Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Defenisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang
difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang
difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul.
Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
2. Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis, adalah :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi
ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis
hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian
Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang
besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi.
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan
hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang
sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun
mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi
dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya
dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik.
3. Manifestasi Klinis
a. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-
sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu
makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan
terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan
tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada
kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap
bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel
hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit.
2. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein
albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites).
Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites
sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke
bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek
dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal
yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal
adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi
Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita
dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen
yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang
ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati,
lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi
portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun.
Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada
orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per
hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah
albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses
yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal
albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,:
pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic
Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk
mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG
tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular,
tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,
yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian
hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada
sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran
fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.

5. Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme
protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma
hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu
diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan
yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat
diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah
pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis
banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis
aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk
setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran
70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah
parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diurtik biasanya tetap
diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu
saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

6. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:

1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan
berbahaya pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises
esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau
hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan
tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma
hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan
fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan
dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum
yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab
lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena
obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama
pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk
juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering
timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.

7. Patofisiologi dan Pathway


1. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul
dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan
pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa
aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim
hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah
periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit
T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai
mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan
dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.

2. WOC
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi :
a. Identitas: Jenis kelamin, usia, pekerjaan
b. Keluhan utama: Kelemahan, tidak bisa makan, nyeri, sesak napas
c. Riwayat kesehatan sekarang: Nyeri tumpul di epigastrium, sesak
napas, asites, pusing, mual, muntah, epitaksis.
d. Riwayat kesehatan masa lalu: Pernah menderita hepatitis, memiliki
penyakit bawaan seperti hemokromatis, Wilson’s disesase, pernah
keracunan obat-obatan, penyumbatan kantung empedu.
e. Riwayat penyakit keluarg: Penyakit hemokromatis, atresia bilier.

Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
2. Kepala: Pada umumnya rambut agak kotor, kulit kepala lembab, tidak
ada lesi di kepala, wajah akan terlihat pucat akrena anemia
3. Mata: Umumnya Sklera kuning, konjungtiva pucat palpebra pucat,
4. Telinga: Umumnya Bersih, sedikit cerumen, tidak ada lesi.
5. Hidung: Umumnya Bersih, tidak ada penyimpangan septum nadi.
6. Mulut: Umumnya Agak kotor, tidak ada lesi pada mulut.
7. Leher: Umumnya tidak ada pembesaran kelenjar dan tiroid, tidak ada
kaku kuduk
8. Thorax: Umumnya bentuk dada normal, suara napas ronchi
9. Abdomen: Umumnya penderita tampak asites, umbilicus menonjol,
teraba hepar dan spleen, pekak beralih saat diperkusi, peristaltik
umumnya normal (5-30 x/menit)
10. Ektremitas: pada umumnya kedua kaki oedem dari lutut sampai telapak
kaki.
Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Health perception and health promotion
Pada umumnya, pasien dengan sirosis hepatik tidak mengetahui jika
penyakitnya atau kebiasaan seperti akan berlanjut menjadi penyakit
yang lebih kronis. Dimulai dari pengelolaan makanan yang salah serta
sanitasi yang buruk dan mekanisme koping stress yang salah dengan
berlari pada kansumsi alkohol yang berlebih. Sehingga, pasien dengan
sirosis hati mempersepsikan gejala yang dialaminya adalah sudah
biasa dan tetap melakukan kebiasaanya.
2. Values and believes
Karena adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh yang menurun secara berangsur-angsur sehingga menghambat
penderita sirosis hepatica dalam melaksanakan ibadah bersama-sama
dengan keluarga dan menjalankan pola ibadah seperti biasanya.
3. Role and relationship
Menanyakan hubungannya dengan orang-orang yang berada
disekitarnya karena pada penderita sirosis hepatic akan merasa mudah
lelah, dan mempunyai bau mulut yang apek manis sehingga penderita
sirosis akan lebih memilih untuk mengurung diri dan akan mengganggu
pola peran yang dilakukan penderita sebelu sakit.
4. Self concept and self perception
Dengan kondisi yang semakin memburuk dengan gejala yang
bermacam-macam, sehingga pada pasien dengan sirosis penurunan
angka harapan hidup sering terjadi dan penderita akan merasa tidak
berguna dan menyusahkan keluarga karena tidak dapat melakukan
perannya dengan baik.
5. Stress and coping mechanism
Mengkaji mengenai koping pasien dalam menangani stressnya
dikarenakan pada pasien sirosis hepatic denganprognosis yang sangat
kecil, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah,ingin bunuh diri,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping konstruktif/
adaptif .
6. Sleep and rest
Pola tidur dan istirahat pasien dengan sirosis biasanya terganggu.
Hal ini diakibatkan nyeri tumpul didaerah epigastrium, ascites dan
puritus. Tanyakan pada pasien, bagaimana pola tidur sebelum dan
selama sakit, apakah ada perubahan.
7. Cognition and perception
Umumnya penderita sirosis tidak mengetahui gejala awal yang
ditunjukan akan menjadi gangguan yang besar dalam tubuhnya. Tetapi
ketika manifestasi yang muncul semakin parah dan mengganggu
kondisi tubuh, rasa cemas akan muncul yang akan menganggu persepsi
klien jika tidak diikuti dengan penjelasan yang jelas.
8. Nutrition and Metabolism
Pola makan sebelum sakit pada penderita sirosis tergolong normal
tetapi kandungan makanan dan minuman yang tinggi lemak, tinggi
protein dan konsumsi alkohol berlebih serta kandungan makanan
lainnya yang dapat mempengaruhi kerja hepar. Pola makan saat sakit
sedikit karena adanya penurunan nafsu makan yang disertai rasa mual
dan ingin muntah, dispepsia dan perut kembung. Terlihat dari hasil CT
Scan menunjukan fatty liver. Asites karena adanya penumpukan
natrium dengan hasil lab kadar natrium tinggi.
9. Eliminasi
Pada pasien sirosis hepatica, urine akan berwarna gelap jarang
berkemih, feses berwarna pucat, sering flatus, masalah dengan BAB
(diare atau konstipasi). Ditandai dengan feses mengandung lemak dan
protein.
10. Activity and exercise
Pasien sirosis hati akan mengalami kelemahan diakibatkan
berkurangnya metabolisme energi dan penurunan Hb serta peningkatan
tekanan vena porta.
11. Reproduksi dan seksualitas
Pada pria penumbuhan payudara, penyempitan testiskular, impoten,
penurunan libido (gairah seksual). Pada wanita terjadi amenorrhea pada
wanita muda dan perdarahan pada wanita tua. Karena terjadinya
gangguan metabolisme pada hormon estrogen dan testosteron.
2.Asuhan Keperawatan
NO. DIAGNOSA NOC NIC
1 Kelebihan  Electroliyte and  On going assesment (pengkajian
volume cairan Acid-Base terus menerus)
b.d perubahan Balance  Monitor status hidrasi
mekanisme  Fluid Balance  Monitor lokasi dan perluasan
regulasi  Hydration  Monitor berat badan dan
Setelah ilakukan peningkatannya secara mendadak
tindakan  Monitor bunyi paru (krakles), usaha
keperawatan nafas, ortopnea
selama ...x 24 jam  Dengan tinggi kepala tempat tidur
diharapkan masalah 30-45 derajat, monitor distensi vena
kelebihan volume jugularis pada sisi kanan; kaji refleks
cairan teratasi positif hepatojugularis
dengan  Monitor central venous pressure
Kriteria hasil (CVP), mean arterial pressure
 Mempertahanka (MAP), pulmonary artery pressure
n bunyi paru (PAP), pulmonary capillary wedge
yang bersih; pressure, dan kardiak output
tidak ada dispnea  Monitor tanda vital, irama gallop
atau ortopnea  Monitor penurunan osmolalitas
 Bebas dari serum, sodium serum, BUN/rasio
distensi vena kreatinin, dan hematokrit
jugularis, refleks  Monitor intake dan output makanan
hepatojugular dan minuman
positif, suara  Monitor kondisi yang meningkatkan
gallop ritmik risiko klien kelebihan cairan
 Mempertahanka  Monitor albumin serum
n CVP, kardiak  Monitor efek diuretik; hipotensi
output, dan tanda ortostatik (terutama jika klien juga
vital normal mendapat ACE inhibitor), dan
 Mempertahanka keseimbangan elektrolit dan
n haluaran urin metabolik (hiponatremia,
500 ml dari hipokalsemia, hipomagnesemia,
intake dan hiperuresemia, dan alkalosis
osmolalitas urin metabolik)
dan gravitasi  Intervensi terapi keperawatan
spesifik normal  Pasang kateter urin jika perlu
 Bebas dari  Catat dan laporkan jika ada
kurang istirahat, peningkatan CVP, MAP, PAP,
kecemasan, atau pulmonary capillary wedge
kebingungan pressure, dan kardiak output
 Menjelaskan  Catat adanya penurunan tekanan
penilaian yang darah, takikardi, dan takipnea
dapat digunakan
untuk menangani  Batasi diet sodium jika perlu dan
atau mencegah diinstruksikan dokter
 kelebihan  Memberikan makanan tinggi protein
volume cairan, jika perlu
khususnya  Memberikan diuretik jika perlu
pembatasan  Batasi intake cairan jika
cairan dan diet, diinstruksikan, terutama jika sodium
dan pengobatan serum rendah
 Mendeskripsikan  Mengatur tetesan infus dengan hati-
gejala yang hati
mengindiksikan  Menyediakan waktu istirahat yang
kebutuhan cukup
konsul dengan  Meningkatkan bogy image dan
penyedia harga diri
pelayanan  Konsultasi dengan dokter tentang
kesehatan tanda dan gejala kelabihan volumew
cairan
3

2 Ketidakseimba Status nutrisi 1Manajemen nutrisi


ngan nutrisi Setelah ilakukan Definisi: Membantu dan atau
kurang dari tindakan menyediakan asupan makanan dan cairan
kebutuhan keperawatan yang seimbang
tubuh b.d selama ...x 24 jam Aktivitas:
ketidakmampu diharapkan masalah a. Tanyakan pada pasien/keluarga
an ingesti nutrisi teratasi tentang alergi terhadap makanan
(pemasukan dengan b. Tanyakan makanan kesukaan pasien
makanan) dan Kriteria hasil: c. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
absorbsi  Masukan nutrisi jumlah kalori dan tipe nutrisi yang
 Masukan dibutuhkan
makanan dan d. Anjurkan masukan kalori yang tepat
cairan e. Anjurkan peningkatan masukan zat
 Tingkat energi besi yang sesuai
cukup f. Anjurkan peningkatan masukan
 Berat badan protein dan vit. C
stabil g. Berikan makanan yang bersih dan
 Nilai lunak
laboratorium h. Berikan gula tambahan
alam batas
i.Yakinkan diet yang diberikan tinggi serat
normal untuk mencegah konstipasi
j.Berikan pasien makanan tinggi protein
tinggi kalori
k. Berikan makanan pilihan
l.Anjurkan makanan yang sesuai dengan
gaya hidup
m. Ajarkan pasien mempertahankan
kebiasaan makan setiap hari
n. Monitor jumlah nutrisi dan kalori
yang diberikan
o. Timbang berat badan pasien
p. Dorong pasien untuk melakukan
perawatan gigi
q. Tingkatkan informasi tentang nutrisi
yang dibutuhkan pasien
r. Dorong persiapan dan pemeliharaan
makanan yang aman
s. Tentukan kemampuan pasien/keluarga
dalam mendapatkan makanan

2. Enteral Tube Feeding:


Definisi: Penyampaian nutrien dan air melalui
tube gastrointestinal.
Aktivitas:
a. Pasang NGT sesuai prosedur/protokol
tindakan
b. Monitor penempatan NGT dengan
menginspeksi kavitas oral, pengecekan
residu lambung sesuai protokol.
c. Monitor bunyi usus/peristaltik tiap 4-8
jam, bila perlu
d. Monitor status cairan dan elektrolit
e. Konsultasikan dengan tim kesehatan lain
dalam memilih tipe dan kekuatan
pemberian makan melalui enteral.
f. Tinggikan kepala selama pemberian
makan
g. Peluk dan bicaralah dengan infant
selama pemberian makan untuk
menstimulasi kebiasaan aktivitas makan
h. Irigasi tube tiap 4-6 jam selama
pemberian makan berkelanjutan dan
setiap selesai pemberian makan secara
intermitten.
i. Gunakan teknik bersih dalam
pemberian makan melalui tube.
j. Monitor sensasi mual muntah, erasaan
penuh di lambung.
k. Cek residu tiap 4-6 jam
3 Resiko infeksi NOC : NIC :
b.d Prosedur KONTROL INFEKSI
1. Status Immune
invasive, Intervensi :
2. Pengetahuan:
Penekanan a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
kontrol infeksi
system imun pasien lain
(imunosupresi) Kriteria Hasil : b. Pertahankan teknik isolasi
- Klien bebas dari
c. Batasi pengunjung bila perlu
tanda dan gejala d. Instruksikan pada pengunjung untuk
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
- Menunjukkan setelah berkunjung meninggalkan pasien
kemampuan untuk e. Gunakan sabun antimikrobia untuk
mencegah cuci tangan
timbulnya infeksi f. Cuci tangan setiap sebelum dan
- Jumlah sel sesudah tindakan kperawtan
darah putih dalam g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
batas normal alat pelindung
- Menunjukkan peh. Pertahankan lingkungan aseptik
rilaku hidup sehat selama pemasangan alat
(menjaga i. Ganti letak IV perifer dan line central
kebersihan) seperti dan dressing sesuai dengan protap
mencuci tangan, Rumah Sakit
perawatan mulut, j. Tingkatkan intake nutrisi
dan lain-lain. k. Berikan terapi antibiotik bila perlu

PROTEKSI INFEKSI
Deinisi :
Pencegahan dan deteksi dini infeksi pada
pasien yang beresiko
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistenikmdan lokal
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
f. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
g. Pertahankan teknik isolasi k/p
h. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
i. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
j. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
k. Ambil kultur
l. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
m. Dorong masukan cairan
n. Dorong istirahat
o. Monitor perubahan tingkat energi
p. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan
q. Dorong batuk dan napas dalam
r. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
s. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
t. Ajarkan cara menghindari infeksi
u. Berikan ruangan pribadi
v. Yakinkan keamanan air dengan
hiperklorinasi dan pemanasan
w. Laporkan kecurigaan infeksi
x. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification

(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth, EGC, Jakarta

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book,

St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-

2002, NANDA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai