S2 2014 324518 Chapter1 PDF
S2 2014 324518 Chapter1 PDF
BAB I
PENDAHULUAN
bahasa, budaya, dan adat istiadat, lebih-lebih agama sebagai perbedaan yang
paling mendasar diwadahi dalam Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila adalah dasar
dan nasionalis-sekuler.1
Orde Lama ke Orde Baru memulai babak baru dalam ideologi Pancasila. Orde
warga negara dengan segala profesi dan usia serta pendidikan. Pada masa itu,
Pancasila diubah menjadi pisau bermata seribu yang dihunus penguasa untuk
gerakan radikal.
1
Nasionalis sekuler adalah kelompok pemimpin politik Indonesia yang menolak
secara tegas agama sebagai dasar negara, kelompok ini terdiri dari Muslim, Katolik, Protestan,
Hindu dll. Meskipun secara personal mereka bukan kaum sekuler dan kelompok yang tidak
lepas dari sentimen, tendensi dan afiliasi keagamaan. Mereka tetap memilih untuk tidak
menggunakan agama sebagai ideologi politik. Sebaliknya, apa yang dimaksud nasionalis
muslim adalah kelompok pemimpin muslim yang menginginkan Islam harus dijadikan dasar
negara, karena bagi mereka agama dan politik tidak bisa dipisahkan, jelasnya bahwa tidak ada
pemisahan antara persoalan duniawi dan ukhrawi dalam ajaran Islam. Lihat, Faisal Ismail,
1999, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan
Pancasila, Tiara Wacana, Yogyakarta, hlm. 5.
1
2
runtuhnya rezim Orde Baru, telah menampilkan sejarah baru dalam panggung
ideologi Pancasila saat ini “terjepit”di tengah pusaran gerakan radikalisme dan
belum mampu dikelola dengan baik, dan yang terjadi justru menjadi sesuatu
berpendapat bahwa harus ada upaya sistematik, masif dan terstruktur untuk
sistem pasar bebas.3 Hal ini sudah barang tentu tidak sejalan dengan Pasal 33
2
Jamhari dan Jajang Jahroni, 2004, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Rajawali
Press, Jakarta, hlm. v.
3
“70-an Undang-Undang di Indonesia Dibidani World Bank, IMF dan USAID:
Dominasi Asing Merajalela!”. Bank Dunia (World Bank) terlibat dalam sejumlah program
pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam dan
pembangunan berbasis masyarakat. Keterlibatan World Bank tersebut, membuat pemerintah
mengubah sejumlah UU antara lain UU Pendidikan Nasional (No 20 Tahun 2003), UU
Kesehatan (No 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan No 20 Tahun 2002, dan UU Sumber Daya Air
2
3
ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
maupun golongan.
(No 7 Tahun 2004). IMF (International Monetary Fund) menyusupkan melalui UU BUMN
(No 19 Tahun 2003) dan UU Penanaman Modal Asing (No 25 Tahun 2007). Sementara
keterlibatan USAID antara lain, pada UU Migas (No 22 Tahun 2001), UU Pemilu (No 10
Tahun 2008), dan UU Perbankan. Lihat, http://www.rimanews.com/read/20100828/2410/70.
diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
4
UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3).
5
Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, 2012, Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, hlm. 65.
3
4
kepribadian bangsa kita sendiri, yang dikenal dengan sikap suka “gotong
terbawa angin (gone wit the wind). Hadirnya liberalisasi budaya dan pemikiran
bangsa. Lebih memprihatinkan lagi anak-anak dan remaja menjadi korban yang
paling rentan.
Barat yang menjadi ancaman bagi mereka. Dinamika dan dialektika dua paham
besar itu pun akhirnya secara tanpa sadar membuat bangsa Indonesia amnesia
6
Soekarno bahkan menyatakan bahwa jika negara ini dibangun dengan filsafat
individualisme-liberalisme, maka yakinlah bahwa kita akan penuh dengan konflik. Lebih jauh
Soekarno menegaskan: “Tuan-tuan yang terhorma! Kita menghendaki keadilan sosial. Buat apa
grondwet menuliskan, bahwa manusia bukan saja mempunyai hak kemerdekaan suara,
mengadakan persidangan dan berapat, jikalau misalnya tidak ada sociale rechtvaardigheid
yang demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet, apa guna grondwet itu kalau ia tidak
dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan. Grondwet yang berisi ”droit de
I’homme et du citoyen” itu, tidak bisa menghilangkan kelaparannya orang yang miskin yang
hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan
negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan
keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme
daripadanya. Muhammad Yamin, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, jilid
I, Yayasan Prapanca, Jakarta, hlm. 296-297. Lihat juga, Satya Arinanto, 2003, Hak Asasi
Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta.
4
5
marak dalam beberapa tahun terakhir ini, yang salah satunya dipicu oleh
lainnya. Nilai-nilai yang dahulu kita anggap agung, luhur, dan mulia, zaman
sekarang ibarat binatang langka yang hampir musnah ”mati suri” makin tidak
berdaya.
sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, ada beberapa hal
7
Ahmad Syafii Ma’arif, 2009, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah, PT. Mizan Pustaka, Bandung.
8
Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, hlm. 13.
5
6
Pertama, faktor yang berasal dari dalam negeri, antara lain, (1) masih
terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak harmonisnya pola
terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu
yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara sosial yang
sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa; (6) tidak berjalannya
budaya lokal, daerah, dan nasional dalam merespons pengaruh negatif dari
semangat konstitusi.10
9
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
10
Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan Serta
6
7
Kedua, faktor-faktor yang berasal dari luar negeri meliputi, antara lain,
Lebih jauh daripada itu, faktor yang berasal dari luar berupa
varian di Republik tercinta ini. Artinya, kemunculan gerakan radikal dan Islam
fundamentalis tidak hanya hadir dalam bentuk satu nama dan kelompok saja,
fundamentaslime ini melahirkan aksi kekerasan dan teror, yang secara tidak
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
11
Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
7
8
umat manusia. Dalam konteks Indonesia, bukan saja umat Islam yang
terancam.
Pancasila yang dipelopori oleh MPR RI ke seluruh pelosok tanah air, justru
pada saat yang bersamaan muncul tragedi yang cukup menohok. Hasil survei
nasional menurut survey tersebut melemah hingga 60%, demikian juga dengan
menjadi ancaman laten Bangsa Indonesia. Era globaliasi yang didominasi oleh
Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008, juga menyatakan bahwa anak
12
“Jajak Pendapat Ancaman Kebangsaan”, Harian Kompas, Senin, 21 Juni 2012.
8
9
dengan Pancasila. Hal tersebut berdasarkan pada hasil survei yang dilakukan
oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada tahun 2006 bahwa sebanyak 80
berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen responden yang
dan bernegara.13
sistem hukum yang ideal. Pada tahun 2001 orang yang menginginkan hukum
Islam berjumlah 61,4 %. Tahun 2002, angka ini melonjak menjadi 70,6 %, dan
pada tahun 2004, angka ini meningkat menjadi 75,5 %. Kemudian mengenai
pemerintahan Islam yang terbaik, pada 2001 mencapai 57,8%, pada 2002
negara Islam mengalami penurunan. Hasil survei nasional bertajuk “Islam dan
13
Harian Umum Kompas, 4 Maret 2008..
14
Jamhari dan Jajang Jahroni, Op.cit., hlm. 218-219.
9
10
NKRI dan Pancasila ketimbang beraspirasi negeri Islam (22,8 %). Hasil ini
pihak adalah hasil dari survei yang dilakukan harian Kompas, yang dirilis pada
tahun tidak bisa menyebutkan sila-sila Pancasila secara benar dan mengkap.
Pancasila, dan responden berusia 46 tahun ke atas lebih parah, yakni 60,6 %
meningkat pada tahun 2011. Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga
15
As’ad Said Ali, 2009, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Penertbit
LP3ES, Jakarta, hlm. 1.
16
Ibid., hlm. 2.
10
11
maka bukan tidak mungkin angka ini akan terus meningkat hingga mencapai
sinis serta sindiran terhadap Indonesia sebagi negara yang serba seolah-olah, a
17
“Wow, 76 Persen Warga Inginkan RI Jadi Negara Islam”, Harian Umum Republika,
Selasa, 21 Februari 2012.
18
As’ad Said Ali, Op.cit, hlm. 4
19
Daniel Dhakidae, 2002, Indonesia dalam Krisis 1997-2002, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta, hlm. xvii.
11
12
tentang Pancasila itu sepanjang masa demokrasi dan kebebasan sejak tahun
1998. Jika ada, diskusi publik tentang Pancasila itu, maka ia hilang-hilang
timbul untuk kemudian seolah lenyap tanpa bekas. Tidak ada upaya tindak
berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan
kata-kata Pancasila dan pilar negara lainnya. Hal ini jauh berbeda dengan masa
Pancasila.20
pihak malah menganggap bahwa Pancasila sudah tidak layak lagi menjadi
20
Harian Umum Media Indonesia, Kamis, 31 Juni 2007.
12
13
pidato politik yang berkaitan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni
regional, maupun global yang terjadi dalam eskalasi yang cepat, ternyata tidak
21
Irfan Nasution dan Rony Agustinus, (ed.), 2006, Restorasi Pancasila:
Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas, Brighten Press, Bogor, hlm. xv.
13
14
akumulatif, sikap dan tindakan aproporsional itu ternyata telah menggerus rasa
pengusaha, tak terkecuali kalangan aparatur pemerintah sendiri, yang tidak lagi
mengenal Pancasila, atau pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh
dan pengamalan Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan terwujudlah
menimbang, secara jelas ditekankan dalam huruf ‘a’ “bahwa Pancasila yang
perlu dihayati dan diamalkan secara nyata untuk menjaga kelestarian dan
kesatuan pandangan dan kesatuan gerak langkah dalam hal menghayati serta
22
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978.
14
15
(enam) pasal ini merupakan suatu kehendak rakyat yang ditetapkan oleh
Pancasila (P4), pasal 1 dan pasal 4, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
materi muatan yang ada dalam P4, adalah merupakan tonggak atau kekuatan
Karena pedoman ini menjadi penuntun dan pegangan hidup bangsa Indonesia
yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia dilebur dan dibentuk menjadi satu
23
BP-7 Pusat, Bahan Penataran P4, UUD 1945, GBHN, 1990, BP-7 Pusat, Jakarta.
Orde Baru secara resmi mendefinisikan sebagai tatanan kehidupan negara dan bangsa yang
diletakkan kembali pelaksanaan kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
15
16
Negeri Nomor 239 Tahun 1980, Nomor 163 Tahun 1981, dan Nomor 86 tahun
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), praktis tidak ada lagi lembaga yang
pembangunan bangsa.
Republik Indonesia Tahun 1945. Joeniarto, 2001, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia,
Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 149.
24
Ketetapan MPR RI Nomor XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
25
Ibid., hlm. 149. Lebih jauh tentang istilah ini, lihat misalnya Herbert Feith dan
Lance Castle, (ed.), 1988, Pemikiran Politik Indonesia, Penerbit LP3ES, Jakarta, hlm. xvii-
xviii. Lihat juga, Moh. Mahfud M.D, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Penerbit LP3ES,
Jakarta, hlm. 200-201.
16
17
kini semua orang sadar bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus
upaya sistematik, masif dan terstruktur untuk menangkal bahaya laten tersebut
Oleh karena itu, tanpa adanya pretensi secara berlebihan tentu saja
paradigma yang berkembang pada saat situasi dunia yang diliputi oleh
tajamnya konflik ideologi, atau jika pada era Orde Baru, Pancasila dan UUD
26
MPR melaksanakan tugas sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diamanatkan pasal 15 ayat 1 huruf (e) Undang-undang
Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR/DPD/DPR/DPRD.
17
18
NRI 1945 disakralkan dengan cita-cita untuk menjalankan aturan dasar negara
konsep tersebut dinilai merupakan konsep P4 jilid dua atau lembaga BP-7 yang
seiring dengan peta konfigurasi kekuatan politik dan sosial yang nyata di
ideologi yang mampu menjadi “peluru” penangkal, peredam dan bahkan dapat
ini, melalui penelitian ilmiah ini dengan judul; “Politik Hukum Pancasila
27
Sebuah metode internalisasi/sosialisasi nilai-nilai Pancasila dengan pendekatan
formal yang menggunakan forum klasikal yang berisi pemaparan-pemaparan teoritik tentang
idealisme Pancasila sebagai dasar negara. Metode ini akhirnya membawa peserta hanya pada
tahap “menghapal materi” tidak sampai pada titik pemaknaan. Lihat, Bambang Purwoko,
“Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Pancasila”, dalam Agus Wahyudi, 2009, Proceeding
Kongres Pancasila: Pancasila dalam Berbagai Perspektif, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm. 286-287.
28
Mengacu pada pandangan Leon Duguit yang lebih memandang konstitusi dari sudut
sosial, konstitusi dimaknai tidak hanya berisi norma-norma dasar tentang struktur negara, tetapi
bahwa struktur negara yang diatur dalam konstitusi itu memang sungguh-sungguh terdapat
dalam kenyataan hidup masyarakat sebagai faktor-faktor kekuatan riil yang hidup dalam
masyarakat yang bersangkutan. Lihat, Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara, Jilid I, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm. 123.
18
19
B. Rumusan Masalah
19
20
C. Tujuan Penelitian
masa.
20
21
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
hukum selanjutnya.
21
22
b. Secara Praktis
dan bernegara.
tempat lain.
Pancasila.
22
23
E. Keaslian Penelitian
pelembaga Pancasila sebagai ideologi negara dengan maksud dan tujuan untuk
Perspetif”.29 Buku ini merupakan bunga rampai atau kumpulan tulisan yang
juga telah menghasilkan “Deklarasi Bulaksumur”. Buku ini terdiri dari enam
Negara Hukum dalam Perspetif Pancasila, Relasa Agama dan Negara dalam
dalam UUD 1945 dan Implementasinya”.30 Buku ini merupakan bunga rampai
Denpasar pada tahun 2010. Ada sejumlah poin deklarasi penting, di antaranya,
29
Agus Wahyudi, dkk, (ed.), 2009, Pancasila dalam Berbagai Perspetif, Penerbit
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, Jakarta.
30
Heri Santoso, (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945 dan
Implementasinya, Penerbit PSP Press UGM, Yogyakarta.
23
24
pada 31 Mei dan 1 Juni 2012 di UGM yang bekerja sama dengan Majelis
Konstitusi (MK).32
bidang hukum, politik dan pertahanan keamanan, adalah dengan berpijak pada
31
Surono, (ed.), 2011, Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menegakkan
Konstitusionalitas Indonesia, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitus RI, Jakarta.
32
Sudjito, dkk, (Tim Peny), 2012, Strategi Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam
Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, Penerbit PSP Press UGM, Yogyakarta.
24
25
prinsip negara Pancasila, dan berdasar pada konsep negara hukum yang
dapat dilakukan lewat pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah. Namun
33
Sudjito, dkk, (Tim Peny), 2013, Strategi Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila dalam
Menguatkan Semangat ke-Indonesia-an, Penerbit Ombak dan PSP Press UGM, Yogyakarta.
25
26
agama-agama dari luar yang dibawa oleh kaum imigran. Hal ini dilakukan
memunculkan istilah Panca Sila, yang digodok melalui pertemuan Chuo sangi
Pancasila dari pidato Soekarno dalam versi Piagam Jakarta (yang mengandung
kondisi apa pun tidak ada elemen bangsa ini yang sanggup melepaskan
34
Yudi Latif, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
26
27
Lebih lanjut, penulis ini secara optimis dan penuh percaya diri bahwa
persoalan agama. Pada 1924 Turki tidak tahan dengan kesultanan Islam dan
bahwa Tesis ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
tidak terdapat karya tulis atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
memiliki keaslian dan sesuai dengan asas–asas keilmuan yang harus dijunjung
tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi
35
As’ad Said Ali, 2009, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Penerbit
Pustaka LP3ES, Jakarta.
27