Anda di halaman 1dari 34

A.

Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan
kehidupan manusia. Mulai dari dalam kandungan sampai beranjak dewasa kemudian
tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orangtua,
masayarakat maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang
berusaha menuntut manusia dalam menentukan arah, tujuan,dan makna proses
penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya lewat
metode pengajaran atau dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat.
Madrasah sebagai lembaga Pendidikan Islam walaupun mempunyai tujuan
khusus akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dalam arti bahwa pendidikan pada
madrasah harus memberikan kontribusi terhadap tujuan pendidikan nasional.
Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan
simbiosis mutualisme antara masyarakat muslim dan madrasah itu sendiri. Secara
historis kelahiran madrasah tidak bias dilepaskan dari peran dan partisipasi
masyarakat.1
Secara historis, keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan
keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan
masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari aspirasi masyarakat yang
sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan
pendidikan. Dalam kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antara
satuan pendidikan keagamaan. Oleh karenanya, sebagai komponen sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina
dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Salah satunya melalui pengaturan wajib belajar Madrasah
Diniyah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.2
Dengan demikian sistem pendidikan khususnya Islam, secara makro
merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan
ajaran Islam, ajaran yang berdasarkan atas pendekatan sistematik sehingga dalam
pelaksanaan operasionalnya terdiri dari berbagai sub system dari jenjang pendidikan

1
Mahfud Djunaedi, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), Cet. 2, hlm. 99.
2
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet .1, hlm.
85.

1
dasar, menengah dan perguruan tinggi yang harus memiliki vertikalitas dalam kualitas
keilmuan pengetahuan dan teknologiny.3
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses tujuannya
perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan
sektor pembangunan lainnya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
ditindaklanjuti dengan disahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama
dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan
keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman
model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.
Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan dapat membawa perubahan
pada sisi managerial dan proses pendidikan Islam. PP tersebut secara eksplisit
mengatur bagaimana seharusnya pendidikan keagamaan Islam (bahasa yang
digunakan PP untuk menyebut pendidikan Islam), dan keagamaan lainnya
diselenggarakan
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 17 ayat (2) juga memang
disebutkan untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu MI, MTs, dan Pasal 18 ayat (3)
jenjang pendidikan menengah bagi pendidikan Islam adalah MA dan MAK. Hanya
saja, khusus untuk pendidikan keagamaan baik dalam UU Sisdiknas Pasal 30 ayat (4)
ataupun PP No. 55 pasal 14 ayat (1) berbentuk pendidikan diniyah, dan pesantren.
Ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan bahwa kedua model pendidikan tersebut dapat
diselenggarakan pada jalur formal,nonformal dan informal.4
Tema menarik lain dalam PP 55 tahun 2007 ini adalah kemandirian dan
kekhasan pendidikan keagamaan sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat (2)
yaitu “Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan
selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional” Sejak dahulu kekhasan

3
Muzayyim Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),
hlm. 73.
4
Muzayyim Arifin, op. cit., hlm. 225.

2
pendidikan diniyah dan pesantren adalah hanya mengajarkan materi agama Islam saja,
dan tidak materi lain.
Sementara itu untuk pendidikan diniyah non-formal disebutkan dalam pasal 21
ayat (1) yaitu, Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian
kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al-Quran, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain
yang sejenis. Adapun untuk proses penyelenggaraannya tertuang dalam pasal yang
sama ayat (5) Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah dapat dilaksanakan secara
terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, negara
memberikan hak yang penuh kepada peserta didik di sekolah untuk mendapatkan
pendidikan agama, baik itu sekolah negeri maupun swasta. Demikian halnya isi dalam
Undang-undang Dasar 1945 dan Undangundang tentang sistem pendidikan Nasional
yang menyatakan perlunya keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa menunjukkan bahwa pendidikan agama memiliki
makna penting, dan perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan.
Dalam UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengatur
tentang pendidikan keagamaan, sebagaimana pasal 30 ayat (1), (2), (3) dan (4) yang
berbunyi :
1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan
3) nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
4) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non
formal dan informal
5) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,
pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.5
Dalam hal ini, pendidikan agama merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Di samping sekolah/madrasah formal yang didirikan oleh pemerintah
seperti MIN, MTsN maupun MAN, masyarakat juga dapat menyelenggarakan
pendidikan agama baik formal, non formal maupun informal, seperti madrasah
diniyah.

5
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm. 19.

3
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan
moral dan pembangunan generasi muda. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus
dilaksanakan secara intensif dan terprogram untuk memperoleh hasil yang sempurna.
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak didiknya
sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatan nya, terhadap
segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar
akan nilai etik Islam.6
Ada pepatah yang mengatakan belajar di waktu kecil seperti melukis di atas
batu, belajar setelah dewasa seperti melukis di atas air. Setelah dewasa betapa sulitnya
sekedar menghafal sebait lagu populer. Tapi anak kecil dengan mudah dan fasih
menyanyikan lagu-lagu yang sedang hits meski dengan lidah yang cadel.
Begitulah anak-anak dengan segala kepolosannya, daya tangkap dan
kecerdasan mereka menerima informasi sungguh luar biasa. Sehingga masa seperti itu
kita harus dimanfaatkan untuk menerapkan dasar-dasar agama dan pendidikan moral
kepada anak. Pendidikan agama dan moral yang diterapkan sedini mungkin akan
membentuk karakter anak menjadi anak yang sholeh, bertaqwa dan berakhlak mulia.
Agar pendidikan agama benar-benar terpatri kuat seperti halnya melukis di atas batu.
Perubahan lingkungan yang pesat, mau tidak mau membawa pengaruh yang
kuat dalam pembentukan karakter anak. Diharapkan dengan adanya pembekalan
agama sejak dini akan menjadi semacam filter bagi anak sehingga anak dapat tumbuh
dengan dasar agama yang kuat. Dapat memilih hal yang benar dan salah sesuai
tuntutan agama. Betapa pentingnya menerapkan pendidikan Islam dalam diri anak.
Pengembangan pendidikan Islam sangat penting bagi umat Islam dalam upaya
pembentukan muslim yang berakhlakul karimah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut telah menyebabkan perubahan ekonomi masyarakat, perubahan tata
kehidupan dan perilaku manusia, dimana manusia sekian cerdas, profesional dan
terampil mengolah alam dan lingkungan hidup bagi kehidupannya. Namun tanpa
disadari telah muncul pula penurunan kualitas kepribadian manusia dan menurunnya
nilai agama. Ironis nya, di sekolah umum jam terbatas untuk pelajaran agama dan di
madrasah umum (sebagai benteng moral) proporsi pengetahuan telah ditambah 70 %
sementara pelajaran agama 30 %, sedangkan banyak anak yang tidak mampu
membaca al Qur’an dengan baik, tidak bisa menulis arab, dan menurunnya nilai –

