BAB 3
3.1. Pendekatan
3.1.1 Pendekatan Umum Penyusunan Rencana Tata Ruang
Acuan utama perumusan pendekatan dan metodologi Penyusunan RDTR dan
Peraturan Zonasi adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
8. Pengelolaan pembangunan
Peran dan dukungan kelembagaan :
Governing body: Mengesahkan perda zoning; mempunyai
kewenangan tertinggi dalam perubahan peraturan atau peta
zoning lembaga ini adalah DPRD.
Planning commission: merekomendasikan batas zona;
menelaah dan membuat rekomendasi untuk semua perubahan
terhadap peraturan atau peta zoning (Bappeda, DTK).
Board of Appeal/ adjustment; zoning board:
mempertimbangkan permohonan variansi; pempertimbangkan
permohonan pengecualian khusus/ izin khusus;
mempertimbangkan (mendengar dan memutuskan) keberatan;
menafsirkan ketidakjelasan aturan atau batas zona.
Staff; mengadministrasikan peraturan zoning; menegakkan
peraturan zoning; menyediakan telaah proyek atau informasi
lainnya untuk DPRD, DTK dan Board of Appeals/ Adjusment.
Deskripsi wewenang dan kerja masing-masing lembaga atau
pemangku kepentingan.
Gambar 3.1
Kerangka Pendekatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Analisis Pengembangan :
- Pengembangan ekonomi
- Daya dukung/ Daya tampung ruang
- Sistem Pusat Pengambangan
Kebijakan Perencanaan - Sistem Transportasi & Prasarana
Tata Ruang - Sosial-Budaya
- Paduserasi RTRW
Kota dan RDTR RDTR dan Peraturan Zonasi
- Evaluasi/Revisi RDTR - Rencana Jaringan Prasarana
- Rencana Pola Pemanfaatan Ruang
- Rencana Blok Peruntukan dan Pedoman
Pembangunan
- Zoning Text
- Zoning Map
Gambar 3.2
PETUNJUK OPERASONAL
DAN ATURAN KAJIAN STANDART, IDENTIFIKASI LAND USE
(KEBIJAKSANAAN) YANG PEDOMAN, PETUNJUK DAN HIRARKI KAWASAN
BERLAKU TEKNIS, STUDI YANG
TELAH DILAKSANAKAN
AMANDEMEN/PERUBAHAN
IDENTIFIKAS
PERATURAN PEMBANGUAN
DAN PETA ZONA
ANALISIS KLASIFIKASI
GUNA LAHAN
IDENTIFIKASI KAWASAN
KELEMBAGAAN
STANDARISASI
PETUNJUK OPERASIONAL
(ZONNING REGULATION)
3. Tahap Kajian/Analisis
Metode yang digunakan dalam pekerjaan lapangan ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
Analisa keadaan dasar merupakan penilaian kondisi eksisting pada saat ini. Adapun
materi yang mendapat penilaian adalah:
Analisa Makro
Analisa Mikro
A. Kependudukan
Jumlah dan penyebaran penduduk tiap kelurahan
Kecenderungan pertambahan jumlah
Komposisi penduduk menurut kelompok umum, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, agama, lapangan kerja, pendapatan dan lain sebagainya
Perkembangan penduduk dalam hal jumlah, penyebaran dan komposisi
Adat istiadat kebiasaan-kebiasaan dan lain sebagainya
B. Perekonomian
Kecenderungan perkembangan tiap sektor kegiatan ekonomi dalam hal
kapasitas investasi, penyerapan tenaga kerja, produktivitas, dan sifat-sifat
kegiatan
Karakteristik kelembagaan bidang usaha kooperatif
Perkiraan di masa depan mengenai kapasitas investasi, kapasitas
penyerapan tenaga kerja, kapasitas produktivitas, sifat-sifat kegiatan dan
perkiraan kebutuhan investasi.
1. Kesesuaian Lahan
Berdasarkan kondisi kemampuan lahan di wilayah perencanaan sebagaimana
pembahasan sebelumnya, selanjutnya dengan metode tumpang tindih (super-
imposed) peta kemampuan lahan, peta geologi, peta hidrologi dengan peta
penggunaan lahan eksisting, maka dapat dideliniasi lahan-lahan potensial yang
sesuai bagi pengembangan perkotaan dan penggunaan kegiatan tertentu
Metoda yang dilakukan adalah dengan analisis kawasan budidaya dan non
budidaya, serta superimpose yang akan menghasilkan peta kesesuaian lahan
dengan setiap jenis fungsi kegiatan yang akan ditempatkan.
jenis peruntukan lahan berdasarkan kemiringan lerengnya dapat dilihat seperti tabel
berikut.
Tabel 3.1
Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng
Untuk mengetahui daya tampung lahan pada wilayah studi digunakan formula
sebagai berikut:
LLB x (1 - RTL)
DTL = -------------------------- r
KR
Dimana :
kota (m2)
Model kependudukan ini dapat dipisahkan ke dalam dua kategori, yaitu model
kependudukan yang sifatnya agregat dan model kependudukan yang bersifat non
agregat. Model kependudukan agregat memandang penduduk sebagai satu
kesatuan sedangkan yang non agregat memilah-milah penduduk dalam berbagai
kategori seperti umum, jenis kelamin, dan sebagainya.
Rumus :
P Pttx Pt bx
Dimana :
bn
b
t 1
Untuk perkiraan jangka pendek model ini masih bisa dibenarkan tetapi untuk jangka
panjang kurang dapat dipercaya ketepatannya.
Untuk memperhalus perkiraan penduduk dapat dipergunakan teknik regresi. Model ini
memberikan penyimpangan minimum atas data penduduk masa lampau dengan
tetap mengasumsikan bahwa pola perkembangan penduduk di masa lampau akan
berlaku di masa yang akan datang.
Rumus :
P attx bx
Dimana :
PX 2 PX NPX XP
a ;b
NX X
2
2
NX 2 X 2
Bila pengamatan penduduk di masa lampau dapat diadakan lebih banyak lagi, dan
dalam kurun waktu yang lebih pendek, maka mungkin sekali dapat digunakan lung
polinomial dengan pangkat yang lebih tinggi yang dapat juga diperoleh dengan
metoda selisih kuadrat minimum. Diantaranya, lung yang paling sederhana adalah
polinomial pangkat dua berbentuk parabola.
3. Model Komparatif
Model ini bertujuan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada suatu tahun
tertentu dengan cara membandingkannya dengan pertumbuhan penduduk di
daerah lain yang sejenis. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pertumbuhan
penduduk di daerah lainnya yang memiliki karakteristik yang sama. Jadi jika
proyeksi penduduk untuk daerah lainnya yang sejenis tersedia, proyeksi
penduduk untuk suatu daerah tertentu dapat dihitung.
Dimana :
k = faktor proporsional
Rumus : Pt = P.abt
Dimana :
Rumus :
Pn Po
v
P Pn 1
P P v n P P
Dimana :
Analisa Ekonomi
Dalam penyusunan pekerjaan ini, maka analisis ekonomi adalah melihat potensi
perekonomian di tingkat kota yang berpengaruh terhadap potensi demand
perumahan. Pemilihan metode-metode analisis ini disesuaikan dengan kebutuhan
spesifik pada kawasan perencanaan. Analisa potensi-potensi ekonomi dikaitkan
dengan pengembangan jaringan jalan, penggunaan lahan dan struktur ruang dengan
memperhatikan persyaratan dari kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan sesuai
dengan fungsi yang diemban oleh wilayah tersebut.
Penilaian ini ditujukan untuk melihat bagaimana efektivitas pelayanan fasilitas dan
utilitas yang ada serta bagaimana proyeksi pelayanan pada masa yang akan datang.
Model-model analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
1. Metoda Skoring
Pada prinsipnya metoda ini digunakan untuk menilai tingkat pelayanan kota
sehingga dapat ditentukan fungsi kota yang bersangkutan.
Bi = Pi + 100
Dimana :
(dalam hal ini dapat berupa produksi maupun pelayanan sosial seperti hasil
pertanian, fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan, dll)
Makin tinggi nilai B maka dapat diinterprestasikan bahwa kota atau daerah
tersebut mempunyai tingkat pelayanan yang semakin optimal/potensial.
2. Metoda Skalogram
Digunakan untuk menentukan kelengkapan fasilitas, yang selanjutnya
merupakan masukan bagi penentuan hirarki zona-zona berdasarkan
ketersediaan fasilitas.
3. Metoda Sentralitas
Merupakan metoda penentuan hirarki tingkat pelayanan desa-desa atau bagian-
bagian wilayah kota, dimana perhitungannya merupakan kelanjutan dari hasil
yang diperoleh dengan metoda skalogram. Berdasarkan penilaian terhadap
jumlah i fasilitas yang terdapat di setiap desa (bagian wilayah kota), selanjutnya
desa-desa tersebut dikelompokkan menurut hirarkinya, yaitu hirarki I, II atau III.
4. Metoda Threshold
Dalam konsep pengembangan tata ruang kota ada beberapa bagian wilayah
kota yang mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan
kemampuan dan permasalahan yang dimilikinya. Untuk menentukan tingkat
pelayanan fasilitas dari setiap bagian wilayah kota tersebut digunakan
pendekatan batas ambang penduduk minimal bagi kehadiran suatu fasilitas yang
dikenal dengan metoda Threshold.
Standar Penyiapan ruang kasiba (3.000 -10.000 unit rumah); dan Lisiba
(1.000 - 3.000 unit rumah).
Standar Perencanaan Lingkungan
Pedoman Standar Pembangunan Perumahan Sederhana (DPMB,
Departemen Pekerjaan Umum)
Peraturan Geometris Jalan Raya dan Jembatan (Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum)
Standar-standar asing seperti De Chiara, dan lain-lain. Namun demikian
standar-standar tersebut masih perlu dimodifikasi lagi dengan karakteristik
wilayah perencanaan
Tinjauan ini untuk melihat pola dan perkembangan jaringan jalan serta pengaturan
transportasi untuk menghubungkan pusat-pusat kegiatan yang ada yang
direncanakan maupun untuk mengarahkan perkembangan kota. Untuk itu perlu
diketahui dan dianalisis aspek-aspek transportasi yang terdiri dari beberapa tahap
analisis, yaitu bangkitan lalu lintas (trip generation), distribusi arus lalu lintas (trip
distribution), pemilihan moda transport (moda split), aksesibilitas dan pembebanan
jalan (trip assignment).
S i
Ai, j
Di, j
*
Dimana :
D (i,j) = jarak i ke j
2. Trip Distribution
Distribusi transportasi antar zona atau bagian wilayah kota yang diperoleh
berdasarkan model gravitasi Newton yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Di D j
Gij *
dij
Dimana :
k = konstanta
3. Moda Split
Model analisis moda split ini adalah untuk menentukan prosentase dari
perjalanan yang dibangkitkan dan didistribusikan di atas yang akan dipergunakan
angkutan umum dan angkutan pribadi. Pemilihan moda ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
Dimana :
kelompok a
4. Pembebanan Jalan
Akibat langsung dari bangkitan lalu lintas, distribusi lalu lintas dan pemilihan
moda tersebut adalah pembebanan jaringan jalan yang akan mempengaruhi
jarak, kecepatan dan kapasitas jalan.
Vk
Tk To.2
C
Dimana :
perjalanan
Adapun aspek yang erat kaitannya dengan transportasi adalah aspek hidrologi
yaitu mengenai saluran drainase yang sangat penting dalam menunjang kondisi
transportasi yang layak, nyaman dan aman.
2. Perencanaan Pendahuluan
Sedangkan dalam tahap ini, akan dilakukan survei lapangan dan membuat
perhitungan-perhitungan teknis. Dalam survei lapangan akan diidentifikasi
kondisi eksisting daerah genangan, intensitas genangan termasuk yang
diakibatkan oleh kurang berfungsinya sistem drainase yang ada. Selain itu,
kondisi fisik sistem drainase yang ada baik dari segi teknis maupun dari
sosial ekonomi juga diidentifikasi selain juga menentukan klasifikasi saluran
primer, sekunder dan tersier yang ada.
3. Perencanaan Teknis
Pada tahap ini, pekerjaan yang dilakukan meliputi rencana sistem jaringan
drainase dan perhitungan perencanaan. Untuk rencana sistem jaringan
drainase, akan dilakukan pembuatan rencana sistem jaringan yang akan
diterapkan di daerah perencanaan, yang membentuk satu sistem dengan
sistem drainase yang ada secara keseluruhan atau dalam lingkup kota.
Sedangkan dalam perhitungan perencanaan meliputi perhitungan hidrologi
dan hidrolika.
1. Limpasan air hujan dari awal saluran selama masih belum berbahaya, dihambat
agar ada kesempatan untuk infiltrasi sebesar-besarnya, sehingga dapat
mengurangi debit limpasan.
2. Saluran sedapat mungkin juga dapat memberikan pengurangan debit limpasan
dengan menyempatkan limpasan air untuk berinfiltrasi terlebih dahulu sehingga
dapat mengendalikan debit aliran.
3. Kecepatan aliran berkisar antara 0,5 m/detik sampai 3 m/ detik
4. Dimensi saluran didesain sesuai dengan PUH yang telah ditentukan sehingga
mampu menampung debit maksimum.
5. Metode yang dipakai untuk perhitungan debit limpasan adalah metode rasional
dengan rumusnya sebagai berikut:
Q = 100/36 . C. I. A
Dimana:
C = koefisien pengaliran
Pengaturan bentuk dan struktur bangunan dilakukan guna memelihara daya dukung
lingkungan serta keserasian dengan lingkungan dan bangunan lain di sekitarnya.
Beberapa faktor yang perlu diatur meliputi basaran pokok tinggi, panjang dan lebar,
dimana dalam penerapan perancangan bangunan besaran-besaran tersebut memiliki
pengertian-pengertian tersendiri, seperti jarak yang didefinisikan sebagai Garis
Sempadan.
KDB atau disebut juga “Buliding Coverage Ratio (BCR)” merupakan satu ukuran yang
mengatur proporsi luas penggunaan lahan terbangun dan non terbangun pada satu
kapling. Maksud luas lahan terbangun ini adalah luas total lantai dasar dimana pada
suatu struktur bangunan yang kompleks memiliki aturan perhitungan tersendiri.
Gambar 3.4
KDB = 50%
KDB = 15%
KLB atau disebut juga “Floor Area Ratio (FAR)” merupakan ukuran yang
menunjukkan proporsi total luas lantai suatu bangunan dengan luas kapling dimana
bangunan tersebut berdiri.
Dalam perhitungan KLB ini, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Yang dimaksud luas lantai adalah jumlah total luas lantai sampai dinding terluar
- Luas lantai bangunan yang dipergunakan untuk parkir diperkenankan hingga
150% dari KLB yang ditetapkan
- Ramp dan tangga terbuka dihitung setengahnya (50%) selama tidak melebihi
105 dari luas denah dasar yang diperkenankan.
Gambar 3.5
Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan yang dimaksud adalah jumlah lantai penuh dalam satu
bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai puncak atap suatu bangunan, yang
dinyatakan dalam meter, atau ketinggian bangunan (TB) adalah suatu angka yang
membatasi ketinggian suatu bangunan yang dapat berupa lapis/tingkat bangunan,
atau dalam satuan ketinggian (m2).
- Daya dukung lahan, dalam hal ini ditinjau dari kemampuan lahan di wilayah
perencanaan dalam mendukung konstruksi bangunan-bangunan diatasnya.
- Daya tampung lahan, dalam hal ini ditinjau mengenai ketersediaan lahan yang
terbatas di wilayah perencanaan, yang menuntut pembangunan fisik secara
vertikal.
- Tinjau terhadap estetika kawasan.
Ketinggian bangunan dapat ditinjau berdasarkan satuan jarak atau jumlah lantai
bangunan. Berdasarkan satuan jarak, ketinggian banguan adalah tinggi suatu
bangunan atau bagian bangunan yang diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai
setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak dinding.
KLB
KDB
Garis Sempadan
Garis sempadan bangunan (GSB) adalah jarak bebas minimum yang diperkenankan
dari batas perpetakan sampai bidang terluas dinding bangunan atau jarak minimum
dari dinding terluar bidang bangunan yang satu sampai dinding bangunan lain yang
terdekat, dimana pada jarak tersebut tidak diperkenankan beratap. Yang dimaksud
dengan dinding terluar ini dapat berupa dinding tembok/kaca/besi/kayu, bidang
penangkal matahari, permukaan kolom/balok konstruksi, atau tepi balkon. Sedangkan
arah yang dijadikan tujuan penetapan garis sempadan ini tergantung pada arah dan
objek acuannya.
C. Sempadan Sungai
Tabel 3.2
Jarak Sempadan Sumber Air
Jika ada jaringan listrik, maka ketentuan sempadan jaringan listrik ini dipengaruhi
oleh klasifikasi jaringan tegangan listrik yang bersangkutan (berdasar Kepmen
Mentamben No. 975/1999).
• Konsep Rencana Struktur Tata Ruang, yang merupakan suatu rencana yang
memperlihatkan susunan dan tatanan komponen pembentuk lingkungan
alam, sosial dan lingkungan buatan, yang secara hirarki dan fungsional
saling berhubungan atau terkait membentuk tata ruang. Rencana Strutur
Tata Ruang dirumuskan dengan mempertimbangkan karakteristik spesifik
wilayah, kerangka dasar pengembangan tata ruang dan pola pemanfaatan
ruang yang telah dirumuskan sebelumnya.
Pengelompokan materi
Jaringan jalan arteri sekunder, jaringan jalan kolektor sekunder, jaringan jalan
lokal sekunder, sistem primer (jumlah lajur, daerah pengawasan jalan, daerah
milik jalan, persimpangan utama); dll
Pengelompokan materi
o Stasiun transmisi;
o Jaringan kabel distribusi.
Sistem jaringan listrik, yang terdiri dari:
o Bangunan pembangkit;
o Gardu induk tegangan ekstra tinggi;
o Gardu induk;
o Gardu distribusi.
Sistem jaringan gas, yang terdiri dari:
o Pabrik gas;
o Seluruh jaringan gas.
Sistem penyediaan air bersih, yang terdiri dari :
o Seluruh saluran;
o Waduk penampungan.
Sistem pembuangan air limbah, yang terdiri dari:
o Seluruh saluran;
o Bangunan pengolahan;
o Waduk penampungan.
Sistem persampahan, yang terdiri dari:
2) Kedalaman materi
2) Kedalaman materi
3) Pengelompokan materi
Tabel 3.3
Pengelompokkan Ketinggian Bangunan
Blok Ketinggian
No Jumlah lantai KLB
Bangunan
blok dengan tidak
(KLB maksimum = 2 x KDB) dengan
bertingkat dan
1 sangat rendah tinggi puncak bangunan maksimum
bertingkat maksimum 2
12 m dari lantai dasar;
lantai
(KLB maksimum = 4 x KDB) dengan
blok dengan bangunan
tinggi puncak bangunan maksimum
2 rendah bertingkat maksimum 4
20 m dan minimum 12 m dari lantai
lantai
dasar;
(KLB maksimum = 8 x KBD) dengan
blok dengan bangunan
tinggi puncak bangunan maksimum
3 sedang bertingkat maksimum 8
36 m dan minimum 24 m dari lantai
lantai
dasar;
blok dengan bangunan (KLB maksimum = 9 x KDB) dengan
4 tinggi bertingkat minimum 9 tinggi puncak bangunan minimum 40
lantai m dari lantai dasar;
blok dengan bangunan (KLB maksimum = 20 x KDB) dengan
5 sangat tinggi bertingkat minimum 20 tinggi puncak bangunan minimum 80
lantai m dari lantai dasar.
2) Kedalaman materi
Luas petak peruntukan pada setiap blok peruntukan dan pada setiap
penggal jalan.
3) Pengelompokan materi
2) Kedalaman materi
2) Kedalaman materi
Penanganan prasarana dan sarana yang dirinci untuk setiap blok peruntukan
dan penggal jalan.
3) Pengelompokan materi
Materi
Ketentuan-ketentuan yang mencakup perizinan, pengawasan, dan penertiban di
Kedalaman materi
Kedalaman materi yang diatur meliputi pengaturan tentang mekanisme advis
planning (rekomendasi perencanaan) perizinan, pengawasan, dan penertiban.
Pengelompokan materi
- Mekanisme advis planning perizinan sampai dengan pemberian ijin lokasi;
- Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi kawasan yang didorong
pengembangannya, kawasan yang dibatasi pengembangannya, serta
terhadap upaya-upaya perwujudan ruang yang menjaga konsistensi
pembangunan dan keserasian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;
- Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme penggantian yang
diberikan kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan
sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian, kawasan lindung