Add Comment
Kamus Islam
USAI Idul Fitri, biasanya kita mengadakan halal bihalal. Apa makna, arti,
atau pengertian halal bihalal dan bagaimana asal-usulnya?
Dikatakan, meski dari bahasa Arab, yakinlah, orang Arab sendiri tidak
akan mengerti makna sebenarnya halal bihalal karena istilah halal bihalal
bukan dari Al-Quran, Hadits, ataupun orang Arab, tetapi ungkapan khas
dan kreativitas bangsa Indonesia.
Jika demikian, kata pakar tafsir alumnus Universitas Al-Azhar Kairo ini,
halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang
tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon
maaf. Bentuknya (halal bihalal) memang khas Indonesia, namun
hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam.
Menurut Drs. H. Ibnu Djarir (MUI Jateng), sejarah atau asal-mula halal
bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan
Keraton Surakarta, tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA
Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat
Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan
prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit
dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. (Dari
berbagai sumber, www.risalahislam.com).*
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru
oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal.
Blogspot.com
Salaman (ilustrasi).
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID,Bagi masyarakat Indonesia, Idul Fitri dan Halal
bi Halal bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa terpisahkan;
saling berkelit kelindan mempercantik nuansa masing-masing.
Hari Raya Idul Fitri merupakan perayaan tahunan yang sifatnya
syar'i, dalam artian bahwa eksistensinya memang ditetapkan oleh
syariat. Lain halnya dengan Halal bi Halal yang status syar'i-nya
masih debatable di kalangan ulama, karena ia merupakan produk
asli Indonesia baik sisi penamaannya maupun cara
pelaksanaannya.
Oleh sebab itu, dalam dunia karier pun manusia tak bisa lepas dari
ketergantungan relasi dan partner.
Halal bi Halal menjadi momen yang sangat tepat untuk
memperbaharui dan mempererat persaudaraan. Aktivitas manusia
yang begitu sibuk, bahkan sering mengharuskannya jauh dari
kerabat, sangatlah membutuhkan suasana Halal bi Halal.
1 Vote
Dian Hardiana
قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم ( من كانت له مظلمة:عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال
ألحد من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن ال يكون دينار وال درهم إن كان له عمل
صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه ) –رواه
-البخاري
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah –shallallah ‘alaih
wasallam- bersabda: “Barang siapa melakukan kezhaliman
kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan)
darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan
dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada
saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka
keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan
kepadanya”. (HR. al-Bukhari)
Maka dari keterangan diatas jelaslah bahwa maaf atau
memaafkan merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab
itu, jika maaf memaafkan akan ditetapkan dalam moment tertentu,
maka harus ada dalil yang mengkhususkannya atau yang
memalingkannya bahwa maaf memaafkan bisa dilakukan meski
tanpa ada sebab. Perbedaan antara bid’ah dan sunnah adalah
bahwa bid’ah menetapkan dan melaksanakan perkara baru tanpa
adanya keterangan dan contoh dari nabi dan terkadang
bertentangan dan menghapus sunnah nabi dan para sahabat
seperti maaf memaafkan diwaktu ‘Id, sebab orang yang meminta
maaf keumumannya tidak mengucapkan do’a yang dicontohkan
para sahabat. Sementara sunnah adalah melaksanakan sesuatu
disertai adanya perintah dan contoh dari nabi.
Berjabat tangan adalah ‘ibadah bahkan sunnah nabi
Berjabat tangan merupakan amalan sahabat, juga sunnah
yang dilakukan nabi ketika bertemu dengan sahabat-sahabatnya
sebagaimana hadits:
-. أكانت المصافحة في أصحاب النبي صلى هللا عليه و سلم ؟ قال نعم:عن قتادة قال قلت ألنس
-رواه البخاري
Dari Qatadah dia berkata, aku bertanya kepada Anas :
Apakah Berjabat tangan pernah terjadi pada masa para sahabat
nabi s.a.w. ? Anas menjawab iya. (HR.Bukhari)
رواه- كنا مع النبي صلى هللا عليه و سلم وهو آخذ بيد عمر بن الخطاب:عبد هللا بن هشام قال
-باب المصافحة,كتاب اإلستأذان,البخاري
Berkata ‘Abdullah bin Hisyam : Kami bersama nabi saw dan beliau
memegang tangan (berjabaat tangan) umar bin khatab,
(HR.Bukhari kitab istadzin bab jabat tangan)
– سا َء يُري ُد َال أُبَاش ُر أ َيْديَ ُهنا بيَدي يُري ُد َ ُ سلام إني َال أ
َ صاف ُح الن َ علَيْه َو صلاى ا
َ َُللا َ ُ( فَصْل ) َوقَ ْولُه
صافَ َحةَ فَ َمنَ َع م ْن ذَلكَ في ُمبَايَعَة َ اب َوذَلكَ أ َنا م ْن ُحكْم ُمبَايَعَة الر َجال ا ْل ُم َ ََللاُ أ َ ْعلَ ُم – االجْ تن
َو َ ا
َ ْس ذَلكَ بش َْرط في ص احة ا ْل ُمبَايَعَة ؛ ألَنا َها
ع ْقد فَإنا َما يَ ْنعَق ُد َ ساء ل َما فيه م ْن ُمبَاش ََرتهنا َولَي َ الن
َع َم َر لعَبْد ا ْل َملك بْن َم ْر َوانَ با ْل ُمكَاتَبَة ُدون
ُ َللا بْن
عبْد ا ُ َ َسائر ا ْلعُقُود َولذَلك
َ ص احتْ ُمبَايَعَة َ با ْلقَ ْول َك
-442/4: المكتبة الشاملة,منتقى شرح موطأ-.صافَ َحة َ ا ْل ُم
(pembahasan) mengenai sabda nabi saw “sesungguhnya aku
tidak berjabat tangan dengan wanita”, maksud beliau “Aku
tidak berjabat tangan secara langsung dengan mereka”. Beliau
bermaksud – wallahu a’lam- menjahui, dan itu karena diantara
yang termasuk hukum bai’at kaum laki-laki adalah bejabat tangan.
Kemudian hal itu dilarang pada bai’at wanita karena apa yang
padanya terdapat mubasyarah (jabat tangan secara langsung), dan
itu bukanlah syarat sahnya bai’at; karenanya bai’at itu aqad,
sehingga apa yang di’akadi dengan perkataan seperti semua ‘akad.
Oleh karena itu sah bai’at Abdullah bin umar terhadap abdul malik
bin marwan dengan surat menyurat tanpa adanya musafahah –
Muntaqa Syarah Muwattha’, maktabah as-syamilah; 4/ 442
اعلم أن السنة أن تكون بيعة الرجال بالمصافحة والسنة في المصافحة أن تكون باليد اليمنى
فقد روى مسلم في صحيحه عن عمرو بن العاص قال أتيت النبي صلى هللا عليه و سلم فقلت
-183/5:المكتبة الشاملة,تحفة األحوذي-.أبسط يمينك فألبايعك فبسط يمينه الحديث
Ketahuilah bahwasanya sunnahnya itu, hendaklah bai’at laki-laki
dengan berjabat tangan dan sunnah pada berjabat tangan
hendaklah dengan tangan kanan. Sungguh telah diriwayatkan
muslim pada kitab shahihnya dari Amr bin Ash berkata: Aku
mendatangi nabi saw lalu aku berkata: Rentangkanlah tangan
kananmu sebab aku akan berbai’at kepadamu. Kemudian nabi
menjulurkan tangan kanannya. Al-hadits.-tuhfatul ahwazi,
makhtabah syamilah 5/ 183-
وقال صاحب عون المعبود وتقسيم البدع إلى خمسة.قلت األمر كما قال القارىء والحافظ
أقسام كما ذهب إليه بن عبد السالم وتبعه النووي أنكر عليه جماعة من العلماء المحققين ومن
آخرهم شيخنا القاضي العالمة بشير الدين القنوجي فإنه رد عليه ردا بليغا قال وكذا المصافحة
قلت وقد أنكر القاضي.والمعانقة بعد صالة العيدين من البدع المذمومة المخالفة للشرع انتهى
الشوكاني أيضا على تقسيم البدعة إلى األقسام الخمسة في نيل األوطار في باب الصالة في ثوب
تحفة-.الحرير والقصب وأنكر عليه أيضا صاحب الدين الخالص ورده بستة وجوه
-55/11:فتح الباري, 426/7:المكتبة الشاملة,األحوذي
Aku mengatakan: Urusan (musafahah) itu seperti yang dikatakan
Al-Qari dan Al-Hafidz. Berkata pengarang ‘Aun Al-Ma’bud: dan
pembagian bid’ah menjadi 5 bagian sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibnu ‘Abdus Salam dan diikuti Nawawi telah
diingkari oleh jama’ah ‘Ulama ahli tahqiq, dan diantara yang
paling akhir dari mereka adalah Syaikh kami Al-Qadlhi Al-
‘Allamah Basyirud Din Al-Qanuji, sesungguhnya dia menolak
dengan penolakan yang fasih, dia berkata: Begitupula Musafahah
dan berpelukan setelah shalat dua ‘Id (‘Idul Adlha dan ‘Idul Fithri)
termasuk bid’ah yang tercela yang menyelisihi Syara’, selesai. Aku
berkata: Sungguh Al-Qadlhi As-Syaukani juga telah mengingkari
pembagian bid’ah menjadi 5 bagian dalam Nailul Authar pada bab
As-Shalatu fi Tsaubil harir wal qashabi, dan diingkari juga
(pembagian bid’ah menjadi 5) oleh Shahibud Din Al-Khalis, dan
beliau membantahnya dengan 6 aspek.-Tuhfatul Ahwadzi, Al-
Maktabah As-Syamilah:7/426, Fathul Bari:11/55-
Kesimpulan
Berdasarkan semua keterangan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa halal bihalal yang menjadiu media dan
didalamnya mengharuskan bermaaf-maafan dan bersalam-
salaman sangat bermasalah baik dari segi istilah maupun inti
keberadaan halal bihalal itu sendiri dan bahkan merupakan
perbuatan mengada-ada dalam agama atau perbuatan bid’ah.
Maka bagi kita yang takut akan ancaman dari rasulullah bahwa
“Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan agama apa yang
tidak ada dalilnya dari kami, maka hal itu tertolak”-HR.Muslim-,
bahkan dalam redaksi lain rasul mengusir kaum muslimin yang
mengada-ada suatu perbuatan dalam agama dengan bahasa
“innaka laa tadri maa ahdatsu ba’daka ”(sesungguhnya kamu tidak
tau apa yang mereka ada-adakan setelah kamu tiada) lalu nabi
mengusir mereka dari telaga.-HR.Bukhari-
Dan perlu kita ketahui bahwa apapun yang dipandang baik apalagi
dapat mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan diri dari
‘adzabnya pasti telah ditetapkan oleh Allah dan dicontohkan oleh
nabi dan para sahabat sebab telah sempurnanya islam
sebagaimana dalam QS.Al-Maidah:4, maka apapun yang tidak
dilakukan nabi dan para sahabat dalam urusan agama janganlah
kita mengira itu baik apalagi sunnah, dan apapun yang dilakukan
nabi dan para sahabat sekalipun tidak cocok dengan keinginan kita
maka janganlah kita mengatakan tidak baik apalagi
meninggalkannya, sebab mereka adalah generasi terbaik yang
pernah dilahirkan sebagaimana firman Allah dalam QS.Ali
Imran:110 yang ditafsirkan Ibnu Katsir dengan hadits: “Sebaik-
baik zaman adalah zamanku (nabi), kemudian seterusnya,
kemudian selanjutnya”.-HR.Bukhari-
Maka marilah kita tempatkan dan maknai ‘Idul ithri seperti nabi
dan para sahabat memaknainya sebagaimana keterangan-
keterangan dibawah ini:
ا ْل َمدينَةَ َولَ ُه ْم يَ ْو َمان يَ ْلعَبُونَ فيه َما فَقَا َل « َما-صلى هللا عليه وسلم- َللا سو ُل ا ُ ع َْن أَنَس قَا َل قَد َم َر
« -صلى هللا عليه وسلم- َللا سو ُل ا ُ فَقَا َل َر.ب فيه َما فى ا ْل َجاهلياة ُ َ قَالُوا ُكناا نَ ْلع.» َهذَان ا ْليَ ْو َمان
رواه أبو داود وأحمد قال-.» ض َحى َويَ ْو َم ا ْلف ْطر ْ َ َللاَ قَ ْد أ َ ْب َدلَ ُك ْم به َما َخي ًْرا م ْن ُه َما يَ ْو َم األ
إنا ا
-صحيح:األلباني
Dari Anas dia berkata: Rasulullah s.a.w. datang ke Madinah,
sedangkan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain pada
hari itu, kemudian nabi s.a.w. bersabda: Hari apa ini? Mereka
menjawab: Kami suka bermain-main pada dua hari itu sewaktu
jahiliyyah. Lalu rasulullah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya Allah
SWT telah menggantikan buat kalian dua hari yang lebih baik dari
pada keduanya, yaitu hari Adlha dan hari Fithri.-HR.Abu Daud
dan Ahmad. Berkata Al-Bani:Shahih-
سلا َم إ اال
َ علَيْه َو صلاى ا
َ َُللا َ َللا
سول ا ُ عهْد َر َ علَى َ َعبَا َدةَ قَا َل َما م ْن ش َْيء كَان
ُ س ْعد ْبنَ ع َْن قَيْس ْبن
س لَهُ يَ ْو َم ا ْلف ْطر قَا َل َجابر
ُ سلا َم َكانَ يُقَلا
َ علَ ْيه َو صلاى ا
َ َُللا َ َللا
سو َل اُ ش ْيئ ًا َواحدًا أَنا َر
َ َوقَ ْد َرأ َ ْيتُهُ إ اال
-رواه أحمد-.ب ُ ُه َو اللاع
Dari Qais bin Sa’id bin ‘Ubadah dia berkata: Tidak ada sesuatupun
yang terjadi pada masa rasulullah kecuali aku telah melihatnya,
kecuali ada satu saja (yang baru kuketahui), bahwa rasulullah
s.a.w. dipukulkan rebana sambil bernyanyi untuknya pada hari
‘Idul Fithri. Jabir berkata: dia itu adalah permainan.-HR.Ahmad-
- َللا
سو ُل ا ْ َ علَ ْي َها َوع ْن َد َها َجاريَتَان فى أَياام منًى ت ُغَنيَان َوت
ُ ضربَان َو َر َ عائشَةَ أ َنا أ َبَا بَكْر َد َخ َل َ ع َْن
-صلى هللا عليه وسلم- َللا سو ُل اُ َف َرَ س ًّجى بث َ ْوبه فَا ْنت َ َه َر ُه َما أ َبُو بَكْر فَ َكش
َ ُم-صلى هللا عليه وسلم
-صلى هللا عليه وسلم- َللا سو َل ا ُ َوقَالَتْ َرأَيْتُ َر.» ع ْنهُ َوقَا َل « َد ْع ُه َما يَا أَبَا بَكْر فَإنا َها أ َياا ُم عيد َ
رواه مسلم باب الرخصة في اللعب الذي ال-. َظ ُر إلَى ا ْل َحبَشَة َو ُه ْم يَ ْلعَبُون ُ ست ُ ُرنى بردَائه َوأَنَا أ َ ْن
ْ َي
-معصية فيه في أيام العيد
صة فى اللاعب الاذى الَ َم ْعصيَةَ فيه فى أَياام ا ْلعي َ لر ْخ
ُّ باب ا
Dari ‘Aisyah bahwa Abu Bakar datang kepadanya, sedangkan
bersamanya ada dua pelayan perempuan pada har-hari Mina (hari
raya) dan mereka berdua bernyanyi dan memukul rebana
sedangkan rasulullah s.a.w. santai saja. Kemudian Abu Bakar
membentak keduanya, lalu rasulullah mencegahnya dan berkata
kepadanya: Tinggalkan keduanya wahai Abu Bakar, sesungguhnya
hari ini adalah hari-hari ‘Id. ‘Aisyah berkata: Aku melihat
rasulullah s.a.w. menutupiku dengan pakaiannya ketika aku
melihat orang habsyi bermain-main.-HR.Muslim, Bab Rukhsah
dalam permainan yang tidak ada padanya kemaksiatan pada hari-
hari raya-
Daftar Pustaka
1. 1. http://www.pesantrenvirtual.com
2. 2. http://muslim.or.id
3. 3. Tafsir Al-Maraghi, Al-Maktabah As-Syamilah.
4. Muntaqa Syarah Muwattha, maktabah as-syamilah.
5. Tuhfatul ahwazi, makhtabah syamilah.
6. Fathul Bari, Al-Maktabah As-Syamilah.
7. Kutubu As-Sittah Maktabah Syamilah.
8. Al-‘Itisham Imam Asy-Syathibi, Dar Al-‘Aqidah-Kairo.2007 M.
8 Votes
Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, MA
Oleh
Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin
http://almanhaj.or.id/content/3157/slash/0/idul-fithri-
dan-halal-bi-halal/
Idul Fithri adalah salah satu di antara dua hari raya besar
yang ada dalam Islam. Biasanya dalam Idul Fithri, di
negeri tercinta ini, selalu identik dengan acara halal
bihalal. Entah bagaimana asal muasalnya, tetapi tradisi itu
telah berlangsung sejak lama.
Allahu al-Musta’an.