6
Ismail SM, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
hlm. 79.

4
nilai moral di kalangan pelajar dan masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Madrasah
Diniyah dengan ciri khas pendidikan diniyah nya (khusus agama Islam) yang
menyadari pentingnya tambahan pendidikan agama bagi putra – putri mereka dalam
usaha pengembangan pendidikan Islam di masyarakat.
Pendidikan agama selama ini memang lebih banyak dijadikan tanggung jawab
orang tua, dibandingkan pemerintah. Sementara mata pelajaran kuliah pendidikan
agama yang selama ini ada dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian
masyarakat mengatasinya dengan tambahan pendidikan agama di rumah, rumah
ibadah atau di perkumpulan-perkumpulan yang kemudian berkembang menjadi satuan
atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal atau informal.7
Sebelum adanya Madrasah Diniyah Miftahul Ulum, kondisi sosial agama
masyarakat belum begitu religius dan anak-anak pun masih cenderung masih
bersikap individualis dan banyak diantara mereka yang keluyuran tana memikirkan
ibadan dan perilaku mereka. Apa lagi madrasah tersebut masih dalam lingkungan
pasar yang mana lebih mementingkan pekerjaan dari pada nilai-nilai, moral dan
spiritual keagamaan. Dan banyak anak-anak dari lingkungan ini yang memutuskan
untuk tidak melanjutkan sekolah dan beranggapan bekerja lebih penting dari pada
menuntut ilmu. Jauh dibandingkan sekarang, setelah adanya penyelenggaraan
pendidikan di Madrasah Diniyah, kondisi sosial agama masyarakat sangat religius dan
anak-anak sudah mulai terbiasa dengan rutinitas keagamaan seperti sekolah sore atau
biasa mereka sebut MADIN (Madrasah Diniyah). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
kegiatan keagamaan yang ada di Wonorejo. Dan berbagai alumni santri dari
Madrasah Diniyah Miftahul Ulum yang melanjutkan studi di luar kota atau luar
provinsi.
Menghadapi tantangan dan kenyataan di atas, dapatkah agama berperan dalam
menyumbangkan nilai etik, moral dan spiritual? Solusinya tiada lain adalah dengan
usaha mengembangkan sikap keagamaan di masyarakat yang mana di mulai dari
generasi muda yang berdasarkan nilai-nilai luhur dan terkandung pada agama
tersebut disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di kalangan
masyarakat tersebut. Pendidikan Islam sangat kaya dengan nilai etika dan moral untuk
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkatnya dalam

7
Abdurahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hlm.176.

5
sebuah karya tulis ilmiah (Skripsi) yang berjudul: “ Peran Madrasah Diniyah
Miftahul Ulum dalam Pengembangan perilaku keagamaan di Desa Wonorejo
Kecamatan Wonorejo Pasuruan”.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka, di
rumuskan bebarapa permasalahan yaitu:
1. Bagaimana perilaku keagamaan santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum di
daerah Wonorejo Pasuruan?
2. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Miftahul Ulum untuk mengembangkan
perilaku keagamaan para santri di Wonorejo Pasuruan?
3. Apa kendala Madrasah Diniyah Miftahul Ulum dalam mengembangkan perilaku
keagamaan pada santri di Wonorejo Pasuruan?

C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai dasar meningkatkan pengetahuan serta sasaran
yang ingin dicapai untuk mengungkapkan hal-hal yang perlu diketahui dalam
penelitian. Adapun tujuan yang ingin di capai adalah:
1. Mengetahui sikap keagamaan santri Madrasah Diniyah Miftahul Ulum di daerah
Wonorejo Pasuruan.
2. Mengetahui peran Madrasah Diniyah untuk mengembangkan sikap keagamaan
santri di Wonorejo Pasuruan.
3. Mengetahui kendala Madrasah Diniyah Miftahul Ulum dalam mengembangkan
sikap keagamaan para santri di Wonorejo Pasuruan

D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat teoritis
Bagi kepentingan akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi serta berbagi ilmu bagi pembaca khususnya pada pengemban ilmu
Pendidikan Agama Islam ataupun perkembangan ilmu tarbiyah di instansi-instansi
khususnya di jurusan Tarbiyah UIN Maliiki Malang agar menjadi manusia yang
memiliki akhlakul karimah.
2. Manfaat praktis
Manfaat penelitian yang di harapkan dari penelitian ini adalah:

6
a. Bagi Lembaga Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian lainnya
dan periode selanjutnya.
b. Bagi Lembaga-Lembaga madrasah diniyah khususnya di daerah wonorejo dan
sekitarnya mendapatkan masukan dan bahan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan serta pengembangan dan pembinaan dalam
memberikan sikap keagamaan pada santri agar lebih mempunyai akhlak yang
karimah. Bagi peniliti dapat memahami dan menganalisis mengenai sikap
keagamaan dan akhlak.
c. Manfaat bagi peneliti. Mendapatkan pengetahuan yang baru serta kualitas
keagamaan dalam segi ibadah, aqidah dan akhlak yang termasuk di dalamnya
dan pemahaman terhadap pengaruh pelaksanaan sholat fardlu sebagai uapaya
pembentukan akhlak.

E. Definisi Istilah
Dalam pembahasan ini akan dikemukakan beberapa istillah yang terpenting,
sebagai berikut:
1. Peran
Peran artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan
yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal). Yang dimaksud adalah sesuatu yang
menjadi bagian pada Madrasah Diniyah Miftahul Ulum dalam terjadinya proses
pengembangan sikap keagamaan di desa.
2. Madrasah Diniyah
Madrasah artinya sekolah atau perguruan (yang berdasarkan agama Islam).
Sedangkan diniyah artinya berhubungan dengan agama, bersifat keagamaan.
Jadi Madrasah Diniyah artinya suatu sekolah yang berdasarkan agama Islam
dan materi-materi pelajaran yang diajarkan berhubungan dengan agama Islam. Istilah
madrasah di sini adalah madrasah dalam pengertian sebagai lembaga pendidikan
nonformal atau jalur pendidikan luar sekolah yang terdiri dari tiga jenjang: Awaliyah,
Wustha, dan ‘Ulya.Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan agama yang
memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan agama
Islam kepada pelajar secara bersama-sama sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih,
diantara anak-anak usia 7 sampai 20 tahun.
3. Pengembangan
7
Pengembangan adalah proses cara atau perbuatan mengembangkan.
Pengembangan dalam pendidikan menunjukkan suatu proses perubahan secara
bertahap ke arah tingkat yang lebih tinggi dan meluas serta mendalam secara
menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan.13
4. Perilaku keagamaan
Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan
perkata. Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan.8
Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang berarti sistem,
prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke”
dan akhiran “an” yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan
dengan agama.9
Dengan demikian perilaku keagamaan berarti segala tindakan itu perbuatan
atau ucapan yang dialkukan seseorang sedangkan perbuatan atau tindakan serta
ucapan tadi akan terkaitannya dengan agama, semuanya dilakukan karena adanya
kepercayaan kepada Tuhan denagn ajaran, kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan.
Agar menghindari perluasan penelitian yang tidak terjangkau oleh peneliti
sendiri maka beberapa batas masalah antara lain adalah perilaku keagamaan yang
mengacu pada usia perkembangan santri di Madrasah Diniyah d Desa Wonorejo
Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan.

F. Originalitas Penelitian
Dari penelitian terdahulu dan sebelumnya yang mengangkat tentang
pendidikan islam dan sikap keagamaan, terdapat beberapa penelitian dengan berbagai
macam fokus yang ingin dianalisis, baik mengenai strategi, maupun peran. Beberapa
penelitian tentang peran madrasah diniah dan beberapa masyarakat yang berhubungan
dengan peran madrasah itu sendiri dapat di sebutkan sebagai berikut :

8
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 755.

9
Ibid, hlm. 11.

8
No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Persamaan Perbedaan Orisinilitas Penelitian
Penelitian
1. Ciarti Peran Madrasah Diniyah Deskriptif Dari hasil penelitian Bahwa penelitian Saya menyatakan dengan
Nurul Anam dalam kualitatif skripsi milik Umi skripsi milik sebenar-benarnya bahwa
Pengembangan Lafifah bahwa skripsi Ciyarti menggali skripsi tersebut tidak
Pendidikan Islam di Desa tersebut sama-sama tentang terdapat karya ilmiah
Kranji Kecamatan meneliti tentang peran Pengembangan yang pernah diajukan
Kedungwuni Pekalongan madrasah diniyah di Pendidikan oleh orang lain.
suatu daerah Islam di
masyarakat
melalui peran
madrasah
diniyah nurul
anam sedangkan
skripsi saya
mengarah
tentang peran
madrasah untuk
anak usia dini
dan generasi

10
muda untuk
mencetak
masyarakat yang
mengetahui
sikap agama
yang baik dan
benar bukan
hanya teori.
2. M. Ripin Ikwandi Peran Kualitatif Dari hasil penelitian Bahwa penelitian Sepengetahuan yang saya
Madrasah Diniyah Dalam Tesis milik M.
Peningkatan Mutu Tesis milik M. Ripin dapatkan bahwa
Ripin Ikwandi
Pendidikan Agama di MI Ikwandi bahwa peran menggali tentang penelitian skripsi tersebut
Raudlotul Islamiyah perencanaan
Madrasah Diniyah tidak terdapat persamaan
Sawocangkring madrasah untuk
dalam peningkatan memenuhi visis dengan yang lain dan
Wonoayu Sidoarjo dan misis dari
mutu di lingkungan tidak terdapat karya
MI Raudlotul
belajar sekolah Islamiyah ilmiah yang pernah
Sawocangkring diajukan oleh orang lain
Wonoayu
Sidoarjo
sedangkan
skripsi saya
mengarah pada

11
perilaku
keagamaan anak

12
A. Kajian Penelitian.
Penelitian yang memiliki judul yang sama dengan penelitian ini belum pernah
dilakukan, baik oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang atau Universitas lainnya.
Namun, penelitian yang memiliki tema yang sama dengan penelitian ini yaitu tentang
pembelajaran di madrasah diniyah beserta perannya sudah banyak dilakukan, diantaranya
yaitu:
1. Penelitian Ciyarti, mahasiswa Institut Agama Islam Negri Walisongo dengan Nomer
Induk Mahasiswa 053111001 pada tahun 2009 yang berjudul “ Peran madrasah
diniyah Nurul Anam dalam pengebangan pendidikan islam di desa kranji kecamatan
kedungwuni pekalongan ”. Skripsi ini menjelaskan tentang pengembangan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui peran madrasah diniyah nurul anam
Pada skripisi ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui bagaimana pengembangan
pendidikan Islam di desa Kranji. (2) Untuk mengetahui bagaimana peran Madrasah
Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji.
Untuk mencapai tujuan diatas, digunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian lapangan. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk analisisnya menggunakan tekhnik
analisis dan kualitatif. Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik ketekunan
pengamatan dan triangulasi.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa pengembangan pendidikan islam di desa
kranji belum mencapai dengan apa yang telah di kembangan di sekarang, peran
madrasah nurul anam yang begitu memiliki peran yang begitu besar di desa keranji
kecamatan kedungwuni pekalongan, yang mana madrasah ini adalah cikal bakal dari
madrasah tsanawiyah negri walisongo yang terdapat di daerah tersebut.
Sedangkan yang akan peniliti teliti adalah lebih di fokuskan dalam pendidikan
sikap keagamaan pada peserta didik atau yang biasa di sebut santri di madrasah
diniyah miftahul ulum tersebut agar bertujuan untuk mencetak generasi muda yang
memiliki sifat dan akhlak karimah bukan hanya teoritis tapi juga praktis.
2. Penelitian Zuhriyah Nur Chasanah mahasiswa (UNY) Universitas Negeri
Yogyakarta dengan Nomor Induk Mahasiswa 04230029 pada tahun 2009 yang
berjudul “ Upaya Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Anak Bangsa Klaten dalam

13
Meningkatkan Kesejahteraan Anak Tunarungu”. Skripsi ini menjelaskan tentang
upaya guru dalam Meningkatkan kesejahteraan Anak Tunagrahita.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Upaya Sekolah Luar Biasa Dharma Anak
Bangsa Klaten dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak tunarungu yang meliputi
kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial. Sehingga dengan hasil penelitian ini dapat
tercapai kesejahteraan jasmani, rohani, maupun sosial, melalui berbagai upaya
kegiatan yang diadakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Anak Bangsa Klaten.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kulitatif,
yaitu hanya semata-mata melukiskan keadaan obyek adapun metode yang digunakan
dalam pengumpulan data menggunakan cara metode wawancara, metode wawancara
ini merupakan pengumpulan data tanya jawab dengan sumber informasi kepala
sekolah SLB Dharma Anak Bangsa Klaten, wakil kepala sekolah, guru, anak
tunarungu serta orang tua siswa, observasi, observasi yang digunakan adalah
observasi partisipan dimana penulis terlibat langsung dalam kegiatan yang berkaitan
dengan obyek penelitian, metode observasi ini merupakan dan dokumentasi, metode
dokumentasi ini merupakan cara pengumpulan data melalui dan menggunakan
analisis induktif, yaitu mengenai data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit
kemudian dilanjutkan dengan kategorisasi.
Hasil penelitian ini adalah (1) Dengan diadakannya pemberian makanan bergizi,
kegiatan senam, kegiatan jalan sehat, pelayanan pakean (seragam sekolah), serta
penyediaan tempat yang nyaman dan bersih. Kesejahteraan jasmani dapat tercapai.
(2) Memberikan pelajaran agama, memberikan pelayanan bimbingan dan penyuluhan
bagi anak bermasalah, memberikan bimbingan sholat melalui gerakan. Kesejahteraan
rohani dapat tercapai. (3) Menyelenggarakan program rekreasi, memberikan program
ketrampilan pada anak seperti: menjahit, melukis, memasak (tata boga) serta mencuci
motor. Dengan adanya kegiatan tersebut kesejahteraan sosial dapat tercapai.
Sedangkan yang akan peniliti teliti adalah lebih difokuskan dalam pendidikan
akhlak yang bertujuan untuk mengetahui upaya guru dalam Meningkatkan akhlak
yang berkebutuhan khusus.

B. Sistematika Pembahasan

14
Supaya hasil penelitian ini mudah dipahami oleh para pembaca, maka skripsi ini
dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab memuat beberapa sub bab yang masih umum
sifatnya, yang mana satu sama lain masih berkaitan antara bab sebelumnya dan bab
sesudahnya.
Proposal Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapangan, maka dalam
sistematika penulisan skripsi ini menggambarkan struktur organisasi penyusunan
yang dapat dijelaskan dalam bab yang masing-masing bab memuat urutan sebagai
berikut
BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini pembahasan difokuskan pada : Latar Belakang, Rumusan


Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi istilah, Kajian
Penelitian, Originalitas Penelitian, dan Sistematika Pembahasan

BAB II : Kajian Pustaka

Bab ini mendeskripsikan tentang tema besar yang akan diteliti oleh peneliti
secara global, mencakup kajian umum tentang Madrasah Diniyah dan
perilaku keagamaan yang berdampak pada santri di lingkungan berdasarkan
usia mereka.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini merupakan unsur terpenting dalam penelitian, karena dengan


berpatokan pada metode penelitian yang sesuai oleh standar penelitian,
maka arah penulisan akan sistematis. Pada bab ini berisikan tentang Jenis
Penelitian, Pendekatan Penelitian, Metode Pengumpulan data, Teknik
Pengumpulan Data, dan Pengecekan Keabsahan Data.
Metode penelitian ini mencakup subjek penelitian, pengambilan sampel,
desain penulisan yang di bagi menjadi empat bagian yaitu : Jenis Penelitian,
Kehadiran Penelitian, Lokasi penelitian, Sumber Data, Teknis Analisis Data,
Teknik Pengumpulan Data, Keabsahan Data dan Tahap-tahap penelitian.

15
C. Kajian Teori
A. Pengertian Madrasah Diniyah
Madrasah merupakan “isim makan” kata “darasa” dalam bahasa Arab, yang
berarti “tempat duduk untuk belajar” atau popular dengan sekolah. Lembaga
pendidikan Islam ini mulai tumbuh di Indonesia pada awal abad ke-20.10
Madrasah adalah tempat pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran
yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Yang termasuk ke dalam
kategori madrasah ini adalah lembaga pendidikan : Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah,
Mu’allimin, Mu’allimat serta Diniyah.11
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam
proses pembelajaran.12 Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah
yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.13
Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi
juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain,
bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula.14
Lembaga pendidikan Islam yang bernama Madrasah Diniyah adalah Lembaga
pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagai pendidikan non formal, yang menjadi
lembaga pendidikan pendukung dan menjadi pendidikan alternative. Biasanya jam
pelajaran mengambil waktu sore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau,
memulai bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam
ini tidak terlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebih mengedepankan
pada isi atau substansi pendidikan.
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan ilmu –
ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama
yang disediakan bagi siswa yang belajar di sekolah umum.15

10
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
11
Ciyarti, Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji
Kecamatan Kedungwuni Pekalongan,, Semarang : IAIN Walisongo Semarang, 2009
12
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999
13
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
14
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
15
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

16
Madrasah pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M ajaran agama Islam
telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan,
dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu
pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-
Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu
tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan
berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.16
Madrasah Diniyah lahir dari ketidak puasan sebagian tokoh terhadap sistem
pendidikan Pesantren, sehingga mereka mencoba untuk membuat lembaga
pendidikan yang sedikit lain dengan Pesantren. Melalui organisai-organisasi sosial
kemasyarakatan mereka mulai mendirikan lembaga pendidikan misalnya organisasi
Muhammadiyah, Persatuan Muslim Indonesia (Permi), Diniyah, Thawalib,
Pendidikan Islam Indonesia (PII), dan sejumlah sekolah-sekolah yang tidak berafiliasi
kepada organisasi apapun.
Setelah itu Madrasah Diniyah berkembang hampir di seluruh kepulauan
nusantara, baik merupakan bagian dari pesantren maupun surau, ataupun berdiri di
luarnya. Pada tahun 1918 di Yogyakarta berdiri Madrasah Muhammadiyah
(kweekschool Muhammadiyah) yang kemudian menjadi Madrasah Muallimin
Muhammadiyah, sebagai realisasi dari cita – cita pembaharuan pendidikan Islam
yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan.17
Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah yang menjadi
cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur sekolah sekarang.
Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa setelah Indonesia
merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah diniyahlah yang
berkembang menjadi madrasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193). Dengan
perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar sekolah”
yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah pembinaan
Departemen Agama.

16
Dawam Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985)
17
Hasbullah, ibid, hlm. 69

17
Demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan
ciri khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan
luar sekolah. Pada masa yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri
Agama Nomor 13 Tahun 1964, tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru,
sebagai pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum.18
Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendidikan sekolah umum.
Pendidikan diniyah adalah model atau sistem pembelajaran yang tumbuh dan
berkembang berbasis nilai, karakter, dan budaya. Diantara keutamaannya adalah
transformasi ilmu pengetahuan yang bersifat substansif dan egalitarian. Sistem
pendidikan di pondok pesantren terbukti telah melahirkan format keilmuan yang
multi dimensi yaitu ilmu pengetahuan agama, membangun kesadaran sosial dan
karakter manusia sebagai hamba Allah.
Madrasah ini terbagi Kepada tiga jenjang pendidikan :
1. Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA)
MDA adalah Madrasah Diniyah Awaliyah setingkat SD/MI19 untuk siswa -
siswa Sekolah Dasar (4 tahun). Lembaga Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah
pada umumnya merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang bertujuan untuk
memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik / santri yang berusia dini
untuk dapat mengembangkan kehidupannya sebagai muslim yang beriman,
bertaqwa dan beramal saleh serta berakhlak mulia dan menjadi warga negara yang
berkepribadian, sehat jasmani dan rohaninya dalam menata kehidupan masa
depan. Jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.20
2. Madrasah Diniyah Wustho untuk siswa – siswa Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama
Yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan
pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan yang
diperoleh pada madrasah diniyah awaliyah dengan masa belajar 3 tahun, dan
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.

18
Hasbullah, ibid, hlm. 69
19
Peraturan daerah kabupaten pesisr selatan nomor: 08 tahun 2004 tentang kewajiban pandai baca dan tulis al-quran
dan mendirikan shalat bagi anak sekolah dan calon pengantin yang beragama islam, Bab I, ketentuan Umum, Pasal
(1) huruf (s)
20
http://limalaras.wordpress.com/2011/04/17/kebijakan-kelembagaan-pendidikan-keagamaan-madrasah-diniyah/

18
3. Madrasah Diniyah ‘Ulya untuk siswa – siswi Sekolah Lanjutan Atas
Yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarkan
pendidikan agama Islam tingkat menengah atas sebagai pengembangan yang
diperoleh pada madrasah diniyah wustha dengan masa belajar 2 tahun, dan
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.21
Ciri – ciri Madrasah Diniyah adalah :
1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
2. Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak
memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus
sama.
6. Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacam –
macam.22
B. Kurikulum Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73
Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang
diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok
pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh
Menteri Agama.23
Oleh karena itu, Menteri Agama dan Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka
membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan
terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk

21
Rahmat Sangit, Pemahaman dan Permasalahan Madrasah Diniyah,http://sangit26.blogspot.com pada 5 Januari
2013, 01:16
22
http://aliyahcijulang.wordpress.com/2010/04/08/makalah-diniyah/
23
Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3

19
mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan lingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah
Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah Diniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4
tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah
Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang berasal dari sekolah Dasar dan SMP serta
SMU.24 Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :

 Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin


dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
 Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari
nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi
 Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah

Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang


bernapaskan Islam, maka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan
“memberikan bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam
untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota
masyarakat dan warga Negara”.
Dalam program pengajaran ada beberapa bidang studi yang diajarkan
seperti25:
1. Al-Qur’an Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.

24
Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah, h. 4
25
M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal
(Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005), h. 42

20
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan
penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata
pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan
kepada santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul
dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman
berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar, Mata
pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan
membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam.
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat
memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW
dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang
pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu
pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif.
Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan
akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen
Agama Pusat Kantor Wilayah/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip
pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-
undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturan pemerintah,
keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang berkaitan dengan
penyelenggaraan madrasah diniyah.

C. Fungsi dan tujuan Madrasah Diniyah


1. Fungsi Madrasah Diniyah
a. Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan agama
Islam yang meliputi : Al Qur’an Hadist, Ibadah Fiqh, Aqidah Akhlak,
Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
b. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi yang
memerlukan.
c. Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat antara
lain :

21
 Membantu membangun dasar yang kuat bagi pembangunan
kepribadian manusia Indonesia seutuhnya.
 Membantu mencetak warga Indonesia takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan menghargai orang lain.
d. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama Islam
e. Melaksanakan tata usaha dan program pendidikan serta perpustakaan

Dengan demikian, madrasah Diniyah disamping berfungsi sebagai tempat


mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga berfungsi sebagai sarana
untuk membina akhlak al karimah ( akhlak mulia) bagi anak yang kurang akan
pendidikan agama Islam di sekolah – sekolah umum.26

2. Tujuan madrasah diniyah

a. Tujuan umum
1) Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia
2) Memiliki sikap sebagai warga Negara Indonesia yang baik
3) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan
rohani
4) Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan
beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan
kepribadiannya.
b. Tujuan khusus
1) Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang pengetahuan :
a) Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam
b) Memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa Arab sebagai
alat untuk memahami ajaran agama Islam.
2) Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang pengamalan :
a) Dapat mengamalkan ajaran agama Islam
b) Dapat belajar dengan cara yang baik

