Oleh :
dr. I Gede Parama Gandi Semita
Letda Laut (K). NRP 21509/P
Pendamping :
dr. Dian Oktavianti Putri
PUSKESMAS BATU 10
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai tonsilitis pada murid kelas 5 di SDN 015
Tanjung Pinang.
1.3 Manfaat
1. Penyuluhan ini dapat menambah pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
tentang pengertian, penyebab, gejala serta penanganan tonsilitis secara umum.
2. Penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
untuk melakukan upaya pencegahan penyakit tonsilitis.
3. Penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
untuk segera berobat ke Puskesmas bila ada gejala penyakit tonsilitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang lebih dari 3 bulan
ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut kajian yang dilakukan oleh National
Center of Health Statistics pada Januari 1997 di United State, penyakit kronik pada tonsil
dan adenoid adalah tinggi, dengan prevalensi 24,9% per 1000 orang anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. (Collin, 1997).
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada
tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelah
nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr.
Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun.
Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret
1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan
(Farokah et al., 2007).
Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Tonsilofaringitis merupakan
peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara
lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang
biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan
pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat ( Adams, G.L. 1997).
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai
dengan serangan infeksi yang berulang-ulang. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit
yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama
antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang
tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam
Hammouda, 2009). Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan
terutama terjadi pada kelompok usia muda (Kurien, 2000).
Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap
negara. Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap
etiologi infeksi penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad-
Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien
didapati penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai
yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita. Sementara penelitian yang dilakukan di
Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan
pasien dan jumlah penderita penyakit Tonsilitis Kronis menempati urutan keempat yakni
sebanyak 657 (8,1%) (Shah, 2007). Dalam analisis tentang kekambuhan penyakit-
penyakit kronis pada saluran nafas atas dilakukan penelitian terhadap total populasi lebih
dari 3,5 juta jiwa populasi di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi penderita
tonsillitis kronis sebesar 15,9/1.000 penduduk. Menurut penelitian di Rusia mengenai
prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa
sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa tonsilitis kronis.
(Awan Z,, et al, 2009). Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi
(Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah
Nasofaringitis Akut (3,8%)). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada
periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis
atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan
umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima
(10,5% pada laki-laki, 13,7% pada perempuan) (Hannaford PC, et al, 2005).
2.3 Patofisiologi
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh beberapa jenis makanan,
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang
tidak adekuat (Eviaty, 2001). Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte
tonsil. Karena proses radang berulang,maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringanlimfoid akan diganti oleh jaringan parut.
Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akanmelebar (Adam’s, 1997). Secara klinis
kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosityang
mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-
kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan
dengan jaringansekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula (Ugras, 2008).
Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang-kadang
pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak lemah dan mengeluh
sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau.
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah sering terjadi gangguan menelan
(disfagia) sehingga terjadi regurgitasi, resonator suara terganggu sehingga terjadi
rinolalia, demam yang tinggi, kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi,
tenggorokan terasa kering, nyeri makin hebat saat menelan, nyeri menjalar ke telinga
(referred pain), nyeri kepala, badan lesu dan selera makan berkurang.
2.5 Diagnosis
2.6 Pengobatan
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup,
serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu padat dan merangsang
tenggorokan.Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit
kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan
dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Penyebab karena virus tidak perlu antibiotika karena akan sembuh sendiri dalam
5-7 hari. Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat
pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis
antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5
sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta
hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah
kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang
dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan
pengobatan orang tidak adekuat.
1. Tonsilitis akut. Antibiotik, analgesik, dan obat kumuR
2. Tonsilitis kronik eksaserbasi. Penyembuhan radang, kemudian dilakukan
tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang.
3. Tonsilitis kronik Bila tidak mengganggu tidak ada pengobatan khusus
Indikasi Operasi Tonsilektomi
1. Tonsilitis berulang-ulang dengan interval pendek.
2. Merupakan indikasi khusus untuk anak ( tonsilitis rekuren ) yang kambuh lebih dari
3 kali.
3. Obstruksi mekanik oleh tonsil yang hipertropy.
4. Tonsilitis hipertropy yang menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan
menelan, dan penurunan berat badan, hiperplasia setelah infeksi mononukleosis dan
riwayat demam reuma dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis
kronik yang sukar diatasi dengan antibiotik.
5. Tonsil sebagai fokal infeksi.
6. Abses peritonsiler
7. Rinitis berulang
8. Otitis media peritonsiler
Tonsilektomi tidak harus dilakukan bila
1. Radang akut tonsil.
2. Demam, albuminuria.
3. Penyakit paru-paru
4. Penyakit darah.
5. Hipertensi.
6. Poliomielitis epidemik.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa bersifat lokal seperti Abses peritonsil atau infiltrat
peritonsil, abses parafaring, Limfadenitis servikal supuratifOtitis media akut, terutama
pada anak-anak. Sementara yang bersifat sistemik, bila penyebabnya streptokokus beta
hemolitikus dapat terjadi, pada ginjal: nefritis, glomerulonefritis Pada sendi: artritis Pada
jantung: endokarditis, pada mata: iridosiklitis.
Komplikasi jangka pendek : dapat terjadi infiltrasi peritonsiler, abses peritonsiler,
otitis media, limfedenitis regional, rinitis kronik dan sinusitis. Komplikasi jangka
panjang : meningitis, endokarditis, pleuritis, miositis, sebagai fokal infeksi yang dapat
menimbulkan glomerulusnefritis, dan rematoid artritis.
2.7.1 Komplikasi Tonsilitis Akut
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses
peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik
dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan
infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut &
glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler
(plebitis).
2.8 Pencegahan
Secara umum pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga
mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Untuk mencegah
dan mengobati radang amandel atau Tonsilitis adalah :
1. Mencucui tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro – organisme
yang dapat menimbilkan tonsillitis
2. Mencuci tangan dengan bersih dan sering, terutama setelah menggunakan toilet dan
sebelum makan
3. Hindari berbagi makanan, gelas minum atau barang dengan orang lain
4. Menghindari kontak dengan penderita infeksi tenggorokan, setidaknya hingga 24 jam
setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapat antibiotic
5. Jangan minum es, sirop, es krim, makanan dan minuman yang didinginkan,
gorengan, makanan awetan yang diasinkan, dan manisan
6. Berkumur air garam hangat 3-4 kali sehari
7. Menaruh kompres hangat pada leher setiap hari
8. Diberikan terapi antibiotik (atas petunjuk dokter) apabila ada infeksi bakteri dan
untuk mencegah komplikasi
9. Istirahat yang cukup
Kuman yang menyebabkan tonsilitis adalah virus dan bakteri yang sifatnya menular.
Oleh karena itu, pencegahan terbaik adalah dengan mempraktikkan kebersihan yang baik.
Ajarkan keluarga anda semua untuk.
2.9 Prognosis
Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari
setelah pemberian antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor
predisposisi tidak dihindari.
BAB 3
METODE
3.2 Lokasi
Kegiatan ini berlokasi di SDN 015 Tanjung Pinang.
3.3 Waktu
Kegiatan ini diadakan pada hari Kamis, tanggal 9 Februari 2017 pukul 08.30 sampai
09.30 WIB.
3.4 Sasaran
Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah 31 orang peserta yang merupakan murid kelas
5 di SDN 015 Tanjung Pinang dengan distribusi usia 10 tahun terdiri dari 17 murid, 11 murid
berusia 11 tahun, 2 murid berusia 12 tahun dan 1 murid berusia 14 tahun. Berdasar jenis kelamin,
15 diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 16 orang diantaranya laki-laki.
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyuluhan yang dilakukan pada bulan Februari tahun 2017
tentang upaya peningkatan pengetahuan mengenai tonsilitis pada murid kelas 5 SDN 015
Tanjungpinang, terdapat peningkatan yang signifikan antara hasil nilai prestest dan
postest. Selama penyampaian materi, para murid memperhatikan dengan baik dan aktif,
terbukti pada sesi diskusi banyak murid yang bertanya dan dihentikan hanya karena
faktor durasi waktu. Tidak ditemukan kendala yang berarti pada pelaksanaan penyuluhan
ini, hanya masalah penyesuaian waktu penyuluhan dengan jadwal sekolah peserta yang
tidak sesuai. Namun hal tersebut dapat diatasi berkat bantuan dari pihak puskesmas dan
pihak sekolah.
6.2 Saran
a. Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan semacam ini hendaknya diadakan
dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh dalam upaya
deteksi dini dan pencegahan penyakit tonsilitis untuk mewujudkan generasi muda
yang lebih sehat dan cerdas..
b. Diharapkan peserta penyuluhan dapat meneruskan pengetahuan yang telah diperoleh
kepada keluarga, teman, maupun orang terdekat lainnya.
LAMPIRAN