Anda di halaman 1dari 3

Merasa Paling

Akhir-akhir ini, sering banget ya ngedengerin keluh kesah baik dari diri sendiri ataupun dari
orang sekitar. Gak bisa di pungkiri sih kalau manusia gabisa memikul beban hidupnya sendiri,
makanya perlu adanya wadah tuk bisa saling sharing baik itu tentang suatu pencapaian ataupun
permasalahan. Ga ada salahnya kok kita cerita tentang masalah pribadi ke orang lain, tapi perlu
di garis bawahi ya. Tentunya orang-orang yang memang kita percaya dan pastinya kepada
Allah lah tempat kita mengadu.
Dari hal-hal itu , saya coba berpikir. Kenapa ya terkadang muncul fenomena, ketika sedang
mendapatkan suatu musibah , ngerasa bahwa musibah atau kesusahan yang dialaminya itu
menjadi hal yang paling berat jika dibandingnkan dari musibah orang lain. Nyampe-nyampe
suka ngebandingin diri sendiri sama orang lain huhuhu.
“Kenapa gua dapet cobaan yang kaya gini banget ya Allah”.
“Kenapa sih selalu dipersulit, ga kaya dia . keknya gampang banget gitu dapetin ini itu”,
“Ya Allah kenaapa harus gua sih yang harus ngalamin ini.. kok kalau dibandingkan sama yang
lain, gua ngerasa yang paling berat” .
Itu mungkin beberapa kalimat yang biasanya keluar dari mulut ketika sedang mendapatkan
kesusahan baik secara sadar atau nggak kadang itu terlontar. Salah satunya saya rasain sendiri,
dan pada akhirnya kejadian itu lah yang membuat saya untuk mencoba menulis ini. Agar bisa
jadi refleksi terutama diri sendiri.
Saya jadi kepikiran, saat itu juga. Saat ngerasaian dapet kesusahan, rasanya kok berat banget
ya, apa yang sedang saya alami saat itu juga. Tapi ternyata, apa yang saya alami ternyata belum
ada apa-apanya jika di bandingkan kisah-kisah nabi terdahulu yang mendapatkan musibah
hingga rasanya jika kita dalam kondisi tersebut, rasanya ga bakal bisa bertahan.
Salah satu kisahnya mungkin udah sering denger ya, yaitu kisah nabi ayyub. Beliau adalah nabi
yang mendapatkan cobaan begitu berat hingga semua hilang dari sisinya, harta bahkan
keluarga.
Beliau adalah nabi yang sangat terkenal dengan harta berlimpah dan memiliki tanah yang
sangat luas di negerinya. Tak hanya itu, Allah juga memberikan karunia berupa keluarga, anak
laki-laki dan perempuan. Selama hidupnya, beliau adalah orang yang rajin bersyukur atas
nikmat Allah dengan menunaikan hak Allah.
Nabi ayyub ditimpa sebuah musibah, beliau terkena penyakit kulit yaitu jusdam (kusta dan
lepra). Kehidupannya menjadi berubah 360 derajat, semua hal yang beliau miliki menjadi sirna.
Semua orang menjauhinya, pun dengan keluarganya. Nabi ayyub mengalami musibah tersebut
selama 18 tahun. Ada pula yang mennyebutkan bahwa nabi ayyub mengalami musibah
tersebut selama 7 tahun, 7 bulan, 7 hari. Kedua waktu tersebut bukan waktu yang singkat.
Selama terkena musibah, tak ada prasangka buruk dari nabi ayyub terhadap Allah, beliau sabar
dalam mengahadapi cobaan tersebut. Bahkan ketika terbaring sakit, ketika yang tersisa adalah
lisannya, tidak beliau gunakan lisannya untuk menggerutu, beliau menggunakannya hanya
untuk banyak berdzikir pada Allah sehingga dirinya terus terjaga.
Dan akhirnya kesabaran nabi ayyub ditepati janjinya oleh Allah. Doanya terkabulkan.
Akhirnya beliau disembuhkan dari penyakitnya melalui air yang keluar dari hentakan kakinya
dan diberi kembali istri dan anak seperti yang dulu ada. Nabi ayyub mendapatkan ganti istri
yang lebih muda dan memiliki anak serta hartanya kembali. Itu semua disebabkan karena
kesabaran dan keridhaan belia ketika menghadapi musibah. Inilah balasan yang disegerakan
sebelum balasan di akhirat kelak.
Allah Ta’ala berfirman,
‫ش ْفنَا َما ِب ِه ِم ْن ض ٍُّر َوآَت َ ْينَاهُ أ َ ْهلَهُ َو ِمثْلَ ُه ْم َم َع ُه ْم‬
َ ‫) فَا ْست َ َج ْبنَا لَهُ فَ َك‬83( َ‫اح ِمين‬ َّ ‫ي الض ُُّّر َوأ َ ْنتَ أَ ْر َح ُم‬
ِ ‫الر‬ َّ ‫ُّوب ِإذْ نَادَى َربَّهُ أَنِي َم‬
َ ِ‫سن‬ َ ‫َوأَي‬
ْ
)84( َ‫َرحْ َمة ِم ْن ِع ْن ِدنَا َو ِذ ْك َرى ِللعَابِدِين‬ ً

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Rabbku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang.” Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit
yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan
bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi
semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 83-84)

dari kisah tersebut mungkin bisa di ambil hikmahnya bahwa setiap musibah yang Allah berikan
merupakan suatu wujud bentuk perhatian-Nya kepada hambanya. Sakit atau ujian akan
menghapus dosa.
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran
(pada masa depan), sedih (akan masa lalu), kesusahan hati (berduka cita) atau sesuatu yang
menyakiti sampai pada duri yang menusuknya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya.”
(HR. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573. Lihat Syarh Shahih Muslim, 16: 118 dan Kunuz
Riyadh Ash-Shalihin, 1: 491)
Setiap orang memiliki kadar musibah yang berbeda-beda, Allah memberikannya sesuai dengan
kondisi kita. Jika kita merasa, musibah itu datang dan terasa berat sekali, bersabarlah. Dan
ketika di saat-saat kita merasa sudah berdoa kepada Allah tetapi keadaan tidak membaik.
Mungkin Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik lagi.
Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia pernah berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Manusia manakah yang paling berat cobaannya?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Para Nabi lalu orang shalih dan orang yang semisal itu dan semisal itu
berikutnya. Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Jika imannya semakin
kuat, maka cobaannya akan semakin bertambah. Jika imannya lemah, maka cobaannya
tidaklah berat. Kalau seorang hamba terus mendapatkan musibah, nantinya ia akan berjalan
di muka bumi dalam keadaan tanpa dosa.” (HR. Ahmad, 1: 172. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Dan kita harus ingat bahwa, musibah yang Allah berikan masih sedikit dibandingkan atas
nikmat yang Allah berikan kepada kita semua.
Teruslah menjadi insan yang berssabar dalam kondisi terburukpun, karena Allah adalah Maha
penyayang, tidak akan pernah membiarkan hambanya sengsara.
Oleh karenanya, yuk mulailah untuk terus berprasangka baik terhadap kejadian-kejadian yang
membuat kita susah. Karena bisa jadi dari situ, menjadi awalan tuk siklus kebahagiaan yang
Allah berikan kepada hambanya. Ketika kita berhenti di tengah perjalanan dalam kondisi sulit,
kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan di akhir. Teruslah berjuang para pejuang!

Anda mungkin juga menyukai