26
Ibid, hlm. 32

22
c) Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil
bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat
d) Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat
membaca kitab berbahasa Arab
e) Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan
prinsip – prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai
berdasarkan ajaran agama Islam
3) Tujuan khusus madrasah diniyah dalam bidang nilai dan sikap :
a) Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan
b) Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku
c) Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya
yang tidak bertentangan dengan agama Islam
d) Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan
ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk
menyebarluaskan.27

D. Model Pendidikan Madrasah Diniyah.


Peran vital Madrasah Diniyah bagi masyrakat haruslah tetap dijaga sampai
kapanpun, hal tersebut dapat diperoleh jika model pendidikannya dapat diterima
oleh masyarakat. Salah satu solusinya adalah dengan mengintergasikan Madrasah
Diniyah ini kedalam lembaga pendidikan pesantren atau lembaga pendidikan
formal seperti MIN, MTs, dan MA.
Ada banyak langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan model
pendidikan Madrasah Diniyah yang ideal antara lain:
1) Integralisasi pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem pendidikan
formal pondok pesantren
2) Penerapan manageman pendidikan secara baik dan benar
3) Sistem pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada kurikulum.
4) Melengkapi Madrasah Diniyah dengan media pendidikan yang sesuai.28

27
Ibid, hlm. 32

23
E. Pengertian perilaku keagamaan

Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan


perkata. Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan. Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang
berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah
mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang mempunyai arti sesuatu (segala
tindakan) yang berhubungan dengan agama.

Dengan demikian perilaku keagamaan berarti segala tindakan itu


perbuatan atau ucapan yang dialkukan seseorang sedangkan perbuatan atau
tindakan serta ucapan tadi akan terkaitannya dengan agama, semuanya dilakukan
karena adanya kepercayaan kepada Tuhan denagn ajaran, kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.

Di dalam agama ada ajaran-ajaran yang dilakukan bagi pemeluknya-


pemeluknya, bagi agama Islam, ada ajaran yang harus dilakukan dan adapula
yang berupa larangan. Ajaran-ajaran yang berupa perintah yang harus dilakukan
diantaranya adalah sholat, zakat, puasa, haji, menolong orang lain yang sedang
kesusahan dan masing banyak lagi yang bila disebutkan disini tidak akan
tersebutkan semua. Sedangkan yang ada kaitannya dengan larangan itu lagi
banyak seperti, minum-minuman keras, judi, korupsi, main perempuan dan lain-
lain.

Di dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung banyak aktivitas


yang telah kita lakukan baik itu yang ada hubungannya antara makhluk dengan
pencipta, maupun hubungan antara makhluk dengan sesama makhluk, itu pada
dasarnya sudah diatur oleh agama.

F. Proses Pembentukan Perilaku Keagamaan

28
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal.
102

24
Keinginan kepada hidup beragama adalah salah satu sifat yang asli pada
manusia. Itu adalah nalirah, gazilah, fitrah, kecendeungan yang telah menjadi
pembawaan dan bukan sesuatu yang dibuat-buat atau sesuatu keinginan yang
datang kemudian, lantaran pengaruhnya dari luar. Sama halnya dengan keinginan
makan, minum, memiliki harta benda, berkuasa dan bergaul dengan sesama
manusia.

Dengan demikian, maka manusia itu pada dasarnya memanglah makhluk


yang religius yang sangat cenderung kepada hidup beragama, itu adalah panggilan
hati nuraninya. Sebab itu andai kata Tuhan tidak mengutus Rosul-rosul-Nya untuk
menyampaikan agama-Nya kepada manusia ini, namun mereka akan berusaha
dengan berikhtiar sendiri mencari agama itu. Sebagaimana ia berikhtiar untuk
mencari makanan di waktu ia lapar, dan memang sejarah kehidupan manusia telah
membuktikan bahwa mereka telah berikhtiar sendiri telah dapat menciptakan
agamanya yaitu yang disebut dengan agama-agama ardhiyyah.29

Manusia dalam mencari Tuhan sebelum datangnya utusan-utusan Allah


menemukan berbagai jalan yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan. Banyak juga simbol-simbol yang digunakan sebagai sarana untuk
berhubungan dengan Tuhan, ada yang memakai patung, pohon-pohon besar, batu-
batu dll.

Dalam usahanya mencari Tuhan manusia memikirkan apa yang ada di


lingkungan sekitarnya seperti Tuhan, matahari dan bumi yang mereka tempati ini.
Berfikir bahwa adanya sesuatu pasti ada yang membuat setelah diurut-urutkan,
manusia kehilangan akal untuk menunjukkan siapa sebenarnya yang menciptakan
ini semua.

Dengan ini sampailah manusia itu kepada keyakinan tentang adanya


Tuhan, pencipta alam semesta. Dia telah menemukan Tuhan dan keyakinannya ini
bertambah kuat lagi setelah ia menyelidiki dirinya sendiri. Dikatannya bahwa ia

29
S. Prodjaditoro, Pengantar Agama dalam Islam, Sumbangsih Offset, Yogyakarta, 1981, hlm. 17.

25
sebelum lahir ke dunia ini ia telah tumbuh dan berkembang di kandungan ibunya
selama beberapa bulan, kemudian lahir ke dunia dan menjadi besar. Dirinya
terdiri dari dua unsur yaitu tumbuh, besar jasmani yang terdiri dari tulang-tulang,
daging, darah, dan perlengkapan lainnya yang sangat menakjubkan dan unsur
yang kedua adalah roh atau jiwa yang hakekatnya tidak dapat diketahui oleh
manusia.30

Perkembangan perilaku keagamaan pada anak, terjadi melalui pengalaman


hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat. Semakin
banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai ajaran agama) akan semakin
banyak unsur agama, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi
hidup akan sesuai dengan ajaran agama.

Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-
unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk ke
dalam pribadi anak yang sedang bertambah itu. Sikap anak terhadap teman-teman
dan orang yang ada di sekelilingnya sangat dipengaruhi sikap orang tuanya
terhadap agama.

Perlakuan orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya
sangat berpengaruh pada anak-anak sendiri, perlakuan keras akan berakibat lain
daripada perlakuan yang lemah lembut dalam pribadi anak. Hubungan yang serasi
penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa pada pribadi yang tenang,
terbuka dan mudah dididik atau diarahkan karena ia mendapat kesempatan yang
cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang dalam berfikirnya, tapi sebaliknya
hubungan orang tua yang tidak serasi akan membawa anak pada pertumbuhan
pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk atau diarahkan, karena ia tidak
mendapat suasana yang baik untuk berkembang dalam berfikir, serba selalu
terganggu oleh suasana orang tuanya.

30
Ibid, hlm. 19.

26
Selain di atas, banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga
yang mempengaruhi terbentuknya perilaku keagamaan anak. Di samping itu
tentunya nilai pendidikan yang mengarah kepada perilaku keagamaan baginya,
yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan orang tua terhadap anak,
baik melalui latihan-latihan, perbuatan misalnya dalam makan minum, buang air,
mandi tidur, berpakaian dan sebagainya, semua itu termasuk perilaku keagamaan.

Berapa banyak macam pendidikan dan pembinaan tidak langsung yang


telah terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah. Tentu saja setiap anak
mempunyai pengalaman sendiri, yang tidak sama dengan pengalaman anak yang
lain. Pengalaman yang dibawa oleh anak-anak dari rumah tersebut akan
menentukan sikapnya terhadap teman-teman, orang-orang di sekitarnya terutama
terhadap orang tua dan gurunya.31

G. Macam-macam Perilaku Keagamaan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia senantiasa melakukan aktivitas-


aktivitas kehidupannya atau dalam arti melakukan tindakan baik itu erat
hubungannya dengan dirinya sendiri ataupun berkaitan dengan orang lain yang
biasa dikenal dengan proses komunikasi baik itu berupa komunikasi verbal atau
perilaku nyata, akan tetapi di dalam melakukan perilakunya mereka senantiasa
berbeda-beda antara satu dengan lainnya, hal ini disebabkan karena motivasi yang
melatarbelakangi berbeda-beda.

Kemudian dari sistem ini muncullah pembahsan mengenai macam-macam


perilaku seperti pendapat yang dikemukakan oleh Said Howa, perilaku
menurutnya dikelompokkan dalam du abentuk atau macam yakni :

a. Perilaku islami ialah perilaku yang mendatangkan kemaslahatan kebaikan,


ketentraman bagi lingkungan.

31
Zakiyah Daradjat, Pendidikan dan Kesehatan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 57.

27
b. Perilaku non islami ialah perbuatan yang mendatangkan gelombang
kerusakan, kemunafikan, perilaku non islami ini tidak mencerminkan
perilaku yang dinafasi dengan iman, tetapi dinafasi selalu dengan nafsu.32

Menurut Hendro Puspito, dalm bukunya “Sosiologi Agama” beliau


menjelaskan tentang perilaku atau pola kelakuan yang dibagi dalam 2 macam
yakni :

1. Pola kelakuan lahir adalah cara bertindak yang ditiru oleh orang banyak
secara berulang-ulang.

2. Pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan merasa yang diikuti
oleh banyak orang berulang kali.33

Pendapat ini senada dengan pendapat Jamaluddin Kafi yang mana beliau
juga mengelompokkan perilaku menjadi dua macam yaitu perilaku jasmaniyah
dan perilaku rohaniyah, perilaku jasmaniyah yaitu perilaku terbuka (obyektif)
kemudian perilaku rohaniyah yaitu perilaku tertutup (subyektif).34 Pembagian ini
bisa terjadi karena manusia adalah makhluk Allah yang mulia yang terdiri dari
dua jauham yaitu jasmaniyah dan jiwa atau rohani.

Sedangkan H. Abdul Aziz mengelompokkan perilaku menjadi dua macam


yaitu :

a. Perilaku oreal (perilaku yang dapat diamati langsung).

b. Perilaku covert (perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung).35

H. Metodologi Penelitian

32
Said Howa, Perilaku Islam, Studio Press, 1994, hlm. 7.
33
Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1984, hlm. 111.
34
Jamaluddin Kafi, Psychologi Dakwah, Depag, Jakarta, 1993, hlm. 49.
35
Abdul Azis Ahyadi, Psychologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, Sinar Baru, Bandung, 1991, hlm. 68.

28
1. Pendektan dan Jenis Penelitian
Ditinjau dari segi metodologis, penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif. Maka dari itu yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah
sebagai berikut :

Metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan


data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat
36
diamati . dan merupakan sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek
pemahaman secara mendalam terhadap suatu permasalahan. Penelitian kualitatif
ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis
serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah
pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Dan
data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambar-gambar daripada
angka.

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan


pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.”37
2. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan penelitian ini, yaitu penelitian kualitatif maka kehadiran
peneliti di tempat penelitian sangat penting. Peneliti mengadakan sendiri
pengamatan dan wawancara bebas terpimpin atau terstruktur terhadap objek dan
subjek penelitian. Oleh karena itu peneliti sendiri terjun ke lapangan dan terlibat
langsung untuk mengadakan observasi dan wawancara kepada guru tentang peran

36
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , ( Bandung: Remaja Rosda Karya , 2000), Hal. 4
37
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2008), Cet. VI, Hal. 15

29
Madrasah Diniyah dalam mengembangkan sikap religius atau sikap keagamaan
santri di lingkungan tersebut di mulai pada .......smapai ..................
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan disalah satu Madrasah Diniyah yang
bertempat di desa.... kecamatan Wonorejo kabupaten Pasuruan. Dipilihnya lokasi
ini dikarenakan madrasah yang cukup berpengaruh dalam masyarakat. Sehingga
peneliti sangat antusias dalam kegiatan keagamaan di sekitar madrasah dan santri
yang bisa dibilang tidak sedikit.
Realitas inilah yang menjadikan lokasi ini tepat untuk dijadikan objek
penelitian dan perlu diketahui bagaimana kondisi sebenarnya tetang madrasah
Diniyah Miftahul Ulum dalam pengembangan akhlak dan sikap keagamaan anak
usia dini.

4. Data dan Sumber Data


Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh. Apabila menggunakan wawancara dalam mengumpulkan
datanya maka sumber datanya disebut informan, yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara tertulis maupun lisan. Apabila
menggunakan observasi maka sumber datanya adalah berupa benda, gerak, atau
proses sesuatu. Apabila menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau
catatanlah yang menjadi sumber datanya.38
Sumber data diperoleh dari wawancara dengan pengajar di Madrasah dan
beberapa wali santri dan tokoh-tokoh dalam struktural desa. Sumber data lain
adalah data kepustakaan, karya Ilmiah, artikel-artikel serta dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan materi penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dua sumber yaitu:
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumbernya (subyek penelitian),
diamati dicatat. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi

38
Suharsimi Arikunto, prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006) , Hal. 107

30
(pengamatan) dan wawancara. Dalam hal ini adalah subyek yang paling
utama sebenarnya adalah pengajar Madrasah dan wali santri yang mana
memantau perkembangan santri tersebut.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen,
arsip-arsip, buku-buku dan karya ilmiyah lainnya, serta dokumentasi
kegiatan belajar mengajar yang ada di Madrasah Diniyah Miftahul
Ulum Wonorejo Pasuruan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Sebab bagi penelitian kualitatif, fenomena dapat
dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek
secara langsung dan observasi
a. Observasi
Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan dalam suatu
penelitian melalui pengamatan secara langsung ditempat atau objek yang
diteliti. Dapat juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.39 Observasi
tidak hanya diartikan dengan menggunakan mata, secara psikologis,
observasi berarti menggunakan seluruh alat indra, seperti penglihatan, dan
pendengaran.
Dalam penelitian ini, penelitian terjun langsung ke lokasi
penelitian untuk mengadakan pengamatan guna mendapatkan data yang
diperlukan. Penelitian mengobservasi tentang keadaan lingkungan
Madrasah, perilaku santri dalam pembelajaran, interaksi sosial terhadap
pengajar dan antri sebaya.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab baik lisan maupun tulisan sambil tatap
muka antara penanya (peneliti) dengan penjawab/informan (objek

39
Haryono Hadi Aminul, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Bandung: Pustaka Setia, 1998 ), Hal. 129

31
penelitian).40 Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, terstruktur dan
bebas.
Wawancara dilakukan langsung dengan narasumber yaitu Kepala
Madrasah, dan pengajar untuk memperoleh data tentang peran yang
dilakukan dalam mengembangkan sikap religius wujud dari sikap dan
perilaku santri tersebut.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah tekhnik pengumpulan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen yang ada. Sumber dokumen mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
notulen, agenda dan sebagainya, yang berkaitan dengan penelitian penulis.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi untuk
mengetahui gambaran umum tentang Madrasah Diniyah Miftahul Ulum
yang menyangkut sejarah dirinya, letak geografisnya, keadaan pengajar
dan keadaan santri, sarana dan prasarana, kurikulum, metode
pembelajaran.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis data ialah analisis terhadap data yang telah tersusun atau
data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan. Dalam hal ini penulis
menggunakan metode data kualitatif yaitu proses pelacakan dan pengaturan
secara sistematis, transkip, wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan yang
lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan- bahan
tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya pada orang lain. 41 Dengan
demikian analisis data ini dimaksudkan untuk menuturkan dan menafsirkan data
yang ada dan dideskripsikan dengan kalimat yang akhirnya dapat disimpulkan.
Data diperoleh dari hasil observasi, interview dan dokumentasi yang dibenarkan
dengan penelitian kemudian ditarik kesimpulan.

40
Narkubo Cholid dan Ahmadi Abu, Metodologi Penelitian, ( Jakarta; Bumi Aksara, 2013) , Hal. 83
41
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori- Aplikasi, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2006),
Hal. 217

32
Adapun langkah- langkah proses analisis data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :42
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal- hal yang pokok,
memfokuskan pada hal- hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksikan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
atau menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan “yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif”.
c. Conclusion drawing/ verification (Varifikasi Data)
Setelah penyajian data, langkah berikutnya yaitu menarik kesimpulan
berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan
bukti-bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Agar data dalam penelitian dapat di katakana valid, maka perlu adanya uji
keabsahan data. Adapun uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui tekhnik :
a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relavan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan

42
Sugiyono, op. cit., Hal. 338

33
terhadap faktor-faktor yang menonjol yang ada hubungannya dengan nilai-
nilai akhlak peserta didik di SMPLB Negeri Pembina Lawang Malang.
b. Triangulasi
Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam
triangulasi sebagai tekhnik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan:
sumber, metode, penyidik, dan teori.43
Dalam penelitian ini, digunakan teknik triangulasi dengan sumber,
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan (a)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b)
membandingkan apa yang dikatakan informan tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan secara pribadi (c) membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
8. Tahap-tahap Penelitian
Moleong mengemukakan bahwa suatu penelitian hendaknya dilakukan
dalam tahap-tahap tertentu yaitu, tahap pertama mengetahui sesuatu yang perlu
diketahui. Tahap ini dinamakan tahap orientasi fokus. Pada tahap inilah
pengumpulan data dilaksanakan. Tahap selanjutnya adalah tahap pengecekan dan
pemeriksaan keabsahan data.44
a. Tahap pra lapangan, meliputi:
1) Menentukan objek penelitian
2) Mengurus perizinan baik secara internal (fakultas), maupun secara
eskternal (pihak Madrasah)
b. Tahap lapangan, meliputi:
1) Mengadakan observasi langsung ke lapangan dengan melibatkan
beberapa informasi untuk memperoleh data

43
Meleong, Op. Cit. Hal. 178
44
Ibid, Hal. 239-240

34
2) Memasuki lapangan dengan mengamati beberapa fenomena proses dan
wawancara dengan beberapa pihak yang bersangkutan
3) Penyusunan laporan penelitian berdasarkan data yang diperoleh
c. Tahap pengecekan data
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengadakan
pengecekan data pada subjek informan atau dokumen untuk membuktikan
validitas data yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

35

Anda mungkin juga menyukai