Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut
akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati,
harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi
walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan

Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan


mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya
disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya. Apalagi penyakit
stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering diartikan
penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami
kecemasan menghadapi kematian.

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita,
terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif
antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki
aspek psikologis, sosial, dan spiritual.

Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit
(lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia
yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh
dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk
sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan
menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan
sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut
usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal, kanker, stroke, AIDS) juga
mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan keperawatan,
memungkinkan diupayakan berbagai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi

1
penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik,
tenang dan mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman.
Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia.
Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan
perasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat
menikmati kesenagngan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat
meringankan, bukan menyembuhkan.

Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan


menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif
dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja pengkajian paliatif care pada lanjut usia?


2. Apa saja diagnosa keperawatan paliatif care pada lanjut usia?
3. Apa saja intervensi keperawatan paliatif care pada lanjut usia?
4. Apa saja implementasi keperawatan paliatif care pada lanjut usia?
5. Apa saja evaluasi keperawatan paliatif care pada lanjut usia?

C. Rumusan Masalah

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengkajian paliatif care pada lanjut usia;


2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan paliatif care pada lanjut usia;
3. Untuk mengetahui intervensi keperawatan paliatif care pada lanjut usia;
4. Untuk mengetahui implementasi keperawatan paliatif care pada lanjut usia;
5. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan paliatif care pada lanjut usia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek
pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu
metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal
yaitu dengan menggunakan metode “PERSON”.

P: Personal Strength

Yaitu: Kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.

Contoh yang positif: Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh dan
nyaman, Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.

Contoh yang negatif: Kecewa dalam pengalaman hidup.

E: Emotional Reaction

Yaitu: Reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.

Contoh yang positif: Bingung tetapi mampu memfokuskan keadaan.

Contoh yang negatif: Tidak berespon (menarik diri).

R: Respon to Stress

Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.

Contoh yang positif:

1. Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.


2. Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga.

3
Contoh yang negatif:

1. Menyangkal masalah.
2. Pemakaian alkohol.

S: Support System

Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.

Contoh yang positif:

1. Keluarga
2. Lembaga di masyarakat

Contoh yang negatif:

Tidak mempunyai keluarga

O: Optimum Health Goal

Yaitu: Alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)

Contoh yang positif:

1. Menjadi orang tua


2. Melihat hidup sebagai pengalaman positif

Contoh yang negatif:

1. Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat


2. Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik

N: Nexsus

Yaitu: Bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau
mempunyai gejala yang serius.

Contoh yang positif:

4
Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.

Contoh yang negatif:

1. Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.


2. Menunda keputusan.

Pengkajian yang perlu diperhatikan klien dengan penyakit terminal menggunakan


pendekatan meliputi:

1. Faktor predisposisi

Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal,
system pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang
dilakukan yaitu:

a. Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal, penyalahgunaan


zat, perawatan psikiatri sebelumnya.
b. Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
c. Kemampuan koping.
d. Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support
tambahan.
e. Tingkat perkembangan
f. Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
g. Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.
h. Adanya reaksi sedih dan kehilangan
i. Pengetahuan klien tentang penyakit
j. Pengalaman masa lalu dengan penyakit
k. Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi
terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan
beratnya perjalanan penyakit.
l. Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam penderitaan.

5
2. Fokus Sosiokultural

Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau latar
belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang
dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal.

3. Faktor presipitasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu:

a) Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.


b) Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
c) Support dari keluarga dan orang terdekat.
d) Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik
diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.

Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor presipitasi,
diantaranya:

1) Penyakit kanker
2) Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis
3) Congestif Renal Failure (CRF)
4) Stroke Multiple Sklerosis
5) Akibat kecelakaan yang fatal

4. Faktor perilaku

a) Respon terhadap klien

Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan
keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara
langsung dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.

6
b) Respon terhadap diagnose

Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock atau
tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa
emosi kesedihan dan kemarahan.

c) Isolasi sosial

Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien kehilangan
kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat orang
terhadap dirinya.

5. Mekanisme koping

a. Denial

Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang


berfungsi pelindung klien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan
tersebut adalah:

1) Tahap awal (initial stage)

Yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya harus meninggal


karena penyakit ini”

2) Tahap kronik (kronik stage)

Persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan


meninggal tetapi tidak sekarang”. Proses ini mendadak dan timbul perlahan-
lahan.

3) Tahap akhir (finansial stage)

Menerima kehilangan “saya akan meninggal” kedamaian dalam kematiannya


sesuai dengan kepercayaan

7
b. Regresi

Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.


Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam
masa penyembuhan.

c. Kompensasi

Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena


penyakit yang dialami.

Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat
pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:

1) Belum menyadari (closed awereness)

Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian, tidak
mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh

2) Berpura-pura (mutual pralensa)

Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu prognosa
penyakit terminal.

3) Menyadari (open awereness)

Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya kematian


dan merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.

Pengkajiaan adalah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat


merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat
harus mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh karena itu
tahapan itu meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status kesehatan dan
berakhir penegakan diagnosa keperawatan, yaitu permyataan tentang masalah pasien yang
dapat di intervensi. Tujuan pengkajian adalah member gambaran yang terus menerus
mengenai kesehatan pasien yang memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan
asuhan keperawatannya secara perseorangan.

8
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan keluarganya.
Siapa pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana
pengobatan apa yang telah di laksanakan? Tindakan apa saja yang telah diberikan?
Adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya dan pada proses kematian yang
mana pasien berada? Apakah ia menderita rasa nyeri? Apakah anggota keluarganya
mengetahui prognosisnya dan bagaimana reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut pasien
dan keluarganya mengenai hidup dan mati, pengkajian kebutuhan, keadaan, dan masalah
kesehatan/keperawatan pasien khususnya? Sikap pasien terghadap penyakitnya,antara lain
apakah pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah menyadari tentang keadaannya?

1. Perasaan Takut

Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan
yang begitu sering di asosiakan dengan keadaan sakit terminal, terutama bila keadaan
tersebut di sebbkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan
pertimbnagan yang sehat apabila sedang merawaat orang yang sakit terminal. Perawat
harus mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.

Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara
teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri,seperti
aspirin,dehidrokodein dan dektromororamid. Apabila orang berbicara tentang
perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka secara tipikal mencakup
perasaan yang takut terhadap hal yang tidak jelas,takut meninggalkan orang yang
dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dan sebagainya.

Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami


kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang akan
merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat
membuat pasien tegang dan stress.

2. Emosi

Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain mencela dan
mudah marah.

9
3. Tanda vital

Perubahan fungsi tubuh sering tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernafasan,
dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sam lain.
Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai
indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.

4. Kesadaran

Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang merupakan
ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan keseimbangan,
nyeri, suhu, raba, getar gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan
sesuai.

Tingkat Kesadaran
1. Komposmentis Sadar sempurna
2. Apatis Tidak ada perasaan/kesadaran menurun (masabodoh)
3. Somnolen Kelelahan (mengantuk berat)
4. Soporus Tidur lelap patologis (tidur pulas)
5. Subkoma Keadaan tidak sadar /hampir koma
6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya
reaksi.

Tabel 1 Tingkat-Tingkat Kesadaran

5. Fungsi tubuh

Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi
khusus,

B. Diagnosa Keperawatan

1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi.
3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal

10
4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut
muka klien yang cemas
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan
Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan
keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun perawat.
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam
melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien
merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan

1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial


berhubungan dengan kondisi sakit terminal

Tujuan : Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan


sakit terminal

Intervensi :

a. Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika
dIbutuhkan klien dan gali perasaan klien.
b. Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c. Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
d. Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
e. Perhatikan kenyamanan fisik klien.

2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi

Tujuan : Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan
martabat klien

Intervensi :

11
a. Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.
b. Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
c. Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
d. Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan melakukan hal-
hal yang disenangi klien.
e. Beri kien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya, misalnya
dalam hal perawatan.

3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan


terminal

Tujuan : Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian

Intervensi :

a. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain lain.
b. Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa yang
dirasakan klien.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari teman dekat,
keluarga ataupun keyakinan klien.
d. Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti penderitaan,
kematian dan sekarat.
e. Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut ataupun
depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
f. Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag
pengalaman-pengalaman klien yang menyenangkan.

4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai


dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak
(fisik), raut muka klien yang cemas

Tujuan : Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta
semangat hidup

12
Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien.


b. Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
c. Tetap motivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan hidup
dengan, tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
d. Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e. Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan
klien.
f. Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan
mendengarkan music kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan
menarik nafas dalam.
g. Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya
h. Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan


kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya,
menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial
dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun perawat

Tujuan : Koping individu positif

Intervensi :

a. Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b. Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu
kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c. Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d. Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan
segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e. Hindari barang-barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f. Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g. Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang
ajal.
h. Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.

13
6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam
melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan
klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat

Tujuan : Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat


dalam keadaan sakit

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.


b. Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
c. Ajarkan tata cara tayamum.
d. Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
e. Datangkan seorang ahli agama.

7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan

Tujuan : Membantu individu menangani kesedihan secara efektif

Intervensi :

a. Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan-perasaan antara lain: sedih,


marah dan lain-lain.
b. Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan-perasaan anggota keluarga.
c. Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat
dilakukan.
d. Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
e. Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk disamping
keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati klien serta keluarga.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara keagamaan
menjelang saat-saat kematian.

14
D. Evaluasi Keperawatan

Dalam memberi perawatan paliatif, tim harus berpijak pada pola dasar dan mengevaluasi
pasien lasien tersebut berdasarkan yang digariskan oleh WHO dalam Nugroho (2008),
yaitu:

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses normal.


2. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
5. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasan duka cita keluarga klien lanjut usia

15
BAB III

PENDAHULUAN

A. Kesimpulan

Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan


mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya
disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya. Apalagi penyakit
stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering diartikan
penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami
kecemasan menghadapi kematian.

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita,
terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif
antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki
aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas
hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya
diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera
setelah didiagnosisoleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak
ada harapan untuk sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada
suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi
ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter
memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal, kanker,
stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ganong. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Depkes R.I. 2008. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media

Nugroho Wahyudi. 2006. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai