Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN MINI PROJECT

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN


MENGENAI TONSILITIS
PADA MURID KELAS 5 DI SDN 015
TANJUNG PINANG

Oleh :
dr. I Gede Parama Gandi Semita
Letda Laut (K). NRP 21509/P

Pendamping :
dr. Dian Oktavianti Putri

PUSKESMAS BATU 10
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang meliputi infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak di negara berkembang. Tonsilitis juga termasuk didalamnya.
Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsil palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri.
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai
penyaring dan menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal
ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan
datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi tersebut maka akan timbul tonsillitis
(Megantara, Imam, 2006).
Tonsilitis dibedakan menjadi tonsilitis akut dan kronis. Tonsilitis akut adalah radang akut
yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan
streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis akut
yang ditandai dengan nyeri telan dan demam sebenarnya dapat sembuh sendiri sekitar lima hari.
Namun, bila serangan tonsillitis akut ini berulang dan tonsil tidak mampu untuk mengalami
resolusi lengkap, maka kripta akan mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap
membesar sehingga tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa
berbentuk jaringan fibros untuk mencegah pelepasan bahan infeksi. Kondisi ini disebut dengan
tonsilitis kronik (Sacharin, R.M. 1993).
Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-
anak. Angka kejadian tertinggi terutama pada kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang
mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam
Hammouda, 2009).
Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap negara.
Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap etiologi infeksi
penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad-Pakistan selama 10 tahun
(Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapati penyakit Tonsilitis Kronis
merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita.
Sementara penelitian yang dilakukan di Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1
tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita penyakit Tonsilitis Kronis
menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) (Shah, 2007). Dalam analisa tentang
kekambuhan penyakit-penyakit kronis pada saluran nafas atas dilakukan penelitian terhadap total
populasi lebih dari 3,5 juta jiwa populasi di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi penderita
tonsillitis kronis sebesar 15,9/1.000 penduduk. Menurut penelitian di Rusia mengenai prevalensi
dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 (26,3%)
dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa tonsilitis kronis. (Awan Z., et al, 2009).
Sementara di Indonesia, menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakti infeksi masih
merupakan masalah utama di bidang kesehatan. Angka kejadian penyakit tonsilitis di Indonesia
sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi pada tahun 1994-1996,
prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%) (Suwento dalam
Farokah, 2007).Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997
sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh
jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering
terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima (10,5% pada laki-laki, 13,7% pada
perempuan) (Hannaford PC, et al, 2005)
Di Kota Tanjung Pinang sendiri, khususnya di area cakupan pelayanan Puskesmas Batu
10, penyakit ISPA menempati peringkat pertama daftar penyakit pasien yang berobat. Tonsilitis
sendiri sering dimasukkan didalamnya, selain faringitis dan rhinitis. Pada Bulan Januari sampai
November 2016, dari 10 ribu pasien yang berobat di Puskesmas Batu 10, 2000 diantaranya
memiliki penyakit ISPA, dan banyak diantaranya merupakan tonsilitis akut. Terutama pada
bulan Januari, dari 2000 pasien, 834 (40%) pasien menderita ISPA.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan mini project
berupa upaya peningkatan pengetahuan pelajar mengenai tonsilitis, khususnya pada murid
yang rata-rata berusia 9-10 tahun. Mengingat kelompok usia tersebut merupakan kelompok usia
dengan prevalensi terbanyak menderita tonsilitis.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengetahuan mengenai tonsilitis pada murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung
Pinang.

1.3 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai tonsilitis pada murid kelas 5 di SDN 015
Tanjung Pinang.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Untuk meningkatkan pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang tentang
pengertian tonsilitis.
2. Untuk meningkatkan pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang tentang
penyebab tonsilitis.
3. Untuk meningkatkan pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang tentang
gejala tonsilitis.
4. Untuk meningkatkan pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang tentang
pencegahan dan penanganan tonsilitis secara umum.

1.3 Manfaat
1. Penyuluhan ini dapat menambah pengetahuan murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
tentang pengertian, penyebab, gejala serta penanganan tonsilitis secara umum.
2. Penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
untuk melakukan upaya pencegahan penyakit tonsilitis.
3. Penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran murid kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang
untuk segera berobat ke Puskesmas bila ada gejala penyakit tonsilitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi


Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual
(tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil)
(Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tonsilitis merupakan suatu peradangan pada
tonsil yang disebabkan karena bakteri atau virus, prosesnya bisa akut atau kronis.
Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad, dkk, 2007) yaitu:

2.1.1 Tonsilitis Akut


a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil
yang sangat nyeri dirasakan pasien.
Gejala tonsilitis viral diantaranya adalah nyeri tenggorok dan waktu menelan, demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan,
dan nyeri di telinga (otalgia).
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus yang
dikenal sebagai Streptokokus pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus
piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak
detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
c. Tonsilitis Membranosa
Gambaran klinik dibagi tiga golongan yaitu gejala umum, gejala lokal dan gejala akibat
eksotoksin. Gejala umumnya yaitu kenaikan suhu tubuh (subfebris), nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal ditandai dengan tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin
lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Bila infeksi berjalan terus
kelenjar limfe leher akan membengkak sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)
atau Burgemeester’s hals. Sementara eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri
mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh seperti pada jantung ditandai dengan
miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat terjadi kelumpuhan
otot, palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal terdapat albuminoria.
d. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10
tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun.
e. Tonsilitis septik
Pada tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam
susu sapi, gejalanya antara lain demam sampai 39°C, nyeri kepala, badan lemah dan
kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, dan gigi dan
gusi berdarah
f. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
g. Penyakit kelainan darah
Gejalanya tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan beberapa
kripti terisi oleh detritus, rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok terasa kering
dan napas berbau. Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut,
gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

2.1.2 Tonsilis Kronik


Tonsilitis yang berlangsung lama (bulan atau tahun) atau dikenal sebagai
penyakit menahun. Bakteri penyebab tonsillitis kronik sama halnya dengan tonsillitis
akut, namun kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif.
Faktor predisposisi tonsillitis kronis antara lain rangsangan kronis rokok,
makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara
kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Saat
pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kripte membesar
dan terisi detritus (Woolley AL dalam Abdulhadi, 2007).

2.2 Epidemiologi
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsila palatina yang lebih dari 3 bulan
ataupun tonsilitis akut yang berulang. Menurut kajian yang dilakukan oleh National
Center of Health Statistics pada Januari 1997 di United State, penyakit kronik pada tonsil
dan adenoid adalah tinggi, dengan prevalensi 24,9% per 1000 orang anak-anak yang
berusia di bawah 18 tahun. (Collin, 1997).
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi di Indonesia pada
tahun 1994-1996, prevalensi kejadian tonsilitis kronik adalah yang tertinggi setelah
nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebanyak 3,8%. Insiden tonsilitis kronik di RS Dr.
Kariadi Semarang mencapai 23,36% dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun.
Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret
1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan
(Farokah et al., 2007).
Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Tonsilofaringitis merupakan
peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara
lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang
biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan
pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat ( Adams, G.L. 1997).
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai
dengan serangan infeksi yang berulang-ulang. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit
yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama
antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang
tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam
Hammouda, 2009). Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan
terutama terjadi pada kelompok usia muda (Kurien, 2000).
Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap
negara. Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap
etiologi infeksi penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad-
Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien
didapati penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai
yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita. Sementara penelitian yang dilakukan di
Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan
pasien dan jumlah penderita penyakit Tonsilitis Kronis menempati urutan keempat yakni
sebanyak 657 (8,1%) (Shah, 2007). Dalam analisis tentang kekambuhan penyakit-
penyakit kronis pada saluran nafas atas dilakukan penelitian terhadap total populasi lebih
dari 3,5 juta jiwa populasi di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi penderita
tonsillitis kronis sebesar 15,9/1.000 penduduk. Menurut penelitian di Rusia mengenai
prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa
sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa tonsilitis kronis.
(Awan Z,, et al, 2009). Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi
(Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah
Nasofaringitis Akut (3,8%)). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada
periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis
atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan
umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima
(10,5% pada laki-laki, 13,7% pada perempuan) (Hannaford PC, et al, 2005).

2.3 Patofisiologi
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh beberapa jenis makanan,
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang
tidak adekuat (Eviaty, 2001). Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte
tonsil. Karena proses radang berulang,maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringanlimfoid akan diganti oleh jaringan parut.
Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akanmelebar (Adam’s, 1997). Secara klinis
kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosityang
mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-
kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan
dengan jaringansekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula (Ugras, 2008).

2.4 Tanda dan Gejala Umum

Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang-kadang
pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak lemah dan mengeluh
sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau.
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah sering terjadi gangguan menelan
(disfagia) sehingga terjadi regurgitasi, resonator suara terganggu sehingga terjadi
rinolalia, demam yang tinggi, kadang-kadang ditemukan trismus dan hipersalivasi,
tenggorokan terasa kering, nyeri makin hebat saat menelan, nyeri menjalar ke telinga
(referred pain), nyeri kepala, badan lesu dan selera makan berkurang.

2.5 Diagnosis

Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian


berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa
nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat
ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga
(otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu
makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti
orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice.
Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri
telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat
detritus yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau
pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan
arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di
belakang angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.
Pemeriksaan:
1 Bau mulut (foetor ex ore)
2 Suara terdengar seperti mulut terisi makanan panas (plumming voice)
3 Banyak meludah (ptialismus)
4 Tonsil merah dan bengkak dengan detritus pada permukaan
5 Palatum mole, pilar anterior, dan pilar posterior udem dan hiperemi.
6 Kelenjar limfe jugular dapat membesar dan terdapat nyeri tekan.

2.6 Pengobatan

Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup,
serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu padat dan merangsang
tenggorokan.Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit
kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan
dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan.
Penyebab karena virus tidak perlu antibiotika karena akan sembuh sendiri dalam
5-7 hari. Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat
pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis
antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5
sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta
hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah
kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang
dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan
pengobatan orang tidak adekuat.
1. Tonsilitis akut. Antibiotik, analgesik, dan obat kumuR
2. Tonsilitis kronik eksaserbasi. Penyembuhan radang, kemudian dilakukan
tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang.
3. Tonsilitis kronik Bila tidak mengganggu tidak ada pengobatan khusus
Indikasi Operasi Tonsilektomi
1. Tonsilitis berulang-ulang dengan interval pendek.
2. Merupakan indikasi khusus untuk anak ( tonsilitis rekuren ) yang kambuh lebih dari
3 kali.
3. Obstruksi mekanik oleh tonsil yang hipertropy.
4. Tonsilitis hipertropy yang menyebabkan obstruksi sehingga terjadi gangguan
menelan, dan penurunan berat badan, hiperplasia setelah infeksi mononukleosis dan
riwayat demam reuma dengan gangguan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis
kronik yang sukar diatasi dengan antibiotik.
5. Tonsil sebagai fokal infeksi.
6. Abses peritonsiler
7. Rinitis berulang
8. Otitis media peritonsiler
Tonsilektomi tidak harus dilakukan bila
1. Radang akut tonsil.
2. Demam, albuminuria.
3. Penyakit paru-paru
4. Penyakit darah.
5. Hipertensi.
6. Poliomielitis epidemik.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa bersifat lokal seperti Abses peritonsil atau infiltrat
peritonsil, abses parafaring, Limfadenitis servikal supuratifOtitis media akut, terutama
pada anak-anak. Sementara yang bersifat sistemik, bila penyebabnya streptokokus beta
hemolitikus dapat terjadi, pada ginjal: nefritis, glomerulonefritis Pada sendi: artritis Pada
jantung: endokarditis, pada mata: iridosiklitis.
Komplikasi jangka pendek : dapat terjadi infiltrasi peritonsiler, abses peritonsiler,
otitis media, limfedenitis regional, rinitis kronik dan sinusitis. Komplikasi jangka
panjang : meningitis, endokarditis, pleuritis, miositis, sebagai fokal infeksi yang dapat
menimbulkan glomerulusnefritis, dan rematoid artritis.
2.7.1 Komplikasi Tonsilitis Akut
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses
peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik
dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan
infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut &
glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler
(plebitis).

2.8 Pencegahan
Secara umum pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga
mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Untuk mencegah
dan mengobati radang amandel atau Tonsilitis adalah :
1. Mencucui tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro – organisme
yang dapat menimbilkan tonsillitis
2. Mencuci tangan dengan bersih dan sering, terutama setelah menggunakan toilet dan
sebelum makan
3. Hindari berbagi makanan, gelas minum atau barang dengan orang lain
4. Menghindari kontak dengan penderita infeksi tenggorokan, setidaknya hingga 24 jam
setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapat antibiotic
5. Jangan minum es, sirop, es krim, makanan dan minuman yang didinginkan,
gorengan, makanan awetan yang diasinkan, dan manisan
6. Berkumur air garam hangat 3-4 kali sehari
7. Menaruh kompres hangat pada leher setiap hari
8. Diberikan terapi antibiotik (atas petunjuk dokter) apabila ada infeksi bakteri dan
untuk mencegah komplikasi
9. Istirahat yang cukup
Kuman yang menyebabkan tonsilitis adalah virus dan bakteri yang sifatnya menular.
Oleh karena itu, pencegahan terbaik adalah dengan mempraktikkan kebersihan yang baik.
Ajarkan keluarga anda semua untuk.

2.9 Prognosis
Gejala tonsilitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3 hari
setelah pemberian antibiotik. Dapat berulang hingga menjadi kronis bila faktor
predisposisi tidak dihindari.
BAB 3

METODE

3.1 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan atau intervensi dari kegiatan ini adalah metode penyuluhan dengan
cara ceramah dan diskusi tanya jawab dengan bantuan media penyuluhan berupa LCD, laptop,
pointer, dan microphone. Untuk mengetahui efektivitas pemberian materi, dilakukan evaluasi
berupa perbandingan rata-rata nilai pretest dan rata-rata nilai posttest kepada peserta penyuluhan.
Materi penyuluhan yang akan diberikan adalah tentang tonsilitis pada murid kelas 5 di SDN 015
Tanjung Pinang. Metode ini diharapkan dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan
ini.

3.2 Lokasi
Kegiatan ini berlokasi di SDN 015 Tanjung Pinang.

3.3 Waktu
Kegiatan ini diadakan pada hari Kamis, tanggal 9 Februari 2017 pukul 08.30 sampai
09.30 WIB.

3.4 Sasaran
Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah 31 orang peserta yang merupakan murid kelas
5 di SDN 015 Tanjung Pinang dengan distribusi usia 10 tahun terdiri dari 17 murid, 11 murid
berusia 11 tahun, 2 murid berusia 12 tahun dan 1 murid berusia 14 tahun. Berdasar jenis kelamin,
15 diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 16 orang diantaranya laki-laki.

3.5 Materi Penyuluhan


Peserta penyuluhan mendapat pengetahuan tentang poin-poin penting yang perlu
diketahui berkaitan dengan tonsilitis, antara lain:
- Pengertian dan nama lain tonsilitis (radang/sakit amandel)
- Penyebab tonsilitis
- Gejala dan tanda tonsilitis
- Hal yang harus dilakukan bila mendapati gejala dan tanda tonsilitis
- Cara pencegahan dan penanganan secara umum bila menderita tonsilitis
- Makanan minuman yang dapat memperparah dan meringankan tonsilitis
Penyuluhan ditutup dengan sesi diskusi. Pada sesi ini, peserta diperkenankan bertanya
tentang hal-hal ataupun menyampaikan pengalaman yang berkaitan dengan tonsilitis dalam
durasi waktu 20 menit. Pemateri melakukan pembagian hadiah kepada peserta yang paling
berperan aktif selama sesi diskusi.

3.6 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah LCD, laptop, pointer,
dan microphone.
BAB 4
HASIL

4.1 Data Kesehatan Masyarakat


4.1.1 Sebelum Dilakukan Intervensi
Di Kota Tanjung Pinang sendiri, khususnya di area cakupan pelayanan Puskesmas
Batu 10, penyakit ISPA menempati peringkat pertama daftar penyakit pasien yang
berobat. Tonsilitis sendiri sering dimasukkan didalamnya, selain faringitis dan rhinitis.
Pada Bulan Januari sampai November 2016, dari 10 ribu pasien yang berobat di
Puskesmas Batu 10, 2000 diantaranya memiliki penyakit ISPA, dan banyak diantaranya
merupakan tonsilitis akut. Terutama pada bulan Januari, dari 2000 pasien, 834 (40%)
pasien menderita ISPA.

4.1.2 Hasil Kegiatan Intervensi


a. Peserta
Peserta yang mengikuti kegiatan ini adalah 31 orang peserta yang merupakan murid
kelas 5 di SDN 015 Tanjung Pinang dengan distribusi usia 10 tahun terdiri dari 17
murid, 11 murid berusia 11 tahun, 2 murid berusia 12 tahun dan 1 murid berusia 14
tahun. Berdasar jenis kelamin, 15 diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 16
orang diantaranya laki-laki.
b. Materi Penyuluhan
Peserta penyuluhan mendapat pengetahuan tentang poin-poin penting yang perlu
diketahui berkaitan dengan tonsilitis, antara lain:
- Pengertian dan nama lain tonsilitis (radang amandel)
- Penyebab tonsilitis
- Gejala dan tanda tonsilitis
- Hal yang harus dilakukan bila mendapati gejala dan tanda tonsilitis
- Cara pencegahan dan penanganan secara umum bila menderita tonsilitis
- Makanan minuman yang dapat memperparah dan meringankan tonsilitis
Penyuluhan ditutup dengan sesi diskusi. Pada sesi ini, peserta diperkenankan bertanya
tentang hal-hal ataupun menyampaikan pengalaman yang berkaitan dengan tonsilitis.
Dengan durasi waktu 20 menit, didapatkan 16 pertanyaan dari 10 peserta. Pemateri
melakukan pembagian hadiah kepada peserta yang paling berperan aktif selama sesi
diskusi.
c. Metode
Metode pelaksanaan atau intervensi dari kegiatan ini adalah metode penyuluhan
dengan cara ceramah dan memutar video tentang penyakit tonsilitis. Peserta juga
diberi kesempatan untuk berdiskusi di akhir sesi ceramah.
d. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah LCD, laptop,
pointer, dan microphone.
e. Evaluasi
Untuk proses evaluasi, dilakukan pretest dan posttest pada awal dan akhir pemberian
materi, dengan hasil sebagai berikut:
Lokasi Rata-rata Pretest Rata-rata Posttest Hasil

SDN 015 69,72 93,29 ↑ (meningkat)


Tanjungpinang

Terjadi peningkatan nilai tes sebelum dan sesudah pemberian materi.


f. Hambatan
Hambatan yang ditemui dalam proses pelaksanaan penyuluhan adalah sulitnya
membuat peserta konsentrasi dan berperan aktif dalam penyajian materi mengingat
usia peserta. Namun kendala tersebut dapat diatasi dengan cara menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti peserta, slide persentasi yang penuh dengan gambar dan
video, serta pemberian hadiah kepada peserta yang paling aktif dalam sesi diskusi
dan peraih nilai pretest serta postest terbaik. Hambatan lain adalah perihal penentuan
waktu penyuluhan yang tidak menganggu jadwal sekolah. Namun hal ini juga dapat
diatasi dengan kerja sama yang baik antara pihak sekolah dan bantuan petugas
puskesmas, khususnya petugas Puskesmas Batu 10.
BAB 5
DISKUSI

5.1 Analisis Hasil Intervensi


Pada mini project kali ini, evaluasi pemberian intervensi dilakukan melalui pretest dan
posttest. Rata-rata nilai pretest dari 31 murid kelas 5 SDN 015 Tanjungpinang adalah 69,72,
sedangkan rata-rata nilai posttest adalah 93,29. Terlihat terjadi peningkatan yang signifikan
yaitu sebesar 33,80% antara hasil pretest dan postest. Distribusi tergolong rata pada nilai postest,
dengan 18 anak mendapatkan nilai 100 dan nilai terendah adalah 75. Hal ini dapat menjadi
indikator meningkatnya pengetahuan peserta penyuluhan setelah mereka mendengarkan materi
dan berdiskusi tentang tonsilitis (radang amandel). Peningkatan pengetahuan ini diharapkan
dapat menggerakkan kesadaran murid sekolah dasar di wilayah Puskesmas Batu 10, khususnya
di SDN 015 Tanjungpinang untuk mengenali tanda-tanda awal gejala tonsilitis dan bersedia
memeriksakan diri ke puskesmas bila menderita gejala tersebut. Serta diharapkan penyuluhan ini
dapat menurunkan angka kejadian tonsilitis dengan mengertinya peserta tentang cara pencegahan
penyakit ini.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penyuluhan yang dilakukan pada bulan Februari tahun 2017
tentang upaya peningkatan pengetahuan mengenai tonsilitis pada murid kelas 5 SDN 015
Tanjungpinang, terdapat peningkatan yang signifikan antara hasil nilai prestest dan
postest. Selama penyampaian materi, para murid memperhatikan dengan baik dan aktif,
terbukti pada sesi diskusi banyak murid yang bertanya dan dihentikan hanya karena
faktor durasi waktu. Tidak ditemukan kendala yang berarti pada pelaksanaan penyuluhan
ini, hanya masalah penyesuaian waktu penyuluhan dengan jadwal sekolah peserta yang
tidak sesuai. Namun hal tersebut dapat diatasi berkat bantuan dari pihak puskesmas dan
pihak sekolah.

6.2 Saran
a. Penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan semacam ini hendaknya diadakan
dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh dalam upaya
deteksi dini dan pencegahan penyakit tonsilitis untuk mewujudkan generasi muda
yang lebih sehat dan cerdas..
b. Diharapkan peserta penyuluhan dapat meneruskan pengetahuan yang telah diperoleh
kepada keluarga, teman, maupun orang terdekat lainnya.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai