIV ibu. Namun kelompok anak ini harus diberi tes
antibodi, dan hanya mereka yang positif terkena tes virus. Mereka yang negatif pada
tes antibodi dan belum menyusui selama lebih dari enam minggu tidak terinfeksi.
Mulai kehamilan trimester ketiga, antibodi maternal ditransfer secara pasif
kepada janin, termasuk antibodi terhadap HIV, yang dapat terdeteksi sampai umur
anak 18 bulan. ii,iii Oleh karena itu pada anak berumur < 18 bulan yang dilakukan
uji antibodi HIV dan menunjukkan hasil reaktif, tidak serta merta berarti anak
tersebut terinfeksi HIV.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan,
dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak
dengan hasil uji virologi HIV positif pada usia berapapun, artinya terkena infeksi
HIV.
ASI dapat mengandung virus HIV bebas atau sel yang terinfeksi HIV.
Konsekuensi dari mendapat ASI adalah adanya risiko terpajan HIV, sehingga
penetapan infeksi HIV baru dapat dilaksanakan bila pemeriksaan dilakukan ATAU
diulang setelah ASI dihentikan > 6 minggu.

Tanda atau kondisi yang mungkin mengindikasikan kemungkinan infeksi HIV


Tersangka HIV jika ada gejala, tanda, dan / atau kejadian klinis berikut ini, karena
tidak umum pada anak-anak tanpa HIV:
Tanda yang mungkin menunjukkan kemungkinan infeksi HIV
 Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri (seperti pneumonia,
meningitis, sepsis, selulitis) dalam 12 bulan terakhir.
 Oral thrush: eritema dan plak pseudomembran berwarna putih pada langit-langit,
gusi dan mukosa bukal. Setelah periode neonatal, kehadiran sariawan secara oral
sangat menandakan infeksi HIV bila terjadi: tidak ada pengobatan antibiotik,
yang berlangsung lebih dari 30 hari meskipun pengobatan, berulang, berlanjut
melampaui lidah, atau disajikan sebagai kandidiasis esofagus.
 Parotitis kronis: pembengkakan parotis secara unilateral atau bilateral selama ≥
14 hari, dengan atau tanpa nyeri atau demam terkait.
 Limfadenopati generalisata: pembesaran kelenjar getah bening di dua atau lebih
daerah ekstra-inguinal tanpa penyebab mendasar yang jelas.
 Hepatomegali tanpa sebab yang jelas: dengan tidak adanya infeksi virus
bersamaan seperti cytomegalovirus (CMV).
 Demam terus-menerus dan / atau berulang: demam (≥38 ° C) yang berlangsung
≥7 hari, atau terjadi lebih dari sekali dalam jangka waktu 7 hari.
 Disfungsi neurologis: gangguan neurologis progresif, microcephaly,
keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan, hipertonia, atau
kebingungan mental.
 Herpes zoster (ruam): ruam yang menyakitkan dengan lecet yang terbatas pada
satu dermatom di satu sisi.
 Dermatitis HIV: ruam purpular erythematous. Ruam kulit khas termasuk infeksi
jamur yang luas pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan moluskum kontagiosum
yang luas.
 Penyakit paru supuratif kronis.

Tanda atau kondisi sangat spesifik untuk anak terinfeksi HIV


Sangat curiga infeksi HIV jika kondisi berikut, yang sangat spesifik untuk
HIV, ada: pneumocystis pneumonia (PCP), kandidiasis esofagus, pneumonia
interstisial lymphoid (LIP), atau sarkoma Kaposi, dan pada anak perempuan,
memperoleh fistula recto-vaginal.

Tanda umum terjadi pada anak terinfeksi HIV, tetapi juga umum pada anak yang
tidak terinfeksi HIV
 Otitis media kronis: discharge telinga berlangsung lebih ≥14 hari.
 Diare persisten: diare yang berlangsung ≥14 hari.
 Malnutrisi sedang atau berat: penurunan berat badan atau penurunan berat badan
secara bertahap namun stabil dari pertumbuhan yang diharapkan, seperti yang
ditunjukkan pada kartu pertumbuhan anak. Tersangka HIV terutama pada bayi
yang mendapat ASI <6 bulan yang gagal berkembang.
Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi perangkat
laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia, tenaga kesehatan diharapkan mampu
menegakkan diagnosis dengan cara DIAGNOSIS PRESUMTIF.

Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):

a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal atau
kemerahan (pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langit-langit mulut
atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal
topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran chest
indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran,
tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode
sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang berat
seperti bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi,
gerakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.
Pemeriksaan uji HIV cepat (rapid test) dengan hasil reaktif harus dilanjutkan
dengan 2 tes serologi yang lain.
Bila hasil pemeriksaan tes serologi lanjutan tetap reaktif, pasien harus segera
mendapat obat ARV

Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan


Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV pada orang
dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada saat tes
dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan
selama > 6 minggu. Pada umur > 18 bulan ASI bukan lagi sumber nutrisi utama.
Oleh karena itu cukup aman bila ibu diminta untuk menghentikan ASI sebelum
dilakukan diagnosis HIV.
Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV

Stadium 1 Stadium II
Asimtomatik Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat
Limfadenopati generalisata persisten dijelaskana
Erupsi pruritik papular
Infeksi virus wart luas
Angular cheilitis
Moluskum kontagiosum luas
Ulserasi oral berulang
Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak
dapat dijelaskan
Eritema ginggival lineal
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang
(otitis media, otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )
Infeksi kuku oleh fungus
Stadium III Stadium IV
Malnutrisi sedang yang tidak Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak
dapat dijelaskan, tidak berespons dapat dijelaskan dan tidak berespons terhadap
secara adekuat terhadap terapi terapi standar
standara Pneumonia pneumosistis
Diare persisten yang tidak dapat Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya
dijelaskan (14 hari atau lebih ) empiema, piomiositis, infeksi tulang dan sendi,
Demam persisten yang tidak dapat meningitis, kecuali pneumonia)
dijelaskan (lebih dari 37.5o C Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau
intermiten atau konstan, > 1 kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi
bulan) manapun)
Kandidosis oral persisten (di luar TB ekstrapulmonar
saat 6- 8 minggu pertama Sarkoma Kaposi
kehidupan) Oral hairy leukoplakia Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau
Periodontitis/ginggivitis ulseratif paru) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar
nekrotikans akut masa neonatus) Ensefalopati HIV
TB kelenjar Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi
TB Paru CMV pada organ lain, dengan onset umur > 1bulan
Pumonia bakterial yang berat dan Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
berulang Pneumonistis interstitial Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis,
limfoid simtomatik coccidiomycosis)
Penyakit paru-berhubungan dengan Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)
HIV yang kronik termasuk Isoporiasis kronik
bronkiektasis Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
Anemia yang tidak dapat dijelaskan Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan
(<8g/dl ), neutropenia (<500/mm3) dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel B non-
atau trombositopenia (<50 000/ mm3) Hodgkin atau limfoma serebral
Progressive multifocal leukoencephalopathy
Catatan:
a. Tidak dapat dijelaskan berarti kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab
yang lain
b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat disertakan pada kategori
ini
2. Bagaimana penanganan HIV pada bayi?

Di Kamar Bersalin
 bayi sebaiknya dilahirkan dengan cara bedah caesar
 Pertolongan persalinan menggunakan sedikit mungkin prosedur invasif
 Segera bersihkan bayi dengan mematuhi kewaspadaan universal
 Pilihan nutrisi bayi dilakukan berdasarkan konseling antiviral care

Profilaksis Kotrimoksaxol (CTX) untuk pneumocytis jiroveci


Pasien dan keluarga harus
diedukasi bahwa kotrimoksazol
tidak mengobati atau
menyembuhkan infeksi HIV.
Kotrimoksazol tidak
menggantikan kebutuhan terapi
antiretroviral. Kotrimoksazol
mencegah infeksi yang umum
terjadi pada bayi yang terpajan
HIV dan anak imunokompromais,
dengan tingkat mortalitas tinggi.
Meminum kotrimoksazol harus
teratur.
Indikasi terapi ARV menggunakan kombinasi kriteria klinis dan imunologis
Anak berumur < 5 tahun bila terdiagnosis infeksi HIV maka terindikasi untuk
mendapat pengobatan ARV sesegera mungkin.

Catatan:
 Risiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau 4,
sehingga harus segera dimulai terapi ARV.
 Anak usia < 12 bulan dan terutama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi untuk
menjadi progresif atau mati pada nilai CD4 normal.
 Nilai CD4 dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya.
Bila mungkin harus ada 2 nilai CD4 di bawah ambang batas sebelum ARV
dimulai.
 Bila belum ada indikasi untuk ARV lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4 setiap
3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih muda.

Pemberian ARV pada bayi dan anak < 18 bulan dengan diagnosis presumtif
Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif
harus SEGERA mendapat terapi ARV.
Segera setelah diagnosis konfirmasi dapat dilakukan (mendapat kesempatan
pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan atau menunggu sampai umur 18
bulan untuk dilakukan pemeriksaan antibodi HIV ulang); maka dilakukan penilaian
ulang apakah pasien PASTI terdiagnosis HIV atau tidak. Bila hasilnya negatif maka
pemberian ARV dihentikan.
Paduan lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 Nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI) + 1 Non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NNRTI)
Berdasarkan ketersediaan obat, terdapat 3 kombinasi paduan ARV (pilih warna yang
berbeda)

Langkah 1: Gunakan 3TC sebagai NRTI pertama


Langkah 2: Pilih 1 NRTI untuk dikombinasi dengan 3TCa :
Langkah 3: Pilih 1 NNRTI

Pemilihan nutrisi
 Konseling pemilihan nutrisi sudah harus dilakukan sejak pada masa antenatal
care. -- Pilihan susu formula akan menghindarkan bayi terhadap risiko transmisi
HIV melalui ASI.
 Perlu diperhatikan apakah pemberian susu formula tersebut memenuhi
persyaratan AFASS (acceptable/dapat diterima, feasible/layak,
affordable/terjangkau, sustainable/ berkelanjutan, dan safe/aman).

Pemberian imunisasi
 Pemberian imunisasi dapat diberikan sesuai jadwal dengan pengecualian untuk
BCG.
 Imunisasi BCG dapat diberikan apabila diagnosis HIV telah ditentukan.
Pemantauan tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang dilakukan pada setiap kunjungan seperti kunjungan
bayi sehat lainnya.

Penentuan status HIV bayi


 Penentuan status dilakukan dengan pemeriksaan: -- PCR RNA HIV pertama pada
usia 4-6 minggu -- PCR RNA HIV kedua pada usia 4-6 bulan
 Pemeriksaan antibodi HIV pada usia 18 bulan.
 Pemeriksaan antibodi HIV tidak dapat digunakan sebagai perasat diagnosis pada
anak berusia kurang dari 18 bulan.
 Apabila hasil PCR RNA HIV positif maka harus segera dilakukan pemeriksaan
PCR RNA HIV kedua untuk konfirmasi. Bila hasil PCR RNA HIV kedua positif
maka anak akan ditata laksana sesuai dengan tata laksana anak dengan infeksi
HIV.

Prognosis
Angka transmisi bila pasangan ibu dan anak menjalani program PMTCT lengkap
adalah kurang dari 2%.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO (2014) Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak, Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia
2. Pudjiadi et al (2009) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Ikatan Dokter Indonesia
3. World Health Organization (2011), Diagnosis of HIV infection in infants and
children dalam Manual on Paediatric HIV Care and Treatment for District
Hospitals: Addendum to the Pocket Book of Hospital Care of Children
4. Rivera D and Frye R (2017) Pediatric HIV Infection, Medscape, diunduh tanggal
21 Februari 2018, url:https://emedicine.medscape.com/article/965086-overview

Anda mungkin juga menyukai