Anda di halaman 1dari 21

DAMPAK PENGGUNAAN SMARTPHONE DAN FENOMENA NOMOPHOBIA

Rahmawati Latief
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Abstract

A Smartphone is a media device that delivers ease of looking for information, but if its use is
not controlled then it will cause negative psychological effects. One of the psychological
diseases lurking smartphone addicts is nomophobia. Nomophobia is the anxiety disorder or
psychological fears when it lost contact with smartphone. Nomophobia will be able to
overcome if an intelligent audiences using smartphones are measured, controlled and
directional.

Keywords : smartphone, psychological diseases, nomophobia, an intelligent audiences.

I. PENDAHULUAN

The World is Flat atau dunia yang datar merupakan sebuah metafora yang mengacu
kepada dahsyatnya revolusi teknologi komunikasi yang mengurai sekat-sekat geografis
menjadi komunikasi global yang lebih cepat, murah, interaktif, dan digital. Istilah The World
is Flat diperkenalkan pertama kali oleh Thomas Loren Friedman dalam bukunya The World
is Flat: A Brief History of The Twenty-first Century (2005; edisi tambahan 2006; edisi revisi
2007). Buku ini mendulang kesuksesan komersial yang besar dan berada pada daftar New
York Times Best Seller sejak diterbitkan bulan April 2005 sampai Mei 2007 yang telah terjual
lebih dari dua juta kopi.1

Saat ini menurut Friedman, telah terjadi globalisasi gelombang ketiga (Globazation
3.0). Globalisasi gelombang pertama (Globalization 1.0) terjadi mulai tahun 1492, ketika
Columbus memulai pelayarannya keliling dunia hingga tahun 1800. Globalisasi ini ditengarai
dengan penjelajahan dan penguasaan negara-negara di dunia serta munculnya konsep negara
bangsa. Gelombang kedua globalisasi (Globalization 2.0) diperankan secara dramatis oleh
perusahaan multinasional yang melakukan integrasi-integrasi bisnis secara global.
Gelombang kedua ini terjadi pada tahun 1800 ditandai dengan Revolusi Industri hingga tahun
2000. Kini dalam globalisasi gelombang ketiga (Globalization 3.0) kekuatan dinamisnya

1
Wikipedia. The World is Flat. https://id.wikipedia.org/wiki/The_World_Is_Flat (diakses pada 9 November
2016)
ialah individu-individu yang secara kasat mata telah mengglobal. Globalisasi tidak lagi
didorong oleh mesin, hardware tetapi oleh software dan jaringan serat optik yang
menghubungkan semua manusia di dunia ini.2

Jika dua gelombang globalisasi sebelumnya didominasi oleh orang-orang Eropa dan
Amerika, kini globalisasi ketiga melibatkan seluruh umat manusia dari bangsa, negara, dan
ras manapun. Tesis Friedman juga menjelaskan bahwa perkembangan teknologi yang lebih
digital, mobile, personal dan virtual yang memungkinkan percepatan terjadinya dunia
semakin datar atau dengan kata lain dunia semakin interconnected atau saling berhubungan.
Salah satu pembenaran tesis Friedman ini dengan kehadiran smartphone (telepon pintar atau
ponsel cerdas) sebagai produk teknologi komunikasi yang canggih dan setiap penggunanya
memiliki akses ke seluruh dunia dengan internet yang menyebabkan diseminasi informasi
menjadi sangat cepat dan masif.

Smartphone sebenarnya tidak sekedar alat komunikasi saja, tetapi juga perangkat
elektronik yang memiliki fitur hiburan yang menarik dan menyenangkan seperti memainkan
musik, video, game online maupun offline, memotret dan mengirim gambar atau foto, dan
fasilitas mengakses internet. Fasilitas yang disediakan smartphone seperti layaknya komputer
namun dalam bentuk mini. Hal inilah yang membuat smartphone semakin banyak dimiliki
orang terutama untuk menunjang komunikasi. Selain karena kebutuhan komunikasi dan
informasi yang semakin penting, harga smartphone sudah sangat terjangkau oleh masyarakat.

Inovasi teknologi dalam komunikasi memungkinkan seseorang untuk menjalin


interaksi dengan orang lain secara berkesinambungan. Smartphone yang memiliki sistem
operasi berbasis Android atau iOS dilengkapi akses internet yang menyediakan banyak
aplikasi antara lain Situs (website), E-mail, Forum di Internet (Bulletin Boards), Instant
Messaging, WhatsApp (WA), Blackberry Messenger (BBM), Line, Facebook, Twitter,
Instagram, Pinterest, Tumbir, Path, Skype, Kakaotalk, Wechat, dan lain-lain. Tersedianya
berbagai aplikasi untuk komunikasi maupun hiburan inilah yang menyebabkan gadget dalam
bentuk smartphone maupun tablet sangat diminati oleh semua kalangan masyarakat.

Minat masyarakat yang antusias terhadap kehadiran smartphone bukan tidak


beralasan. Berdasarkan data riset yang dirilis oleh Erricson Mobile Phone yang menulis
tentang Erricson Mobility Report menunjukkan bahwa 75 persen dari semua perangkat

2
Thomas Loren Friedman, The World is Flat: A Brief History of The Twenty-First Century, (New York USA:
Farrar, Straus, and Giroux Publication, 2005) h. 8-9
mobile yang terjual di kuartal pertama 2015 merupakan perangkat ponsel pintar
(smartphone). Naik 10 persen dari periode yang sama di tahun lalu. Hingga tahun 2020
nanti, jumlah pengguna smartphone diprediksi akan mencapai 6.1 miliar di seluruh dunia.3

Laporan dari Pew Research Center juga mengungkapkan bahwa di tahun 2015,
sebanyak 54 persen orang dewasa di 21 negara berkembang sudah menggunakan internet.
Angka ini naik dari 43 persen di tahun 2013. Di negara berkembang, juga terlihat adanya
peningkatan penggunaan smartphone. Di tahun 2013, terdapat 21 persen orang dewasa yang
menggunakan smartphone. Angka ini naik menjadi 37 persen di tahun lalu. Sementara di
negara-negara maju, sebanyak 87 persen orang dewasa adalah pengguna internet dan 68
persen sudah memiliki smartphone. Data ini menunjukkan bahwa pengguna smartphone dan
internet terus bertambah di berbagai negara baik di negara maju maupun di negara
berkembang.4

Data diatas mendeskripsikan betapa signifikannya penggunaan smartphone di seluruh


penjuru dunia. Kehadiran smartphone bukan berarti tidak menimbulkan dampak atau
implikasi yang besar terhadap perilaku individu, namun hubungan individu dengan
smartphone sangat mempengaruhi perilaku interpersonal dan kebiasaan sosial. Teknologi
komunikasi juga membuat perubahan dalam interaksi masyarakat dengan dunia, persepsi
pada interaksi yang nyata dan interaksi lewat smartphone.5 Dampak psikologis dari
penggunaan teknologi pada individu, kelompok dan masyarakat pada umumnya terkait
dengan perubahan perilaku dan kebiasaan sebelum dan sesudah adanya smartphone.6

Dalam konteks ini, penulis ingin menguraikan dampak penggunaan smartphone dan
relasinya dengan fenomena nomophobia yang merefleksikan ketakutan atau kecemasan akan
kehilangan komunikasi melalui handphone. Tujuan dan kegunaan artikel ini untuk
memberikan gambaran implikasi penggunaan produk teknologi komunikasi yang tidak

3
Choiru Rizkia, Tahun Ini, Pengguna Mobile Samai Jumlah Penduduk Dunia, Seluler.Id, 17 Juni 2015, dikutip
melalui http://selular.id/news/2015/06/tahun-ini-pengguna-mobile-samai-jumlah-penduduk-dunia (diakses
pada 11 November 2016).
4
Ellavie Ichlasa Amalia , Pengguna Smartphone dan Internet Dunia Menuju 100%, Metrotvnews.com, 11 Mei
2016, dikutip melalui http://teknologi.metrotvnews.com/news-teknologi/0k887lPk-pengguna-smartphone-
dan-internet-dunia-menuju-100 (diakses pada 11 November 2016)
5
Anna Lucia Spear King, Alexandre Martins Valença, Adriana Cardoso Silva, Federica Sancassiani, Sergio
Machado, & Antonio Egidio Nardi. ““Nomophobia”: Impact of Cell Phone Use Interfering with Symptoms and
Emotions of Individuals with Panic Disorder Compared with a Control Group.”,Clinical practice and
epidemiology in mental health, Volume 10, 2014, hal. 28-35.
6
.Anna Lucia Spear King, Alexandre Martins Valença, Adriana Cardoso Silva, T Baczynski, Marcele Carvalho, &
Antonio Egidio. Nardi, “E. Nomophobia: Dependency on virtual environments or social phobia?. Computers in
Human Behavior, Volume 29, No. 1, 2013, hal. 140-144.
terkontrol di zaman masyarakat digital dan relasinya dengan perilaku manusia. Selain itu,
artikel ini diharapkan menambah rujukan perkembangan ilmu komunikasi khususnya kajian
media siber (cybermedia) dan Computer Mediated Communication (CMC)/Komunikasi
Termediasi Komputer yang masih dianggap kajian baru dalam ranah ilmu komunikasi di
Indonesia.

II. IMPLIKASI PENGGUNAAN SMARTPHONE

Smartphone didefinisikan sebagai "telepon nirkabel diatur dengan fitur komputer


diaktifkan".7 Daya tarik fitur komputer yang berada di smartphone inilah yang menarik
antusias masyarakat seperti aplikasi smartphone yang memungkinkan pengguna untuk
menelpon, membuat dan mengirim teks, membuat dan mengirim foto dan video, bermain
video game, berinteraksi di jaringan sosial, berselancar di internet, dan semua aplikasi
mampu digunakan tanpa mengenal waktu dan tempat.

Daya tarik ini berpengaruh kepada penjualan global smartphone yang telah meroket
dari 122 juta pada tahun 2007 menjadi 675 juta pada tahun 2012.8 Pada akhir tahun 2017,
sepertiga dari populasi dunia diharapkan untuk memiliki dan menggunakan ponsel cerdas9.
Hasil riset menjelaskan bahwa penggunaan smartphone yang diaktifkan setiap hari melebihi
daripada bayi yang baru lahir setiap harinya dan secara rata-rata smartphone memiliki 41
aplikasi.10

Smartphone juga telah merevolusi manajemen atau strategi bisnis. Sebelum


munculnya smartphone, seorang pekerja profesional membutuhkan telepon kantor, komputer
laptop atau komputer desktop dengan koneksi internet untuk menyelesaikan tugas
profesional. Ini berarti bahwa pekerja harus berada di meja kerja mereka atau di dekat ruang
rapat yang mana perangkat tersebut dapat ditemukan. Para karyawan tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan di luar jam kerja, dan dipaksa untuk memperpanjang jam kerja atau
hari kerja. Kemunculan smartphone telah mengubah semua itu. Seorang pengguna

7
Haejung Yun., William J. Kettinger., & Choong CC. Lee., “A New Open Door: The Smartphone’s Impact on
Work to-Life Conflict, Stress, and Resistance.” International Journal of Electronic Commerce, Volume 16, No.4,
2012, hal. 121-151.
8
Worldwide smartphone shipments from 2010 to 2016.,dikutip melalui
www.statista.com/statistics/12865/forecast-for-sales-of-smartphone, (diakses pada 20 November 2016).
9
Sam Loveridge,. Third of world population will use smartphone by 2017, trustedreviews.com, 21 Juni 2013,
dikutip melalui http://www.trustedreviews.com/news/third-of-world-population-will-use-a-smartphone-by-
2017
10
How Smartphones are On the Verge of Taking Over, dikutip melalui http://www.nydailynews.com/lifestyle/
smartphones-world-article-1.1295927 (diakses pada 20 November 2016)
smartphone dapat melakukan hampir semua pekerjaan kantor tanpa mengenal waktu dan
tempat yang mana perangkat smartphone dapat mengakses suara dan koneksi data sehingga
akhirnya smartphone mampu menyelesaikan banyak tugas di luar jam kerja normal
karyawan.

Beberapa hasil penelitian telah membahas implikasi positif dari penggunaan


smartphone seperti Luttenegger dalam risetnya “Smartphones: Increasing Productivity,
Creating Overtime Liability” menjelaskan karyawan melihat smartphone mampu
memberikan fleksibilitas sehingga meskipun mereka berada jauh dari kantor namun masih
tetap terhubung dengan pekerjaan dan menyelesaikannnya pada waktu yang lebih tepat. Riset
yang lain juga menjelaskan bahwa penggunaan smartphone memiliki dampak positif terhadap
produktivitas pekerjaan di kantor. Data riset dari Amod Choudhary, peneliti City University
of New York, Lehman College, USA juga menambahkan bahwa penggunaan smartphone
memiliki dampak positif terhadap penghasilan atau pendapatan karyawan di perusahaan-
perusahaan pilihan atau terbaik di Amerika Serikat.11

Smartphone dalam dunia pendidikan merupakan produk teknologi yang penting


khususnya di kalangan mahasiswa. Smartphone digunakan untuk berbagai kepentingan antara
lain untuk mencari informasi sebagai bahan tugas-tugas kuliah atau pengerjaan skripsi,
menjalin interaksi dan komunikasi, mengeksplorasi aplikasi-aplikasi baru, dan sarana bagi
mahasiswa yang memiliki sifat pemalu untuk berinteraksi dengan orang lain. Smartphone
sebagai produk teknologi komunikasi memiliki dampak positif dan negatif dalam dunia
pendidikan.

Beberapa riset menunjukkan bahwa mahasiswa yang membawa smartphone ke


ruangan kelas dan sementara mendengarkan kuliah atau proses belajar adalah perilaku yang
umum. Jacobsen dan Forste dalam hasil risetnya juga mengidentifikasi bahwa terjadi
hubungan yang negatif antara penggunaan berbagai macam media elektronik termasuk
smartphone dengan prestasi akademik atau dengan kata lain tidak ada hubungan antara
penggunaan smartphone dengan Indeks Prestasi Akademik (IPK) pada mahasiswa tingkat
pertama di Amerika Serikat.12. Riset yang dilakukan Hong FY, Chiu SI, Huang DH dalam
artikelnya “A Model of The Relationship Between Psychological Characteristics, Mobile
11
Amod Choudhary, “Smartphones and Their Impact on Net Income Per Employee For Selected U.S Firms”,
Review of Business and Finance Studies, Volume 5, no 2, 2014, hal. 9-18
12
Wade C Jacobsen, & Renata Forste, “The Wired Generation: Academic and Social Outcomes of Electronic
Media Use among University Students” , Cyberbsychology, Behavior and Social Networking, Volume 14 No. 5,
2011, hal. 275-280.
Phone Addiction and Use of Mobile Phones by Taiwanese University Female Students”
mengungkapkan bahwa penggunaan smartphone mahasiswa di Taiwan mampu meningkatkan
komunikasi sosial dan memperluas kesempatan untuk membina hubungan sosial yang baik.13

Sementara di sisi lain penggunaan smartphone di kalangan siswa dan mahasiswa juga
menimbulkan kecemasan. Javid, Malik dan Gujjar dalam risetnya menekankan sejumlah
kelemahan dan dampak negatif smartphone pada prestasi siswa. Siswa tetap sibuk menulis
dan mengirim pesan tidak berguna, mengirim panggilan dan menerima panggilan,
mendengarkan musik dan menonton film dengan cara yang membuang-buang uang dan
waktu mereka yang berharga. Selain itu, salah satu gejala yang ditemukan menjadi kurangnya
konsentrasi siswa selama berada dalam ruangan kelas. Smartphone menyediakan berbagai
pesan gratis dan berbagai macam aplikasi media sosial, yang berguna dan menyenangkan.
Tapi ini juga memiliki efek samping, yang memungkinkan siswa untuk mengirim pesan
gratis dan chatting di mana pun mereka bisa mendapatkan akses Wi-Fi (Wireless Fidelity)
tanpa mengenal waktu.14 Lepp dan koleganya dalam sebuah riset menemukan bahwa
pengguna smartphone dengan intensitas frekuensi tinggi cenderung memiliki prestasi
akademik yang lebih rendah, kecemasan yang lebih tinggi dan kepuasan yang lebih rendah
dengan kehidupan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang menggunakan smartphone
lebih jarang atau intensitas penggunaan smartphone dengan frekuensi sedang dan rendah.15

Jika dilihat implikasi penggunaan smartphone maka teori uses and gratification
(penggunaan dan kepuasan) sangat tepat menjelaskan fenomena di atas. Teori ini mengajukan
gagasan bahwa perbedaan individu menyebabkan audiensi mencari, menggunakan dan
memberikan tanggapan terhadap isi media secara berbeda-beda yang disebabkan berbagai
faktor sosial dan psikologis yang berbeda di antara individu audiensi. Teori penggunaan dan
kepuasan memfokuskan perhatian pada audiensi sebagai konsumen media massa, dan bukan
pada pesan yang disampaikan. Teori ini menilai bahwa audiensi dalam menggunakan media
berorientasi pada tujuan, bersifat aktif sekaligus diskriminatif. Audiensi dinilai mengetahui

13
Fu-Yuan Hong, Shao-I Chiu & Der-Hsiang Huang , “A Model of The Relationship between Psychological
Characteristics, Mobile Phone Addiction and Use of Mobile Phones by Taiwanese University Female Students.”
Computers in Human Behavior Volume 28, 2012, hal. 2152-2159.
14
Muhammad Javid, Muhammad Ashraf Malik, Aijaz Ahmed Gujjar, “Mobile Phone Culture and Its
Psychological Impacts on Students' Learning at The University Level” Language in India. Volume 11 No 2,
2011, hal. : 415-422.
15
Andrew Lepp, Jacob E Barkley, & Aryn C Karpinski, “The Relationship Between Cell Phone Use, Academic
Performance, Anxiety, and Satisfaction with Life in College Students. Computers in Human Behavior Volume
31, 2014, hal. 343-350.
kebutuhan mereka dan mengetahui serta bertanggung jawab terhadap pilihan media yang
dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Katz, Blumler dan Gurevitch menyatakan lima asumsi dasar teori penggunaan dan
kepuasan yaitu : 16

1). Audiensi aktif dan berorientasi pada tujuan ketika menggunakan media. Dalam
perspektif teori penggunaan dan kepuasan audiensi dipandang sebagai partisipan yang aktif
dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap individu tidaklah sama. Dengan
kata lain, tingkat keaktifan audiensi merupakan variabel. Perilaku komunikasi audiensi
mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai serta berdasarkan motivasi; audiensi
melakukan pilihan terhadap isi media berdasarkan motivasi, tujuan, dan kebutuhan personal
mereka.

2). Inisiatif untuk mendapatkan kepuasan media ditentukan audiensi. Asumsi kedua
ini berhubungan dengan kebutuhan terhadap kepuasan yang dihubungkan dengan pilihan
media tertentu yang ditentukan oleh audiensi sendiri. Karena sifatnya yang aktif maka
audiensi mengambil inisiatif.

3). Media bersaing dengan sumber kepuasan lain. Media dan audiensi tidak berada
dalam ruang hampa yang tidak menerima pengaruh apa-apa. Keduanya menjadi bagian yang
lebih luas, dan hubungan antara media dan audiensi dipengaruhi oleh masyarakat. Media
bersaing dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dalam hal pilihan, perhatian dan
penggunaan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan seseorang.

4). Audiensi sadar sepenuhnya terhadap ketertarikan, motif dan penggunaan media.
Kesadaran diri yang cukup akan adanya ketertarikan dan motif yang muncul dalam diri yang
dilanjutkan dengan penggunaan media memungkinkan peneliti mendapatkan gambaran yang
tepat mengenai penggunaan media oleh audiensi. Audiensi melakukan pilihan secara sadar
terhadap media tertentu yang akan digunakannya.

5). Penilaian isi media ditentukan oleh audiensi. Menurut teori ini, isi media hanya
dapat dinilai oleh audiensi sendiri. Selain itu, dunia di mana audiensi atau khalayak
berdomisili ikut menentukan kebutuhan dan kepuasan audiensi terhadap media. Dengan kata

16
Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013) hal.509-514.
lain, kebutuhan dan kepuasan audiensi terhadap media tidak bersifat otonom yang tidak
ditentukan semata-mata hanya pada diri individu.

Dampak penggunaan smatphone sangat ditentukan oleh ketertarikan, motivasi dan


tingkat keaktifan dan kepuasan individu sebagai target terpaan media. Smartphone sangat
bermanfaat jika digunakan secara profesional, proporsional dan rasional, demikian pula
sebaliknya smartphone akan menjadi petaka bagi pengguna jika digunakan secara irasional,
tidak seimbang, dan tanpa target atau tujuan.

III. FENOMENA NOMOPHOBIA

Nomophobia didefinisikan sebagai "ketakutan ketika berada jauh dari kontak


ponsel". Istilah nomophobia, adalah singkatan untuk no-mobile-phone phobia dan itu
pertama kali diperkenalkan atau diciptakan pada sebuah kajian riset yang dilakukan pada
tahun 2008 oleh Post Office United Kingdom (Inggris) untuk menyelidiki kecemasan-
kecemasan yang diderita oleh para pengguna ponsel.17 Dengan kata lain Nomophobia dapat
diartikan sebagai rasa khawatir atau ketakutan berlebih seseorang ketika handphone atau
gadget milik pengguna tidak berada di dekatnya.
Ketika merujuk kepada orang-orang yang menderita nomophobia, ada dua istilah
lain yang diperkenalkan dan sering digunakan dalam bahasa sehari-hari yaitu nomophobe
dan nomophobic. Nomophobe adalah kata benda dan mengacu pada seseorang yang
menderita nomophobia. Istilah, nomophobic, di sisi lain, adalah kata sifat dan digunakan
untuk menggambarkan karakteristik nomophobes dan / atau perilaku yang berhubungan
dengan nomophobia.18
Sebelum mendiskusikan lebih lanjut mengenai nomophobia, penulis akan
mengemukakan ciri-ciri dan karakteristik orang mengidap nomophobia sebagai berikut: 19
a. Menghabiskan waktu menggunakan telepon genggam atau ponsel, mempunyai
satu atau lebih gadget dan selalu membawa charger dan atau power bank
b. Merasa cemas dan gugup ketika telepon genggam tidak tersedia dekat atau tidak
pada tempatnya. Selain itu juga merasa tidak nyaman ketika gangguan atau tidak

17
Securenvoy. (Februari, 2012). 66% of the population suffer from Nomophobia the fear of being without their
phone. http://www.securenvoy.com/blog/2012/02/16/66-of-the-population-suffer-fromnomophobia-the-
fear-of-being-without-their-phone/ (diakses pada 20 November 2016).
18
Caglar Yildirim, Exploring the dimensions of nomophobia: Developing and validating a questionnaire using
mixed methods research. Graduate Thesis, Iowa State University, United States America, 2014, hal. 6
19
Nicola Luigi Bragazzi & Giovanni Del Puente. A Proposal for Including Nomophobia in the New DSM-V.
Psychology Research and Behavior Management, Volume 7, 2014, hal. 155-160
ada jaringan, saat baterai lemah, kelupaan ponsel, dan kehabisan pulsa. Merasa
sangat panik dan ketakutan ketika telepon genggam atau ponsel hilang karena
berbagai penyebab.
c. Selalu melihat dan mengecek layar telepon genggam untuk mencari tahu pesan
atau panggilan masuk. Menurut David Laramie fenomena ini disebut ringxiety.
Ringxiety merupakan perasaan menganggap telepon genggam bergetar atau
berbunyi padahal belum tentu telepon genggam bergetar atau berbunyi.
d. Tidak mematikan telepon genggam dan selalu sedia 24 jam, selain itu saat tidur
telepon genggam diletakkan di kasur.
e. Kurang nyaman berkomunikasi secara tatap muka dan lebih memilih
berkomunikasi menggunakan teknologi baru.
f. Biaya yang dikeluarkan untuk telepon genggam lebih besar.

Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan gejala awal Nomophobia :

Gambar 1. Gejala Awal Nomophobia : Menggunakan ponsel saat menyetir mobil

Sumber foto : Google’s Image


Gambar 2. Gejala Awal Nomophobia: Mengendarai motor sambil memegang ponsel

Sumber foto : Google’s Image


Gambar 3. Gejala Awal Nomophobia : Menyeberang jalan sambil menggunakan ponsel

Sumber foto : Google’s Image

Gambar 4. Gejala Awal Nomophobia: Menggunakan ponsel saat belajar di kelas

Sumber foto : Google’s Image


Gambar 5. Gejala Awal Nomophobia: Menggunakan ponsel sambil berjalan di jalan raya

Sumber foto : Google’s Image


Gambar 6. Gejala Awal Nomophobia : Menggunakan ponsel di rumah ibadah

Sumber foto : Google’s Image

Gambar 7. Gejala Awal Nomophobia: Menggunakan ponsel saat beribadah

Sumber foto : Google’s Image


Gambar 8. Gejala Awal Nomophobia : Menggunakan Ponsel Saat Berada di Kuburan

Sumber foto : Google’s Image

Kajian pada tahun 2008 di Inggris yang melibatkan lebih dari 2.100 responden,
menunjukkan bahwa 53% dari pengguna ponsel menderita nomophobia.20 Penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa pria lebih rentan terhadap nomophobia daripada wanita, dengan 58%
dari laki-laki dan 48% dari perempuan menunjukkan perasaan cemas ketika tidak dapat
menggunakan telepon genggam mereka. Penelitian lain dilakukan oleh SecurEnvoy pada
tahun 2012, sebuah perusahaan keamanan di Inggris, yang melakukan survei dengan
melibatkan responden 1.000 karyawan dan menunjukkan bahwa jumlah orang yang
menderita nomophobia meningkat dari 53% menjadi 66%. Berbeda dengan penelitian di
tahun 2008, riset 2012 ini menemukan bahwa wanita lebih rentan terhadap nomophobia,
dengan 70% dari wanita dibandingkan dengan 61% dari pria yang telah mengungkapkan
perasaan cemas ketika kehilangan ponsel mereka atau ketika mereka tidak dapat
menggunakan telepon mereka. Dalam hal hubungan antara usia dan nomophobia, studi ini
menemukan bahwa orang dewasa muda, berusia 18-24 tahun yang paling rentan terhadap
nomophobia dengan 77% dari mereka diidentifikasi sebagai nomophobic, diikuti oleh
pengguna berusia 25-34 tahun di 68%. Selain itu, pengguna ponsel di usia 55 tahun dan
lebih adalah kelompok yang ditemukan sebagai pengguna ketiga yang paling nomophobia.21

Salah satu penelitian paling pertama tentang nomophobia adalah laporan kasus yang
ditulis oleh King, Valença dan Nardi (2010). Dalam riset tersebut mereka menganggap
nomophobia sebagai gangguan abad ke-21 yang dihasilkan dari teknologi baru. Dalam

20
Nomophobia is the fear of being out of mobile phone contact - and it's the plague of our 24/7 age. Mail
Online, 31 Maret 2008. Diakses pada 20 November 2016 melalui http://www.dailymail.co.uk/news/article-
550610/Nomophobia-fear-mobile-phonecontact--plague-24-7-age.html
21
Caglar Yildirim, Exploring the dimensions of nomophobia: Developing and validating a questionnaire using
mixed methods research. Graduate Thesis, Iowa State University, United States America, 2014, hal. 7
definisi mereka, nomophobia menunjukkan ketidaknyamanan atau kecemasan ketika berada
jauh dari ponsel (handphone/cell phone/mobile phone) atau kontak komputer desktop atau
komputer laptop. Ini adalah ketakutan yang menjadi ketika tidak bisa berkomunikasi dengan
teknologi, jauh dari ponsel atau tidak terhubung ke web site.22 Dalam studi lain, King,
Valença, Silva, Baczynski, Carvalho dan Nardi (2013) mendefinisikan nomophobia sebagai
berikut “Nomophobia dianggap sebagai gangguan di dunia modern, dan baru-baru ini telah
digunakan untuk menggambarkan ketidaknyamanan atau kecemasan yang disebabkan oleh
tidak tersedianya ponsel, komputer atau semua perangkat komunikasi virtual lainnya yang
mana individu biasa menggunakannya”.23 Penelitian terbaru yang dilakukan oleh King,
Valença, Silva, Sancassiani, Machado dan Nardi (2014), nomophobia didefinisikan bahwa
“Nomophobia adalah ketakutan modern ketika tidak mampu berkomunikasi melalui ponsel
(mobile phone) atau Internet. Nomophobia juga adalah istilah yang mengacu pada koleksi
dari perilaku atau gejala yang berkaitan dengan penggunaan mobile phone atau ponsel.
Nomophobia adalah fobia situasional yang berhubungan dengan agoraphobia dan termasuk
rasa takut menjadi sakit dan tidak menerima bantuan segera”.24

Menurut Yildirim, berdasarkan definisi telah diperbarui di atas, para peneliti


tampaknya menekankan ketidakmampuan untuk berkomunikasi melalui ponsel. Hal lain yang
patut disebutkan adalah deskripsi nomophobia sebagai fobia situasional yang berhubungan
dengan agoraphobia. Sedangkan definisi sebelumnya muncul untuk mengungkapkan
perasaan cemas yang dihasilkan dari tidak tersedianya perangkat seperti komputer atau
perangkat komunikasi virtual, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa definisi nomophobia
saat ini lebih berkaitan dengan ponsel dan menunjukkan nomophobia sebagai fobia
situasional. Yildrim juga menambahkan berdasarkan definisi dari International Business
Times’ yang menekankan pada perasaan kecemasan yang disebabkan oleh tidak tersedianya
atau tidak terjangkaunya ponsel. Nomophobia atau no-mobile-phone-phobia adalah
kecemasan yang dihadapi orang-orang ketika mereka merasa bahwa mereka tidak mampu
mendapatkan sinyal dari menara seluler, kehabisan baterai, lupa untuk mengambil telepon
22
Anna Lucia Spear King., Alexandre Martins Valenca., Antonio Egidio Nardi ., “Nomophobia: the mobile phone
in panic disorder with agoraphobia: reducing phobias or worsening of dependence?”. Cognitive and Behavioral
Neurology, Volume 23 No. 1, 2010, hal, 52-54.
23
Anna Lucia Spear King, Alexandre Martins Valença, Adriana Cardoso Silva, T Baczynski, Marcele Carvalho, &
Antonio Egidio. Nardi, “E. Nomophobia: Dependency on virtual environments or social phobia?. Computers in
Human Behavior, Volume 29, No. 1, 2013, hal. 140-144.
24
Anna Lucia Spear King, Alexandre Martins Valença, Adriana Cardoso Silva, Federica Sancassiani, Sergio
Machado, & Antonio Egidio Nardi. ““Nomophobia”: Impact of Cell Phone Use Interfering with Symptoms and
Emotions of Individuals with Panic Disorder Compared with a Control Group.”,Clinical practice and
epidemiology in mental health, Volume 10, 2014, hal. 28-35.
mereka atau tidak menerima panggilan, teks atau email untuk jangka waktu tertentu.
Singkatnya, Nomophobia adalah ketakutan psikologis ketika kehilangan kontak telepon
selular. 25

Mengamati fenomena Nomophobia yang kini menjadi trend di masyarakat karena


penggunaan media (smartphone) tidak akan pernah melepaskan diri dari konteks masyarakat
dan khalayak atau audiensi. Masyarakat tradisional (traditional society) kini berkembang
menjadi masyarat digital (digital society). Masyarakat yang dulunya hanya menerima pesan
media kini telah bergeser menjadi pelaku atau turut memproduksi pesan dalam media.
Realitas perubahan masyarakat yang terjadi tidak bisa dipisahkan dari tahapan atau fase-fase
perkembangan komunikasi.

Menurut Everett M. Rogers, fase-fase perkembangan komunikasi melalui media


tulisan (the writing era), masa media komunikasi tercetak (the printing era), era komunikasi
yang sudah memanfaatkan teknologi komunikasi walau masih sederhana (telecommunication
era), dan masa di mana media menjadi lebih interaktif dari sebelumnya (interactive
communication era). Senada dengan pemikiran Rogers, McLuhan juga pernah membagi
periodisasi perkembangan komunikasi menjadi empat bagian yaitu Tribal Age, Literate Age,
Print Age dan Electronic Age.26

Dewasa ini perkembangan komunikasi yang telah berada pada masa interactive
communication era dan electronic age yang disebabkan revolusi teknologi komunikasi
membentuk dinamika perubahan media, sistem masyarakat dan karakter khalayak. Kehadiran
smartphone dan fenomena Nomophobia telah menunjukkan bahwa sistem media, sistem
masyarakat dan karakter khalayak saling tergantung dan saling mempengaruhi. Nomophobia
adalah penyakit di zaman modern yang tercipta dari efek lahirnya produk teknologi baru yang
terkonvergensi dengan jaringan internet. Kekuatan jaringan internet mampu mengubah dunia
namun khalayak yang aktif, kritis dan cerdas akan menggunakannya secara bijaksana
sehingga teknologi baru apapun tidak akan mengubah audiensi menjadi pecandu teknologi.

25
Caglar Yildirim, Exploring the dimensions of nomophobia: Developing and validating a questionnaire using
mixed methods research. Graduate Thesis, Iowa State University, United States America, 2014, hal. 8-9
26
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta: Prenadamedia Group, Cetakan 1, 2014),
hal. 2-3
IV. RISET NOMOPHOBIA

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa riset yang pertama kali mengkaji tentang
Nomophobia yang ditulis secara kolektif oleh King, AL, Valenca AM, dan Nardi AE pada
tahun 2010. Riset ini bertujuan untuk mengetahui hipotesa tentang perkembangan yang
terjadi pada individu (pasien) yang menderita penyakit gangguan kepanikan (panic disorder)
dan agoraphobia akibat penggunaan ponsel. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa
pasien tetap diobati dengan obat-obatan dan psikoterapi kognitif-perilaku. Pasien tetap
menderita asimtomatik selama 4 tahun. Pasien menunjukkan perbaikan kesehatan yang
signifikan dalam gangguan panik dan fobia, tapi belum ada perubahan dalam
nomophobianya.27

Penelitian yang serupa juga dilakukan di kalangan mahasiswa fakultas Ilmu


Kedokteran di daerah India Utara. Para peneliti bertujuan untuk menilai pola penggunaan
ponsel dan prevalensi nomophobia antara mahasiswa Ilmu Kedokteran. Dari 118 responden
menunjukkan bahwa tingkat respon adalah 90,76% yang didominasi perempuan (65
responden). Sebagian besar mahasiswa berada di kelompok usia 22-24 tahun. Semua dari
mereka memiliki kepemilikan minimal satu ponsel dengan layanan internet diaktifkan dengan
hasil 87%, 34% yang memiliki dua ponsel, sementara 4% memiliki lebih dari dua ponsel.
61% mahasiswa harus mengisi ulang layanan internet sebulan sekali, 28% dua kali sebulan,
sementara 11% siswa harus mengisi ulang lebih dari tiga kali dalam sebulan. 73% dari
mahasiswa menderita nomophobia. 21% dari nomophobia mengalami ringxiety. 83% dari
mahasiswa mengalami serangan panik ketika ponsel mereka salah tempat atau kelupaan .
Sakit kepala dan kelesuan adalah efek samping yang paling umum yang dialami oleh 61%
dari mahasiswa.28

Para peneliti yang terdiri atas Caglar Yildirim, Evren Sumuer, Mu¨ge Adnan, dan
Soner Yildirim juga pernah melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi nomophobia
di kalangan dewasa muda di Turki dengan responden 537 mahasiswa Turki. Hasil penelitian
menunjukkan 42,6% dari orang dewasa muda memiliki nomophobia, dan ketakutan terbesar
mereka terkait dengan kehilangan komunikasi dan akses informasi. Studi ini juga
menemukan bahwa gender dan durasi kepemilikan smartphone memiliki efek pada perilaku
27
Anna Lucia Spear King., Alexandre Martins Valenca., Antonio Egidio Nardi ., “Nomophobia: the mobile phone
in panic disorder with agoraphobia: reducing phobias or worsening of dependence?”. Cognitive and Behavioral
Neurology, Volume 23 No. 1, 2010, hal, 52-54.
28
Neelima Sharma, Pooja Sharma, Neha Sharma, R. R. Wavare.,”Rising concern of nomophobia amongst Indian
medical students” International Journal of Research in Medical Sciences, Volume 3 No.3, 2015, hal. 705-707
nomophobia dewasa muda, sedangkan usia dan durasi kepemilikan ponsel tidak
berpengaruh.29 Penelitian yang senada pernah dilakukan di Prancis. Peneliti yang terdiri dari
M.P Tavolacci, G Meyrignac, L Richard, P Dechelotte dan J Ladner dari Rouen University
Hospital, Rouen, France mengungkapkan bahwa hampir satu dari tiga mahasiswa menderita
nomophobia khususnya dikalangan mahasiswa perempuan. Persoalan ini juga dikaitkan
dengan kecanduan media online (cyberaddiction) dan masalah tidur (insomnia).30

Peneliti di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya juga pernah melakukan


penelitian serupa dengan memilih judul “Hubungan antara Self-Esteem dengan
Kecenderungan Nomophobia pada Remaja”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji
hubungan antara self-esteem dan nomophobia pada remaja. Alat ukur Nomophobia yang
digunakan adalah alat ukur NMP-Q (20 item, Chronbach’s alpha=0,921) yang disusun oleh
Yildrim , dan alat ukur self-esteem yang digunakan adalah alat ukur Self-Esteem (18 item,
Chronbach’s alpha=0,624) yang disusun oleh Sanjaya. Penelitian ini dilakukan pada remaja
akhir dengan usia yang berkisar antara 18-23 tahun, dengan jumlah subyek sebanyak 103
orang. Sampel tersebut diambil berdasarkan teknik accidental sampling. Analisis korelasi
menggunakan teknik Spearman’s Rank (rho) menggunakan SPSS versi 16,0 for windows.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara self-esteem dengan
nomophobia pada remaja (r= -0.16, p=0.876). Hasil analisis deskriptif yang dilakukan dengan
metode U Mann Whitney Test dan Kruskal Wallis Test menemukan bahwa terdapat
perbedaan self-esteem berdasarkan jenis kelamin, dan terdapat perbedaan lama memiliki
smartphone berdasarkan nomophobia.31

V. NOMOPHOBIA : RELASI ANTARA KOMUNIKASI YANG TERMEDIASI


KOMPUTER/COMPUTER MEDIATED COMMUNICATION (CMC) DAN
KETERGANTUNGAN MEDIA.
Jika kita mengamati secara seksama hasil riset di atas bahwa implikasi penggunaan
smartphone yang berlebihan atau smartphone addiction menyebabkan terjadinya fenomena
penyakit nomophobia. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang positif antara

29
Caglar Yildirim, Evren Sumuer, Mu¨ge Adnan, Soner Yildirim, “A growing fear: Prevalence of nomophobia
among Turkish college students”, Information Development, Volume 32 No. 5, 2016, hal. 1322-1331.
30
Marie-Pierre Tavolacci, Gilles Meyrignac, Laure Richard, Pierre Déchelotte & Joël Ladner. “Problematic use of
mobile phone and nomophobia among French college students”, European Journal of Public Health, Volume
25, No. 3, 2015, hal. 206.
31
Arie Putri Mayangsari & Atika Dian Ariana, “Hubungan antara Self-Esteem dengan Kecenderungan
Nomophobia pada Remaja”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 04 No. 3, Desember 2015,
h.157.
intensitas frekuensi yang tinggi penggunaan smartphone dengan nomophobia. Kehadiran
fenomena nomophobia selain karena perkembangan teknologi baru juga merupakan akibat
dari perkembangan media baru atau new media, dan semakin eksisnya ruang siber yang
mempertemukan individu dan atau kelompok di arena virtual dalam berkomunikasi yakni
komunikasi yang termediasi komputer atau computer mediated communication (CMC).

Desember J menjelaskan bahwa CMC adalah proses komunikasi manusia dalam


menciptakan, menukarkan dan menerima informasi dengan menggunakan sistem
telekomunikasi yang menfasilitasi proses enkoding, transmisi dan dekoding pesan. Dia juga
menambahkan bahwa CMC adalah merupakan proses komunikasi melalui komputer yang
melibatkan khalayak, situasi dalam konteks tertentu. Desember J juga melihat proses CMC
dari berbagai lintas disiplin ilmu dengan menfokuskan pada perpaduan manusia, teknologi,
proses dan efek. Beberapa perspektif ini meliputi aspek sosial, kognitif/psikologi, linguistik,
budaya, teknik, atau politik, dan atau pada bidang-bidang seperti komunikasi manusia,
retorika dan komposisi, studi media, interaksi manusia-komputer, jurnalisme, telekomunikasi,
ilmu komputer, komunikasi teknik, atau studi informasi.32 Sedangkan Jones menyebutkan
bahwa CMC bukan hanya sekedar alat, melainkan alat yang berfungsi sekaligus sebagai
teknologi, media dan mesin hubungan sosial. Proses CMC tidak hanya mengatur struktur
hubungan sosial namun merupakan sebuah ruang untuk berinteraksi yang menyebabkan
hubungan terjadi dan teknologi tersebut digunakan individu untuk terlibat dalam interaksi
tersebut.33 Secara sederhana, Cantoni dan Tardini mendefinisikan CMC sebagai interaksi
antar individu yang terjadi melalui komputer34. Singkatnya, CMC menjelaskan adanya
hubungan antara penggunaan teknologi dengan komunikasi dan perilaku manusia.

Nomophobia terbentuk karena adanya relasi komunikasi yang termediasi komputer


(CMC) dengan ketergantungan individu terhadap media. Salah satu penyebab
ketergantungan seseorang dalam penggunaan media jika media tersebut (smartphone)
mampu memenuhi kebutuhannya. Semakin sering media tersebut memberikan beragam
informasi dan memenuhi kebutuhan bagi khalayak maka semakin penting posisi media
tersebut bagi khalayak dan akhirnya menciptakan khalayak yang memiliki ketergantungan

32
John December, What is Computer-mediated Communication?, 1996, dikutip melalui
http://www.december.com/john/study/cmc/what.html. (diakses pada 28 November, 2016).
33
Alexander J. Romiszowski & Robin Mason, “Computer-Mediated Communication”, Handbook of Research for
Educational Communications and Technology, (New Jersey USA: Lawrence Earlbaum Assoc.Inc, 2001), hal.
398.
34
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), hal. 79.
terhadap media tersebut. Ketergantungan media juga dipengaruhi oleh sistem media dan
sistem masyarakat.
Relasi antara proses CMC dengan ketergantungan individu terhadap media yang
menyebabkan Nomophobia disebabkan karena beberapa hal :
1. Smartphone adalah teknologi baru sekaligus media yang sangat menarik karena
menawarkan karakter media yang berjejaring (networking), interaksi
(interactivity) dan perangkat (interface). Berjejaring tidak hanya sekedar
menghubungkan antara dua cellphone atau handphone namun juga
mengkoneksikan atau menghubungkan antar individu baik one to one, one to
many atau many to many tanpa mengenal sekat tempat dan waktu. Interaksi
diartikan salah satu cara yang berjalan antara pengguna dan mesin (handphone)
dengan memungkinkan para pengguna maupun perangkat keras (hardware) yang
saling terhubung secara interaktif baik secara synchronous communication (real-
time) maupun asynchronous communication (delay time). Perangkat (interface)
yang dimaksud adalah perangkat keras (hardware) dalam hal ini telepon genggam
dan perangkat lunak (software) seperti jaringan internet yang saling terhubung.35
Karakter media atau teknologi yang berjejaring, interaktif dan memiliki perangkat
adalah tiga karakter yang sering disematkan dalam proses CMC.
2. Tiga karakter di atas yang dimiliki oleh smartphone memungkinkan bahwa semua
kebutuhan informasi akan bisa diberikan kepada khalayak. Khalayak semakin
menyadari bahwa smartphone adalah teknologi yang mampu memuaskan
kebutuhannya lalu kehadirannya dianggap sangat penting dan menimbulkan
kecanduan dan ketergantungan yang menciptakan fenomena Nomophobia.
3. Baik CMC maupun ketergantungan individu terhadap media sangat dipengaruhi
oleh sistem masyarakat. Masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat
yang serba sibuk, serba cepat dan serba instan dan memerlukan teknologi yang
mendukung aktivitas modernisasi masyarakat. Kini, sistem masyarakat tradisional
telah bergeser menjadi sistem masyarakat digital (digital society) dan masyarakat
berjejaring (networking society) karena tuntutan gaya hidup, tuntutan kebutuhan
informasi, dan tuntutan perubahan teknologi komunikasi.
4. Baik CMC maupun ketergantungan individu terhadap media smartphone
memungkinkan munculnya beragam bentuk komunikasi yang terjadi pada

35
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), hal. 75-78.
khalayak seperti bentuk komunikasi impersonal, komunikasi interpersonal dan
komunikasi hiperpersonal. Ketiga bentuk komunikasi ini mampu memberikan
dampak positif dan negatif terhadap khalayaknya.

VI. KESIMPULAN
Ketergantungan terhadap smartphone memicu terjadinya terjadinya penyakit
nomophobia. Khalayak yang cerdas tentunya tidak akan pernah menyalahkan perangkat
medianya sebab salah satu fungsinya justru mempermudah manusia mencari informasi.
Penggunaan smartphone hendaknya dilakukan secara bijak, terukur, terkontrol dan terarah
agar tidak terjadi efek psikologis yang negatif bagi pengguna.
Peran serta orang tua, guru, dosen, pemerintah dan komunitas sangat diperlukan
untuk mengawal penggunaan smartphone khususnya dikalangan anak-anak, remaja dan
mahasiswa. Kegiatan literasi media mesti digalakkan disetiap institusi pendidikan untuk
membentuk peradaban bangsa yang melek media dan cerdas bermedia.

DAFTAR PUSTAKA

Bragazzi, Nicola Luigi & Puente, Giovanni Del. A Proposal for Including Nomophobia in
the New DSM-V. Psychology Research and Behavior Management, Volume 7,
2014.

Choudhary, Amod., Smartphones and Their Impact on Net Income Per Employee For
Selected U.S Firms. Review of Business and Finance Studies, Volume 5 no 2,
2014.

Friedman, Thomas Loren . The World is Flat: A Brief History of The Twenty-First Century.
New York USA: Farrar, Straus, and Giroux Publication, 2005.

Hong, Fu-Yuan., Chiu, Shao-I., & Huang, Der-Hsiang. A Model of The Relationship between
Psychological Characteristics, Mobile Phone Addiction and Use of Mobile Phones
by Taiwanese University Female Students. Computers in Human Behavior Volume
28, 2012.

Jacobsen, Wade C., & Forste, Renata. The Wired Generation: Academic and Social
Outcomes of Electronic Media Use among University Students, Cyberbsychology,
Behavior and Social Networking, Volume 14 No. 5, 2011.

Javid, Muhammad., Malik, Muhammad Ashraf., & Gujjar, Aijaz Ahmed. Mobile Phone
Culture and Its Psychological Impacts on Students' Learning at The University
Level. Language in India. Volume 11 No 2, 2011.
King, Anna Lucia Spear., Valenca, Alexandre Martins., & Nardi, Antonio Egidio.
Nomophobia: the mobile phone in panic disorder with agoraphobia: reducing
phobias or worsening of dependence?. Cognitive and Behavioral Neurology,
Volume 23 No. 1, 2010.

King, Anna Lucia Spear., Valenca, Alexandre Martins., Silva, Adriana Cardoso.,
Baczynski, T., Carvalho, Marcele. & Nardi, Antonio Egidio. Nomophobia:
Dependency on virtual environments or social phobia?. Computers in Human
Behavior, Volume 29, No. 1, 2013.

King, Anna Lucia Spear., Valenca, Alexandre Martins., Silva,Adriana Cardoso., Sancassiani,
Federica., Machado, Sergio., & Nardi, Antonio Egidio. “Nomophobia”: Impact of
Cell Phone Use Interfering with Symptoms and Emotions of Individuals with Panic
Disorder Compared with a Control Group. Clinical practice and epidemiology in
mental health, Volume 10, 2014.

Lepp, Andrew., Barkley, Jacob., & Karpinski, Aryn C. The Relationship Between Cell
Phone Use, Academic Performance, Anxiety, and Satisfaction with Life in College
Students. Computers in Human Behavior Volume 31, 2014.

Mayangsari, Arie Putri & Ariana, Atika Dian. Hubungan antara Self-Esteem dengan
Kecenderungan Nomophobia pada Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
Mental, Vol. 04 No. 3, Desember 2015.

Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.

Nasrullah, Rulli. Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta: Prenada Media Group,
Cetakan 1, 2014.

Romiszowski, Alexander J. & Mason, Robin. Computer-Mediated Communication,


Handbook of Research for Educational Communications and Technology. New
Jersey USA: Lawrence Earlbaum Assoc.Inc, 2001.

Sharma, Neelima., Sharma, Pooja., Sharma, Neha., Wavare, R. R. Rising concern of


nomophobia amongst Indian medical students. International Journal of Research
in Medical Sciences, Volume 3 No. 3, 2015.

Tavolacci, Marie-Pierre., Meyrignac, Gilles., Richard, Laure., Déchelotte, Pierre., & Ladner,
Joel. Problematic use of mobile phone and nomophobia among French college
students, European Journal of Public Health, Volume 25, No. 3, 2015.

Yildirim, Caglar. Exploring the dimensions of nomophobia: Developing and validating a


questionnaire using mixed methods research. Graduate Thesis, Iowa State
University, United States America, 2014.

Yildirim, Caglar., Sumuer, Evren., Adnan, Mu¨ge., & Yildirim, Soner. A growing fear:
Prevalence of nomophobia among Turkish college students, Information
Development, Volume 32 No. 5, 2016.
Yun, Haejung., Kettinger, William J,. & Lee, Choong CC. A New Open Door: The
Smartphone’s Impact on Work to-Life Conflict, Stress, and Resistance.
International Journal of Electronic Commerce, Volume 16, No.4, 2012.

Internet

Amalia, Ellavie Ichlasa. Pengguna Smartphone dan Internet Dunia Menuju 100%,
Metrotvnews.com, 11 Mei 2016, dikutip melalui http://teknologi.metrotvnews.com/news-
teknologi/0k887lPk-pengguna-smartphone-dan-internet-dunia-menuju-100 (diakses pada 11
November 2016)

December, John. What is Computer-mediated Communication?, 1996, dikutip melalui


http://www.december.com/john/study/cmc/what.html. (diakses pada 28 November, 2016).

How Smartphones are On the Verge of Taking Over, dikutip melalui


http://www.nydailynews.com/lifestyle/smartphones-world-article-1.1295927 (diakses pada
20 November 2016)

Loveridge, Sam. Third of world population will use smartphone by 2017, trustedreviews.com,
21 Juni 2013, dikutip melalui http://www.trustedreviews.com/news/third-of-world-
population-will-use-a-smartphone-by-2017 (diakses pada 20 November 2016)

Nomophobia is the fear of being out of mobile phone contact - and it's the plague of our 24/7
age. Mail Online, 31 Maret 2008. Diakses pada 20 November 2016 melalui
http://www.dailymail.co.uk/news/article-550610/Nomophobia-fear-mobile-phonecontact--
plague-24-7-age.html

Rizkia, Choiru. Tahun Ini, Pengguna Mobile Samai Jumlah Penduduk Dunia, Seluler.Id, 17
Juni 2015, dikutip melalui http://selular.id/news/2015/06/tahun-ini-pengguna-mobile-samai-
jumlah-penduduk-dunia (diakses pada 11 November 2016).

Securenvoy. (Februari, 2012). 66% of the population suffer from Nomophobia the fear of
being without their phone. http://www.securenvoy.com/blog/2012/02/16/66-of-the-
population-suffer-fromnomophobia-the-fear-of-being-without-their-phone/ (diakses pada 20
November 2016).

Wikipedia. The World is Flat. https://id.wikipedia.org/wiki/The_World_Is_Flat (diakses


pada 9 November 2016)

Worldwide smartphone shipments from 2010 to 2016.,dikutip melalui


www.statista.com/statistics/12865/forecast-for-sales-of-smartphone, (diakses pada 20
November 2016).

Anda mungkin juga menyukai