Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kemajuan negara
sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, jika mutu
pendidikan rendah maka kualitas sumber daya manusia akan rendah dengan kata
lain tidak mampu untuk bersaing dengan negara maju (Magdalena dkk 2014:
162). Meningkatkan mutu pendidikan berarti memperbaiki segala sesuatu yang
berkaitan dengan pendidikan, baik dalam tenaga pengajar, fasilitas sarana dan
prasarana pendukung proses belajar mengajar. Mutu pendidikan akan meningkat
jika pengajar atau tenaga pendidik memiliki kompetensi profesional yang dapat
mengembangkan kualitas atau potensi didalam dirinya.
Masalah pendidikan yang terjadi dapat ditinjau dari ketersediaan fasilitas
sarana dan prasarana sekolah yang mendukung berlangsungnya proses belajar
mengajar secara efektif. Mata pelajaran kimia merupakan bagian dari Ilmu
Pendidikan Alam yang mempelajari tentang sifat, struktur, materi, komposisi,
perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Pembelajaran
kimia bukan hanya pemberian materi tetapi harus didukung dengan adanya
pelaksanaan praktikum di laboratorium hal ini berguna untuk meningkatkan
pemahaman siswa.
Fungsi dasar laboratorium adalah memfasilitasi dukungan proses
pembelajaran agar sekolah dapat memenuhi misi dan tujuannya. Laboratorium
sekolah dapat digunakan sebagai wahana untuk pengembangan penalaran, sikap
dan keterampilan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Keberhasilan kegiatan laboratorium didukung oleh tiga faktor, yaitu (1) peralatan,
bahan dan fasilitas lainnya; (2) tenaga laboratorium; serta (3) bimbingan pendidik
yang diperoleh peserta didik dalam melakukan tugas-tugas praktik (Djaali 2007:
11).
Praktikum dapat dilakukan dengan memberikan modul/ penuntun praktikum
agar siswa dapat mengeksplorasikan kemampuannya. Modul/ penuntun praktikum

1
merupakan salah satu faktor utama dalam proses melakukan praktikum.
Laboratorium memiliki peran penting dalam pembelajaran ilmu kimia, karena
siswa terlibat langsung dalam melaksanakan praktikum.
Penelitian di SMAN 66 Jakarta tentang pengembangan modul berbasis Inkuiri
terbimbing pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit menunjukkan bahwa
hasil uji coba dari angket respon siswa diperoleh persentase rata-rata aspek
komponen karakteristik modul sebesar 80,12%, komponen elemen mutu modul
sebesar 77,24%, serta komponen konsistensi sebesar 75,53% dan komponen
kebahasaan sebesar 74,25%. Secara keseluruhan persentase rata-rata modul
sebesar 76,62% dengan kriteria baik (Nurhidayah dkk, 2015:36). Penelitian di
salah satu SMAN kota Purwakarta tentang pengembangan prosedur praktikum
kimia SMA pada topik larutan elektrolit dan non elektrolit menunjukkan bahwa
hasil untuk kelayakan prosedur praktikum secara keseluruhan sudah sangat baik,
terlihat dari rata-rata skor angket siswa yaitu 86,8%. Untuk keterlaksanaan
prosedur praktikum yaitu 87,5% (Tresnawati dan Dwiyanti, 2013:37).
Pentingnya modul/ penuntun praktikum telah diteliti oleh beberapa peneliti
antara lain: penelitian di SMAN 2 Sigli tentang pengembangan penuntun
praktikum tipe Discovery (kelas eksperimen I) menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa rata-rata 86,00 dengan peningkatan hasil belajar 71,4%, sedangkan dengan
tipe Project Based Learning (kelas eksperimen II) rata-rata 81,75 dengan
peningkatan hasil belajar siswa sebesar 58,8%. Maka dapat disimpulkan bahwa
penuntun praktikum tipe Discovery dan tipe Projec Based Learning layak untuk
digunakan sebagai penuntun praktikum di sekolah dengan peningkatan hasil
belajar (Zakiah, 2015: ii).
Berdasarkan penelitian di SMAN 5 Bandar Lampung tentang pengembangan
prosedur praktikum pengaruh katalis terhadap laju reaksi berbasis green chemistry
menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap prosedur praktikum yang
dikembangkan memiliki aspek grafika yang sangat tinggi yaitu 91,43% dan
memiliki tingkat kesesuaian isi sangat tinggi yaitu 92,31%. Berdasarkan
tanggapan siswa terhadap prosedur praktikum yang telah dikembangkan memiliki

2
aspek kesesuaian isi sangat tinggi dengan persentase 85,66% (Fitrian dkk,
2014:1).
Hal ini diperkuat diperkuat oleh penelitian tentang pengembangan petunjuk
praktikum kimia untuk SMA kelas XI pada topik kelarutan dan hasil kali
kelarutan bahwa hasil penilaian guru, tingkat keterlaksanaan dan respon siswa,
petunjuk praktikum yang dikembangkan memiliki kualitas sangat baik dengan
rata-rata persentase penilaian berturut-turut sebesar 97,83%; 87,90% dan 85,28%
(Rahmawati, 2012). Pengembangan modul praktikum sangat membantu dalam
pelaksanaan praktikum, serta menuntut siswa untuk berpikir secara kritis dan
menemukan fakta baru. Penelitian di SMA Negeri 11 Palembang tentang
pengembangan buku panduan praktikum kimia hidrokarbon berbasis ketrampilan
proses sains di SMA menunjukkan bahwa hasil belajar siswa khususnya pada
materi hidrokarbon memiliki efek potensial sebesar 81,21. Hasil tes akhir siswa
juga menunjukkan bahwa buku pedoman praktikum yang telah dikembangkan
termasuk dalam kategori sangat praktis (Zulaiha dkk, 2014:87).
Obsevasi awal telah dilakukan oleh peneliti di SMA 64 Jakarta pada bulan
Maret dengan penyebaran angket tentang observasi pelaksanaan pembelajaran
kimia. Angket yang telah disebarkan disusun bersama Dosen pembimbing I dan
II, dimana angket tersebut terdiri dari 25 butir pernyataan yang didalamnya
terdapat 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal/
motivasi ditujukan kepada siswa, sedangkan faktor eksternal meliputi metode,
media serta fasilitas sekolah/ laboratorium yang digunakan oleh guru. Hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa persentase siswa/ motivasi, metode, media
dan fasilitas di kelas X berturut-turut sebesar 58,79 %, 35,49%, 62,25 dan 38,03.
Serta di kelas XI persentasi siswa/ motivasi, metode, media dan fasilitas dengan
skor berturut-turut sebesar 79,26%, 66,14%, 61,84% dan 9, 77%.
Persentase yang diperoleh dari pengolahan data faktor yang diamati yang
paling membutuhkan adalah fasilitas. Berdasarkan pernyataan angket pada
kategori fasilitas mayoritas pernyataan adalah pemanfaatan laboratorium. Dengan
observasi lanjut yang telah dilakukan oleh peneliti, sekolah tersebut tidak
mempunyai modul praktikum, dengan ini peneliti menyimpulkan bahwa perlu

3
pengembangan modul praktikum dalam meningkatkan hasil belajar siswa (hasil
olahan angket terlampir).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian
dengan judul : “Pengembangan Modul Praktikum Kimia SMA dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia yang masih rendah.
2. Masalah pendidikan dengan ketersediaannya fasilitas sarana dan prasarana
sekolah.
3. Fungsi dasar laboratorium yang merupakan fasilitas pendukung.
4. Hasil kajian dari beberapa penelitian sebelumnya.
5. Permasalahan yang ditemukan didalam observasi sekolah.
6. Pengembangan modul praktikum yang baik dapat meningkatkan hasil
belajar.

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya maka perlu diberikan batasan masalah agar penelitian ini menjadi
lebih terarah. Penelitian ini difokuskan untuk:
(1) melihat peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan modul
praktikum kimia yang telah dikembangkan,
(2) modul praktikum yang dikembangkan adalah materi Hidrokarbon untuk
kelas XI IPA di SMAN 64 Jakarta.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang
diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

4
(1) Apakah penggunaan modul praktikum kimia yang telah dikembangkan
di kelas XI IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
(2) Berapa besar peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan
modul praktikum yang telah dikembangkan?”

1.5 Tujuan Penelitian


Berkaitan dengan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui:
(1) Apakah hasil belajar siswa meningkat setelah praktikum dengan
menggunakan modul praktikum yang telah dikembangkan?
(2) Berapa besar peningkatan hasil belajar yang diperoleh setelah
menggunakan modul praktikum yang telah dikembangkan?

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian antara lain, dapat berupa manfaat
praktis dan manfaat teoritis, yaitu:
(1) Manfaat Praktis
1) Bagi sekolah, diharapkan dapat sebagai bahan masukan dan
pertimbangan dan kerangka acuan dalam upaya meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
2) Bagi guru diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam melakukan
pembelajaran kimia melalui praktikum upaya meningkatkan kualitas
hasil belajar yang baik.
3) Bagi siswa diharapkan dapat menambahkan wawasan, motivasi serta
pengetahuan sekaligus menjadi bahan acuan untuk lebih
mengembangkan potensi yang dimiliki dalam diri.
4) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai
pengetahuan serta untuk pengalaman belajar.
(2) Manfaat teoritis, diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau sebagai
bahan perbandingan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Kimia


Salah satu alasan yang menyebabkan siswa kurang menyukai pembelajaran
kimia adalah karena mereka kurang memahami konsep-konsep yang
dipelajarinya. Siswa cenderung hanya menghafal konsep-konsep tersebut. Oleh
karena itu, pendidik harus melaksanakan kegiatan belajar mengajar melalui
metode yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa (Tresnawati dan
Dwiyanti 2013: 38).
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses komunikasi yang
diwujudkan melalui kegiatan penyampaian informasi kepada peserta didik.
Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan, keahlian, ide,
pengalaman, dan sebagainya. Informasi tersebut biasanya dikemas sebagai satu
kesatuan yaitu bahan ajar (teaching material). Bahan ajar merupakan seperangkat
materi/ substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok
utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalm kegiatan
pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar memungkinkan peserta didik
mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis
sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu. Bahan ajar disusun dengan tujuan; (1) membantu peserta didik dalam
mempelajari sesuatu; (2) menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar; (3)
memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran; serta (4) agar kegiatan
pembelajaran menjadi lebih menarik (Dharma 2008: 6).
Pembelajaran menggunakan modul bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:
(1) meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka secara
teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi masyarakat; (2)
menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan belajar peserta didik; (3) secara tegas mengetahui pencapaian
kompetensi peserta didik secara bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan
dalam modul; (4) mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai

6
peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor
dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya
serta melakukan remediasi (Dharma 2008: 7).
Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana keterampilan
proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran
sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip,
serta teori yang melandasinya (Magdalena dkk 2014: 163). Proses pembelajaran
kimia sangat erat kaitannya dengan praktikum kimia di laboratorium. Praktikum
merupakan bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat
kesempatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa yang
diperoleh dalam teori; pelajaran praktik. Laboratorium merupakan tempat atau
kamar dan sebagainya yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan
percobaan/ penyelidikan dan sebagainya (KBBI).
Metode praktikum merupakan cara belajar mengajar yang melibatkan siswa
dalam melakukan percobaan untuk membuktikan konsep yang dipelajari dan
mempraktikkan pengetahuna serta ketrampilan yang telah diperoleh di kelas.
Metode praktikum memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri
atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu
objek, atau proses tertentu (Muthi’ah 2015: 13)
Metode eksperimen adalah metode yang siswannya mencoba mempraktikkan
suatu proses tersebut, setelah melihat/ mengamati apa yang telah didemostrasikan
oleh seorang demonstrator. Eksperimen dapat juga dilakukan untuk membuktikan
kebenaran sesuatu, misalnya menguji sebuah hipotesis. Dalam pelaksanaannya,
metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan; artinya, setelah
dilakukan demonstrasi kemudian diikuti eksperimen dengan disertai penjelasan
secara lisan (Djamarah 2006: 100).
Pembelajaran kimia merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan
pendidik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kimia dapat
dilakukan dengan praktikum di laboratorium untuk membuktikan konsep materi
yang telah dipelajari. Siswa dituntut untuk mampu berpikir secara kritis serta

7
dapat mengembangkan kreatifitas yang ada pada dirinya. Ketertarikan siswa
dalam pembelajaran kimia akan menumbuhkan semangat baru untuk melakukan
percobaan. Pembelajaran kimia secara efektif akan membangun motivasi belajar
siswa serta membangun karakter siswa dalam mempertanggungjawabkan tugas
dan kewajibannya.

2.2 Modul Praktikum


2.2.1 Pengertian Modul
Modul adalah suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri
atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa
mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas
(Nasution, 2013: 205). Modul juga dapat diartikan sebagai usaha pelaksanaan
mandiri yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar secara mandiri.
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat
dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga
media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk
untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar
tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat
kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-
olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang
memberikan pengajaran kepada murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini
sering disebut bahan instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung
memberi pengajaran atau mengajarkan sesuatu kepada para murid-muridnya
dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modu-modul ini (Dharma, 2008:3).
Pembelajaran dengan sistem modul biasanya terfokus pada
kompetensi yang harus dikuasai siswa. Siswa diharapkan mengerjakan sendiri
tugas-tugas dalam modul atau dalam kelompok kecil sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan meresponnya masing-masing. Penentuan
kecepatan sendiri dalam mempelajari sebuah modul, membuat guru memiliki
cukup waktu untuk berinteraksi secara tatap muka dengan siswa untuk

8
menjamin tingkat pemahaman yang utuh terhadap suatu pengalaman belajar
(Mulyasa 2006: 235).
Modul pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip
pengembangan suatu modul, meliputi; analisis kebutuhan, pengembangan
desain modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan
kualitas. Pengembangan suatu desain modul dilakukan dengan tahapan yaitu
menetapkan strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan
mengembangkan perangkat penilaian (Daryanto, 2013: 15).

2.2.2 Modul Praktikum Kimia


Praktikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara
nyata apa yang disebut dalam teori. Praktikum merupakan bagian dari
pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji
dan melaksanakan di keadaan nyata, apa yang diperoleh dari teori dan
pelajaran praktek (KBBI,2001). Praktikum merupakan bentuk pengajaran
dimana siswa secara aktif dan langsung dalam usaha memperoleh
pengetahuan dan pemahaman teori atau memberikan suatu ketrampilan
berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dalam ruang lingkup petunjuk
yang telah ada (Tujjahro 2011: 8).
Modul praktikum adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi
kegiatan-kegiatan-kegiatan praktikum yang mencakup materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasinya dan dirancang secara sistematis
dan menarik (Waradanika 2014:20). Suatu paket kegiatan praktikum yang
berisi judul, tujuan, materi, serta evaluasi yang disusun secara sistematis yang
digunakan siswa sebagai petunjuk dalam melaksanakan kegiatan praktikum
disebut modul praktikum (Muthi’ah 2015: 13).
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat
dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga
media untuk belajar mandiri karena didalamnya telah dilengkapi petunjuk
untuk belajar sendiri. Tujuan penulisan modul adalah (Dharma 2008: 5)

9
1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbal
2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau
peserta diklat maupun guru/instruktur.
3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti meningkatkan
motivasi beljaar siswa, mengembangkan kemmapuan siswa dalam
berinteraksi langsung dengan lingkungan, memungkinkan siswa belajar
mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.
4. Siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Beberapa keunggulan pembelajaran dengan sistem modul dapat
dikemukakan sebagai berikut (Mulyasa 2006: 236)
1. Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada
hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan
lebih bertanggungjawab tas tindakan-tindakannya.
2. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar
kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik.
3. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
penyampaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui keterkaitan
antara pembelajaran dan hasil yang akan diperoleh.
Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat
karakteristik sebagai berikut (Dharma 2008:3-4) :
1. Self Instructional; yaitu melalui model tersebut seseorang atau peserta
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak bergantung pada pihak
lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:
1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas
2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/
spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas
3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajaran.

10
4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur
penguasaannya.
5) Kontekstual yaiti materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana
atau kontekstugas dan lingkungan penggunanya;
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
8) Terdapat instrumen penilaian/ assessment, yang memungkinkan
penggunaan diklat melakukan ‘self assessment’;
9) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau
mengevaluasi tingkat penguasaan materi;
10) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya
mengetahui tingkat penguasaan materi; dan
11) Tersedia informasi tentang rujukan/ pengayaan/ referensi yang
mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.
2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi
atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara
utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar
mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke
dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan yang harus dikuasai.
3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak
bergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar
tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk
mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih
menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang
digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang
berdiri sendiri.
4. Adaptive, modul hendaknya memiliki daya adaktif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

11
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan
ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up
to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat
digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5. User Friendly, modul hendaknya bersahabat dengan pemakaiannya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakaiannya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum
digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
Modul yang disusun dengan baik akan memberikan manfaat kepada siswa,
antara lain (Nasution, 2013: 206-207) :
1) Balikan atau Feedback. Modul memberikan feedback yang banyak dan
sehinga siswa dapat mengukur taraf hasil belajarnya. Kesalahan dapat
segera diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja.
2) Penguasaan tuntas. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai
angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas.dengan
penguasaan tersebut diharapkan siswa memperoleh dasar yang lebih
mantap untuk menghadapi pelajaran baru.
3) Tujuan. Modul disusun sedemikian rupa sehingga memiliki tujuan yang
jelas, spesifik, dan dapat dicapai oleh siswa. Dengan tujuan yang jelas
usaha siswa terarah untuk mencapainya dengan cepat.
4) Motivasi. Pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses
melalui langkah-langkah yang teratur tentu akan menimbulkan motivasi
yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya.
5) Fleksibel. Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa
antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran.
Modul praktikum merupakan ringkasan bahan ajar yang berisi kegiatan-
kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis dan menarik yang di dalamnya
mencakup tujuan pembelajaran, indikator pembelajaran, teori singkat, prosedur

12
kerja serta evaluasi yang yang bersifat diskusi serta mandiri, sehingga siswa dapat
memperoleh pengetahuan dan pemahaman teori berdasarkan kegiatan yang telah
dilakukan dalam ruang lingkup petunjuk yang telah ada.

2.3 Hasil Belajar


Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai
tujuan, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnnya. Horward Kingsley membagi
tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasan, (b) pengetahuan
dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat
diisi dengan bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum. Gagne membagi lima
kategori hasil belajar, yaitu (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)
strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris. Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi 3 ranah yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotis (Sudjana 2009: 22)
Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri seseorang akibat
dari proses belajar yang dilakukannya berupa tercapainya tujuan-tujuan belajar
yang diinginkan. Hasil belajar dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan atau
nilai dari seseorang yang belajar, dan kemampuannya untuk menggunakan apa
yang diperoleh dari proses belajar mengajar serta apa yang diperoleh siswa dalam
proses pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang diperolehnya. Dalam hal
ini hasil pengalaman dari usaha seseorang dalam belajar dapat menyebabkan
perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses belajat dan dapat diamati
(Djamarah 2006: 45)
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan sisi guru.
1. Dilihat dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar.
2. Dari sisi guru hasil belajar adalah saat terselesaikannya bahan

13
pelajaran (Dimyati dan Mudjiono 2006: 23).
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah
menerima proses pembelajaran atau pengalaman belajar. Hasil belajar memiliki
peranan penting dalam proses pembelajaran, karena dengan adanya proses yang
maksimal maka hasil akan tercapai. Dengan hasil belajar pendidik dapat melihat
kemampuan siswa secara individual, serta memberikan motivasi. Motivasi yang
berasal dari diri sendiri akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar
yang diperoleh.
2.4 Ringkasan Materi Hidrokarbon
Senyawa organik sering juga disebut senyawa karbon karena penyusun
utamanya karbon, di samping hidrogen dan oksigen. Salah satu rumpun senyawa
melimpah di alam adalah senyawa karbon. Salah satu senyawa karbon paling
sederhana adalah hidrokarbon. Hidrokarbon banyak digunakan sebagai
komponen utama minyak bumi dan gas alam.
A. Kekhasan Atom Karbon
Atom karbon (C) merupakan pemeran utama dalam mempelajari hidrokarbon.
Atom C ini memiliki karakter yang khas dibanding atom lainnnya. Karakteristik
itu adalah kemampuannya membentuk rantai C yang panjang. Peristiwa ini
disebabkan karena atom C mempunyai empat elektron valensi yang dapat
berikatan kovalen dengan atom sejenis atau atom lain.

Gambar 2.1 beberapa jenis ikatan pada atom C

Atom C dapat berikatan dengan atom C lain (sejenis), bahkan dapat


membentuk rantai atom-atom C baik alifatik (terbuka, lurus, dan bercabang)
maupun siklik (tertutup).

14
B. Atom C Primer, Sekunder, Tersier, dan Kuartener
Berdasarkan kemampuan atom karbon yang dapat berikatan dengan atom
karbon lain, maka karbon terbagi dengan istilah atom karbon primer, sekunder,
tersier, dan kuartener. Istilah ini didasarkan pada jumlah atom karbon yang
terikat pada atom karbon tertentu.
1. Atom karbon primer (dilambangkan dengan C1) adalah atom-atom
karbon yang mengikat satu atom karbon tetangga. Dalam senyawa
tersebut terdapat 4 atom karbon primer yang berada pada setiap
ujung.
Contoh:

2,3-dimetil-butana

2. Atom karbon sekunder (dilambangkan dengan C2) adalah atom-atom


karbon yang mengikat dua atom karbon tetangga. Atom C yang ditandai
pada senyawa di bawah merupakan atom C sekunder. Biasanya diapit oleh
dua atom C yang lain.
Contoh:

2-metil-pentana

3. Atom karbon tersier (dilambangkan dengan C3) adalah atom-atom


karbon yang mengikat tiga atom karbon tetangga.
Contoh:

2,5-dimetil-heksana

15
4. Atom karbon kuartener (dilambangkan dengan C4) adalah atom-atom
karbon yang mengikat empat atom karbon tetangga.
Contoh:

2,2 -dimetil butana


0

C. Penggolongan Senyawa Hidrokarbon


Penggolongan hidrokarbon umumnya berdasarkan bentuk rantai karbon dan
jenis ikatannya. Berdasarkan bentuk rantai karbonnya, hidrokarbon
digolongkan atas hidrokarbon alifatik, dan aromatik. Hidrokarbon alifatik
adalah hidrokarbon rantai terbuka, sedangkan hidrokarbon aromatik memiliki
rantai melingkar (cincin). Rantai lingkar pada hidrokarbon aromatik berikatan
konjugat, yaitu ikatan tunggal dan rangkap yang tersusun berseling-seling.

2-metil-butuna Benzena
alifatik atau rantai karbon terbuka aromatik berikatan konjugat

Gambar 2.2 bentuk rantai karbon alifatik dan aromatik


Berdasarkan jenis ikatan antaratom karbonnya, hidrokarbon dibedakan atas
hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Jika semua ikatan karbon-karbon
merupakan ikatan tunggal (−C−C−C−), maka digolongkan sebagai hidrokarbon
jenuh. Jika terdapat satu atau lebih ikatan dua (−C꞊C−) atau ikatan rangkap tiga
(−C≡C−), maka diseut hidrokarbon tak jenuh.

16
Gambar 2.3 Contoh hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.

1. Alkana
Alkana merupakan hidrokarbon alifatik jenuh, yaitu hidrokarbon dengan
rantai terbuka dan semua ikatan karbonnya merupakan ikatan tunggal. Senyawa
alkana merupakan rantai karbon yang paling sederhana. Rumus umum alkana
adalah:

C2H2n+2

Jadi, apabila atom C ada 2, maka atom H pada senyawa alkananya adalah
2(2)+2, yakni 6 buah. Apabila dituliskan menjadi C2H6, dan jika dijabarkan akan
menjadi seperti ini:

etana

17
Tabel 2.1 rumus molekul alkana dan gugus alkil
Alkana Alkil
Rumus Nama Rumus Nama
CH4 Metana CH3− Metil
C2H6 Etana C2H5− Etil
C3H8 Propana C3H7− Propil
C4H10 Butana C4H9− Butil
C5H12 Pentana C5H11− Pentil/ amil
C6H14 Heksana C6H13− Heksil
C7H16 Heptana C7H15− Heptil
C8H18 Oktana C8H17− Oktil
C9H20 Nonana C9H19− Nonil
C10H22 Dekana C10H21− Dekil

1.1.Tata nama alkana


Organisasi internasional IUPAC (Internasional Union of Pure and Applied
Chemistry) telah memberikan pedoman untuk penamaan hidrokarbon. Untuk
senyawa hidrokarbon jenuh dan tidak bercabang, diberi nama dengan cara sebagai
berikut:
Di depan nama alkananya (sesuai dengan jumlah atom C-nya) diberi
awalan n-(normal).
Contoh: 1. CH3−CH2−CH2−CH3 n-butana
2.CH3−CH2−CH2−CH2− CH3 n-pentana
3. CH3−CH2−CH2−CH2− CH2− CH3 n-heksana
Rantai cabang adalah rantai karbon yang mengandung atom C yang
mengikat tiga atom C yang lain (atom C tersier) atau empat atom yang lain (atom
C kuartener). Untuk senyawa hidrokarbon jenuh berantai cabang, diberi penamaan
sebagai berikut:
1. Menentukan rantai atom C yang terpanjang. Jika terdapat dua rantai
karbon yang sama panjangnya maka dipilih rantai karbon dengan jumlah
cabang terbanyak.

18
Contoh:

6 rantai terpanjang

2. Memberi nomor urut atom C pada rantai karbon dimulai dari C ujung yang
paling mendekati dengan rantai cabang. Jika terdapat nomor atom C yang
sama dari C ujung yang berlainan, dipilih C ujung yang paling dekat
dengan cabang yang lain (diusahakan menggunakan angka-angka nomor
atom C yang kecil).
Contoh:
6 5 4 3

3. Menuliskan nomor-nomor atom C cabang yang mengikat gugus alkil


diikuti nama gugus alkil yang diikatnya dan nama alkana rantai terpanjang.
Contoh:
6 5 4 3

3-metil-heksana
1

4. Jika terdapat:
1. 2 gugus alkil pada atom C yang sama, digunakan penomoran dua kali
2. Gugus alkil yang sama dua diberi awalan di,
Gugus alkil yang sama tiga diberi awalan tri
Gugus alkil yang sama empat diberi awalan tetra; dan seterusnya
3. Gugus alkil yang tidak sama, diurutkan secara alfabetis.

19
Contoh:
1 2 3 4 5 6

1 3 1 2 3 4
2

4-etil-2-metil-heksana
2,2-dimetil-propana 2,2,3,3-Tetrametil-butana
1 2 3 4 1 3 4
2 5
1 2 3 4 5 6

2,3-dimetil-butuna 2,3,4-trimetil-pentana 4-etil-2-metil-heksana

1.2. Isomeri
Isomeri adalah peristiwa suatu zat yang mempunyai rumus kimia sama,
tetapi sifat-sifatnya berbeda (rumus bangun/ struktur serta namanya berbeda). Zat-
zatnya diseut isomer.
Contoh:
1. C4H10 mempunyai 2 isomer, yaitu:

n- butana 2-metil-propana atau isobutana


2. C5H12 mempunyai 3 isomer, yaitu:
n-pentana

2-metil-butana

2,2-dimetil-propana

20
1.3. Deret homolog
Suatu homolog senyawa karbon dengan rumus umum yang sama dan sifat
yang mirip disebut satu homolog (deret sepancaran). Alkana merupakan
suatu homolog.

2. Alkena
Alkena merupakan senyawa hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan
ikatan rangkap dua (‒C=C‒). Alkena paling sederhana yaitu etena, C 2H4.
Rumus umum alkena adalah:

CnH2n
Jadi, apabila atom C ada 4, maka atom H pada senyawa alkenanya
adalah 2(4), yakni 8 buah. Apabila dituliskan menjadi C4H8, dan jika
dijabarkan akan menjadi seperti ini:

1-butena

Nama alkena diturunkan dari nama alkana yang sesuai (yang


jumlah atom karbonnya sama) dengan mengganti akhirannya ana menjadi
ena. Pemberian nomor atom C dimulai dari ujung yang dekat dengan
ikatan rangkap.

21
Tabel 2.2 contoh penamaan alkena
Rumus Struktur Nama
C2H4 Etena

C3H6 Propena

1 2
1-butena
3 4

1 2
2-butena
3 4
C4H8

3 2 1
2-metil-propena

4 3 2 1

2-metil-2-butena

3. Alkuna
Alkuna merupakan senyawa hidrokarbon dengan ikatan rangkap
tiga (‒C≡C‒). Alkuna paling sederhana yaitu etuna. Rumus umum alkena
adalah:

CnH2n-2

Penamaan alkuna sesuai dengan nama alkananya, tetapi akhiran –ana


diganti dengan –una. Pemberian nomor atom C dimulai dari atom C ujung
yang paling dekat dengan ikatan rangkap.

22
Tabel 2.3 contoh penamaan alkuna
Rumus Struktur Nama
C2H2 Etuna (asetilena)

C3H6 Propuna

1-butuna
C4H6
2-butuna

3-metil-1-butuna
C5H8

2.5 Kerangka Konseptual


Mutu pendidikan yang baik akan berdampak pada kemajuan suatu Negara.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kurang dalam dunia pendidikan
terlebih khususnya dalam Sains, dalam hal ini salah satunya adalah mata pelajaran
kimia yang dianggap pelajaran yang sangat sulit. Dalam melaksanakan
pembelajaran sering sekali guru hanya memberikan teori tanpa melibatkan siswa
dalam pembuktian teori tersebut. Belajar kimia dapat dilaksanakan secara teori
dan praktek, untuk mendukung setiap teori yang telah disampaikan maka perlu
dilakukan praktek dalam laboratorium.
Melaksanakan pembelajaran tentunya tidak terlepas dari sumber belajar yang
dipakai dalam menyampaikan materi. Untuk menghasilkan hasil belajar yang
maksimal maka guru dan siswa harus bekerja sama untuk mewujudkannya,
dimana guru menyampaikan materi dengan variatif dan siswa mampu menyerap
serta mengaplikasikan ilmu tersebut. Pembelajaran yang aktif juga dapat
dilaksanakan di dalam laboratorium guna untuk mengembangkan kemampuan
siswa serta mengajarkannya untuk bertanggungjawab. Belajar di laboratorium
bukan serta merta masuk lalu bebas untuk melakukan eksperimen apa saja. Akan
tetapi dengan membawa perlengkapan seperti modul/ penuntun praktikum yang

23
didalamnya telah terdapat runtunan materi yang akan dilaksanakan dalam
laboratorium.
Modul/ penuntun praktikum sangat membantu siswa dan guru dalam
melaksanakan pmebelajaran di laboratorium karena modul/ penuntun praktikum
berisi tujuan praktikum, teori singkat, daftar alat dan bahan, serta cara kerja untuk
melakukan eksperimen tersebut. Selain itu untuk mengembangkan pengetahuan
siswa di dalam modul/ penuntun praktikum juga terdapat pertanyaan terkait
eksperimen yang dilakukan.

Realitas Pembelajaran
Pendidikan Sains (Kimia)

Teori Praktek

Laboratorium Lapangan

Efektifitas

Peralatan Alat Modul/ penuntun


dan Bahan Praktikum

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

24
2.6 Hipotesis
Adapun hipotesis untuk penelitian ini adalah:
Ha: ada pengaruh pengembangan modul praktikum terhadap peningkatan hasil
belajar
Ho: tidak ada pengaruh antara pengembangan modul praktikum terhadap
peningkatan hasil belajar.

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan
pengembangan (research and development). Merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk
tersebut. Langkah-langkah penggunaan metode Research and development (R &
D) adalah (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4)
validasi desain, (5) perbaikan/revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk,
(8) ujicoba pemakaian, (9) revisi produk, serta (10) pembuatan produk massal
(Sugiyono 2013: 407-409).
Metode penelitian ekperimen ini menggunakan True Experimental Design-
Posttest Only Control Design. Sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun
sebagai kelompok kontrol diambil secara random dari populasi. Dengan skema
penelitian yang digunakan adalah:

R X Q2
Gambar 3.1 Design- Posttest Only Control Design
R Q4
Dengan:
X = modul praktikum yang dikembangkan
O2 = Sampel yang diberikan perlakuan
O4 = Sampel control (Sugiono, 2013:407-409).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di SMA Negeri 64 Jakarta di Jalan Cipayung
Raya, Jakarta Timur. Penelitian ini direncanakan diadakan pada tanggal 18-30
Juli 2016, di kelas XI tahun ajaran 2016/ 2017.

26
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
2013:117). Subjek populasi adalah siswa kelas XI dengan 2 kelas yang
berbeda dari 3 kelas yang ada di SMAN 64 Jakarta, dengan jumlah siswa 36
disetiap kelasnya.

3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Sampel yang akan digunakan diambil dengan teknik
probability sampling-Simple Random Sampling dimana pengambilan anggota
sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dipopulasi tersebut (Sugiyono 2013: 118-120)

Populasi Diambil secara Sampel yang


homogen/ representatif
relatif homogen Random

Gambar 3.2 Teknik Simple Random Sampling

3.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penenliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono 2013: 60 ). Variabel yang
terdapat dalam penelitian ini adalah:

1) Variabel bebas (variabel independen) merupakan variabel yang


mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Pada penelitian ini variabel bebasnya
adalah modul praktikum yang telah dikembangkan.

27
2) Variabel terikat (variabel dependen) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Pada
penelitian ini variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa.

Modul praktikum Hasil belajar


(variabel independen) (variabel dependen)

Gambar 3.3 Contoh Hubungan variabel independen-dependen

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang digunakan sebagai alat
untuk mengumpulkan data dan menjawab pertanyaa-pertanyaan dalam penelitian.
Di dalam prosedur penelitian ini, peneliti membahas tentang teknik pengumpulan
data, populasi dan sampel penelitian serta pengolahan data.

Observasi awal

Menemukan
masalah

Solusi

(Pengembangan modul)

Tahap perancangan pengembangan modul Direvisi


praktikum

Uji kepada Ahli Materi dan


Bahasa Direvisi

Uji coba Produk

Gambar 3.4 Tahap pertama dalam prosedur penelitian

28
Uji coba Produk

Populasi

Sampel

Pre-test

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Praktikum dengan Praktikum dengan


menggunakan modul menggunakan modul
yang dikembangkan yang dicari sendiri

Post-test

Analisis Data

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 3.4 tahap kedua dalam prosedur penelitian

29
3.6 Alat Pengumpulan Data
3.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau
sahih mempunyai validasi tinggi. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Dikatakan validasi logis karena
validasi ini diperoleh dengan suatu usaha hati-hati melalui cara-cara yang
benar sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat validitas yang
dikehendaki. Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah validasi
eksternal, dengan rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson, yang
dikenal dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut (Arikunto
2014: 212)

 xy   x y
rxy  N



x
2

  x
2
 


y
2

  y  
2


 N  N
 
 

Rumus 3.1 korelasi produk

Keterangan : rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y

∑xy : Jumlah perkalian variabel x dan y


∑x : Jumlah nilai vaiabel x
∑y : Jumlah nilai varibel y
∑x2 : Jumlah pangkat dua nilai variabel x
∑y2 : Jumlah pangkat dua nilai variabel y
N : Banyaknya sampel (Sudjana, 2009:144-145)
Jika indeks korelasi atau harga rxy ≥ rtabel maka butir instrumen tersebut valid
dan jika rxy ≤ rtabel maka butir instrumen tersebut tidak valid (Sudjana, 2009:144-
145)

30
3.6.2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai
apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan
akan memberikan hasil yang realtif sama. Suatu tes dikatakan reliabel atau
ajeg apabila beberapa kali pengujian menunjukkan hasil yang relatif sama
(Sudjana 2009: 18).
Indeks korelasi yang diperoleh menunjukkan hubungan antara dua
belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas:

1 1
2𝑟
2 2
r xx = 1 1
1+𝑟 2 2 Rumus 3.2 reliabilitas
Dimana
rxx = koefisien reliabilitas keseluruhan
1 1
𝑟 = korelasi (r) dari belah dua
2 2

Kategori koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut:


1. 0,80 < r11 1,00 reliabilitas sangat tinggi
2. 0,60 < r11 0,80 reliabilitas tinggi
3. 0,40 < r11 0,60 reliabilitas sedang
4. 0,20 < r11 0,40 reliabilitas rendah.
5. -1,00 r11 0,20 reliabilitas sangat rendah (tidak reliabel)(Arikunto,
2014:320-321)

3.6.3. Tingkat Kesukaran Tes


Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan
siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat
soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal
adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang dan
sukar. Dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi soal mudah, sedang
dan sukar adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga
kategori tersebut.

31
Dalam menentukan kriteria soal, digunakan Judgment dari guru
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu:
(1) Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut.
(2) Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan.
(3) Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmuannya, baik
luasnya maupun dalamnya.
(4) Bentuk soal.
Cara untuk melakukan analisis penentuan tingkat kesukaran soal adalah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐵
I= Rumus 3.3 penentuan tingkat kesukaran
𝑁

I = Indeks kesulitan untuk setiap butir soal


B = banyaknya siswa yang menjawab benar
N = banyaknya siswa
Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh,
makin sulit soal tersebut. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh
semakin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah
sebagai berikut:
0 - 0,30 = soal kategori sukar
0,31 – 0,70 = soal kategori sedang
0,71 – 1,00 = soal kategori mudah (Sudjana 2009: 135)

3.6.5. Analisis Daya Pembeda


Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong
mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah
prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu,
hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa
yang lemah, hasilnya rendah.

32
Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah
dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam
analisis tingkat kesukaran soal.

SR – ST Rumus 3.4 analisis daya pembeda

SR adalah jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah


ST adalah jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi (Sudjana
2009: 142).

3.6.6. Analisis Data


Bentuk analisis data yang digunakan ialah t-test satu sampel
dikarenakan penelitian ini menggunakan 1 variabel independen dan 1
variabel dependen. Juga untuk menguji apakah suatu nilai berbeda secara
nyata atau tidak dengan rata-rata sebuah sampel.

3.6.6.1 Prasyarat Analisis Data


Pengujian analisis data digunakan hipotesis deskriptif yang
merupakan proses pengujian generalisasi hasil penelitian yang
didasarkan pada satu sampel. Dalam pengujian ini variabel
penelitiannya bersifat mandiri, karena hipotesis penelitian tidak
berbentuk perbandingan atau hubungan antar dua variabel atau lebih.
Statistik parametris merupakan statistik yang digunakan dalam
penelitian ini dimana untuk menguji hipotesis deskriptifnya
menggunakan data interval atau rasio t-test satu sampel.
Dimana:
𝑥 ′ − 𝜇° t = nilai t yang dihitung (t-hitung)
t= 𝑠
√𝑛 x’ = rata-rata xi

Rumus 3.5 t-test µo = nilai yang dihipotesiskan


s = Simpangan baku
n = jumlah anggota sampel

33
Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis deskriptif:
1. Menghitung rata-rata data
2. Menghitung simpangan baku
3. Menghitung harga t
4. Melihat harga t tabel
5. Menggambar kurve
6. Meletakkan kedudukan t hitung dan t table dalam kurve yang telah
dibuat
7. Membuat keputusan pengujian hipotesis.

3.6.5.2 Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis deskriptif yang dilakukan peneliti adalah dengan
uji satu pihak (one tail test) bagian uji pihak kanan. Uji pihak kanan
digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi “lebih kecil atau sama
dengan (≤)” dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “lebih besar (>)”.
Dalam uji pihak kanan ini berlaku ketentuan bahwa, bila harga t hitung lebih
kecil atau sama dengan (≤) harga t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Jika signifikan ≥ 0,05, maka tidak ada perbedaan atau Ho diterima, jika
signifikan ≤ 0,05 maka tidak ada perbedaan dan Ha di terima Berdasarkan
uraian di atas, pengolahan data hipotesis peneliti menggunakan software
spss.

34
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi., (2014), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Rineka Cipta: Jakarta
Dharma,Surya.,(2008), Penulisan Modul Direktorat Tenaga Kependidikan
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta
Djaali., (2007), Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional Buletin BNSP Volume 2
Nomor 2: 1-23: Jakarta
Djamarah, S. Bahri., dan Zain Aswan., (2006), Strategi Belajar Mengajar. Rineka
Cipta: Jakarta.
Daryanto., (2013), Menyusun Modul Bahan Ajar Untuk Persiapan Guru Dalam
Mengajar. Gava Media: Malang.
Dimyati., dan Mudjiono., (2006), Belajar Dan Pembelajaran. Rineka Cipta:
Jakarta
Fitrian, Syaiful Muhammad Sahri., Fidiawati Noor., Tania Lisa., (2014),
Pengembangan Prosedur Praktikum Pengaruh Katalis Terhadap Laju
Reaksi Berbasis Green Chemistry, Jurnal Pendidikan Kimia (JPK),
Volume 3 Nomor 3: 1-13, Universitas Lampung.
Magdalena Oktaviany., Mulyani Sri., VH Elfi Susanti., (2014), Pengaruh
Pembelajaran Model Problem Based Learning Dan Inquiry Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Kreativitas Verbal Pada Materi
Hukum Dasar Kimia Kelas X SMAN 1 Boyolali Tahun Pelajaran
2013/2014, Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Volume 3 Nomor 4: 162-169,
UNS Surakarta.
Mulyasa, E., (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan Pengembangan
Kompetensi Dan Kompetensi Dasar. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Muthi’ah, Siti., (2015), Pengembangan Modul Praktikum Kimia Berbasis Green
Chemistry Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan Di SMA
Negeri 71 Jakarta. Skripsi, Universitas Negeri Jakarta: Jakarta

35
Nasution, S., (2013), Berbagi Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar.
Bumi Aksara: Jakarta.
Nurhidayah, Rizki., Irwandi, Dedi., Saridewi, Nanda., (2015), Pengembangan
Modul Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi Larutan Elektrolit Dan
Non Elektrolit, Jurnal Edusains, Volume 7 Nomor 1: 38-47, UNI Jakarta.
Rahmawati, Rahmi., (2012), Pengembangan Petunjuk Praktikum Kimia Untuk
SMA Kelas XI Pada Topik Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan., Skripsi,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sudjana, Nana., (2009), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja
Rosdakarya: Bandung
Sugiyono (2013), Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kulitatif, Dan R&D). Alfabeta: Bandung
Tresnawati, Reni., Dwiyanti, Gebi., (2013), Pengembangan Prosedur Praktikum
Kimia SMA Pada Topic Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit, Jurnal
Riset dan Praktik Pendidikan Kimia, Volume 1 Nomor 1: 37-43, UPI
Bandung
Tujjahro, Fatima., (2011) Pengembangan Modul Praktikum Kimia Di Sma Pada
Materi Stoikiometri Melalui Penerapan Professional Learning
Community, Skripsi, Universitas Negeri Jakarta: Jakarta:
Waradanika, Iqra., (2014) Pengembangan Modul Praktikum Kimia Fisika 1
Berbasis Green Chemistry., Skripsi, Universitas Negeri Jakarta: Jakarta
Zakiah, (2015) Pengembangan Penuntun Praktikum Tipe Discovery Dan Tipe
Project Based Learning Pada Pembelajaran Elektrolit Dan Non
Elektrolit., Tesis, Universitas Negeri Medan: Medan.
Zulaiha, Hartono, dan Ibrahim Rachman A, (2014) “Pengembangan Buku
Panduan Praktikum Kimia Hidrokarbon Berbasis Ketrampilan Proses
Sains Di SMA” Jurnal Pendidikan Kimia (JPK) Volume 1 Nomor 1,196-
203, Unsri Palembang.
Depdikbud, (2007), Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Balai Pustaka,
Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai