Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam

hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih

bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses

keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan

khusus dan kepedulian yang besar. Untuk itu, perawat memerlukan kemampuan

khusus dan kepedulian besar yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal,

dan interpesonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dalam

berkomunikasi dengan orang lain (Wahyudi, 2009).

Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik

tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah

terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan

keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,

tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan

pertolongan terhadap sesama manusia (Damaiyanti, 2008).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien

(Indrawati, 2003 dalam Wahyudi, 2009). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan

yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan

tindakan professional (Arwani, 2003 dalam Wahyudi, 2009).


2

Komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan

pesan yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai

keterbatasan dalam menelaah informasi yang disampaikan. Hal ini juga sering

terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering komplain

karena tanaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien,

sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi

pelayanan kesehatan tersebut (Wahyudi, 2009).

Jika kesalahan penerimaaan pesan terus-menerus berlanjut dapat

berakibat pada ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan itu

sendiri. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu

pelayanan yang diberikan, dan pindahnya pasien kepada institusi pelayanan

kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chriswardani (2006) yang dimuat

dalam jurnal pelayanan kesehatan tentang indikator kepuasan pasien yang

menjalani perawatan pada tiga rumah sakit di Jawa Tengah menyimpulkan bahwa

komunikasi dalam pemberian pelayanan turut menentukan tingkat kepuasan

pasien.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dhama Yanfi (2009) di

RSUD Wonogiri terhadap 50 responden mengatakan 8 dari 13 perawat tidak

melakukan komunikasi terapeutik dengan baik, mereka hanya sekedar merawat

pasien, dan 8 dari 24 pasien mengatakan tidak puas, 5 dari 24 pasien mengatakan

sangat puas dan 16 dari 24 pasien mengatakan puas dengan komunikasi terapeutik

perawat.
3

Dari hasil pengamatan peneliti di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo menunjukkan adanya keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan

yang diberikan yang seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi terapeutik

perawat, terutama pasien yang membutuhkan masa perawatan yang lama

menyebabkan keluarga dihantui dengan bermacam-macam stressor yaitu

ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil, dan kekhawatiran akan biaya

perawatan. Ketidakpuasan lain yang dikeluhkan pasien berkaitan dengan

komunikasi antara lain disebabkan kurangnya kesempatan bagi pasien untuk lebih

bebas bertanya tentang kondisi penyakitnya, keluhan-keluhan kadang tidak

ditanggapi, dan tidak memberikan penjelasan yang tuntas tentang penyakit yang

diderita.

Data dari bagian rekam medik RSUP DR Wahidin Sudirohusodo

Makassar menunjukkan bahwa jumlah pasien yang dirawat di Ruang Lontara II

RSUP DR Wahidin Sudirohusodo pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan

Juli 2009 sebanyak 2.610 penderita dengan rata-rata penderita setiap bulannya

sebanyak 217 penderita (Rekam Medik RSUP DR Wahidin Sudirohusodo

Makassar, 2009).

Dari uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang

”Analisis Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar”.
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: ”bagaimanakah Kepuasan pasien tentang

komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di

Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar?”

C. Tujuan Penelitian

Diketahuinya gambaran Kepuasan pasien tentang komunikasi

terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang

Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Rumah Sakit

Hasil penelitian sini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelaksana

perawatan dan bidang terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan

khususnya tentang pentingnya aspek komunikasi dalam memberikan

pelayanan pada pasien.

2. Untuk Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan dan bahan kajian bagi

peneliti selanjutnya.

3. Untuk Peneliti

Hasil penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, serta memperluas wawasan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian komunikasi terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari

penyembuhan (Hornby dalam Nurjannah, 2005). Maka di sini diartikan

bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses

penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi

yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/ pemulihan

pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi

perawat.

2. Tujuan komunikasi terapeutik

Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat

akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga

akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah

diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan

dan akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2008).

Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994 seperti dukutip dalam

Damaiyanti, 2008) adalah:

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan

dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang

ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.


6

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

3. Manfaat komunikasi terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik. (Christina, 2003) adalah:

a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan

pasien melalui hubungan perawat-pasien.

b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan

mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

4. Syarat-syarat komunikasi terapeutik

Syarat komunikasi terapeutik efektif (Suryani, 2005) adalah:

a. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi

maupun penerima pesan

b. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan

terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.

Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan

untuk membentuk hubungan perawat-pasien sehingga pasien memungkinkan

untuk mengimplementasikan proses keperawatan.

5. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.


7

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menrima, saling

percaya dan saling menghargai.

c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik

maupun mental.

d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut.

e. Perawat harus dapat menciptakan suasan yang memungkinkan pasien

memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya

sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah –

masalah yang dihadapi.

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap

untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,

keberhasilan, amupun frustasi.

g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan

sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya

hidup.
8

k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap

mengganggu.

l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain

secara manusiawi.

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin

mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap

diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap

orang lain.

6. Sikap komunikasi terapeutik

Terdapat 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang

dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu:

a. Berhadapan; arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.

b. Mempertahankan kontak mata; kontak mata pada level yang sama

berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah pasien; posisi ini menunjukkan keinginan untuk

menyatakan atau mendengarkan sesuatu.

d. Memperlihatkan sikap terbuka; tidak melipat kaki atau tangan

menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.

e. Tetap rileks; tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara

ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien,

meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.


9

7. Teknik-teknik komunikasi terapeutik

Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen

(1998) seperti dikutip dalam Purba (2007) antara lain:

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara

mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang

dapat menceriterakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran dan

persepsi klien adalah klien sendiri.

Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah:

pandangan saat berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari

tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal-

hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh

kearah lawan bicara.

b. menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk

mendengarkan oang lain tanpa menunjukkan keraguan atau

ketidaksetujuan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan

gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening

atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan


10

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang

spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu,

pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan

gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

d. Pertanyaan terbuka (Open-Ended Question)

Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban ”ya” dan ”mungkin”, tetapi

pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat

mengemukakan masalahnya dengan kata-kata sendiri, atau dapat

memberikan informasi yang diperlukan.

e. Mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan

umpan balik bahwa ia mengertipesan klien dan berharap komunikasi

dilanjutkan.

f. Mengklarifikasi

Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha menjelaskan dalam kata-kata, ide

atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini

adalah untuk menyamakan pengertian.

g. Memfokuskan

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga

percakapan menjadi lebih spesifik dan mengerti. Hal yang perlu

diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak

memutus pembicaraan ketika klienmenyampaikan masalah yang penting

h. Menyatakan hasil observasi


11

Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan

hasil pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya

diterima dengan benar atau tidak. Dalam hal ini perawat menguraikan

kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Teknik ini

seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat harus

bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. Observasi dilakukan

sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

i. Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan

kesehatan untuk klien. Perawat tidak dibenarkan memberikan nasihat

kepada klien ketika memberikan informasi, karena tujuan dari tindakan

ini adalah memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Penahanan

informasi yang dilakukansaat klien membutuhkan akan mengakibatkan

klien menjadi tidak percaya.

j. Diam (memelihara ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

mengorganisir pikirannya. Diam memungkinkan klien untuk

berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan

memproses informasi. Diam sangat berguna terutama pada saat klien

harus mengambil keputusan. Diam disisni juga menunjukkan kesediaan

seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir,

meskipun begitu, diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain

merasa cemas.
12

k. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secara

singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang

telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.

l. Memberi penghargaan

Penghargaan jangan sampai jadi beban untuk klien. Dalam arti jangan

sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk

mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Selain itu teknik

ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang ini bagus dan

yang sebaliknya buruk.

m. Menawarkan diri

Perawat menyediakandiri tanpa respons bersyarat atau respon yang

diharapkan.

n. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang

perannya dalam interaksi ini, perawat dapat menstimulusnya untuk

mengambil inisiatifdan merasakan bahwaia diharapkan untuk membuka

pembicaraan.

o. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan


13

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan

hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga mengindikasikan bahwa

perawat mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik denga apa yang akan

dibicarakan selanjutnya.

p. Menempatkan kejadian secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien

untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian

akan menuntun perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya yang

merupakan akibat dari kejadian sebelumnya dan juga dapat menemukan

pola menemukan pola kesukaran interpersonal.

q. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala

sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk

menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara itu perawat harus

waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin muncul.

r. Refleksi

Refleksi ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan

dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah

berharga dan klien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya,

membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri.

s. Assertive
14

Assertive adalh kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman

mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai

orang lain. Kemampuan asertif antara lain: berbicara jelas, mampu

menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti hatinya , melindungi

diri dari kritik.

t. Humor

Humor merupakan hal yang penting dalam komunikasi verbal

dikarenakan: tertawa mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stres,

dan meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.

8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang

melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu

hubungan diantara keduanya,. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk

suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan

yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling

memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan

hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika

hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)

membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk

mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien(Suryani

2005).
15

Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005), ada

beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi

tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

a. Kejujuran.

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil

bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa

percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang

tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang

terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya

dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam

Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat

berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan

maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau

bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresi

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya

menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak

menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat

harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian

akan menimbulkan kebingungan bagi klien.

c. Bersikap positif
16

Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan

lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan

saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien.

Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan

penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan

dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat

atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan

suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam

mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991

dalam Suryani,2005).

d. Empati bukan simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan,

karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan

permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien

(Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat

dapat memberikan alternatif pemecahan masalah karena perawat tidak

hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam

perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara

objektif. menyampaikan perasaannya.

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus

berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993 dalam Suryani

2005), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan


17

yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu

melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan

mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan

penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan

perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar

mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara

(klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan

penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien

untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.

f. Menerima klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima

klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa

aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai

Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan

oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal

ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa

adanya.

g. Sensitif terhadap perasaan klien.

Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk

dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien.

Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar

dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun

perasaan klien.
18

h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat

sendiri

Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai

individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula

terhadap dirinya sendiri.

9. Tahap-tahap hubungan terapeutik

Dalam mmembina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat

mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus

diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen dalam Damaiyanti, 2008).

a. Fase pra-interaksi

Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan

berkomunikasi dengan pasien. Anda perlu mengevaluasi diri tentang

kemampuan yang anda miliki. Jika merasakan ketidakpastian maka anda

perlu membaca kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi

dengan tutor.

Adapun hal yang perlu dilakukan pada fase ini adalah:

1) Mengumpulkan data tentang pasien

2) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri

3) Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan, waktu,

tempat)

b. Fase orientasi/ perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali

bertemu dengan pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah;


19

1) Memberi salam

2) Memperkenalkan diri perawat

3) Menanyakan nama pasien

4) Menyepakati pertemuan (kontrak)

5) Menghadapi kontrak

6) Memulai percakapan awal

7) Menyepakati masalah pasien

8) Mengakhiri perkenalan

Orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan

seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah memvalidasi kekuarangan data,

rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini dan

mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal

yang telah dilakukan bersama pasien.

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

1) Memberikan salam dan tersenyum ke arah pasien

2) Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif)

3) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

4) Menjelaskan tujuan

5) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

kegiatan

6) Menjelaskan kerahasiaan

c. Fase kerja
20

Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan pasien yang terkait

erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan

dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan

keperawatan adalah:

1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan pasien akan dirinya,

perilakunya, perasaannya, pikirannya. Tujuan ini sering disebut tujuan

kognitif.

2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan

kemampuan pasien secara mandiri menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan afektif atau psikomotor.

3) Melaksanakan terapi/ teknikal keperawatan

4) Melaksanakan pendidikan kesehatan

5) Melaksanakan kolaborasi

6) Melaksanakan observasi dan monitoring

d. Fase terminasi

Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan

pasien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi

akhir.

1) Terminasi sementara

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan

pasien. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan

pasien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya satu atau dua jam

pada hari berikutnya.


21

2) Terminasi akhir

Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari rumah sakit

atau perawat selesai praktik di rumah sakit.

Adapun komponen dari fase terminasi adalah:

1) Menyimpulkan hasil kegiatan; evaluasi proses dan hasil

2) Memberikan reinforcement positif

3) Merencanakan tindak lanjut dengan pasien

4) Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu,

tempat, topik)

5) Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

B. Tinjauan Umum Tentang Kepuasan Pasien

1. Definisi kepuasan pasien

Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan

atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan

yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang

disebut di atas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien

merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.

Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya (Finley, 2001 dalam Wahyudi,

2009).
22

2. Tingkat kepuasan pasien

Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun

secara kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai

pengalamamn pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa

upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya

untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat

kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu

terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau

mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik

pemerintah. Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan

kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah

fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Wahyudi, 2009).

Tingkat kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya

peningkatan mutu layanan kesehatan. Olehnya itu, pengukuran tingkat

kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan

berkesinambungan.

Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena berikut ini:

(Sabarguna, 2004 dikutip dalam Wahyudi, 2009)

a. Bagian dari mutu pelayanan

b. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit

1) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan

tetangga
23

2) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan

pelayanan yang lain

3) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.

c. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana

yang terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan

kebutuhan pasien.

d. Analisis kuantitatif

Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat

diperhitungkan dengan angka kuantitatif tiadk perkiraan atau perasaan

belaka, yang dapat memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk

diskusi.

3. Aspek kepuasan pasien

Aspek kepuasan pasien menurut Boy Sabarguna (2004) dikutip dalam

Wahyudi (2009) adalah:

a. Kenyamanan

b. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit

c. Kompetensi teknis petugas

d. Biaya

4. Kaitan komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan pasien

Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang

penting untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi

kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting


24

karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber ketidakpuasan pasien

sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien.

Oleh karena itu, pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik

perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas

pelayanan keperawatan.

Didalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan

pasien seperti dikutip oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai

berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah,

menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS,

menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang

bertanggung jawab setiap pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien,

menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan

manfaat, prosedur, akibat/resiko, alternatif tindakan), menjaga kebersihan

lingkungan (ruangan, wc), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan

perawatan lainnya, mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai

kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika

keperawatan.

Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah

satunya adalah faktor komunikasi antara dokter dan perawat. Tingkat

kepuasan pasien sangat tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas

dapat memenuhi harapan-harapan. Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal

dan non-verbal perawat dalam komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan


25

tidak sesuai dengan spirit dalam komunikasi tersebut maka yang dihasilkan

adalah respon ketidakpuasan dari pasien. Seorang pasien yang tidak puas

pada gilirannya akan menghasilkan sikap/perilaku tidak patuh terhadap

seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis. Oleh sebab itu, sudah

saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan

profesi keperawatan (Chriswardani, 2006).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka

konsep berikut ini :

Kepuasan Pasien Tentang Komunikasi Terapeutik Perawat


Komunikasi Terapeutik Perawat

Variabel Moderat
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
26

Keterangan:

: Variabel diteliti

----------------- : Variabel moderat

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif dengan memberikan kuesioner kepada responden untuk

mengetahui gambaran tentang Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik

perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP

DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

2. Waktu
27

Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dari tanggal 14 November 2009

sampai dengan 14 Desember 2009..

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ruang

Lontara II RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dengan jumlah rata-

rata perbulan sebanyak 217 orang.

2. Sampel

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental

sampling yakni pengambilan sampel dengan cara mengambil populasi yang

hadir saat dilakukan penelitian yang sesuai dengan kriteria:

.Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Pasien dewasa yang berumur 15-60 tahun.

b. Pasien yang sedang menjalani perawatan lebih dari 3 hari

c. Pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran

d. Populasi: Pasien
Pasien yang yangmenjadi
bersedia dirawat responden
di Ruang Lontara II RSWS

Kriteria Eksklusi:
Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi dan diambil secara accidental sampling
a. Pasien yang kondisinya memburuk pada saat penelitian.

b. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis.


Sampel terpilih dijelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian dan informed consent, pembagian kuisioner dan penjelasan pengisi
D. Alur Penelitian

Melakukan pengumpulan data

Pengolahan Data: editing,koding, tabulasi

Analisa data

Penyajian Data
28

E. Definisi Operasional dan kriteria objektif

1. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat.

Yang dimaksud dengan Kepuasan pasien tentang komunikasi

terapeutik perawat dalam penelitian ini adalah persepsi pasien atas

komunikasi yang dilakukan oleh perawat baik dalam bentuk kata-kata

maupun perilaku perawat dalam interaksi dengan pasien, yang dinilai dengan

kuisioner menggunakan format jawaban skala Likert, dengan jumlah

pertanyaan sebanyak 20. Setiap jawaban diberi skor 1= Sangat Tidak Puas

(STP), 2= Tidak Puas (TP), 3= Puas (P), 4= Sangat Puas (SP)

Kriteria Objektif:

Puas : Apabila skor responden > 40

Tidak/kurang puas : Apabila skor responden ≤ 40

F. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan data

a. Editing
29

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan data,

kesinambungan data, keseragaman data.

b. Koding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan

simbol-simbol dari setiap jawaban responden.

c. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam bentuk tabel menurut sifat masing-masing

subvariabel, sehingga memudahkan analisa data.

2. Analisa data Univariat

Analisa univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Analisis ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang

diteliti.

G. Masalah Etika

1. informed Consent (lembar persetujuan)

Penelitian dapat dilaksanakan jika telah mendapat persetujuan tertulis

dari responden sebagai bukti bahwa responden bersedia diteliti. Peneliti akan

memberikan lembaran persetujuan untuk ditandatangani responden.

Sebelumnya peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Jika

responden menolak , maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai

hak responden.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Kerahasiaan tetap dijaga oleh peneliti dengan memberikan kode pada

setiap responden.
30

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi dan data yang diberikan oleh responden

dijaminoleh peneliti. Segala informasi yang diberikan oleh responden tidak

dapat disebarluaskan oleh peneliti untuk kepentingan apapun.


31

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan memberikan kuesioner pada responden untuk mengetahui

gambaran tentang Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar yang dilaksanakan selama 4 minggu mulai tanggal 1

November 2009 sampai 28 November 2009. Hasil penelitian ini diperoleh

melalui penyebaran kuesioner yang memuat pertanyaan – pertanyaan tentang

persepsi pasien mengenai komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan

pelayanan keperawatan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling dengan

jumlah sampel sebanyak 50. Penyajian data dalam bentuk data univariat dimana

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi terhadap setiap variabel.

1. Karakteristik demografi responden

Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi yang

meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekrjaan diperoleh gambaran

bahwa sebagian besar responden berumur 25-55 tahun yakni sebanyal 35

orang (70,0%), responden laki-laki sebanyak 26 (52,0%) dan perempuan

sebanyak 24 (48,0%), sedangkan dari segi pendidikan menunjukkan bahwa

responden yang tamat perguruan tinggi sebanyak 18 (36,0%) dan SMA


32

sebanyak 19 (38,0%). Adapun responden yang bekerja dan tidak bekerja

masing masing 25 (50%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Pasien


di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2009
Karakteristik f %
Umur:
< 25 tahun 7 14,0
25 – 55 tahun 35 70,0
> 55 tahun 8 16,0
Jenis Kelamin:
Laki-Laki 26 52,0
Perempuan 24 48,0
Pendidikan:
SMP 13 26,0
SMA 19 38,0
PT 18 36,0

Pekerjaan:
Bekerja (Pegawai) 25 50,0
Tidak Bekerja/ Petani 25 50,0
Jumlah 50 100,0
Sumber : Data Primer, 2009

2. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan

Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah

puas dengan komunikasi terapeutik perawat sebanyak 33 (66%). Hal ini dapat

dilihat pada tabel 2.


33

Tabel 2

Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik


Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan
di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar
Kepuasan Pasien f %
Puas 33 66,0
Tidak Puas 17 34,0

Jumlah 50 100,0
Sumber :Data Primer, 2009.

3. Kepuasan pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan karakteristik demografi

responden

Tingkat kepuasan pasien berdasarkan karakteristik demografi

responden adalah sebagai berikut: Dari segi umur menunjukkan bahwa

responden yang berumur > 55 tahun tingkat kepuasannya tinggi 50 orang

(100%), dan responden yang tingkat kepuasannya rendah berumur < 25 tahun

sebanyak 4 orang (57,1%).. gambaran bahwa sebagian besar responden

berumur 25-55 tahun sebanyak 21 orang (60,0%), Tingkat kepuasan pasien

laki-laki sebanyak 15 orang (57,7%) sedangkan pasien perempuan sebanyak

18 orang (75,0%). Sedangkan dari segi pendidikan menunjukkan bahwa

tingkat kepuasan pasien tertinggi ditemukan pada responden yang

pendidikannya SMP sebanyak 50 orang (100,0%) sedangkan tingkat kepuasan

pasien terendah dimiliki oleh responden yang lulus perguruan tinggi sebanyak

7 (38,9%). Adapun tingkat kepuasan responden yang bekerja sebanyak 14

(56,0%) dan tidak bekerja sebanyak 19 (76,0%). Hal ini dapat dilihat pada

tabel 3.
34

Tabel 3.
Kepuasan Pasien Berdasarkan Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Memberikan
Pelayanan Keperawatan Menurut karaktersitik Demografi
di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar
Kepuasan Pasien
Total
Karakteristik Pasien Puas Tidak Puas
f % f % f %
Umur:
< 25 tahun 4 57,1 3 42,9 7 100,0
25 – 55 tahun 21 60,0 14 40,0 35 100,0
> 55 tahun 8 100,0 0 0,0 8 100,0
Jenis Kelamin:
Laki-Laki 15 57,7 11 42,3 26 100,0
Perempuan 18 75,0 6 25,0 24 100,0
Pendidikan:
SMP 13 100,0 0 0 13 100,0
SMA 13 68,4 6 31,6 19 100,0
PT 7 38,9 11 61,1 18 100,0
Pekerjaan:
Bekerja 14 56,0 11 44,0 25 100,0
Tidak Bekerja 19 76,0 6 24,0 25 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Sumber :Data Primer, 2009.

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien tentang

komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di

Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan

bahwa sebagian besar responden telah puas dengan komunikasi terapeutik

perawat sebanyak 33 orang (66%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Finley (2001)

seperti dikutip dalam Wahyudi (2009) bahwa pasien baru akan merasa puas

apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi

harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan


35

muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai

dengan harapannya.

Menurut Mapa (2009) kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat

merupakan tingkat perasaan seseorang pasien setelah membandingkan

komunikasi perawat yang dirasakan dengan harapan yang diinginkan oleh pasien

setelah menjalani rawat inap. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

tidak terlepas dari komunikasi perawat dengan pasien yang dapat mempengaruhi

kepuasan pasien. Jika pasien tersebut tidak puas, maka dapat menghambat proses

perawatannya dikarenakan pasien dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat

menghambat proses penyembuhannya, pasien tidak mau kembali ke instalasi

karena ketidakpuasan tersebut dan juga pasien merasa sia-sia telah mengeluarkan

biaya demi kesembuhannya.

Di dalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien

seperti dikutip oleh Purwanto (2007) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut:

perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan

di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau

masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap

pergantian dinas, memperhatikan keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan

yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat/resiko,

alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruangan, WC), menjaga

kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, mengobservasi keadaan

pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan


36

sesuai standar dan etika keperawatan dimana hal ini merupakan aspek dalam

komunikasi terapeutik perawat.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat kepuasan responden

terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan dari segi umur menunjukkan bahwa responden yang berumur > 55

tahun tingkat kepuasannya tinggi 50 (100%), dan responden yang tingkat

kepuasannya rendah berumur < 25 tahun 4 (57,1%). Hal ini menunjukkan adanya

kecenderungan tingkat kepuasan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya

umur seseorang.

Hal ini mungkin disebabkan karena semakin bertambahnya umur

seseorang maka semakin matang seseorang dalam mengambil suatu kepuatusan

dan semakin rendah tuntutannya. Sedangkan pada usia muda menunjukkan

adanya kecenderungan semakin tinggi tuntutannya.

Menurut Anoraga (2009) ada kecenderungan konsumen yang lebih tua

lebih merasa puas dari konsumen yang berumur relatif lebih muda. Hal ini

diasumsikan bahwa konsumen yang lebih tua telah berpengalaman sehingga ia

mampu menyesuaikan diri dengan kondisi pelayanan yang sebenarnya, sedangkan

konsumen usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang pelayanan

yang diberikan, sehingga apabila harapannya dengan realita pelayanan terdapat

kesenjangan, atau ketidakseimbangan dapat meyebabkan mereka menjadi tidak

puas.

Sedangkan tingkat kepuasan responden berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien perempuan 18 (75,0%) lebih tinggi


37

dibanding dengan pasien laki-laki 15 (57,7%). Untuk tingkat kepuasan pasien

pada variable pendidikan ditemukan 7 orang responden yang lulus PT

menyatakan puas dan 11 orang menyatakan tidak puas. Sedangkan 13 orang

responden yang lulus SMP merasa puas pada komunikasi terapeutik perawat

dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Dari hasil di atas didapatkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan

lebih rendah akan merasa lebih puas. Tingkat pendidikan seseorang akan

cenderung membantunya untuk membentuk suatu pengetahuan sikap dan

perilakunya terhadap sesuatu. Dengan pengetahuan yang baik seseorang dapat

melakukan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan8. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, maka daya untuk mengkritisi segala sesuatu akan

meningkat. Sehingga seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi semestinya

akan lebih kritis dalam menentukan apakah pelayanan yang telah diberikan dapat

memberikan rasa puas atau tidak. peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap

layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi

sebagai akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga

membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif (Lestari, Sunarto,

Kuntari, 2009).

Adapun tingkat kepuasan responden yang bekerja sebanyak 14 (56,0%)

dan tidak bekerja sebanyak 19 (76,0%). Menurut analisa peneliti hal tersebut

secara umum berkaitan dengan tingkat pendidikan seseorang dimana seseorang

dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan yang cukup baik dan
38

berbanding lurus dengan penghasilan seseorang dimana pendidikan, penghasilan

dapat dikaitkan dengan tingkat kepuasan seseorang yang dikaitkan dengan

semakin tingginya ttuntutan pelayanan yang diharapkan oleh perawat, sehingga

semakin tinggi/ baik pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan seseorang maka

semakin tinggi pula pengharapannya terhadap pelayanan yang diberikan sehingga

akan berpengaruh terhadap tingat kepuasannya.

Menurut Anoraga (2009) konsumen yang memiliki pekerjaan kurang baik

atau yang menghasilkan uang yang kurang atau tidak bekerja cenderung lebih

puas daripada konsumen yang tingkat pekerjaannya lebih baik atau yang bekerja.

Hal tersebut terjadi karena mereka menganggap bahwa kepuasan berbanding

lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan yang

baik pula sehingga kecenderungan mereka akan tidak puas ketika pelayanan yang

diberikan tidak sesuai dengan harapan mereka.

Banyak faktor penyebab ketidakpuasan pasien di rumah sakit, salah

satunya adalah faktor komunikasi perawat. Tingkat kepuasan pasien sangat

tergantung pada bagaimana faktor tersebut di atas dapat memenuhi harapan-

harapan. Sebagai contoh; faktor komunikasi verbal dan non-verbal perawat dalam

komunikasi terapeutik apabila dilaksanakan tidak sesuai dengan spirit dalam

komunikasi tersebut maka yang dihasilkan adalah respon ketidakpuasan dari

pasien. Seorang pasien yang tidak puas pada gilirannya akan menghasilkan

sikap/perilaku tidak patuh terhadap seluruh prosedur keperawatan dan prosedur

medis. Oleh sebab itu, sudah saatnya kepuasan pasien menjadi bagian integral

dalam misi dan tujuan profesi keperawatan (Chriswardani, 2006).


39

Kepuasan dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang ada dalam diri pasien

diantaranya yaitu:latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik,

pekerjaan, kepribadian, lingkungan hidup, dan diagnosis penyakit (Lestari,

Sunarto, Kuntari, 2009).

Dari analisa peneliti, dari sejumlah kuesioner yang diberikan secara

umum responden telah puas terhadap pertama kali bertemu dengan perawat

dimana perawat memberikan salam dan tersenyum kepada pasien, selain itu,

perawat telah menunjukkan perilaku sopan dan bersahabat. Namun aspek yang

membuat pasien tidak puas adalah perawat kadangkala tidak memperkenalkan

dirinya dan tidak menjelaskan dengan detail tentang fasilitas yang ada di rumah

sakit dan kadangkala tidak memberikan informed consent ketika akan melakukan

suatu tindakan pada pasien.

Dalam praktik keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting

untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan

keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi,

penyebab sumber ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya

komunikasi yang terjadi dengan pasien. Oleh karena itu, pengukuran kepuasan

pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat dalam

memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Nurjannah, 2005).

C. Keterbatasan Penelitian

1. Jumlah sampel kurang , tidak menggunakan uji 2 atau 3 variabel,

sehingga hasil tidak akurat.


40

2. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner, sehingga secara

kualitas hasilnya kurang memuaskan, seharusnya menggunakan metode

wawancara mendalam, agar lebih konkrit alasan mengapa pasien tidak puas.

3. Waktu yang dipakai untuk meneliti dalam penelitian ini sekitar 1

bulan, dimana waktu ini yidak cukup banyak untuk dipakai mengumpulkan

responden yang lebih banyak lagi.


41

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan di Ruang Lontara II RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah

puas dengan komunikasi terapeutik perawatsebanyak 33 orang (66%)

2. Tingkat kepuasan pasien yang tingkat pendidikannya lulus perguruan

tinggi kurang, sedangkan responden yang tingkat pendidikannya SMP,

semuanya merasa puas dengan komunikasi terapeutik dalam memberikan

pelayanan keperawatan sebanyak 13 orang (100,0%).

3. Tingkat kepuasan seseorang semakin tinggi seiring dengan bertambahnya

umur seseorang

4. Tingkat kepuasan responden yang tidak bekerja, sebagian besar merasa

puas dengan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan

keperawaan sebanyak 19 orang (76,0%).

B. Saran

1. Diharapkan kepada perawat pelaksana untuk memperhatikan

komunikasi terapeutik dalam melakukan interaksi dengan pasien untuk

meningkatkan kepuasan pasien.

2. Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk memberikan

pendidikan dan pelatihan kepada perawat terkait penerapan komunikasi

terapeutik.
42

3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan

menggunakan metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak dan

lebih luas sehingga validitas dapat dijamin.


43

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. H. (2002) Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba


Medika: Jakarta.

Anoraga (2009) Psikologi Dalam Perusahaan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Christina, L.I Untung, S. & Tatik, I. (2003) komunikasi kebidanan, EGC: Jakarta.

Chriswardani (2006) Penyusunan indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah


Sakit Di Propinsi Jawa Tengah, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan 4 desember 2006.

Damaiyanti, M. (2008) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, PT.


Refika Aditama: Bandung.

Dhama Yanfi, M. E. (2009) Hubungan Komunikasi Verbal dan Non Verbal Perawat
dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Kab.
Wonogiri, http://inna-ppni.or.id/html diakses 17 september 2009.

Lestari, Sunarto, Kuntari. (2009) Analisa Faktor Penentu Tingkat Kepuasan Pasien
di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul, Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Indonesia.

Mapa, A.R. (2009) Hubungan Persepsi Pasien Tentang Komunikasi Perawat Dengan
Kepuasan Pasien Terhadap Komunikasi di RSUP DR. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Nurjannah, I. (2001) Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien; Kualitas Pribadi


Sebagai Sarana, PSIK UGM: Yogyakarta.

Nurjannah, I. (2005) Komunikasi Keperawatan: Dasar-Dasar Komunikasi Bagi


Perawat, Moco Media: Yogyakarta.

Pratiknya, Ahmad W. (2003) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan. Cetakan V Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Purba, J. M. (2007) Komunikasi Dalam Keperawatan Program studi Keperawatan


Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara Medan.

Purwanto, S. (2007) Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. Artikel


Psikologi Klinis Perkembangan dan Sosial.www. klinis Worpres.com.

Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Cetakan VI. Bandung: Alfabeta.


44

Suryani (2005) Komunikasi Terapeutik;Teori dan Praktik, EGC: Jakarta

Wahyudi, J.T. (2009) Komunikasi Terapreutik dan Kepuasan Pasien,


www.lasisimus.wordpres.com, Diakses 10 September 2009.

Anda mungkin juga menyukai