PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Praktikum
Secara khusus mahasiswa diharapkan
1. Menerapkan bioproses di bidang argoindustri dengan melibatkan
mikroba jenis khamir
2. Membuat minuman beralkohol (wine) dari sari buah-buahan melalui
proses fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviceae
varietas ellipsoideus
3. Menghitung kadar alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi di atas
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Fermentasi
3
langsung sari tebu segar. kadar gula tinggi tebu membuat sebuah sumber
ideal untuk produksi minuman beralkohol. Saccharomyces cerevisiae dapat
digunakan secara efektif untuk produksi anggur tebu. Biotin tidak memiliki
efek pada karakteristik sensorik dan alkohol produksi. Sementara daun
jambu biji dapat digunakan sebagai aditif untuk produksi anggur karena
akan meningkatkan produksi alkohol dan meningkatkan sensorik
karakteristik (Kulkarmi, 2011).
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi
merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik.
Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut
akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain
(Kwartiningsih, 2005).
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi
dari gula dan molekul organik lain serta tidak memerlukan oksigen atau
sistem transfer elektron. Fermentasi menggunakan molekul organik sebagai
akhir akseptor elektronnya. Beberapa organisme seperti khamir S.
cerevisiae melakukan fermentasi alkohol. Organisme ini mengubah glukosa
melalui fermentasi menjadi alkohol (etanol). Pada fermentasi alkohol, asam
piruvat diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi.
Langkah pertama adalah pembebasan CO2 dari asam piruvat yang kemudian
diubah menjadi asetaldehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi
asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan
digunakan untuk glikolisis (Abdurahman, 2006).
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit O2 yaitu
sekitar 0,05 – 0,10 mmhg tekanan O2 yang diperlukan oleh sel khamir untuk
biosintesa lemak-lemak tidak jenuh dan lipid. Jumlah O2 yang lebih tinggi
dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitas etanol
menjadi lebih rendah (Daulay dan Rahman, 1992).
4
Fermentasi dapat dikaitkan dengan kadar gula, pH, jumlah nitrogen,
pertumbuhan yeast dalam ragi, dan biomassa menghasilkan sel. Hal penting
dalam semua kegiatan fermentasi yang optimal adalah gula (glukosa),
nitrogen dan vitamin yang sangat berpengaruh terhadap hasil fermentasi.
Fermentasi mampu mengurangi konsentrasi gula yang tinggi dalam produk.
Defisiensi asimibilitas nitrogen dapat memperlambat pertumbuhan yeast
dalam fermentasi yang kemudian akan menghasilkan hidrogen sulfida.
Proses pre-fermentasi harus menggunakan konsentrasi nutrisi penting bagi
yeast yang rendah (Siler, 1996).
2.2 Wine
5
dengan Fruity wine. Sedangkan jika wine terbuat dari bahan pangan yang
mengandung pati, seperti beras dan gandum, maka wine tersebut lebih
dikenal dengan istilah minuman Sake (barley wine atau rice wine).
Minuman wine yang dibuat dari bahan baku jahe dikenal dengan sebutan
Brandy (Allen, 2008).
Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah
gula yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami
di dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan
kadar etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan
dari luar. Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi
gula yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga
proses fermentasi tidak akan berlangsung. Pada proses pembuatan wine,
gula yang digunakan maksimum 30%. Gula yang umum digunakan dalam
pembuatan wine adalah gula pasir (sukrosa). Pada proses fermentasi gula
sukrosa akan dipecah oleh enzim invertase menjadi monosakarida (glukosa
dan fruktosa) yang akhirnya diubah menjadi etanol dan CO2 (Gunam, 2009).
Teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali
dikembangkan oleh orang Mesir pada tahun 2500 sebelum Masehi. Dari
Mesir budidaya dan teknologi pengolahan anggur masuk ke Yunani dan
menyebar ke daerah Laut Hitam sampai ke Spanyol, Jerman, Prancis, dan
Austria. Sejalan dengan perjalanan Columbus teknologi pengolahan dan
budidaya anggur mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika
Selatan, Asia termasuk Indonesia, dan Australia. Penyebaran ini juga
menjadikan anggur mempunyai beberapa sebutan, seperti grape di Amerika
dan Eropa, putao di China, dan Anggur di Indonesia (Wahyu, 2004).
Alkohol merupakan bahan alami yang dihasilkan dari proses
fermentasi yang banyak ditemui dalam bentuk bir, anggur, spiritus dan
sebagainya. Minuman berakohol dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu,
produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung seperti anggur dan bir
dan produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum
dikonsumsi seperti whisky. Dalam pembentukan alkohol melalui proses
fermentasi peran mikroorganisme sangat besar dan biasanya
6
mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa
syarat sebagai berikut yaitu, mempunyai kemampuan untuk memfermentasi
karbohidrat yang cocok secara cepat, bersifat membentuk flokulasi dan
sedimentasi (misal sel-sel yeast selalu ada pada bagian bawah tangki
fermentasi, mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami
mutasi), bersifat osmotoleran artinya mikroorganisme tersebut toleran
terhadap tekanan osmos yang tinggi, toleran terhadap kadar alkohol yang
tinggi (sampai dengan 14-15 %), dan mempunyai sifat regenerasi yang cepat
(Santi, 2008).
Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan
gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan
oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan selama proses
fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula,
keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut.
Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap
kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2. Serta
diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan
asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi
wine. Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30 oC. Semakin
rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi pula alkohol yang akan
dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5.
Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH
digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh
kosentrasi garam logam dalam perasan.
Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan
petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada
perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal
tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan
sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak atau
mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang
7
dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah
disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan
khamir (Budiyanto dan Krisno, 1996:75-77).
8
Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae terus meningkat diikuti
dengan penurunan konsentrasi gula reduksi. Peningkatan jumlah sel
Sacchromyces cerevisiae dan penurunan konsentrasi gula reduksi ini diikuti
dengan peningkatan konsentrasi etanol. Hal ini menunjukkan bahwa gula
reduksi merupakan faktor penting bagi sel Saccharomyces cerevisiae
sebagai sumber energi untuk melakukan metabolisme yang pada akhirnya
akan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin
banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Saccharomyces
cerevisiae makin tinggi pula konsentrasi etanol yang dihasilkan oleh sel
Saccharomyces cerevisiae. Besarnya konsentrasi etanol yang akan
didapatkan dari proses fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan
konsentrasi gula reduksi awal karena proses fermentasi dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi adalah kultur
inokulum yang digunakan, lama fermentasi, suhu, pH medium, jumlah
makro dan mikro nutrien yang ada dalam media fermentasi, konsentrasi
media fermentasi, gula reduksi dan sebagainya (Wignyanto, 2001).
Sel yang termasuk jenis Sacharomyces cerevisiae berbentuk bulat,
oval, atau memanjang. Dalam industri alkohol atau pembuatan anggur
digunakan khamir permukaan yang disebut top yeast, yaitu khamir yang
bersifat fermentatif kuat dan tumbuh dengan cepat pada suhu 200°C.
Khamir permukaan tumbuh secara menggerombol dan melepaskan karbon
dioksida dengan cepat mengakibatkan sel terapung pada permukaan.
Contohnya adalah Sacharomyces cerevisiae var.ellipsoideus merupakan
galur yang dapat memproduksi alkohol dalam jumlah tinggi, sehingga
digunakan dalam industri pembuatan alkohol atau anggur (Fardiaz, 1989).
9
memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Sacharomyces
cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey” menggunakan Candida
pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap
konsentrasi yang tinggi, mampu mengahasilkan alkohol dalam jumlah
banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut (Soeharto, 1986).
c. Derajat keasaman(pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang
digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn,
2002). Pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol
secara efisien pada pH 3,5 – 6,0 (Daulay dan Rahman 1992).
d. Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk
pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30oC serta khamir
dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 – 35oC. Peningkatan suhu sampai
40oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol, tetapi
produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena meningkatnya
pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir
(Daulay dan Rahman, 1992).
e. Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen
yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir
untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi
10
dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya
alkohol menjadi lebih rendah. Persediaan oksigen yang besar penting untuk
kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun
produksi alkohol terbaik pada kondisi an aerob (Daulay dan Rahman, 1992).
a. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang lebih ringan dari
sterilisasi, biasanya suhu yang digunakan dibawah 100. Tujuan dari
pasteurisasi adalah 1). Membunuh semua bakteri patogen (penyebab
penyakit) yang umumnya dijumpai pada bahan pangan yaitu bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat; 2).
Memperpanjang daya tahan simpan bahan panagn dengan jalan mematikan
bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam
(pH<4,5), misalnya pasa bir, anggur, sari buah (Tjahjadi, 2011).
11
· Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri
Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan
Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat memetabolisme gula, asam, dan unsur
lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa senyawa yang menyebabkan
pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan
terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL.
Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid
dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3
sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL
tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika wine
memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL
dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan (Murli, 2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan :
Alat :
1. Peralatan Bioreaktor
2. Tabung reaksi, otoklaf, sumbat, kapas, jarum oase dan pembakaran
spiritus
12
3. Pisau Blender, kain saring, timbangan, biakan murni, erlenmeyer dan
sumbat kapas
4. Botol, sumbat botol, selang plastik, pembakar spiritus, starter, corong
dan kain saring
5. Seperangkat kromatografi gas dan botol sampel
Bahan :
1. Perasan Nenas (kadar gula 10-20o Brix)
2. Saccharomyces cereviceae varietas ellipsoideus
3. Gula
4. NaHSO3
13
14
BAB IV
PENGOLAHAN DATA & PEMBAHASAN
15
Kurva Kalibrasi
13,356
13,354
13,352
y=0,0003x +1.3343
13,350
13,348
13,346
13,344
13,342
0 1 2 3 4 5 6
Perhitungan Konsentrasi
Y=0,0003x +1.3343
X = 15,33 %
Reaksi Fermentasi
16
Sesudah Fermentasi Asam Sedikit harum Sedikit lebih Kuning
mendominasi dan berbau viskos kecoklatan
alkohol dengan sedikit
endapan
Pembahasan
17
Pasteurisasi harus dilakukan pada inokulum sebelum proses
fermentasi, suhu operasinya adalah 75-850C selama 10 sampai 15 menit.
Hal ini bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang berpotensi
mengganggu proses fermentasi. Inoculum dimasukkan ke dalam media
fermentasi secara aseptis dan proses dilakukan pada leher angsa yang diisi
H2SO4 tujuannya adalah untuk membuat kondisi fermentasi secara anaerob
dimana kondisi ini memungkinkan ragi mengubah jalur metabolit sehingga
menghasilkan alcohol.
18
gula sebesar 8.5. Nilai dari 5 – 15% brix adalah kondisi optimum proses yang
harus direkayasa untuk mendapatkan kadar alcohol yang tinggi.
Selanjutnya dilakukan pasteurisasi pada inokulum sebelum memulai
fermentasi, suhu pada saat pasteurisasinya sebesar 75-850C dengan kisaran waktu
10-15 menit. Hal ini dilakukan untuk membunuh bakteri pathogen yang akan
mengganggu proses fermentasi sehingga proses pasteurisasinya gagal. Kemudian
inoculum dimasukkan ke dalam media fermentasi dengan aseptis dan proses nya
dilakukan pada leher angsa yang sebelumnya telah diisi H2SO4. Ini bertujuan untuk
membuat kondisi fermentasi secara anaerob sehingga memungkinkan ragi
mengubah jalur metabolit sehingga menghasilkan alkohol.
Data yang diperoleh dari hasil winenya untuk pH didapat nilai sebesar 2.7,
kadar gula nya 5% brix dan untuk indeks bias 1,389. Dari persamaan kurva kalibrasi
diperoleh kadar alkohol sebesar 15.33 % sedangkan kadar gula yang dihasilkannya
berkurang. Sesuai teori dinyatakan bahwa setelah fermentasi kadar glukosa akan
berkurang karena mikroba menggunakannya untuk proses metabolisme dan
menghasilkan produk alkohol. Analisa lain juga dilakukan yaitu tes organoletik
yaitu pada rasa, aroma, kekentalan dan warna dari produk yang dihasilkan.
19
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Torija, Ma Jesus. 2002. Effects of Fermentation Temperature on The Srain
Population of Saccharomyces cerevisiae. Internatonal Journal of Food
Microbiology 80, 47-53. Spain.
Wignyanto. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan
Inokulum Saccharomyces cerevisiae pada Fermentasi Etanol. Jurnal
Teknologi Pertanian, Vol. 02, No. 01, Hal. 68-77.
USDA Food Composition Databases
Software developed by the National Agricultural Library v.3.5.5.2 2016-11-
29
NAL Home | USDA.gov | Agricultural Research Service | Plain Language |
FOIA | Accessibility Statement | Information Quality | Privacy Policy | Non-
Discrimination Statement | USA.gov | White House
https://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/index
https://lordbroken.wordpress.com/2010/06/14/pembuatan-wine/ (diakses :
28/November/2016).
Guleria, A.(2014). Production of Grape Wine by The use of yeast,
saccharomycese cerevisiae. Global Journal for Research Analysis, 3(6), 1
22