BAB I (Repaired)
BAB I (Repaired)
PENDAHULUAN
1
merupakan salah satu faktor utama dalam proses melakukan praktikum.
Laboratorium memiliki peran penting dalam pembelajaran ilmu kimia, karena
siswa terlibat langsung dalam melaksanakan praktikum.
Penelitian di SMAN 66 Jakarta tentang pengembangan modul berbasis Inkuiri
terbimbing pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit menunjukkan bahwa
hasil uji coba dari angket respon siswa diperoleh persentase rata-rata aspek
komponen karakteristik modul sebesar 80,12%, komponen elemen mutu modul
sebesar 77,24%, serta komponen konsistensi sebesar 75,53% dan komponen
kebahasaan sebesar 74,25%. Secara keseluruhan persentase rata-rata modul
sebesar 76,62% dengan kriteria baik (Nurhidayah dkk, 2015:36). Penelitian di
salah satu SMAN kota Purwakarta tentang pengembangan prosedur praktikum
kimia SMA pada topik larutan elektrolit dan non elektrolit menunjukkan bahwa
hasil untuk kelayakan prosedur praktikum secara keseluruhan sudah sangat baik,
terlihat dari rata-rata skor angket siswa yaitu 86,8%. Untuk keterlaksanaan
prosedur praktikum yaitu 87,5% (Tresnawati dan Dwiyanti, 2013:37).
Pentingnya modul/ penuntun praktikum telah diteliti oleh beberapa peneliti
antara lain: penelitian di SMAN 2 Sigli tentang pengembangan penuntun
praktikum tipe Discovery (kelas eksperimen I) menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa rata-rata 86,00 dengan peningkatan hasil belajar 71,4%, sedangkan dengan
tipe Project Based Learning (kelas eksperimen II) rata-rata 81,75 dengan
peningkatan hasil belajar siswa sebesar 58,8%. Maka dapat disimpulkan bahwa
penuntun praktikum tipe Discovery dan tipe Projec Based Learning layak untuk
digunakan sebagai penuntun praktikum di sekolah dengan peningkatan hasil
belajar (Zakiah, 2015: ii).
Berdasarkan penelitian di SMAN 5 Bandar Lampung tentang pengembangan
prosedur praktikum pengaruh katalis terhadap laju reaksi berbasis green chemistry
menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap prosedur praktikum yang
dikembangkan memiliki aspek grafika yang sangat tinggi yaitu 91,43% dan
memiliki tingkat kesesuaian isi sangat tinggi yaitu 92,31%. Berdasarkan
tanggapan siswa terhadap prosedur praktikum yang telah dikembangkan memiliki
2
aspek kesesuaian isi sangat tinggi dengan persentase 85,66% (Fitrian dkk,
2014:1).
Hal ini diperkuat diperkuat oleh penelitian tentang pengembangan petunjuk
praktikum kimia untuk SMA kelas XI pada topik kelarutan dan hasil kali
kelarutan bahwa hasil penilaian guru, tingkat keterlaksanaan dan respon siswa,
petunjuk praktikum yang dikembangkan memiliki kualitas sangat baik dengan
rata-rata persentase penilaian berturut-turut sebesar 97,83%; 87,90% dan 85,28%
(Rahmawati, 2012). Pengembangan modul praktikum sangat membantu dalam
pelaksanaan praktikum, serta menuntut siswa untuk berpikir secara kritis dan
menemukan fakta baru. Penelitian di SMA Negeri 11 Palembang tentang
pengembangan buku panduan praktikum kimia hidrokarbon berbasis ketrampilan
proses sains di SMA menunjukkan bahwa hasil belajar siswa khususnya pada
materi hidrokarbon memiliki efek potensial sebesar 81,21. Hasil tes akhir siswa
juga menunjukkan bahwa buku pedoman praktikum yang telah dikembangkan
termasuk dalam kategori sangat praktis (Zulaiha dkk, 2014:87).
Obsevasi awal telah dilakukan oleh peneliti di SMA 64 Jakarta pada bulan
Maret dengan penyebaran angket tentang observasi pelaksanaan pembelajaran
kimia. Angket yang telah disebarkan disusun bersama Dosen pembimbing I dan
II, dimana angket tersebut terdiri dari 25 butir pernyataan yang didalamnya
terdapat 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal/
motivasi ditujukan kepada siswa, sedangkan faktor eksternal meliputi metode,
media serta fasilitas sekolah/ laboratorium yang digunakan oleh guru. Hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa persentase siswa/ motivasi, metode, media
dan fasilitas di kelas X berturut-turut sebesar 58,79 %, 35,49%, 62,25 dan 38,03.
Serta di kelas XI persentasi siswa/ motivasi, metode, media dan fasilitas dengan
skor berturut-turut sebesar 79,26%, 66,14%, 61,84% dan 9, 77%.
Persentase yang diperoleh dari pengolahan data faktor yang diamati yang
paling membutuhkan adalah fasilitas. Berdasarkan pernyataan angket pada
kategori fasilitas mayoritas pernyataan adalah pemanfaatan laboratorium. Dengan
observasi lanjut yang telah dilakukan oleh peneliti, sekolah tersebut tidak
mempunyai modul praktikum, dengan ini peneliti menyimpulkan bahwa perlu
3
pengembangan modul praktikum dalam meningkatkan hasil belajar siswa (hasil
olahan angket terlampir).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian
dengan judul : “Pengembangan Modul Praktikum Kimia SMA dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”.
4
(1) Apakah penggunaan modul praktikum kimia yang telah dikembangkan
di kelas XI IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
(2) Berapa besar peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan
modul praktikum yang telah dikembangkan?”
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor
dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya
serta melakukan remediasi (Dharma 2008: 7).
Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana keterampilan
proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran
sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip,
serta teori yang melandasinya (Magdalena dkk 2014: 163). Proses pembelajaran
kimia sangat erat kaitannya dengan praktikum kimia di laboratorium. Praktikum
merupakan bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat
kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang
diperoleh dalam teori; pelajaran praktik. Laboratorium merupakan tempat atau
kamar dan sebagainya yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan
percobaan/ penyelidikan dan sebagainya (KBBI).
Metode praktikum merupakan cara belajar mengajar yang melibatkan siswa
dalam melakukan percobaan untuk membuktikan konsep yang dipelajari dan
mempraktikkan pengetahuna serta ketrampilan yang telah diperoleh di kelas.
Metode praktikum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu
objek, atau proses tertentu (Muthi’ah 2015: 13)
Metode eksperimen adalah metode yang siswannya mencoba mempraktikkan
suatu proses tersebut, setelah melihat/ mengamati apa yang telah didemostrasikan
oleh seorang demonstrator. Eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan
kebenaran sesuatu, misalnya menguji sebuah hipotesis. Dalam pelaksanaannya,
metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan; artinya, setelah
dilakukan demonstrasi kemudian diikuti eksperimen dengan disertai penjelasan
secara lisan (Djamarah 2006: 100).
Pembelajaran kimia merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan
pendidik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kimia dapat
dilakukan dengan praktikum di laboratorium untuk membuktikan konsep materi
yang telah dipelajari. Siswa dituntut untuk mampu berpikir secara kritis serta
7
dapat mengembangkan kreatifitas yang ada pada dirinya. Ketertarikan siswa
dalam pembelajaran kimia akan menumbuhkan semangat baru untuk melakukan
percobaan. Pembelajaran kimia secara efektif akan membangun motivasi belajar
siswa serta membangun karakter siswa dalam mempertanggungjawabkan tugas
dan kewajibannya.
8
menjamin tingkat pemahaman yang utuh terhadap suatu pengalaman belajar
(Mulyasa 2006: 235).
Modul pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip
pengembangan suatu modul, meliputi; analisis kebutuhan, pengembangan
desain modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan
kualitas. Pengembangan suatu desain modul dilakukan dengan tahapan yaitu
menetapkan strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan
mengembangkan perangkat penilaian (Daryanto, 2013: 15).
9
1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal
2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau
peserta diklat maupun guru/instruktur.
3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti meningkatkan
motivasi beljaar siswa, mengembangkan kemmapuan siswa dalam
berinteraksi langsung dengan lingkungan, memungkinkan siswa belajar
mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
4. Siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Beberapa keunggulan pembelajaran dengan sistem modul dapat
dikemukakan sebagai berikut (Mulyasa 2006: 236)
1. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada
hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan
lebih bertanggungjawab tas tindakan-tindakannya.
2. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar
kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik.
3. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
penyampaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan
antara pembelajaran dan hasil yang akan diperoleh.
Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat
karakteristik sebagai berikut (Dharma 2008:3-4) :
1. Self Instructional; yaitu melalui model tersebut seseorang atau peserta
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak bergantung pada pihak
lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:
1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas
2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/
spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas
3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajaran.
10
4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur
penguasaannya.
5) Kontekstual yaiti materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana
atau kontekstugas dan lingkungan penggunanya;
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
8) Terdapat instrumen penilaian/ assessment, yang memungkinkan
penggunaan diklat melakukan ‘self assessment’;
9) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau
mengevaluasi tingkat penguasaan materi;
10) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya
mengetahui tingkat penguasaan materi; dan
11) Tersedia informasi tentang rujukan/ pengayaan/ referensi yang
mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.
2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara
utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar
mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke
dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan yang harus dikuasai.
3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak
bergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar
tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk
mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih
menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang
digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang
berdiri sendiri.
4. Adaptive, modul hendaknya memiliki daya adaktif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
11
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan
ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up
to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5. User Friendly, modul hendaknya bersahabat dengan pemakaiannya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakaiannya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum
digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
Modul yang disusun dengan baik akan memberikan manfaat kepada siswa,
antara lain (Nasution, 2013: 206-207) :
1) Balikan atau Feedback. Modul memberikan feedback yang banyak dan
sehinga siswa dapat mengukur taraf hasil belajarnya. Kesalahan dapat
segera diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja.
2) Penguasaan tuntas. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai
angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas.dengan
penguasaan tersebut diharapkan siswa memperoleh dasar yang lebih
mantap untuk menghadapi pelajaran baru.
3) Tujuan. Modul disusun sedemikian rupa sehingga memiliki tujuan yang
jelas, spesifik, dan dapat dicapai oleh siswa. Dengan tujuan yang jelas
usaha siswa terarah untuk mencapainya dengan cepat.
4) Motivasi. Pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses
melalui langkah-langkah yang teratur tentu akan menimbulkan motivasi
yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya.
5) Fleksibel. Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa
antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran.
Modul praktikum merupakan ringkasan bahan ajar yang berisi kegiatan-
kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis dan menarik yang di dalamnya
mencakup tujuan pembelajaran, indikator pembelajaran, teori singkat, prosedur
12
kerja serta evaluasi yang yang bersifat diskusi serta mandiri, sehingga siswa dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman teori berdasarkan kegiatan yang telah
dilakukan dalam ruang lingkup petunjuk yang telah ada.
13
pelajaran (Dimyati dan Mudjiono 2006: 23).
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah
menerima proses pembelajaran atau pengalaman belajar. Hasil belajar memiliki
peranan penting dalam proses pembelajaran, karena dengan adanya proses yang
maksimal maka hasil akan tercapai. Dengan hasil belajar pendidik dapat melihat
kemampuan siswa secara individual, serta memberikan motivasi. Motivasi yang
berasal dari diri sendiri akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar
yang diperoleh.
2.4 Ringkasan Materi Hidrokarbon
Senyawa organik sering juga disebut senyawa karbon karena penyusun
utamanya karbon, di samping hidrogen dan oksigen. Salah satu rumpun senyawa
melimpah di alam adalah senyawa karbon. Salah satu senyawa karbon paling
sederhana adalah hidrokarbon. Hidrokarbon banyak digunakan sebagai
komponen utama minyak bumi dan gas alam.
A. Kekhasan Atom Karbon
Atom karbon (C) merupakan pemeran utama dalam mempelajari hidrokarbon.
Atom C ini memiliki karakter yang khas dibanding atom lainnnya. Karakteristik
itu adalah kemampuannya membentuk rantai C yang panjang. Peristiwa ini
disebabkan karena atom C mempunyai empat elektron valensi yang dapat
berikatan kovalen dengan atom sejenis atau atom lain.
14
B. Atom C Primer, Sekunder, Tersier, dan Kuartener
Berdasarkan kemampuan atom karbon yang dapat berikatan dengan atom
karbon lain, maka karbon terbagi dengan istilah atom karbon primer, sekunder,
tersier, dan kuartener. Istilah ini didasarkan pada jumlah atom karbon yang
terikat pada atom karbon tertentu.
1. Atom karbon primer (dilambangkan dengan C1) adalah atom-atom
karbon yang mengikat satu atom karbon tetangga. Dalam senyawa
tersebut terdapat 4 atom karbon primer yang berada pada setiap
ujung.
Contoh:
2,3-dimetil-butana
2-metil-pentana
2,5-dimetil-heksana
15
4. Atom karbon kuartener (dilambangkan dengan C4) adalah atom-atom
karbon yang mengikat empat atom karbon tetangga.
Contoh:
2-metil-butuna Benzena
alifatik atau rantai karbon terbuka aromatik berikatan konjugat
16
Gambar 2.3 Contoh hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.
1. Alkana
Alkana merupakan hidrokarbon alifatik jenuh, yaitu hidrokarbon dengan
rantai terbuka dan semua ikatan karbonnya merupakan ikatan tunggal. Senyawa
alkana merupakan rantai karbon yang paling sederhana. Rumus umum alkana
adalah:
C2H2n+2
Jadi, apabila atom C ada 2, maka atom H pada senyawa alkananya adalah
2(2)+2, yakni 6 buah. Apabila dituliskan menjadi C2H6, dan jika dijabarkan akan
menjadi seperti ini:
etana
17
Tabel 2.1 rumus molekul alkana dan gugus alkil
Alkana Alkil
Rumus Nama Rumus Nama
CH4 Metana CH3− Metil
C2H6 Etana C2H5− Etil
C3H8 Propana C3H7− Propil
C4H10 Butana C4H9− Butil
C5H12 Pentana C5H11− Pentil/ amil
C6H14 Heksana C6H13− Heksil
C7H16 Heptana C7H15− Heptil
C8H18 Oktana C8H17− Oktil
C9H20 Nonana C9H19− Nonil
C10H22 Dekana C10H21− Dekil
18
Contoh:
6 rantai terpanjang
2. Memberi nomor urut atom C pada rantai karbon dimulai dari C ujung yang
paling mendekati dengan rantai cabang. Jika terdapat nomor atom C yang
sama dari C ujung yang berlainan, dipilih C ujung yang paling dekat
dengan cabang yang lain (diusahakan menggunakan angka-angka nomor
atom C yang kecil).
Contoh:
6 5 4 3
3-metil-heksana
1
4. Jika terdapat:
1. 2 gugus alkil pada atom C yang sama, digunakan penomoran dua kali
2. Gugus alkil yang sama dua diberi awalan di,
Gugus alkil yang sama tiga diberi awalan tri
Gugus alkil yang sama empat diberi awalan tetra; dan seterusnya
3. Gugus alkil yang tidak sama, diurutkan secara alfabetis.
19
Contoh:
1 2 3 4 5 6
1 3 1 2 3 4
2
4-etil-2-metil-heksana
2,2-dimetil-propana 2,2,3,3-Tetrametil-butana
1 2 3 4 1 3 4
2 5
1 2 3 4 5 6
1.2. Isomeri
Isomeri adalah peristiwa suatu zat yang mempunyai rumus kimia sama,
tetapi sifat-sifatnya berbeda (rumus bangun/ struktur serta namanya berbeda). Zat-
zatnya diseut isomer.
Contoh:
1. C4H10 mempunyai 2 isomer, yaitu:
2-metil-butana
2,2-dimetil-propana
20
1.3. Deret homolog
Suatu homolog senyawa karbon dengan rumus umum yang sama dan sifat
yang mirip disebut satu homolog (deret sepancaran). Alkana merupakan
suatu homolog.
2. Alkena
Alkena merupakan senyawa hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan
ikatan rangkap dua (‒C=C‒). Alkena paling sederhana yaitu etena, C 2H4.
Rumus umum alkena adalah:
CnH2n
Jadi, apabila atom C ada 4, maka atom H pada senyawa alkenanya
adalah 2(4), yakni 8 buah. Apabila dituliskan menjadi C4H8, dan jika
dijabarkan akan menjadi seperti ini:
1-butena
21
Tabel 2.2 contoh penamaan alkena
Rumus Struktur Nama
C2H4 Etena
C3H6 Propena
1 2
1-butena
3 4
1 2
2-butena
3 4
C4H8
3 2 1
2-metil-propena
4 3 2 1
2-metil-2-butena
3. Alkuna
Alkuna merupakan senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap
tiga (‒C≡C‒). Alkuna paling sederhana yaitu etuna. Rumus umum alkena
adalah:
CnH2n-2
22
Tabel 2.3 contoh penamaan alkuna
Rumus Struktur Nama
C2H2 Etuna (asetilena)
C3H6 Propuna
1-butuna
C4H6
2-butuna
3-metil-1-butuna
C5H8
23
didalamnya telah terdapat runtunan materi yang akan dilaksanakan dalam
laboratorium.
Modul/ penuntun praktikum sangat membantu siswa dan guru dalam
melaksanakan pmebelajaran di laboratorium karena modul/ penuntun praktikum
berisi tujuan praktikum, teori singkat, daftar alat dan bahan, serta cara kerja untuk
melakukan eksperimen tersebut. Selain itu untuk mengembangkan pengetahuan
siswa di dalam modul/ penuntun praktikum juga terdapat pertanyaan terkait
eksperimen yang dilakukan.
Realitas Pembelajaran
Pendidikan Sains (Kimia)
Teori Praktek
Laboratorium Lapangan
Efektifitas
24
2.6 Hipotesis
Adapun hipotesis untuk penelitian ini adalah:
Ha: ada pengaruh pengembangan modul praktikum terhadap peningkatan hasil
belajar
Ho: tidak ada pengaruh antara pengembangan modul praktikum terhadap
peningkatan hasil belajar.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
R X Q2
Gambar 3.1 Design- Posttest Only Control Design
R Q4
Dengan:
X = modul praktikum yang dikembangkan
O2 = Sampel yang diberikan perlakuan
O4 = Sampel control (Sugiono, 2013:407-409).
26
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
2013:117). Subjek populasi adalah siswa kelas XI dengan 2 kelas yang
berbeda dari 3 kelas yang ada di SMAN 64 Jakarta, dengan jumlah siswa 36
disetiap kelasnya.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Sampel yang akan digunakan diambil dengan teknik
probability sampling-Simple Random Sampling dimana pengambilan anggota
sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dipopulasi tersebut (Sugiyono 2013: 118-120)
27
2) Variabel terikat (variabel dependen) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Pada
penelitian ini variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa.
Observasi awal
Menemukan
masalah
Solusi
(Pengembangan modul)
28
Uji coba Produk
Populasi
Sampel
Pre-test
Post-test
Analisis Data
29
3.6 Alat Pengumpulan Data
3.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau
sahih mempunyai validasi tinggi. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Dikatakan validasi logis karena
validasi ini diperoleh dengan suatu usaha hati-hati melalui cara-cara yang
benar sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat validitas yang
dikehendaki. Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validasi
eksternal, dengan rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson, yang
dikenal dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut (Arikunto
2014: 212)
xy x y
rxy N
x
2
x
2
y
2
y
2
N N
30
3.6.2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai
apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan
akan memberikan hasil yang realtif sama. Suatu tes dikatakan reliabel atau
ajeg apabila beberapa kali pengujian menunjukkan hasil yang relatif sama
(Sudjana 2009: 18).
Indeks korelasi yang diperoleh menunjukkan hubungan antara dua
belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas:
1 1
2𝑟
2 2
r xx = 1 1
1+𝑟 2 2 Rumus 3.2 reliabilitas
Dimana
rxx = koefisien reliabilitas keseluruhan
1 1
𝑟 = korelasi (r) dari belah dua
2 2
31
Dalam menentukan kriteria soal, digunakan Judgment dari guru
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu:
(1) Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut.
(2) Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan.
(3) Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmuannya, baik
luasnya maupun dalamnya.
(4) Bentuk soal.
Cara untuk melakukan analisis penentuan tingkat kesukaran soal adalah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐵
I= Rumus 3.3 penentuan tingkat kesukaran
𝑁
32
Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah
dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam
analisis tingkat kesukaran soal.
33
Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis deskriptif:
1. Menghitung rata-rata data
2. Menghitung simpangan baku
3. Menghitung harga t
4. Melihat harga t tabel
5. Menggambar kurve
6. Meletakkan kedudukan t hitung dan t table dalam kurve yang telah
dibuat
7. Membuat keputusan pengujian hipotesis.
34
Daftar Pustaka
35
Nasution, S., (2013), Berbagi Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar.
Bumi Aksara: Jakarta.
Nurhidayah, Rizki., Irwandi, Dedi., Saridewi, Nanda., (2015), Pengembangan
Modul Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi Larutan Elektrolit Dan
Non Elektrolit, Jurnal Edusains, Volume 7 Nomor 1: 38-47, UNI Jakarta.
Rahmawati, Rahmi., (2012), Pengembangan Petunjuk Praktikum Kimia Untuk
SMA Kelas XI Pada Topik Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan., Skripsi,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sudjana, Nana., (2009), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Sugiyono (2013), Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kulitatif, Dan R&D). Alfabeta: Bandung
Tresnawati, Reni., Dwiyanti, Gebi., (2013), Pengembangan Prosedur Praktikum
Kimia SMA Pada Topic Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit, Jurnal
Riset dan Praktik Pendidikan Kimia, Volume 1 Nomor 1: 37-43, UPI
Bandung
Tujjahro, Fatima., (2011) Pengembangan Modul Praktikum Kimia Di Sma Pada
Materi Stoikiometri Melalui Penerapan Professional Learning
Community, Skripsi, Universitas Negeri Jakarta: Jakarta:
Waradanika, Iqra., (2014) Pengembangan Modul Praktikum Kimia Fisika 1
Berbasis Green Chemistry., Skripsi, Universitas Negeri Jakarta: Jakarta
Zakiah, (2015) Pengembangan Penuntun Praktikum Tipe Discovery Dan Tipe
Project Based Learning Pada Pembelajaran Elektrolit Dan Non
Elektrolit., Tesis, Universitas Negeri Medan: Medan.
Zulaiha, Hartono, dan Ibrahim Rachman A, (2014) “Pengembangan Buku
Panduan Praktikum Kimia Hidrokarbon Berbasis Ketrampilan Proses
Sains Di SMA” Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Volume 1 Nomor 1,196-
203, Unsri Palembang.
Depdikbud, (2007), Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Balai Pustaka,
Jakarta.
36