Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak satu jam setelah


lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.Pelayanan pasca
persalinan harus terselenggara pada masa itu sebagai upaya pencegahan,
deteksi dini dan penanganan komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin
(Sarwono, 2014). Kematian ibu pada masa nifas masih tergolong tinggi,
penyebab utama kematian ibu pada masa ini adalah perdarahan pasca
persalinan (Nila, 2013). Faktor predisposisinya adalah anemia yang dapat
disebabkan oleh atonia uteri, serta retensio placenta. Penyebab lain kematian
ibu pada masa pasca persalinan adalah infeksi nifas dan hipertensi
dalam kehamilan, terutama preeklampsia dan eklampsia (Kenyon, 2014).
Angka kematian pada masa nifas akibat perdarahan pasca persalinan
sebesar 28%, eklampsia 24% dan infeksi 11% (Kementerian Kesehatan, 2012)
Perawatan masa nifas diperlukan karena merupakan masa yang sangat
penting untuk ibu dan janin. diperkirakan 60% kematian ibu terjadisetelah
persalinan, dan 50% kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama
setelah persalinan

Pengertian masa nifas


Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan
akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga
puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata ”Puer” yang artinya
bayi dan ”Parous” berarti melahirkan(Sarwono, 2014).
Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya alat reproduksi
wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium dan wanita
yang mengalami puerperium disebut puerpera. Periode pemulihan pascapartum
berlangsung sekitar enam minggu(Sarwono, 2014)
Tahapan Masa Nifas
Adapun tahapan masa nifas (postpartum puerperium) menurut (Suherni, 2009)
adalah:
 Puerperium Dini : Masa kepulihan, yakni saat ibu diperbolehkan berdiri
dan berjalan- jalan.
 Puerperium Intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ
genetal kira-kira 6-8 minggu.
 Remot Puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil (persalinan mempunyai
komplikasi)

Perubahan-Perubahan Fisiologis masa nifas


Perubahan uterus
Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi
umbilicus, setelah 4 minggu masuk panggul, setelah 2 minggu kembali pada
ukuran sebelum hamil) (Suherni, 2009). Tinggi fundus uterus dan berat uterus
menurut masa involusi (Suherni, 2009).
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi Lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri Lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Lochea
Adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama
puerperium (Varney, 2007). Ada beberapa jenis lochea, yakni (Suherni, 2009).
Lochea Rubra ( Cruenta)
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel- sel darah
desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam keadaan hamil), venix
caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam
noda dan sel-sel epitel yang mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu
halus pada anak yang baru lahir), dan mekonium (yakni isi usus janin
cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban
berwarna hijau).
 Lochea Sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-
7 pasca persalinan.
 Lochea Serosa
Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
 Lochea Alba
Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.
 Lochea Purulenta
Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti nanah berbau busuk.
 Locheohosis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.

Perubahan vagina dan perinium


Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul vugae (lipatan-lipatan
atau kerutan-kerutan) kembali.
Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
akibat ekstrasi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar,
robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
speculum.

Perubahan pada perineum


Terjadi robekan perineum hampir pada semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dan pada sirkumfarensia
suboksipito bregmatika.
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut
serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan
dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).

Perubahan pada sistem pencernaan


Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan
pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemorroid, laserasi jalan lahir.
Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak
berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah
atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain (Ambarwati, 2009).

Perubahan sistem perkemihan


Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung
pada
1) keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kalla II yang dilalui
3) Bersarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan (Suherni,
2009).
Perubahan Sistem Haematologi dalam Kehamilan
Kehamilan adalah hal yang paling dinantikan oleh kebanyakan pasangan
suami istri. Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut datangnya
kehamilan. Ibu hamil mengalami berbagai perubahan anatomis, fisiologi dan
biokimia dalam tubuh. Perubahan-perubahan ini sebagian besar sudah terjadi
segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan
perubahan ini merupakan bentuk adaptasi tubuh terhadap kehadiran janin (Sulin,
2010).
Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan hematologis yang
memegang peran cukup penting dalam mempersiapkan tubuh ibu hamil sebagai
media pertumbuhan dan perkembangan janin. Adapun perubahan hematologis
ini berupa pertambahan volume darah, perubahan konsentrasi hb dan
hematokrit, perubahan fungsi imunologis serta faktor-faktor koagulasi.
Volume Darah
Pada ibu hamil akan terjadi peningkatan volume darah yang signifikan
meskipun peningkatannya bervariasi pada tiap ibu hamil. Peningkatan volume
darah dimulai pada trimester pertama kehamilan yang akan berkembang secara
progresif mulai minggu ke-6 – 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-32 – 34 kehamilan dan akan kembali pada kondisi semulai pada 2-6
minggu setelah persalinan. Volume darah terdiri dari plasma darah dan
komponen darah. Diawal masa kehamilan, volume plasma darah akan
meningkat secara cepat sebesar 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi
progesteron dan estrogen pada ginjal yang diinisiasi jalur renin-angiotensin dan
aldosteron (Cunningham et al, 2010; Sulin, 2010).
Disamping peningkatan volume plasma, juga terjadi peningkatan volume
komponen darah yaitu eritrosit. Jumlah eritropoietin ibu hamil yang meningkat
menyebabkan peningkatan produksi eritrosit sebanyak 20-30% (Cunningham et
al, 2010; Sulin, 2010). Perubahan volume darah ini menghasilkan kondisi
hipervolemia pada ibu hamil dimana cairan tubuh meningkat menjadi 6-8 liter
dengan 4-6 liternya didistribusikan pada kompartemen ekstraselular (Pernoll,
2001).

Hipervolemia
Menurut Cunningham et al, (2010), hipervolemia yang diinduksi kehamilan
memiliki beberapa peran penting, yaitu :
 Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan metabolik dari uterus yang
membesar dengan sistem vaskularisasi yang hipertrofi
 Untuk menyediakan nutrisi yang banyak untuk mendukung pertumbuhan
pesat dari plasenta dan janin
 Untuk melindungi ibu dan janin dari efek buruk akibat terganggunya aliran
balik vena pada posisi terlentang dan tegak
 Untuk menjaga ibu dari efek buruk kehilangan darah saat melahirkan.
Konsentrasi Hb dan Hematokrit
Kondisi hipervolemia diakibatkan oleh peningkatan volume plasma darah dan
jumlah eritrosit dalam sirkulasi. Namun dikarenakan peningkatan eritrosit yang
jauh lebih rendah dibandingkan peningkatan volume plasma itu sendiri maka
terjadilah hemodilusi dan penurunan konsentrasi hb serta hematokrit. Kadar hb
yang awalnya sekitar 15 gr/dl turun menjadi 12,5 gr/dl, bahkan pada 6% ibu
hamil dapat turun sampai dibawah 11 gr/dl. Namun apabila konsentrasi hb
dibawah 11 gr/dl terus berlanjut dapat mengindikasikan kondisi yang abnormal
dan biasanya lebih sering berkaitan dengan defisiensi besi daripada
hipervolemia (Sulin, 2010).

Fungsi Imunologis
Respon imun memegang peranan penting dalam berbagai proses
reproduktif seperti menstruasi, pembuahan, kehamilan serta melahirkan. Jelas
sekali, selama kehamilan, ketika tubuh ibu harus menerima janin yang semi-
allogeneic, sistem imun sangat berperan penting. Janin semi-allogeneic dapat
bertahan tumbum pada tubuh ibu hamil karena interasi imunologis antara ibu
hamil dan janin ditekan (Cunningham et al, 2010)
Salah satu mekanisme yang terjadi adalah penekanan sel T helper (Th) 1
dan T sitotoksik (Tc) 1 yang menurunkan sekresi interleukin 2 (IL-2), interferon-γ
dan tumor necrosis factor (TNF-β). Ada juga bukti yang menyatakan bahwa
penekanan terhadap Th-1 merupakan syarat agar suatu kehamilan dapat terus
berlanjut (Cunningham et al, 2010).
Meskipun begitu, menurut Michimata et al, (2003) dalam Cunningham et
al, (2010), tidak semua komponen imun dalam tubuh ibu hamil ditekan atau
mengalami penurunan. Salah satu contoh, terjadi kenaikan dari sel Th-2 untuk
meningkatkan sekresi IL-4, IL-6, dan IL-13. Pada mukus serviks, kadar puncak
dari immunoglobulin A dan G (IgA dan IgG) lebih tinggi pada masa kehamilan.
Begitu juga dengan kadar IL-1β pada mukus serviks yang jumlahnya sepuluh kali
lebih besar pada ibu hamil (Cunningham et al, 2010).
Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar 5.000 –
12.000/μl dan mencapai puncaknya saat persalinan dan masa nifas berkisar
14.000 – 16.000/μl meski penyebab peningkatan ini belum diketahui. Distribusi
tipe sel juga akan mengalami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimester
ketiga terjadi peningkatan jumlah granulosit dan limfosit CD8 T dan secara
bersamaan terjadi penurunan limfosit dan monosit CD4 T (Sulin, 2009).
Dengan sistem imun yang ‘ditekan’ dalam kehamilan, suatu hal yang
wajar jika ibu hamil menjadi rentan terhadap infeksi. Namun untuk menegakkan
kondisi infeksi pada ibu hamil dapat menjadi lebih sulit karena banyak
pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa inflamasi tidak dapat
dipercayai hasilnya pada saat kehamilan. Contohnya kadar leukocyte alkaline
phosphatase yang digunakan untuk mengevaluasi kelainan myeloproliferatif
mengalami kenaikan diawal masa kehamilan. Konsentrasi dari penanda
inflamasi akut seperti C-reactive protein (CRP) dan Laju Endap Darah (LED) juga
akan meningkat karena peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Faktor
komplemen C3 dan C4 juga secara signifikan meningkat selama trimester dua
dan tiga kehamilan (Cunningham et al, 2010).
Koagulasi dan Fibrinolisis
Kondisi kehamilan juga berpengaruh pada koagulasi dan fibrinolisis. Pada
ibu hamil terjadi perubahan keseimbangan koagulasi intravaskular dan fibrinolisis
sehingga menginduksi suatu keadaan hiperkoagulasi (Sulin, 2010). Faktor-faktor
prokoagulasi meningkat pada akhir dari trimester satu, kecuali faktor XI dan XII.
Contohnya faktor VII, VIII dan IX seluruhnya meningkat dan kadar fibrinogen
plasma menjadi dua kali lipat sedangkan antitrombin III, inhibitor koagulasi
menurun jumlahnya. Protein C, yang menginaktivasi faktor V dan VIII,
kemungkinan tidak berubah selama kehamilan tapi konsentrasi protein S, salah
satu kofaktornya, menurun selama trimester satu dan dua. Sekitar 5-10% dari
total fibrinogen yang berada dalam sirkulasi dikonsumsi selama pelepasan
plasenta. Hal ini yang menyebabkan thromboembolism sebagai salah satu
penyebab utama kematian pada ibu hamil di Amerika Serikat (Pipkin, 2007).
Aktifitas plasma fibrinolitik menurun selama kehamilan dan persalinan namun
kembali ke kondisi normal dalam satu jam setelah kelahiran plasenta yang
menunjukkan bahwa kontrol dari fibrinolisis selama kehamilan dipengaruhi oleh
mediator-mediator dari plasenta (Pipkin, 2007).
Kehamilan normal juga mengakibatkan perubahan kadar platelet. Menurut
Cunningham et al, (2010), ditemukan kadar platelet yang sedikit lebih rendah
selama kehamilan yaitu sekitar 213.000/L dibandingkan 250.000/L pada
perempuan yang tidak hamil. Penurunan kadar platelet ini sebagian diakibatkan
oleh efek dari hemodilusi.

1.Prawiharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

2.Nila, Mustika Dwi. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha


Medika

3.Kemenkes RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta :


Kemenkes RI
4.Suherni, 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya

5.Varney,H., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta;EGC

6.Ambarwati, Eny Ratna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra


Cendikia.

7.Sulin D., 2009. Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil, dalam
: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

8.Pipkin, F.B. 2007. Risk factors for preeclampsia. New England Journal of
Medicine.

9.Cuningham, F. Gary.Dkk. 2010. Obstetri Williams. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai