BAB 3
PROFIL SANITASI WILAYAH
Wilayah kajian penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Pangandaran adalah seluruh
wilayah kabupaten, sebanyak 10 kecamatan dengan prioritas kajian di kawasan perkotaan dan wilayah yang
berpotensi menjadi perkotaan yang meliputi : Kecamatan Pangandaran, Parigi, Kalipucang Cijulang,
Padaherang, dan Mangunjaya.
Detail wilayah yang menjad kajian pelaksanaan penyusunan BPS dan SSK ada di 50 desa di 10 Kecamatan
yang ada di Kabupaten Pangandaran dengan menggunakan indikator : kepadatan penduduk, daerah miskin,
terlewati sungai / Daerah Aliran Sungai, daerah banjir. Pemilihan wilayah studi menggunakan metoda random
sampling. Berikut ini adalah peta wilayah kajian sanitasi untuk penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Srtaegi
Sanitasi Kabupaten di wilayah Kabupaten Pangandaran;
Hal yang dikaji di dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi ini diantaranya adalah tentang Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) terkait Sanitasi saja, karena tidak semua PHBS ada kaitanya sanitasi. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) terkait Sanitasi yang dikaji yaitu yang ada di tatanan rumah tangga maupun di tatanan
sekolah. Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI mendefinisikan Perilaku Hidup Bersih Sehat
(PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri pada bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-
kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS dapat mencakup
tentang gizi, kesehatan makanan, mengkonsumsi garam beryodium atau tentang kesehatan lingkungan seperti
membuang sampah pada tempatnya dan membersihkan lingkungan.
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikan perilau hidup bersih dan sehat serta berperan aktif
dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Perilaku yang tergambar dalam pola hidup masyarakat dianggap
penting dalam menentukan status kesehatan karena ketiga faktor lainnya seperti lingkungan, kualitas pelayanan
kesehatan maupun genetika masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu banyak penyakit yang muncul
diakibatkan dari perilaku yang tidak sehat dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk.
Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota/
kabupaten yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku
masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kota/
kabupaten sampai ke kelurahan/ desa. Berdasarkan hasil studi EHRA Kabupaten Pangandaran yang
dilaksanakan yang mengacu pada 5 (lima) pilar STBM (Cuci Tangan Pakai Sabun, Buang Air Besar
Sembarangan, Pengelolaan Air Minum, Pengelolaan Sampah dan Saluran Pembuangan Air Limbah), tersaji
dalam beberapa grafik dibawah ini;
Di Indonesia telah diperkenalkan lima waktu penting cuci tangan pakai sabun atau dikenal dengan CTPS. Dari
hasil studi EHRA yang dilakukan pokja sanitasi dalam hal ini oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran,
dari 2000 responden yang disurvey sebanyak 62% responden menyatakan telah melaksanakan cuci tangan
pakai sabun, lima waktu penting tersebut adalah :
1. Setelah buang air besar (BAB);
2. Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB);
3. Sebelum menyiapkan makanan;
4. Sebelum makan;
5. Setelah memegang/ menyentuh hewan.
Berikut grafik CTPS di lima waktu penting hasil study EHRA Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran Tahun
2014 ;
Dalam Studi EHRA didapat data bahwa masih ada penduduk yang melakukan praktek buang air besar
sembarangan yaitu 34,34% , sisanya sebanyak 58,58% melakukannya di jamban pribadi dan 8,8% di
MCK/WC umum. Hal itu dapat dilihat pada gambar dibawah ini ;
Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa di Kabupaten Pangandaran masih ada sekitar 11,11%
masyarakat yang pengelolaan air minumnya memiliki potensi tercemar pada saat penanganan air maupun
pada wadah penyimpanan air minum. Sementara 89,89% masyarakat sudah aman dalam pengelolaan air
minum. Hal ini seperti yang tersaji pada tabel dibawah ini ;
Gambar 3.3 Grafik Pengelolaan Air Minum (pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air)
Berdasarkan hasil studi EHRA didapatkan data bahwa hanya 10% masyarakat saja yang sudah melakukan
pengelolaan sampah dan sebagian besar belum melakukan pengelolahan seperti yang tersaji pada gambar
dibawah ini ;
Gambar diatas menjelaskan bahwa erdasarkan hasil studi EHRA diketahui sebagian besar masyarakat di
Kabupaten Pangandaran sejumlah 81% belum mengelola limbah dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci
tangan dengan benar
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal utama pembangunan. Untuk mewujudkan
sumber daya manusia yang sehat fisik, mental dan sosial serta mempunyai produktivitas yang optimal diperlukan
upaya-upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan secara terus-menerus yang dimulai sejak dalam
kandungan, balita, usia sekolah sampai dengan usia lanjut.
Di tatanan sekolah pembinaan dan pengembangan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) merupakan salah satu
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang ditunjukan kepada peserta didik (usia sekolah), yang
merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam meningkatkan kualitas fisik masyarakat. Hal ini sangat
penting dilakukan karena usia sekolah merupakan kelompok yang rawan sebab berada dalam periode
pertumbuhan dan perkembangan.
Dalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Diantara tujuan
tersebut terdapat tujuan yang menyangkut kesehatan baik kesehatan jasmani maupun kesehatan mental sosial,
dimana keduanya sangat mempengaruhi terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
Permasalahan spesifik yang dihadapi dalam hal PHBS terkait sanitasi di sekolah adalah :
Sarana dan Prasarana yang kurang memadai
dll
Studi sanitasi yang dilakukan di tatanan sekolah lebih difokuskan pada ketersediaan fasilitas air bersih, sistem
pengelolaan air limbah serta pengelolaan persampahan. Untuk ketersediaan sumber air bersih indikatornya
adalah darI sumber air yang digunakan. Dalam hal pengelolaan air limbah indikator yang digunakan adalah
jumalh toilet dan kamar mandi untuk guru dan siswa, serta fasilitas cuci tangan. Untuk persampahan sendiri
indikator yang digunakan adalah fasilitas pengelolaan sampah dan komponen drainase indikator yang digunakan
adalah ada tidaknya saluran drainase di sekolah. Selain itu hal yang dikaji adalah tentang ketersediaan untuk
kegiatan hygiene sanitasi dan yang terakhir adalah mengenai pendidikan hygiene dan sanitasi di sekolah.
Data mengenai hasil studi sanitasi di tatanan sekolah akan disajikan pada tabel dibawah ini ;
Tabel 3.1: Rekapitulasi Jumlah Sarana Air Bersih dan Sanitasi Tingkat Sekolah Dasar/MI
Fas
Fas. Pengolaha
Jumlah Jumlah Saluran
Sumber Air Bersih *) Toilet Guru**) Toilet Siswa***) Cuci n sampah
Status Jumlah Siswa Guru Drainase
No tangan
Sekolah Dasar Sekolah
SPT/P
L P L P PDAM SGL T L/P L dan P L/P L dan P Y T Y T T
L T T Y
1 Sekolah Dasar 147
Negeri
2 Sekolah Dasar 1
Swasta
3 MI
Total
Keterangan:
*) Sumber air bersih diisi jumlah sekolah yang menggunakan sumber air dari PDAM, Sumur Pompa Tangan/Pompa Listrik (SPT/PL), Sumur Gali (SGL) dan berfungsi.
Pada kolom T diisi jumlah sekolah yang tidak mempunyai sumber air bersih ataupun sumber airnya tidak berfungsi.
**) Toilet guru :
Kolom L/P diisi dengan jumlah sekolah yang sudah menyediakan toilet untuk guru bersatu antara laki-laki dan perempuan
Kolom L dan P diisi dengan jumlah sekolah yang menyediakan toilet guru terpisah untuk laki-laki dan perempuan
Kolom T diisi dengan jumlah sekolah tidak mempunyai toilet untuk guru
***) Toilet siswa :
Kolom L/P diisi dengan jumlah sekolah yang sudah menyediakan toilet untuk siswa bersatu antara laki-laki dan perempuan
Kolom L dan P diisi dengan jumlah sekolah yang menyediakan toilet siswa terpisah untuk laki-laki dan perempuan
Kolom T diisi dengan jumlah sekolah tidak mempunyai toilet untuk siswa
2 Toilet Siswa 50 50
5 Pengelolaan Sampah 70 30
6 Saluran Drainase 60
2 Toilet Siswa 40 60
5 Pengelolaan Sampah 60 40
6 Saluran Drainase 60 40
Permasalahan spesifik yang terjadi pada PHBS di tatanan sekolah diantaranya adalah :
Masih rendahnya kualitas infrastruktur bangunan sekolah
Kurangnya sosialisasi
Pengolahan air limbah domestik Kabupaten Pangandaran umumnya menggunakan sistem sanitasi setempat (on
site system) dengan menggunakan jamban, baik yang dikelola secara individu maupun secara komunal, yang
dilengkapi dengan tangki septik atau cubluk. Disamping itu dengan adanya sungai-sungai yang mengalir melalui
Kabupaten Pangandaran dapat dimanfaatkan sebagai tempat buangan air limbah. Namun untuk menghindari
terjadinya pencemaran air sungai maka jenis air limbah yang dapat di buang ke sungai-sungai tersebut berupa air
limbah cair, sedangkan penggunaan sistem sanitasi terpusat (off site system) sampai saat ini belum bisa
dilaksanakan dikarenakan biaya tinggi.
Sistem pembuangan limbah cair secara sewerage system di Kabupaten Pangandaran sampai dengan saat ini
belum ada. Sewerage system adalah sistem pembuangan air limbah di mana semua air kotor di suatu wilayah, baik
air bekas cucian, air dari dapur, air dari kamar mandi, maupun air dari kakus disalurkan bersama ke suatu tempat
untuk diolah. Sewerage system ini bersifat tertutup dan dipisahkan dari sistem pembuangan air hujan (drainase).
Kondisi saat ini air limbah yang berasal dari air bekas cucian, air dari dapur, air kamar mandi, dan air limpahan dari
tangki septik dibuang ke saluran drainase bergabung dengan air hujan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui
saluran alami dan saluran buatan. Jaringan air limbah rumah tangga mengikuti saluran air kota yang tersedia..
Pengelolaan air limbah rumah tangga (grey water) masih disalurkan secara langsung pada saluran drainase, sungai
dan saluran lainnya tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Sedangkan pengelolaan air limbah rumah
tangga (black water) di sebagian penduduk menggunakan tangki septik individual maupun cubluk dan masih banyak
penduduknya yang menggunakan aliran sungai dan saluran irigasi sebagai pembuangan air limbah. Menumbuhkan
tingkat kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah dalam pengelolaan air limbah domestik merupakan
tantangan tersendiri di Kabupaten Pangandaran disamping faktor rendahnya kualitas dan cakupan pelayanan
infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena masih minimnya pengetahuan dan
kepedulian masyarakat terhadap perilaku hidup dan lingkungan yang sehat terutama pada kawasan-kawasan
tertentu yang padat dan kumuh.
3.3.1 Kelembagaan
Dalam sub bab pengelolaan air limbah domestik, aspek kelembagaan akan dibahas mengenai peta/tabel pemangku
kepentingan dalam pembangunan air limbah domestik, dimulai dari fungsinya dalam perencanaan, pengadaan
sarana, pengelolaan, pengaturan dan pembinaan, monitoring dan evaluasi yang sebagian besar ditangani oleh
Pemerintah Kabupaten. Ada beberapa aspek mengenai penyediaan sarana pengangkutan dari tangki septik ke IPLT
(truk tinja), pembangunan sarana IPLT dan atau IPAL yang dikelola oleh swasta. Sedangkan untuk penyediaan
sarana pembuangan awal air limbah domestik, pembangunan sarana pengumpulan dan pengolahan awal (Tangki
Septik) termasuk sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan air limbah domestik sudah dilakukan
oleh masyarakat.
Daftar pemangku kepentingan dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten
Pangandaran baik dari sisi perencanaan, pengadaan sarana, pengelolaan, pengaturan dan pembinaan serta
monitoring dan evaluasi dapat dilihat pada tabel 3.4 dibawah ini ;
Tabel 3.4: Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air Limbah Domestik
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI Pemerintah
Swasta Masyarakat
Kabupaten
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan air limbah domestik skala kab/kota √
Menyusun rencana program air limbah domestik dalam rangka pencapaian target √
Menyusun rencana anggaran program air limbah domestik dalam rangka pencapaian √
target
PENGADAAN SARANA
Menyediakan sarana pembuangan awal air limbah domestik √
Membangun sarana pengumpulan dan pengolahan awal (Tangki Septik) √ √ √
Menyediakan sarana pengangkutan dari tangki septik ke IPLT (truk tinja) √ √ √
Membangun jaringan atau saluran pengaliran limbah dari sumber ke IPAL (pipa √ √
kolektor)
Membangun sarana IPLT dan atau IPAL √ √ √
PENGELOLAAN
Menyediakan layanan penyedotan lumpur tinja √ √
Mengelola IPLT dan atau IPAL √ √
Melakukan penarikan retribusi penyedotan lumpur tinja √
Memberikan izin usaha pengelolaan air limbah domestik, dan atau penyedotan air √
limbah domestic
Melakukan pengecekan kelengkapan utilitas teknis bangunan (tangki septik, dan √
saluran drainase perkotaan) dalam pengurusan IMB
PENGATURAN DAN PEMBINAAN
Mengatur prosedur penyediaan layanan air limbah domestik (pengangkutan, personil, √
peralatan, dll)
Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan air limbah √
domestik
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan air limbah domestik √
MONITORING DAN EVALUASI
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan air limbah √
domestik skala kab/kota
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana √
pengelolaan air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan air limbah domestic, √
dan atau menampung serta mengelola keluhan atas layanan air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap baku mutu air limbah domestik √
Sumber : Hasil pemetaan dan analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran, 2014
Mengenai daftar peraturan tentang air limbanh domestik di Kabupaten Pangandaran sampai dengan saat ini masih
mengacu pada peraturan yang telah ada di Kabupaten induk yaitu Ciamis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 3.5 dibawah ini ;
Sumber : Hasil pemetaan dan analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran, 2014
Sistem Pengelolaan air limbah domestik yang adan di Kabupaten Pangandaran saat ini menggunakan sistem
setempat (on site system), yaitu merupakan system pengolahan limbah dimana fasilitas instalasi pengolahan
berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki berupa :
septic tank
cubluk
plengsengan
Diantara system setempat diatas yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Pangandaran
adalah dengan menggunakan cubluk.
Berdasarkan hasil studi EHRA diketahui bahwa walaupun sebagian besar masyarakat tetapi sebagian besar
menyalurkannya ke dalam cubluk yaitu 70% , langsung ke saluran drainase 2%, ke sungai/danau/pantai
sebesar 15%, ke kebun/tanah lapang sebesar 2%, ke kolam/sawah sebesar 2%, lain-lain sebesar 4% dan
hanya 5% saja yang menyalurkannya ke dalam tangki septik
Gambar 3.7: Grafik Persentase Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Dari grafik diatas diketahui bahwa tidak semua tangki septik yang dimiliki masyarakat aman, dan ternyata masih
ada 71% yang merupakan tangki septik dengan suspect tidak aman. Hal ini dikarenakan tangki septik sudah
dibangun lebih dari 5 tahun atau lebih dan belum pernah dilakukan pengurasan.
Peta 3.2 Peta Cakupan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik Termasuk IPAL Terpusat
cubluk
Sumber : Hasil Pemetaan dan Analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Tabel 3.6: Cakupan Layanan Air Limbah Domestik Yang Ada Di Kabupaten Pangandaran
BABS*
Onsite System Offsite System
Nama Individual Berbasis Komunal Kawasan /
No Kecamatan/ terpusat
Kelurahan Cubluk, Tangki Jamban MCK MCK++ Tangki IPAL
septik tidak keluarga dgn umum (KK) Septik Komunal
aman** (KK) tangki septik Komunal Sambungan
(KK) /Jamban (KK)
aman Rumah (KK)
Bersama (KK)
(KK) (KK)
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x)
Kecamatan A
Kelurahan A1
Kelurahan A2
Kecamatan B
Kelurahan B1
Kelurahan B2
Perbedaan kondisi sosial ekonomi, termasuk kepadatan penduduk, akan mempengaruhi pilihan masyarakat
terhadap sistem dan layanan sanitasi yang cocok untuk mereka. Peran serta masyarakat dan gender dalam
penanganan limbah cair di Kabupaten Pangandaran dalam pengolahan air limbah dapat di kategorikan sebagai
berikut :
a. Bagi masyarakat yang sudah sadar dan mampu secara finansial untuk penanganan limbah cair tidak
mengalami kesulitan, artinya secara teknis dan kebutuhan sarana prasarana dapat secara langsung
disediakan oleh si pemrakarsa.
b. Bagi masyarakat yang belum sadar dan mayoritas tidak mampu (secara finansial) sangat sulit untuk
melakukan penanganan permasalahan limbah cair di lingkungannya.
Secara keseluruhan peran serta serta masyarakat dan gender dalam penanganan limbah cair di Kabupaten
Pangandaran dalam pengolahan air limbah belum maksimal, sehingga harus segera dicarikan solusi untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Berikut ini adalah tabel tentang daftar program dan kegiatan air limbah berbasis masyarakat serta pengelolaan
air limbah oleh masyarakat;
Selama kurun waktu 2 tahun terakhir ketika Kabupaten Pangandaran sudah menjadi DOB belum pernah ada
program dan kegiatan air limbah domestik berbasis masyarakat
1
2
Total
Sumber : Dinas PU Hubkominfo, 2014
Masih ada korelasi dengan tabel 3.8 sehingga belum ada sarana yang terbangun
Peran dari media komunikasi di dalam menunjang pembangunan sangatlah penting, oleh karena itu harus
dilakukan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan pihak-pihak yang terkait. Kerja sama yang terjalin saat
ini masih minim terutama yang terkait bidang sanitasi khususnya pengolahan limbah rumah tangga.
Gambar 3.9 Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi Yang Pernah Diikuti di Kabupaten Pangandaran
Sumber : Hasil Pemetaan dan Analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Investasi dalam bidang limbah domestik masih dianggap kurang potensial oleh pihak swasta sehingga sampai
sekarang belum ada penyedia jasa layanan air limbah domestik oleh pihak swasta di Kabupaten Pangandaran.
Hal lain yang menyebabkan kurang tertariknya pihak swasta disebabkan karena belum adanya prasarana terkait
pengelolaan limbah domestik di Kabupaten Pangandaran seperti IPLT dan IPAL. Untuk IPLT sendiri sebenarnya
sudah ada namun kondisinya kurang terawatt sehingga tidak dapat berfungsi. Penyedia jasa layanan limbah
domestik untuk saat ini masih dilayani oleh pemerintah daerah melalui dinas PU Hubkominfo.
Tabel 3.10: Penyedia Layanan Air Limbah Domestik Yang Ada di Kabupaten Pangandaran
Jenis kegiatan/
Nama Tahun mulai
Kontribusi
No Provider/Mitra operasi/ Volume Potensi Kerjasama
Terhadap
Potensial Berkontribusi
Sanitasi
1 - - - - -
2 - - - - -
Sumber : Dinas PU – Hubkominfo Tahun 2014
Data tentang pendanaan dan pembiayaan sanitasi sub sektor air limbah domestik di Kabupaten Pangandaran untuk saat ini belum bisa ditampilkan dengan detail dikarenakan
Kabupaten Pangandaran adalah daerah baru dan belum ada perbandingan data di tahun sebelumnya sehingga data yang ditampilkan saat ini adalah data dari Kabupaten
Ciamis sebagai kabupaten induk. Dalam hal ini yang bisa diambil kesimpulan adalah tren pertumbuhan dari data Kabupaten induk yaitu Ciamis setidaknya dapat dijadikan
acuan oleh Kabupaten Pangandaran dalam hal pendanaan dan pembiyaan sanitasi. Berikut ini adalah tabel rekapiltulasi pendanaan sanitasi air limbah domestik ;
Sama hal nya dengan tabel diatas untuk data realisasi dan potensi retribusi air limbah data yang saat ini ditampilkan adalah dari Kabupaten induk yaitu Kabupaten
Ciamis, seperti yang terlihat pada tabel 3.12 dibawah ini ;
Permasalahan mendesak terkait pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Pangandaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini;
No Permasalahan Mendesak
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Pangandaran termasuk dalam agenda utama dari program kabupaten
dikarenakan Kabupaten Pangandaran merupakan daerah tujuan wisata yang sudah dikenal baik di level
domestik maupun manca negara, sehingga permasalan sanitasi sub sektor persampahan harus sangat
diperhatikan.
3.4.1 Kelembagaan
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Pangandaran menjadi tupoksi utama dari Dinas PU-Hubkominfo
Bidang Kebersihan dan Pertamanan dan tentu saja harus didukung oleh stakeholder lainnya karena pada
hakekatnya permasalahan sanitasi khususnya persampahan adalah masalah bersama dan menjadi tanggung
jawab bersama.
Mengenai peraturan maupun kebijakan pengelolaan persampahan di tingkat kabupaten untuk saat ini masih
mengacu dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Ciamis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.14 dan
3.15 dibawah ini ;
Tabel 3.14: Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Persampahan
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI Pemerintah
Swasta Masyarakat
Kabupaten/Kota
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan sampah skala kab/kota, x
Menyusun rencana program persampahan dalam rangka pencapaian target x
Menyusun rencana anggaran program persampahan dalam rangka pencapaian target x
PENGADAAN SARANA
Menyediakan sarana pewadahan sampah di sumber sampah x x x
Menyediakan sarana pengumpulan (pengumpulan dari sumber sampah ke TPS) x x x
Membangun sarana Tempat Penampungan Sementara (TPS) x x
Membangun sarana pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) x
Membangun sarana TPA x
Menyediakan sarana komposting x
PENGELOLAAN
Mengumpulkan sampah dari sumber ke TPS x x
Mengelola sampah di TPS x x
Mengangkut sampah dari TPS ke TPA x
Mengelola TPA x
Melakukan pemilahan sampah* x
Melakukan penarikan retribusi sampah x
Memberikan izin usaha pengelolaan sampah x
PENGATURAN DAN PEMBINAAN
Mengatur prosedur penyediaan layanan sampah (jam pengangkutan, personil, peralatan, dll) x
Melakukan sosialisasi peraturan, dan pembinaan dalam hal pengelolaan sampah x
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah x
MONITORING DAN EVALUASI
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian target pengelolaan sampah skala x
kab/kota
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kapasitas infrastruktur sarana pengelolaan x
persampahan
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas layanan persampahan, dan atau x
menampung serta mengelola keluhan atas layanan persampahan
Sumber : Hasil Pemetaan dan Analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran, 2014
Sumber : Hasil Studi EHRA Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Sumber : Hasil Studi EHRA Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Tabel dibawah ini menunjukan diagram sistem sanitasi pengelolaan persampahan yang ada di Kabupaten
Pangandaran saat ini ;
Sumber : Hasil Pemetaan dan Analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Ciakar
2.7
3 Kec. Cigugur
3.1 Cigugur
3.2 Cimindi
3.3 Bunisari
3.4 Campaka
3.5 Kertajaya
3.6 Pagerbumi
3.7 Harumandala
4 Kec. Langkaplancar
4.1 Bangunjaya
4.2 Bojongkondang
4.3 Langkaplancar
4.4 Mekarwangi
4.5 Pangkalan
4.6 Jayasari
4.7 Cimanggu
4.8 Cisarua
4.9 Karangkamiri
4.10 Jadimulya
4.11 Jadikarya
4.12 Bojong
4.13 Bangunkarya
4.15 Sukamulya
4.16 Bunguraya
5 Kec. Parigi
5.1 Parigi
5.2 Karangjaladri
5.3 Karangbenda
5.4 Ciliang
5.5 Cibenda
5.6 Selasari
5.7 Bojong
5.8 Cintaratu
5.9 Cintakarya
5.10 Parakanmanggu
6 Kec. Sidamulih
6.1 Sidamulih
6.2 Kersaratu
6.3 Kalijati
6.4 Cikembulan
6.5 Sukaresik
6.6 Pajaten
6.7 Cikalong
7 Kec. Pangandaran
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Pangandaran
7.1
7.2 Pananjung
7.3 Babakan
7.4 Sukahurip
7.5 Purbahayu
7.6 Pagergunung
7.7 Sidomulyo
7.8 Wonoharjo
8 Kec. Kalipucang
8.1 Kalipucang
8.2 Cibuluh
8.3 Banjarharja
8.4 Tunggilis
8.5 Ciparakan
8.6 Pamotan
8.7 Bagolo
8.8 Emplak
8.9 Putrapingan
9 Kec. Padaherang
9.1 Padaherang
9.2 Karangpawitan
9.3 Kedungwuluh
9.4 Karangmulya
9.5 Pasirgeulis
9.6 Cibogo
9.7 Paledah
9.8 Maruyungsari
9.9 Panyutran
9.10 Sindangwangi
9.11 Ciganjeng
9.12 Karangsari
9.13 Sukanagara
9.14 Bojongsari
10 Kec. Magunjaya
10.1 Mangunjaya
10.2 Sukamaju
10.3 Kertajaya
10.4 Jangraga
10.5 Sindangjaya
Sumber : Belum Ada Data
Dikarenakan Pangandaran adalah Kabupaten yang masih sangat baru maka kondisi prasarana dan sarana
persampahan yang ada saat ini masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.17 dibawah ini ;
Tabel 3.17 Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Ada di Kabupaten/Kota
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
1 Pengumpulan Setempat
- Gerobak unit 18 80m3 V
- Becak/Becak Motor unit - - - -
Penampungan
2
Sementara
- Bak Biasa unit -
- Container unit 6 6m3/ unit
- Transfer Depo unit -
3. Pengangkutan
unit 6m3/unit 1 Rusak
- Dump Truck 2
Peran dari media komunikasi di dalam menunjang pembangunan sangatlah penting, oleh karena itu kerjasama
antara Pemerintah Daerah dengan pihak-pihak yang terkait yang saat ini sudah terjalin agar bisa lebih
ditingkatkan lagi.
Gambar 3.13 Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi Yang Pernah Diikuti di Kabupaten Pangandaran
Sumber : Hasil Pemetaan dan Analisis Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Data pendanaan dan pembiyaan sanitasi komponen persampahan di Kabupaten Pangandaran selama kurun
waktu 5 tahun terakhir ini tidak bisa ditampilkan dikarenakan data APBD Kabupaten Pangandaran baru ada di
tahun 2014, sehingga data tentang rekapitulasi pendanaan sanitasi komponen persampahan serta data realisasi
dan pontensi retribusi komponen persampahan diambil dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Ciamis seperti
yang dapat dilihat pada tabel 3.21 dan 3.22 dibawah ini ;
Tabel 3.21 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi Komponen Persampahan Kab. Pangandaran Tahun
2010-2014
(Data Kabupaten Ciamis)
Belanja (Rp) Pertum
No Subsektor Rata-rata buhan
2008 2009 2010 2011 2012 (%)
1 Air Limbah (1a+1b) - - 775.657.950 241.526.000 0 203.436.790
2 Sampah (2a+2b) - - 674.114.400 863.099.700 1.376.916.300 582.826.080 -
Pendanaan Investasi
2.a
persampahan
Pendanaan OM yang
2.b dialokasikan dalam
APBD
Perkiraan biaya OM
2.c berdasarkan infrastruktur
terbangun
3 Drainase (3a+3b) 345.000.000 350.000.000 1.030.561.000 206.480.000 281.000.000 442.608.200
Aspek Promosi
4 0 0 0 0 0 0
Higiene dan Sanitasi
Tabel 3.22 Realisasi dan Potensi Retribusi Komponen Persampahan Tahun 2010-2014
Retribusi Air
10.500.000 13.200.000 13.125.000 15.300.000 15.675.000 8,83%
1 Limbah
2 Retribusi Sampah
2.a Realisasi retribusi 702.339.200 742.554.200 798.517.400 889.438.300 1.078.376.800 9,18%
2.b Potensi retribusi 736.065.000 838.269.200 799.410.100 938.202.000 985.875.000 6,34%
3 Retribusi Drainase - - - - - 0,00%
Sumber Data : Buku Putih Sanitasi Kab. Ciamis Tahun 2013
Permasalahan mendesak sanitasi komponen persampahan dapat dilihat pada tabel dibawah ini ;
No Permasalahan Mendesak
3.5.1 Kelembagaan
Dalam pembangunan drainase lingkungan terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu perencanaan,
pengadaan sarana, pengelolaan, pengaturan dan pembinaan, monitoring dan evaluasi yang sebagian besar
kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. Sedangkan implementasi dapat dilakukan dengan cara
bekerja sama antara Pemerintah Kabupaten dengan stakeholder lainnya.
Daftar pemangku kepentingan dalam pembangunan dan pengelolaan drainase di Kabupaten Pangandaran
dapat dilihat pada tabel 3.24 dibawah ini ;
Tabel 3.24: Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Drainase Perkotaan
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI Pemerintah
Swasta Masyarakat
Kabupaten
PERENCANAAN
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Sehubungan belum adanya regulasi yang mengatur tentang drainase lingkungan di Kabupaten Pangandaran
maka hasil pemetaan yang telah dilakukan oleh Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran dapat digunakan sebagai
masukan bagi Pemerintah Kabupaten untuk menyusun peraturan tentang drainase lingkungan.
Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10
tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.
2. Sistem drainase Mikro, yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan
mengalirkan air dari daerah tangkapan air hujan. Secara keseluruhan yang termasuk kedalam sistem
drainase mikro adalah saluran disepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan disekitar bangunan, gorong-
gorong, saluran drainase kota lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu
besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun
tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung
sebagai sistem drainase mikro.
Gambar 3.14 Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin
Sumber: Studi
EHRA Kabupaten Pangandaran Tahun 2014
Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa sebanyak 16% penduduk masih mengalami banjir secara
rutin dan 84% penduduk tidak mengalami banjir.
Peta jaringan drainase lingkungan untuk Kabupaten Pangandaran untuk saat ini belum tersedia.
Sehubungan belum adanya peta wilayah genangan di Kabupaten Pangandaran maka Pokja Sanitasi Kabupaten
Pangandaran menggunakan data dari Kabupaten Ciamis.
Pada tahun 2012 Kabupaten Ciamis melaksanakan kegiatan rencana pembangunan pengembangan perumahan
kawasan permukiman (RK3KP) dalam kegiatan tersebut didapatkan peta rawan banjir dan rawan tsunami yang
terdapat di Kabupaten Ciamis. Lokasi rawan banjir dan tsunami sebagian besar terdapat didaerah selatan yaitu
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Dapur
Aliran
Grey Rumah Got ---------- ---------- Sungai
Limbah D1
Water Tangga
Grey Kamar Bak Saluran Aliran
---------- Sungai
Water Mandi Kontrol Pembuang Limbah D2
Dapur ----------
Grey Saluran Aliran
Rumah ---------- Sungai
Water - Pembuang Limbah D3
Tangga
Grey Kamar Saluran Aliran
---------- ---------- ----------
Water Mandi Pembuang Limbah D4
Air
Talang Got ---------- ---------- Sungai Air Hujan
Hujan
Saluran
Saluran
Air Halama Saluran Primer
Drainase ---------- Sungai Air Hujan
Hujan n Perkotaan
Tersier
Rumah
Bak
Saluran
Air Kontrol Saluran
Drainase ---------- Sungai Air Hujan
Hujan di Pembuang
Sekunder
Trotoar
Data cakupan layanan pengelolaan drainase yang ada di Kabupaten Pangandaran saat ini masih belum
tersedia.
Tabel 3.26: Luas Wilayah Genangan
Campaka
3.4
3.5 Kertajaya
3.6 Pagerbumi
3.7 Harumandala
4 Kecamatan Langkaplancar
4.1 Bangunjaya
4.2 Bojongkondang
4.3 Langkaplancar
4.4 Mekarwangi
4.5 Pangkalan
4.6 Jayasari
4.7 Cimanggu
4.8 Cisarua
4.9 Karangkamiri
4.10 Jadimulya
4.11
Jadikarya
4.12 Bojong
4.13 Bangunkarya
4.15 Sukamulya
4.16 Bunguraya
5 Kecamatan Parigi
5.1 Parigi
5.2 Karangjaladri
5.3 Karangbenda
5.4 Ciliang
5.5 Cibenda
5.6 Selasari
5.7 Bojong
5.8 Cintaratu
5.9
Cintakarya
5.10 Parakanmanggu
6 Kecamatan Sidamulih
6.1 Sidamulih
6.2 Kersaratu
6.3 Kalijati
6.4 Cikembulan
6.5 Sukaresik
6.6 Pajaten
6.7 Cikalong
7 Kecamatan Pangandaran
7.1 Pangandaran
7.2 Pananjung
7.3 Babakan
7.4 Sukahurip
7.5 Purbahayu
7.6 Pagergunung
7.7 Sidomulyo
7.8 Wonoharjo
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
8 Kecamatan Kalipucang
8.1 Kalipucang
8.2 Cibuluh
8.3 Banjarharja
8.4 Tunggilis
8.5 Ciparakan
8.6 Pamotan
8.7 Bagolo
8.8 Emplak
8.9
Putrapingan
9 Kecamatan Padaherang
9.1 Padaherang
9.2 Karangpawitan
9.3 Kedungwuluh
9.4 Karangmulya
9.5 Pasirgeulis
9.6 Cibogo
9.7 Paledah
9.8 Maruyungsari
9.9 Panyutran
9.10 Sindangwangi
9.11 Ciganjeng
9.12 Karangsari
9.13
Sukanagara
9.14 Bojongsari
10 Kecamatan Magunjaya
10.1 Mangunjaya
10.2 Sukamaju
10.3 Kertajaya
10.4 Jangraga
10.5 Sindangjaya
Sumber : Belum Ada Data
Tabel 3.27: Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase Yang Ada di Kabupaten Pangandaran
1 Saluran Primer
- S. Primer A m
- S. Primer B m
2 Saluran Sekunder
- Saluran Sekunder A1 m
- Saluran Sekunder A2 m
- Saluran Sekunder B1 m
3. Bangunan Pelengkap
- Rumah Pompa unit
- Pintu Air unit
Sumber : Belum Ada Data
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase lingkungan masih rendah, karena masih minimnya
sosialisasi tentang sanitasi yang terima oleh masyarakat sehingga harus ada peningkatan kegiatan sosiaslisasi
oleh pemerintah kepada masyarakat.
No Nama Pelaksana/P Lokasi Tahun Penerima Jumlah Kondisi Sarana Saat Ini
Program/Kegiatan J Program/ manfaat***) Sarana ****)
kegiatan
**) Tidak
Berfungsi
L P Berfungsi
Pengelolaan
No Jenis Sarana Lokasi Iuran Keterangan
Lembaga Kondisi
1 Belum Ada Program
2
Pemetaan media juga dilakukan berkaitan dengan komponen drainase, kegiatan komunikasi sampai
saat ini telah ada kegiatan komunikasi yang dilaksanakan oleh OPD terkait sanitasi Komponen
drainase. Berikut tabel 3.16 kegiatan komunikasi terkait komponen drainase lingkungan.
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Pangandaran
Tabel 3.30: Penyedia layanan pengelolaan drainase perkotaan yang ada di Kabupaten/Kota
Jenis
Nama Tahun mulai kegiatan/
N Potensi Kerjasama
Provider/Mitra operasi/ Kontribusi Volume
o
Potensial Berkontribusi Terhadap
Sanitasi
1. Tidak Ada
Sumber Data : Hasil Pemetaan Pokja Sanitasi Kabupaten Pangandaran Tahun 2014
Pelaksanaan pembangunan harus ditunjang dengan penyediaan anggaran agar hasil yang diberikan dapat
sesuai harapan. Pengelolaan drainase perkotaan di Kabupaten Indramayu menjadi wewenang Dinas PU
Hubkominfo yang dalam prakteknya harus melibatkan stakeholder terkait.
Untuk drainase lingkungan Kabupaten Pangandaran tidak mempunyai target ataupun retribusi, dikarenakan
drainase lingkungan adalah kebutuhan bersama, oleh karena itu untuk tabel 3.32 realisasi dan potensi retribusi
drainase lingkungan Kabupaten Pangandaran nihil.
1 Retribusi Drainase
1.a Realisasi retribusi - - - - - -
1.b Potensi retribusi - - - - - -
Permasalahan mendesak sub sektor drainase di Kabupaten Pangandaran terbagi atas aspek teknis dan non
teknis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No Permasalahan Mendesak
Sanitasi tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan air bersih yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi
kelangsungan hidup manusia. Ketersediaan air bersih untuk memenuhi pelayanan di masyarakat harus
mempertimbangkan berbagai indikator diantaranya adalah kualitas, kuantitas maupun kontinuitas pelayanan.
Sebagai Daerah Otonomi Baru Kabupaten Pangandaran belum memiliki PDAM sendiri sehingga untuk
memenuhi Ketersediaan air minum masih tergantung dari kabupaten induk yaitu Ciamis yaitu melalui PDAM
Tirta Galuh, sehingga data yang ditampilkan pada pengelolaan air bersih masih menggunakan referensi dari
Kabupaten Ciamis.
Pencapaian cakupan pelayanan air minum Kabupaten Ciamis pada saat ini baru mencapai 28,66% dari dari
seluruh Kabupaten Ciamis, sedangkan cakupan pelayanan air minum sesuai target nasional melalui Millenium
Development Goals (MDGs) harus mencapai 65% dari jumlah penduduk perkotaan.
Air baku PDAM Kabupaten Ciamis pada saat ini masih bersumber dari mata air, sumur bor dan sungai. Secara
umum Kondisi air baku di Kabupaten Ciamis bisa dikatakan masih cukup bagus. Namun untuk mengetahui
kualitas air baku tersebut, PDAM melakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin. Mengingat PDAM di
Kabupaten Ciamis belum mempunyai laboratorium sendiri maka untuk mengetahui kualitas air baku dari segi
bakteriologinya PDAM melakukan pemeriksaan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis setiap bulannya.
Sedangkan untuk uji kimiawi PDAM melakukan pemeriksaan laboratorium ke ITB atau ke Puslitbang SDA yang
mempunyai fasilitas pemeriksaan lengkap. Selain itu Deperindag juga melaukan pemantauan kualitas air baku di
PDAM setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Untuk kontinuitas pengaliran air oleh PDAM Tirta Galuh di Kabupaten Ciamis mempunyai kapasitas produksi
316,00 liter/detik, hal tersebut dilakukan menyeluruh untuk setiap wilayah layanan tanpa ada pembedaan.
Kontinuitas pelayanan tersebut ternyata masih dibayangi dengan tingkat kebocoran yang relatife tinggi, tingkat
kehilangan air di PDAM Kabupaten Ciamis pada saat ini berkisar antara 28% untuk seluruh system. Tingkat
kehilangan air PDAM ini
masih tinggi salah satu penyebabnya antara lain karena belum bisa dilaksanakan penggantian water meter
secara menyeluruh dan adanya water meter induk yang rusak serta adanya fluktuasi debit dari Sumur Bor/ Deep
Well.
Untuk mengetahu informasi tentang cakupan layanan dan informasi lain terkait air bersih di Kabupaten
Pangandaran dapat dilihat pada peta 3.5 cakupan layanan air bersih, grafik 3.17 akses terhadap air
bersih/sumber air untuk keperluan minum dan memasak dan tabel 3.34 tentang sistem penyediaan dan
pengelolaan air bersih sebagaimana tertera di bawah ini.
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Sumber : Hasil Studi EHRA Pokja Sanitasi Kab. Pangandaran Tahun 2014
Berdasarkan hasil studi EHRA, mengacu kepada standart WHO dan Unicef diketahui bahwa masih ada
penduduk yang menggunakan sumber air minum dan masak tidak terlindungi sebesar 35% terdiri dari :
sumur gali tidak terlindungi 10 %, mata air tidak terlindungi 3%, air hujan 1%, air sungai 1%, air botol
kemasan 5%, air isi ulang 15%. Selebihnya menggunakan sumber air minum dan masak yang dinilai
terlindungi antara lain : sumur gali terlindungi 18%, sumur pompa tangan/ mesin 33%, air hidram/kran umum
PDAM 1 %, air ledeng PDAM 11%, serta mata air terlindungi 2%.
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Tabel 3.34: Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Kabupaten Pangandaran
N
Uraian Satuan Sistem Perpipaan Keterangan
o
PDAM Tirta Galuh
1 Pengelola
Ciamis
Di area
2 Tingkat Pelayanan % 28,66
pelayanan
3 Kapasitas Produksi Lt/detik 316,00
4 Kapasitas Terpasang Lt/detik 193,60
Tidak termasuk
Jumlah Sambungan Rumah Sambungan
5 Unit 2.521
(Total) Niaga dan
Pemerintah
Jenis Pelanggan
6 Jumlah Kran Air Unit 186 Sosial (Umum,
Khusus)
7 Kehilangan Air (UFW) % 28
8 Retribusi/Tarif (rumah tangga) Rp/M3 2.400 R1 sd. 10 m3
Rp/M3 2.800 R2 sd. 10 m3
Rp/M3 3.200 R3 sd. 10 m3
9 Jumlah pelanggan per kecamatan
Kecamatan PARIGI Pelanggan 458
Kecamatan SIDAMULIH Pelanggan 494
Kecamatan PANGANDARAN Pelanggan 1.094
Kecamatan KALIPUCANG Pelanggan 214
Kecamatan PADAHERANG Pelanggan 261
Sumber Data: PDAM Tirta Galuh Ciamis, 2013, Diolah
Pengelolaan air limbah industri rumah tangga di Kabupaten Pangandaran secara umum belum mempunyai
sistem maupun teknologi yang ramah lingkungan. Kebanyakan dari pengusaha ini mengalirkan langsung
limbahnya ke badan tanah maupun sungai/drainase.
Permasalahan yang spesifik yang terjadi adalah belum terkelolanya limbah indutri dengan baik sehingga dampak
jangka menengah dan jangka panjang akan menganggu kelestarian sumber air tanah dan mencemari sungai,
sehingga perlu ada penanganan khusus dari pemerintah maupun pelaku industri untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN PANGANDARAN
Di Kabupaten Pangandaran pengelolaan limbah medis di fasilitas kesehatan masih dilakukan dengan cara
dibakar atau ditimbun. Ada 2 puskesmas yang sebenarnya telah memiliki incinerator yaitu Puskesmas
Kec.Pangandaran dan Peskemas Kec. Parigi, tetapi semia dalam kondisi rusak atau tidak berfungsi. Berikut ini
adalah tabel pengelolaan limbah medis di fasilitas kesehatan :