Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) sebagaimana dikutip oleh Ashman (dalam Darma dan Rusyidi)
menjelaskan tentang penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan
beberapa model sebagai berikut.1
Dari beberapa model pendidikan sekolah inklusif seperti yang dijelaskan di atas, maka sekolah
inklusif, sejatinya membutuhkan beberapa kualifikasi guru sebagai berikut:2
a. Guru Kelas, yaitu pendidik atau pengajar pada suatu kelas sesuai dengan kualifikasi yang
dimilikinya. Misalkan di taman kanak-kanak, maka seorang guru kelas haruslah mereka
yang mempunyai latar pendidikan Anak Usia Dini atau pendidikan Taman Kanak-Kanak.
b. Guru Mata Pelajaran (GMP), yaitu guru yang mengajar mata pelajaran tertentu sesuai
kualifikasi yang di syaratkan. Untuk kasus pada pendidikan anak usia dini seperti di
taman kanak-kanak, GMP mungkin jarang ditemui, biasanya satu guru kelas sudah
mengajar seluruh mata pelajaran.
c. Guru Pembimbing Khusus (GPK), yaitu guru yang mempunyai latar belakang pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus atau yang pernah mendapat pelatihan khusus tentang
pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Tugas dari GPK ini adalah:
1. Menyusun instrumen assessment pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan
guru mata pelajaran.
2. Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah dan orang tua siswa.
1
Indah Permata Darma dan Binahayati Rusyidi. “Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia”, Prosiding KS: Riset &
PKM, Vol. 2, No. 2, hlm. 147-300.
2
Edi Purwanto, Pendidikan Inklusi. Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah Tingkat Nasional Tahun 2002 di UPI,
6-8 Agustus 2002.
3. Memberikan bimbingan khusus kepada Anak Berkebutuhan Khusus kepada anak luar
biasa yang membutuhkan.
4. Memberikan bantuan kepada guru kelas dan guru mata pelajaran agar dapat
memberikan pelayanan pendidikan khusus kepada anak luar biasa yang
membutuhkan.
3
c. Problematika dalam Teknis Pelaksanaan (Practical Barriers)
Problematika dalam teknis pelaksanaan ini berkaitan dengan kondisi natural yang
ada di sekolah, meliputi waktu, sumber materi pembelajaran, dan sistem
pembelajaran. Tantangan teknis ini memang menjadi problematika tersendiri bagi
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif, karena pasti membutuhkan
proses adaptasi terhadap sistem pendidikan yang ada. Masalah yang muncul
misalnya dalam hal penerimaan jenis kekhususan, tingkat kecerdasan yang masih
dibawah rata, belum ada penentuan batas jumlah siswa yang diterima, kurangnya
pelatihan bagi guru kelas yang menangani ABK, kurikulum yang ada belum
mengakomodasi keberadaan ABK, dan juga kurangnya materi pembelajaran yang
sesuai untuk diajarkan di sekolah inklusif.
d. Problematika Psikologi (Psychological Barriers)
Terkadang masyarakat masih menentang segala bentuk perubahan meskipun
perubahan tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap hidup mereka.
Kurangnya dukungan moral dari orang tua ABK dan orang tua siswa regular, dan
juga dari masyarakat umum seperti ini merupakan sebuah masalah psikologi,
mereka menganggap ABK sebagai beban bukan memikirkan bersama cara
mengatasi hal tersebut.