DISUSUN OLEH
FEBRI SUANDI SINAMBELA 7143342015
DIAMAS R PARHUSIP 7143342014
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................................. 1
2.1 RUMUSAN MASALAH .............................................................................................................. 1
2.3 TUJUAN ....................................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 2
2.1 Sejarah Hukum Kepailitan ............................................................................................................ 2
2.2 Pengertian Hukum Kepalitan ........................................................................................................ 3
2.3 Pengurusan Harta Pailit................................................................................................................. 4
2.3.1 Pengurusan Harta Pailit ......................................................................................................... 4
2.3.2 Pemberesan Harta Pailit ........................................................................................................ 6
2.4 Kepailitan dan Pengadilan Negeri................................................................................................. 8
BAB III ....................................................................................................................................................... 10
PENUTUP .................................................................................................................................................. 10
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 10
3.2 SARAN ....................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 11
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Transaksi antar pelaku usaha yang bersifat lintas batas Negara dalam berbagai literature
hokum dikenal sebagai “ Transaksi Bisnis Internasional (International Business Transacions)”.
Materi yang diperbincangkan dalam Transaksi Bisnis Internasional esensinya adalah masalah
hokum perdata internasional yang terkait dengan kegiatan bisnis. Pelaku usaha yang melakukan
transaksi bisnis internasional akan terekspor oleh hokum nasional dari dua Negara atau lebi.
Salah satu bidang yang terkait dengan transaksi bisnis Internasional adalah kepailitan (Insolvency
2.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
sejarah,pengertian hokum kepailitan dan mengetahu bagaimana pengurusan harta pailit serta
bagaiaman pengadilan niaga menyelesaikan sengketa hokum kepailitan tersebut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi Negara-negara dengan tradisi hukum common law, di mana hukum berasal dari
Inggris Raya, tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun tersebu hukum pailit
dari tradisi hukum Romawi diadopsi ke negeri Inggris.
Peristiwa ini ditandai dengan diundangkannya sebuah undang-undang yang disebut Act
Againts Such Person As Do Make Bangkrup oleh parlemen di masa kekaisaran raja Henry VIII.
Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman bagi debitor nakal yang
ngemplang untuk membayar utang sembari menyembunyikan aset-asetnya. Undang-undang ini
memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor secara individual (Munir Fuady, 1994: 4).
Sementara itu, sejarah hukum pailit di AS dimulai dengan perdebatan konstitusional yang
menginginkan kongres memiliki kekuasaan untuk membentuk suatu aturan uniform mengenai
kebangkrutan. Hal ini diperdebatkan sejarah diadakannya constitutional convention di
Philadelphia pada tahun 1787. Dalam the Federalis Papers, seorang founding father dari Negara
Amerika serikat, yaitu James Medison, mendiskusikan apa yang disebut Bankrupcy clause.
Kemudian, kongres pertama kali mengundangkan undang-undang tentang kebangkrutan pada
tahun 1800, yang isinya mirip dengan undang-undang kebangkrutan di Inggris pada saat itu.
Akan tetapi, selama abad ke-18, di beberapa Negara bagian USA telah ada undang-undang
negara bagian yang bertujuan untuk melindungi debitor yang disebut insolvency law.
Selanjutnya, undang-undang federasi AS tahun 1800 tersebut diubah atau diganti beberapa kali.
Kini di USA hukum kepailitan diatur dalam Bankruptcy ( Munir Fuady, 1999 : 4-5).
2
2.2 Pengertian Hukum Kepalitan
Kepailitan berasal dari kata Pailit. Pailit dapat diartikan sebagai pihak debitor dalam keadaan
berhenti membayar hutang karena tidak mampu membayar. Kepailitan berasal dari bahasa
Prancis “failite” artinya Kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Iggris dengan kata To fail yang
memiliki arti sama. Sehubungan dengan pengucapan kata dalam bahasa Belanda adalah Faiyit
yang berarti palyit. Adapun Pengertian dari beberapa Ahli dan sumber lainnya:
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, maka syarat-syarat yuridis agar suatu
perusahaan dapat dinyatakan pailiy adalah sebagai berikut:
Adanya hutang
Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;
Minimal satu dari hutang dapat ditagih;
Adanya debitor;
Adanya kreditor;
Kreditor lebih dari satu;
Pernytaan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang diebut dengan “Pengadilan
Niaga”,
Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;
Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan;
3
Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan “dapat
menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepda hakim tidak diberikan ruang untuk
memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.
Orang sering menyamakan arti pailit dengan Bangkrut, Tetapi menurut saya Pailit tidak
sama dengan bangkrut. Karena bangkrut berarti ada unsur kesehatan keuangan suatu perusahaan
dalam keadaan buruk, Tetapi Pailit sudah pasti terjadi gangguan kesehatan keuangan yang
disebabkan oleh ketidakmampuan ebayar hutang yang telah jatuh tempo. Jadi, Bangkrut dan
Pailit itu berbeda makna.
Dalam tahapan kepailitan, ada satu lembaga yang sangat penting keberadaannya, yakni
kurator. Kurator merupakan lembaga yang diadakan oleh undang-undang untuk melakukan
pemberesan terhadap harta pailit. Vollmar dalam buku Hadi Subhan mengatakan bahwa “ De
kurator is belast, aldus de wet, met het beheer en de vereffening van de failliete boedel “ (kurator
adalah bertugas, menurut undang-undang, mengurus dan membereskan harta pailit).
UUK PKPU telah menunjuk kurator sebagai satu-satunya pihak yang akan menangani
seluruh kegiatan pemberesan termasuk pengurusan harta pailit. Secara umum hal tersebut
dinyatakan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK PKPU yang merumuskan “seluruh gugatan
hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan Debitor pailit, harus diajukan
terhadap atau oleh Kurator”.
Menurut UUK PKPU, Kurator atas harta pailit milik Debitor pailit tidak dimonopoli oleh
BHP sebagai satu-satunya Kurator, melainkan juga dibuka kemungkinan bagi pihak lain untuk
turut menjadi Kurator bagi harta pailit, dengan ketentuan bahwa pihak tersebut haruslah :
4
Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki
keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta
pailit; dan
Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman.
Penjelasan UUK PKPU ada menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keahlian khusus
adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus, jadi tidak semua
orang bisa menjadi kurator, sehinga jika seseorang untuk menjadi kurator, maka orang tersebut
harus memenuhi syarat ketentuan sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Azasi Manusi (HAM) RI.No.M.01.HT.05.10 tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator, yaitu
Pada setiap akhir bulan, Departemen Kehakiman menyampaikan daftar nama Kurator dan
pengurus kepada Pengadilan Niaga. Kurator yang diangkat oleh pengadilan harus independen
dan tidak mempunyai benturan kepentingan baik dengan Debitor maupun dengan pihak Kreditor.
Surat Tanda Terdaftar sebagai Kurator dan pengurus berlaku sepanjang Kurator dan pengurus
masih terdaftar sebagai anggota aktif sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia.
Kode etik profesi Asosiasi Kurator dan pengurus menyebutkan bahwa benturan
kepentingan adalah keterkaitan antara Kurator atau pengurus dengan Debitor, Kreditor atau
pihak lain yang dapat menghalangi pelaksanaan tugasnya dengan penuh tanggungjawab sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas Kurator dan pengurus
harus dihindarkan. Oleh karena itu, sebelum penunjukan, kurator harus menolak penunjukan jika
ternyata bahwa pada saat penunjukan terdapat benturan kepentingan atau berdasarkan informasi
yang diperoleh, Kurator berpendapat bahwa benturan kepentingan mungkin akan muncul.
5
Demikian halnya setelah penunjukan Kurator harus segera mengungkapkan kepada Hakim
Pengawas Kreditor dan Debitor jika ternyata setelah penunjukan, muncul benturan kepentingan.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan Kurator yang begitu besar, maka seorang kurator
akan mendapatkan imbalan jasa yaitu upah yang harus dibayar dengan nilai yang tidak sedikit.
Pasal 76 UUK PKPU menetapkan besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada
kurator sebagaimana dimaksud Pasal 75 UUK PKPU ditetapkan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan perundang-undangan.
Meskipun tugas dan kewenangan Kurator tersebut merupakan hak yang dapat dilaksanakan
oleh Kurator itu sendiri, namun bukan berarti Kurator tidak memiliki kewajiban untuk mengurus
harta Debitor pailit, kewajiban tersebut dapat dilihat dari Pasal 74 ayat (1) UUK PKPU yang
menyebutkan bahwa Kurator berkewajiban menyampaikan laporan setiap tiga (3) bulanan
kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugas-tugasnya,
kemudian Kurator juga harus bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian
terhadap harta pailit (Pasal 75 Jo Pasal 76 UUK PKPU).
Konsekuensi yuridis dari insolven Debitor pailit adalah harta pailit akan segera dilakukan
pemberesan. Kurator akan mengadakan pemberesan dan menjual harta pailit dimuka umum atau
di bawah tangan serta menyusun daftar pembagian dengan ijin Hakim Pengawas, Hakim
Pengawas juga dapat mengadakan rapat Kreditor untuk menentukan cara pemberesan.
6
2) Harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta yang lain harus
disimpan terlebih dahulu, karena nilainya akan meningkat di kemudian hari ;
3) Harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitor pailit.
Hasil penjualan harta pailit ditambah hasil penagihan piutang dikurangi biaya pailit dan utang
harta pailit merupakan harta yang dapat dibagikan kepada para Kreditur dengan urutan sebagai
berikut :
Kreditor istimewa dalam UUK disebut sebagai Kreditor preferen adalah Kreditor yang
mempunyai preferensi karena undang-undang memberikan preferensi kepada tagihan mereka di
luar pemegang jaminan (Kreditor separatis). Kreditor preferen ini tidak mempunyai hak untuk
memulai prosedur hukum untuk melaksanakan hak mereka, mereka hanya diwajibkan untuk
mengajukan tagihan.
Kreditor dalam melaksanakan pemberesan harta pailit memiliki tugas dan kewenangan di
antaranya :
Setelah dilakukan pemberesan terhadap harta pailit, maka kemungkinan akan terjadi suatu
kondisi bahwa harta pailit tersebut mencukupi untuk membayar utang-utang Debitor kepada para
Kreditornya atau sebaliknya harta pailit tidak dapat mencukupi pelunasan terhadap utang-utang
Debitor kepada para Kreditor.
Dalam hal harta pailit mampu mencukupi pembayaran utang-utang Debitor pailit kepada para
Kreditornya, maka langkah selanjutnya adalah rehabilitasi atau pemulihan status Debitor pailit
menjadi subjek hukum penuh atas harta kekayaannya, hal ini sesuai dengan isi Pasal 215 UUK
PKPU. Syarat utama adanya rehabilitasi adalah bahwa si pailit telah membayar semua utangnya
pada Kreditor dengan dibuktikan surat tanda bukti pelunasan dari para Kreditor bahwa uang
7
Debitor pailit telah dibayar semuanya. Putusan pengadilan mengenai diterima atau ditolaknya
permohonan rehabilitasi adalah putusan final dari upaya hukum terhadap putusan tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menambah satu bab baru yaitu Bab Ketiga
mengenai Pengadilan Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan
masalah kepailitan secara cepat dan efektif. Pengadilan Niaga merupakan diferensiasi atas
peradilan umum yang dimungkinkan pembentukanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kekuasaan kehakiman.
8
“Pengadilan” tanpa ada kata “Niaga” karena merujuk pada Bab I tentang Ketentuan Umum,
Pasal 1 angka 7 bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam Lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Niaga Mengenai tugas dan wewenang Pengadilan Niaga ini pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 diatur dalam Pasal 280, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 diatur pada Pasal 300. Pengadilan Niaga merupakan lembaga peradilan yang
berada di bawah lingkungan Peradilan Umum yang mempunyai tugas sebagai berikut:
http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/fungsi-dan-peran-pengadilan-niagadalam.html
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Krisis moneter membuat hutang menjadi membengkak luar biasa sehingga
mengakibatkan banyak sekali Debitor tidak mampu membayar utang-utangnya. Di samping itu,
kredit macet di perbankan dalam negeri juga makin membubung tinggi secara luar biasa
(sebelum krisis moneter perbankan Indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit
bermasalah yaitu sebagai akibat terpuruknya sektor riil karena krisis moneter.
Dirasakan bahwa peraturan kepailitan yang ada, sangat tidak dapat diandalkan. Banyak
Debitor yang dihubungi oleh para Kreditornya karena berusaha mengelak untuk tanggung jawab
atas penyelesaian utang-utangnya. Sedangkan restrukturisasi utang hanyalah mungkin ditempuh
apabila Debitor bertemu dan duduk berunding dengan para Kreditornya atau sebaliknya.
Di samping adanya kesediaan untuk berunding itu, bisnis Debitor harus masih memiliki
prospek yang baik untuk mendatangkan revenue, sebagai sumber pelunasan utang yang
direstrukturisasi itu. Dengan demikian diharapkan adanya feedback antara kreditor dan debitor
dengan baik. Sehingga dirasakan dapat menguntungkan kedua belah pihak.
3.2 SARAN
Seyogyanya Majelis Hakim pengadilan niaga dalam memeriksa perkara kepailitan harus
tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku seperti memperhatikan subyek yang
menjadi persengketa
10
DAFTAR PUSTAKA
http://amroe-muamalah.blogspot.co.id/
http://frwarandy.blogspot.co.id/2012/05/kepailitan.html
https://junetbungsu.wordpress.com/2012/11/21/pemberesan-dalam-kepailitan/
http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/fungsi-dan-peran-pengadilan-niagadalam.html
11