Anda di halaman 1dari 21

TRAUMA TERMIS

Trauma termis adalah luka akibat persentuhan bagian tubuh dengan bahan yang
bersuhu sangat panas atau dingin.1, 2 Adapun klasifikasi dari trauma termis adalah 3,4:
1. Heat Burn (Luka Bakar)
2. Cold Trauma (Trauma Dingin)

I. HEAT BURN (LUKA BAKAR)


a. Definisi
Luka bakar didefinisikan sebagai jaringan rusak yang disebabkan oleh panas.
Luka bakar biasanya terjadi karena sumber panas yang kering ”dry heat” dan sumber
panas yang basah “wet heat” 1,2
b. Patofisiologi Luka Bakar
Saat terjadi luka bakar berbagai respon patologi terjadi. Suhu tinggi akan
merusak lapisan kulit. Terjadi dilatasi kapiler dan permeabilitas kapiler meningkat,
protein terlepas dari plasma masuk kedalam ruang ekstraseluler menyebabkan udem,
penurunan volume darah dan gangguan sirkulasi darah. Pada saat yang sama, timbul
bula di kulit dengan membawa serta elektrolit, sehingga terjadi penurunan cairan
intravaskuler. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan
peningkatan hematokrit dan leukosit. 3,4
Faktor patofisiologis yang berpengaruh pada gangguan sirkulasi dan
metabolik akibat luka bakar sudah dapat diidentifikasi. Peningkatan permeabilitas
kapiler berhubungan dengan aktivasi komplemen dan pelepasan histamin. Histamin
berinteraksi dengan xantin oksidase sehingga terjadi peningkatan aktivitas katalitik.
Oksigen yang bersifat toksik, sebagai hasil dari xantin oksidase, termasuk H2O2 dan
hydroxyl radical merusak endotel pembuluh darah.3

1
Kompensasi tubuh terhadap syok yaitu terjadi penurunan sirkulasi sistem
gastrointestinal yang dapat menyebabkan ileus paralitik. Selain itu, terjadi
kompensasi terhadap penurunan volume intravaskular, yaitu takikardi dan takipnea.
Kemudian terjadi penurunan perfusi pada ginjal dan terjadi vasokontriksi yang akan
berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.4

c. Penyebab Kematian pada Luka Bakar


Adapun penyebab kematian pada luka bakar, yaitu:4
1. Syok
Keadaan ini biasanya terjadi dalam 48 jam pertama, bisa berupa syok hipovolemia
akibat penurunan volume intravaskular atau berupa syok neurogenik akibat rasa
nyeri atau ketakutan
2. Asfiksia. Hal ini akibat inhalasi gas panas, asap, atau gas sisa pembakaran. Jika
pada suatu kasus, korban ditemukan di rumah yang sudah terbakar, maka luka
bakar yang terjadi bisa merupakan postmortem
3. Cedera dan kecelakaan. Hal ini bisa dialami sewaktu berusaha menghindari
kebakaran dan mengakibatkan cedera fatal.
4. Inflamasi beberapa bagian tubuh, misalnya meningitis, peritonitis, dll.
5. Septikemia, gangren, dan tetanus.

d. Penilaian secara Klinis pada Luka Bakar


Secara klinis, luka bakar dinilai menurut persentasi dari luas pemukaan tubuh
yang terpajan dan kedalaman luka. Cara untuk menilai derajat luka bakar menurut
persentasi luas permukaan tubuh yang terpajan pada orang dewasa dan anak-anak
adalah dengan ‘rules of nines’ dan ‘rules of one’.2

2
Gambar 1 : gambaran presentasi luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar
dengan metode “rule of nines” dan “rule of one”.2

Gambar 2 : gambaran presentasi luas permukaan tubuh yang


terkena luka bakar pada anak-anak (usia 1 tahun)

Berat ringannya luka bakar menurut Australian and New Zealand Burn Assoiation
(2013) adalah sebagai berikut:

3
1. Luka Bakar Ringan: luka bakar derajat I, luka bakar derajat II seluas <15%,
danluka bakar derajat III seluas < 2%
2. Luka Bakar Sedang: luka bakar derajat II seluas 15-20% dan luka bakar derajat
III seluas 2-10%
3. Luka Bakar Berat: luka bakar derajat II seluas >20%, luka bakar derajat II yang
mengenai wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau persendian sekitar ketiak, luka
bakar derajat III seluas >10%, luka bakar akibat listrik dengan tegangan >1000
volt, dan luka bakar dengan komplikasi patah tulang, kerusakan luas jaringan
lunak atau gangguan jalan napas
Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar terbagi atas 3 derajat yaitu 5,6:
1. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat 1, juga
disebut luka bakar
superfisial. Pada luka bakar
derajat ini, hanya lapisan
terluar kulit, yaitu epidermis
yang mengalami kerusakan
akibat paparan panas/api.
Karakteristik luka berupa
kemerahan (eritema), terasa
nyeri, dan tidak terbentuk
blister.

Gambar 3. Luka bakar superfisial


(derajat 1)

4
2. Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat II disebut
juga luka bakar dengan
ketebalan parsial (partial
thickness burn). Luka bakar
tipe ini melibatkan lapisan
dermis kulit. Kulit yang
terbakar akan berwarna
merah, jika luka bakar hanya
sampai lapisan pars papillare
dermis, atau berwarna putih
Gambar 4. Luka bakar ketebalan parsial jika hingga lapisan pars
(derajat 2)
retikulare dermis. Luka bakar
ini bisa disertai blister dan
rasa nyeri.
3. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III disebut
juga luka bakar dengan
ketebalan penuh (full
thickness burn). Luka bakar
ini merusak lapisan
epidermis, seluruh dermis,
hingga lapisan jaringan
adiposa/lemak di bawah kulit.
Selain itu, luka bakar derajat
Gambar 5. Luka bakar pada seluruh ketebalan
kulit (derajat 3) III juga merusak saraf,
sehingga area yang terkena

5
bisa terasa keram hingga
anestesi. Tampilan dan
sensasi kulit berubah, kulit
bisa berwarna putih atau
perak.

4. Luka bakar derajat IV


Luka bakar derajat IV
merupakan jenis luka bakar
yang paling berat. Jenis ini
meliputi luka bakar seluruh
jaringan kulit hingga jaringan
otot dan tulang. Kulit yang
terkena berwana hitam (peng-
arangan). Terdapat keru-
sakan jaringan saraf sehingga
Gambar 6. Luka bakar derajat 4, tampak pasien tidak merasa nyeri.
pengarangan (warna hitam) pada kulit yang
terbakar

e. Penilaian Medikolegal Luka Bakar


Secara prinsip medikolegal, yang dinilai adalah bagaimana luka bakar itu
terjadi, apakah terjadi secara sengaja atau karena kecelakaan. Kejelasan yang
diperoleh baik dokter maupun penyidik adalah apakah korban yang ditemukan
terbakar itu memang mati karena terbakar atau sebelumnya telah mendapat
penganiayaan, peracunan atau pembunuhan terlebih dahulu, baru kemudian mayatnya
dibakar. Adanya tanda-tanda intravital, baik pada luka bakar atau gelembung-
gelembung, adanya jelaga-jelaga di saluran pernapasan/ trakea dan cabang-

6
cabangnya serta adanya karbonmonoksida dalam darah korban merupakan tanda
bahwa yang terbakar itu adalah orang yang masih hidup.7,8
Saturasi karbonmonoksida lebih dari 10% menunjukkan bahwa korban masih
hidup sewaktu terbakar dan kematian korban karena terbakar, bukan karena
keracunan karbonmonoksida. Tidak terlepas kemungkinan bahwanya pada kasus
kebakaran, sebab kematian justru karena keracunan gas karbonmonoksida; ini
dimungkinkan karena setiap proses pembakaran tidak akan sempurna. Saturasi
karbonmonoksida di dalam darah dapat mencapai 75 persen hanya dalam waktu 2-15
menit; dengan demikian dalam kasus ini kematian korban adalah karena keracunan
gas karbonmonoksida dan bukan karena terbakar. Lebam mayat yang berwarna
cherry red menunjukkan bahwa kematian korban karena keracunan gas
karbonmonoksida, tentunya jika tubuh korban tidak seluruhnya hangus,
sehingga penilaian lebam mayat tidak mungkin. Kematian korban dengan demikian
dapat disebabkan oleh karena terbakar, keracunan gas karbonmonoksida serta
penyebab-penyebab lain yang memerlukan ketelitian dalam pemeriksaannya.8
Kemungkinan adanya anak peluru dalam tengkorak, patahnya tulang lidah
pada pencekikan, terberak, patahnya tulang lidah pada pencekikan, terbelahnya
jantung karena tusukan benda tajam, retaknya tengkorak yang disertai dengan
kerusakan jaringan otak dan perdarahan intrakranial akibat kekerasan benda tumpul,
demikian pula adanya racun-racun di dalam tubuh korban, yang bila ditemukan pada
korban, akan mengungkapkan sebab kematian yang sebenarnya dan tentunya cara
kematian, bukan lagi kecelakaan melainkan pembunuhan atau bunuh diri.7
Karakteristik luka akibat trauma termis dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
1. Bagian tubuh yang terlibat
2. Temperatur
3. Waktu

7
Rentannya kulit mengalami luka bakar tergantung dari ketebalan kulit. Kulit
yang paling tebal dan resisten terhadap pengaruh panas adalah telapak tangan dan
kaki. Dan kulit yang paling tipis dan mudah terkena adalah permukaan fleksor dari
pergelangan tangan. Temperatur minimum yang dapat menyebabkan luka bakar
adalah 44oC, ini terjadi jika terpapar selama 6 jam atau lebih. Sebaliknya pada suhu
70oC luka bakar dapat terjadi dalam waktu kurang lebih 1 menit.

Pola dan distribusi luka bakar tergantung pada jenis dari sumber panas. Pada
prinsipnya ada 4 jenis sumber panas yaitu yang berasal dari radiasi, air panas (wet heat),
kobaran api (flames), dan objek yang panas.4
1. Radiasi
Kerusakan kulit akibat radiasi paling umum terlihat seperti terkena sinar matahari
“sunburn”. Pola luka bakar yang disebabkan oleh radiasi tergantung dari posisi tubuh
yang berhubungan langsung terhadap sumber panas dan ada tidaknya pakaian atau objek
lain yang mengintervensi.1,4
2. Air Panas(wet heat)
Terdapat deskuamasi kulit dan eritem yang jelas dari daerah yang terbuka pada luka
bakar yang disebabkan oleh cairan panas dan gas panas. Pada luka bakar akibat terkena
air panas bentuk lukanya jelas dan khas seperti air yang mengalir atau tertumpah pada
bagian tubuh yang spesifik. Untuk membedakan antara luka bakar yang terjadi karena
kecelakaan dan kesengajaan dapat dilihat dari lokasi dan bentuk luka.
Biasanya luka bakar yang berasal dari sumber panas yang “kering” dapat dibedakan
dengan luka bakar akibat terkena air panas yaitu adanya jaringan yang hangus dan
destruksi rambut pada luka bakar yang berasal dari sumber panas yang “kering”
sedangkan pada luka bakat akibar terkena air panas biasanya tidak ada. Adatidaknya
tanda hangus (charring) tidak dapat mengidentifikasikan hal itu berasal dari sumber
panas yang ”basah”.4

8
Tanda-tanda luka:
- Bagian bulu yang hangus
- Warna pakaian terbakar
- Terkelupas
- Biasanya terdapat pada pinggiran luka
- Terdapat pada luka serta pada bagian atasnya berwarna hitam terbakar. Akibat panas
dan bentuk uap atau cairan dari berbagai jenis bahan.
- Tampak basah dan kehilangan sifat elastisitasnya.
- Vesikel terdapat di seluruh luka serta bagian bawahnya.
- Warnanya pudar
- Basah dan tidak terbakar

3. Kontak dengan objek panas


Luka bakar akibat kontak dengan objek panas biasanya terjadi karena kecelakaan
dan paling banyak ditemukan dibagian tangan. Bentuk luka bakarnya sering
berhubungan dengan objek panas yang menyebabkan luka bakar, contohnya terbakar
rokok, bentuknya biasanya kecil dan sirkular.

f. Identifikasi Korban Luka Bakar


Keadaan sekitar dari kasus kebakaran secara langsung membantu identifikasi korban.
Jika ditemukan tubuh dengan ditutupi oleh jelaga dan tidak begitu parah, jelaganya bisa
dibersihkan terlebih dahulu agar wajah dan gambaran eksternal lainnya dapat terlihat
secara visual. Pakaian dan personal effects, jika tidak terbakar, dapat membantu
identifikasi. Hangus dapat melenyapkan identifikasi gambaran eksternal. Tinggi badan
dan berat badan tidak dapat dijadikan identifikasi yang akurat karena terjadi reduksi
tinggi badan dan berat badan oleh karena kontraksi panas. Sesuai dengan observasi splitz

9
rambut warna kelabu berubah F). Setelah 10-15 menit pada suhuC (250menjadi pirang
pada suhu 120 F), rambut coklat akan berubah menjadi sedikit kemerahan.
Jika terdapat identifikasi sementara, seperti gigi dan catatan medis harus diperoleh
oleh penyidik. Kegunaan dari catatan ini tergantung dari spesifitas dan keakuratannya.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi tubuh yang hangus dilakukan pemeriksaan
radiologi. Jika kecocokan antara informasi antemortem dan postmortem tidak jelas,
ketetapannya masih dapat masih dapat diperkuat oleh ahli patologi dan ahli lainnya yang
terlibat. Jika metode pembanding konvensional tidak jelas, maka gigi dan tulang dapat
digunakan untuk analisa DNA.4,8
Gambaran post-mortem Pemeriksaan luar :
1. Pakaian dari korban diambil dan diperiksa secara teliti untuk mencari
terdapatnya minyak tanah,bensin atau bahan lainnya yang mudah
terbakar.6,7,8
2. Gambaran kulit bisa bervariasi, misalnya :
a. Putih. Pada luka bakar akibat panas radiasi.
b. Melepuh dan merah. Ukuran dan bentuknya bergantung pada ukuran
benda panas. Bentuk luka seperti ini adalah karena bersentuhan
dengan benda panas.
c. Luka merah terpanggang. Merupakan akibat bersentuhan dengan
benda panas dalam waktu yang cukup lama.
d. Kehitaman dan seperti tattoo. Merupakan luka akibat ledakan
tambang batubara. Biasanya ukuran luka sangat luas.
e. Hitam dan berjelaga pada beberapa bagian tubuh, yaitu luka bakar
akibat minyak tanah.
f. Kemerahan dan pembentukan vesikel pada kulit, yaitu akibat terkena
uap panas, misalnya dari air mendidih atau uap panas.

10
g. Luka basah dan kulit kehilangan sifat elastisnya, yaitu pada luka
bakar akibat uap yang sangat panas.
3. Sikap pugilistik.
Sikap ini mirip sikap defensive dan terdapat pada mayat yang lama
terpapar temperatur tinggi sehingga mayat menjadi kaku. Pada beberapa
kasus temperatur yang sangat tinggi ini bisa mengakibatkan keretakan
dan celah sehingga sangat mirip dengan luka potong..
4. Penentuan jenis kelamin adalah berdasarkan :
a. Adanya uterus atau kelenjar prostat. Kedua jaringan tersebut lebih
tahan terhadap suhu tinggi dibandingkan jaringan tubuh lainnya.
b. Jika yang tertinggal hanya tulang kerangka, maka proses
identifikasinya berdasarkan ukuran dan bentuk tulang pelvis.
Pemeriksaan dalam 2,4,8:
 Hematoma dalam kepala (pseudoepidural hematom) hampir
selalu ada jika tulang tengkorak terbakar. Hematoma ini
lunak, berupa bekuan darah berwarna coklat dan sangat rapuh
serta tampak seperti sarang lebah.
 Tulang tengkorak sering mengalami fraktur pada kematian
akibat kebakaran. Jaringan otak sangat menyusut walau
bentuknya masih dapat dikenali. Lapisan yang menutupi otak
dan meanings mengalami kongesti.
 Jika kematian akibat asfiksia, pada traktus respiratorius bisa
ditemukan partikel karbon. Seluruh traktus respiratorius
bagian atas mengalami kongesti dan dilapisi cairan mukus
yang berbusa.
 Inflamasi pleura bisa terjadi dan terdapat efusi ke dalam
rongga pleura

11
 Bilik jantung penuh berisi darah.
 Lambung dan duodenum menunjukkan reaksi inflamasi.
Setelah kematian, pada duodenum mungkin terdapat tukak
yang disebut tukak Curling (Curling’s ulcer).
 Pada hati terdapat perlemakan.
 Pada ginjal terdapat pembengkakan (cloudy swelling),
thrombosis kapiler, bahkan mengalami infark.
 Limpa dan kelenjar mengalami kongesti.

Gambar 7. Api akan menyebabkan sendi berkontraksi.Sehingga lengan dan


kaki dapat ditekuk. Ini adalah gambaran (pugilist), membuat orang yang
meninggal seolah-olah dia sedang bertempur,Sumber : Dix Jay. In : Color Atlas
of Forensic Pathology, 2000

12
Perbedaan antara luka bakar antemortem dengan luka bakar post
mortem
Batas kemerahan. Batas kemerahan pada luka bakar antemortem
selalu ada. Batas ini berupa garis yang permanen yang tampak setelah
kematian. Eritema pada daerah disekitar luka tidak ada karena dilatasi
pembuluh darah hanya sementara dan semakin tidak jelas setelah
kematian.2,7,8
Pembentukan vesikel. Luka bakar sewaktu masih hidup
menyebabkan terbentuknya vesikel yang mengandung albumin dan klorida.
Dasar vesikel mengalami inflamasi dengan papil yang menonjol. Keadaan ini
sangat berbeda dengan luka bakar postmortem dimana vesikel biasanya berisi
udara. Walaupun sangat jarang ada juga vesikel yang mengandung cairan
serosa, tetapi hanya mengandung albumin dan tidak ada klorida. Dasar vesikel
kering dan keras.
Proses penyembuhan. Pada luka bakar antemortem bisa tampak
proses perbaikan luka, berupa inflamasi, pembentukan pus, pembentukan
jaringan granulasi atau pengelupasan kulit. Hal ini tidak terdapat pada luka
bakar postmortem.8

II. COLD TRAUMA


Trauma dingin jarang terjadi, biasanya pada negara dingin. Banyak
terjadi pada tentara yang bertempur pada Perang Dunia II. Lokalisasi terutama
pada tangan, kaki, hidung, telinga, pipi. Hawa dingin yang basah lebih
berbahaya daripada yang kering.2,10, ]. Cara kematian:10
1. Kecelakaan
2. Pembunuhan (infanticide)

13
Ada 2 jenis jejas akibat suhu dingin13 :
1. Jejas dingin local
Jejas lokal yang diakibatkan oleh suhu dingin tergantung pada
temperatur, laju pendinginan, lama pemaparan. Terdapat dua keadaan
yang khusus, yaitu:7,8,
a. Kaki terendam (trench foot): trench foot mulai dikenal saat terjadi
perang dunia pertama. Keadaan ini sebagai akibat dari pemaparan kaki
secara jangka panjang dengan air dan lumpur pada suhu yang dingin
namun tidak membeku. Perubahan dapat juga terjadi pada bagian lain
dari tubuh kita. Respon awal jaringan terhadap air dingin adalah
vasokontriksi. Vasokonstriksi yang berkepanjangan akan
mengakibatkan kerusakan iskemik pada ototdan saraf. Setelah
beberapa jam kaki terendam, maka terjadi paralisis vasomotor, yang
mengakibatkan dilatasi yang menetap dan kerusakan terhadap
miikrosirkulasi. Jaringan yang bersangkutan akan membengkak
(edema) dan membiru sehingga tidak jarang dapat terjadi blister. Pada
akhirnya dapat terjadi trombosis biasanya setelah beberapa hari
terendam air, dan terjadi gangren.8

Gambar 8. Trench Foot

14
b. Frosbite: frosbite terjadi lebih cepat daripada trench foot, dan terjadi
pada bagian tubuh yang terpapar dengan temperatur beku. Kejadian
ini bukan merupakan hal yang tidak lazim pada negara yang
mempunyai empat suhu udara. Bilamana seseorang terperangkap pada
udara dingin yang membeku (misalnya dalam badai salju) tanpa
persiapan, maka kecelakaan tersebut dapat terjadi. Vasokonstriksi,
vasodilatasi dan oklusi pembuluh darah oleh sel darah yang
teraglutinasi dan thrombi, akan mengakibatkan nekrosis iskemia pada
jaringan yang terpapar hanya dalam beberapa jam saja.9

Gambar 9. Tiga stadium pada frostbite

Frosbite terbagi dalam tiga tahap:


1. Frostnip – adalah bentuk ringan radang dingin di mana kulit
berubah warna menjadi merah dan terasa sangat dingin. Paparan
dingin yang terus menerus akan menyebabkan mati rasa di daerah

15
kulit yang terkena. Ketika menghangatkan kulit, mungkin akan
terasa nyeri dan kesemutan. Frostnip tidak secara permanen
merusak kulit.

Gambar 10. Frostnip, bentuk ringan dari frosbite, terjadi iritasi


pada kulit, menyebabkan kemerahan dan rasa dingin diikuti
oleh mati rasa. Frostnip tidak menyebabkan kerusakan
permanen pada kulit.

2. Superficial frosbite – tahap kedua yang muncul setelah kulit


memerah adalah kulit berubah menjadi putih atau sangat pucat.
Kulit bisa tetap terasa lembut, tetapi kristal-kristal es terbentuk di
jaringan. Kulit mungkin mulai merasa seolah-olah hangat. Jika
perawatan baru diberikan pada tahap ini, permukaan kulit akan
tampak berbintik-bintik biru atau ungu ketika mendapat pemanasan
atau dicairkan. Ketika pemanasan, mungkin timbul rasa tersengat,

16
terbakar dan pembengkakan. 24 sampai 48 jam setelah dihangatkan,
biasanya kulit akan melepuh dan berisi cairan.

Gambar 11. Superficial frostbite, pada gambar di atas terjadi


pada ujung jari tangan, biasanya mengenai area badan yang lebih
kecil dan terbuka. seperti jari tangan dan kaki, hidung, telinga,
dan wajah.

3. Deep frosbite – ketika radang dingin berlangsung, pengaruhnya


sampai ke lapisan kulit hingga jaringan yang terletak di bawahnya.
Pada tahap ini akan terjadi mati rasa yang menipu di mana tubuh
kehilangan semua sensasi dingin, rasa sakit atau ketidaknyamanan.
Sendi atau otot mungkin tidak lagi bekerja. Pelepuhan besar dapat
terjadi 24 sampai 48 jam setelah penghangatan. Setelah itu, daerah
tubuh yang terkena akan berubah hitam dan keras, menunjukkan
jaringan yang telah mati.

17
Gambar 12. Deep frosbite pada tangan yang merusak seluruh jaringan
kulit. Terjadi gangren atau kematian jaringan.

2. Jejas dingin menyeluruh (hipotermi)


a. Mekanisme terjadinya jejas: hipotermia generalisata terjadi bilamana
seluruh tubuh terpapar dengan suhu yang rendah.hal ini sering terjadi
pada penderita usia lanjut (lansia) di musim dingin, terutama pada
gelandangan. Pemaparan terhadap suhu dingin akan mengakibatkan
generalized vasocontriction pada kulit, hal ini terjadi sebagai respons
refleks untuk mengkonservasi panas tubuh. Vasokonstriksi organ-
organ dalam terjadi hanya bilamana temperatur “core” menurun.
Setelah beberapa waktu pemaparan, refleks vasokonstriksi pembuluh
darah kulit gagal, sehingga terjadi vasodilatasi yang luas. Vasodilatasi
yang menyeluruh ini mengakibatkan penurunan temperatur “core”,
sehingga terjadi pengumpulan darah (pooling) pada pembuluh darah
perifer. Keadaan ini pada gilirannya akan mengakibatkan volume
plasma efektif menurun, dan terjadi kegagalan sirkulasi.2,7.8
b. Gambaran klinis: perubahan klinis yang terjadi tergantung pada
temperatur dan lamanya pemaparan terhadap suhu rendah. Bilama

18
penurunan temperatur secara cepat dan mendadak, maka dapat
mengakibatkan kematian. Kematian pada kasus demikian disebabkan
oleh kegagalan metabolisme selluler sebagai konsekuensi turunnya
temperatur “core”.
c. Pemanfaatan terapi hipotermia: penurunan tingkat metabolisme
seluler/jaringan sebagai akibat dari hipotermi dapat dimanfaatkan
untuk pembedahan di bidang kardiovaskuler dan operasi otak.
Sirkulasi pada organ tersebut dapat dihentikan beberapa menit pada
suhu hipotermia, sehingga dapat dilakukan pembedahan sederhana
seperti operasi aneurisma, valvotomi mitral, penggunaan lemari
pendingin juga penting untuk blood bank (4oC dapat mengawetkan
darah sampai beberapa minggu).3,4,7

PEMERIKSAAN
1. Reaksi Lokal
a. Kulit pucat (vasokontriksi) → kemerahan (vasodilatasi oleh karena
vasomotorcenter)
b. Merah kehitaman, bengkak (skin blister) → ganggren superficial
yang irreversible.
2. Reaksi Umum
a. Kulit pucat, menggigil, cutis anserine
b. Kepucatan bercampur warna sianosis (oleh karena organ dalam
keadaan kongesti sehingga darah dipaksa masuk kembali ke
pembuluh perifer)
c. Lethargy → coma → death (bila lama)

19
d. Otopsi :Jantung berisi darah merah cerah.Organ dalam kongesti hebat.
Lebam Bright Red (merah cerah bercampur bercak merah gelap).
Cairan tubuh menjadi es (bila lama baru ditemukan)3,7,9

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbott, Allegran, Aveeno, et al. Darm Net NZ. Thermal burns.


http://www.dermnetnz.org/reaction/thermal-burns.html. Diakses pada tanggal 16
februari 2016.
2. Dix Jay.Chapter 10 : Thermal Injury. Color Atlas of Forensic Pathology. New York:
CRC Press LLC ; 2000. P.116.
3. Dollnak David, Matshes Evan. Environmental Injury. Forensic Pathology principles
and practice. New York : Elsevier academi press ; 2005.p 239-257.
4. Dimaio Vincent, Dimaio Dominic. Fire Deaths. Forensic Pathology second edition.
Florida : CRC Press ; 2001.
5. Lybarger, M Patricia, Pactrick Kadilak. Thermal Injury.
6. Mosier Michael, Gibran Nicole. Management of the patient with termal injuries. ACS
Surgery. New york : Decter Intellectual properties ; 2010.
7. Simpson CK. Injury due to heat, cold and electricity. In: Knight B, editor. Simpson's
Forensic Medicine. 11 ed. New York: Oxford University Press Inc.; 1997. p.143.
8. Sharkum J, Michael, Ramsay A David. Chapter 4 : Thermal Injury. Forensik
Pathology of trauma. Totowa : Human Press Inc ; 2007.
9. Spector Jordan, Fernandez Wiliam. Chemical, Thermal and Biological ocular
Exposure. Emergency Medicine Clinic of North America. Philadelphia : Boston
University ; 2008.
10. Wilson Wiliam, Grade Chistoper, Hoyt David. Burn Injury. Critical Care Volume 1.
New York ; Informa Healthycare. 2007.
11. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk. 1997. Traumatologi Forensik. Dalam:
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p52-53

21

Anda mungkin juga menyukai