TINJAUAN PUSTAKA
infarction) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan
elevasi ST (Alwi, 2009) STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan oleh
miokard. (O’ Gara et al, 2013). Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
2.2 Epidemiologi
miokard dan sisanya dengan unstable Angina. Sekitar satu per tiga pasien dengan
kejadian STEMI sekitar 25-40% dari infark miokard, yang dirawat di rumah sakit
3
sekitar 5-6% dan mortalitas 1 tahunnya sekitar 7-18% (O’Gara et al., 2013).
Insiden tahunan untuk STEMI yaitu 3 per 1000 penduduk, namun hal tersebut
sangat bervariasi antar negara. Angka kematian di rumah sakit lebih tinggi pada
cenderung serupa antara dua kondisi tersebut yaitu sekitar 12 % dan 13%. Angka
mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka
panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam
dan faktor yang dapat dimodifikasi (Modifiable factors), faktor yang tidak dapat
dislipidemia, obesitas, gaya hidup dan / atau kurang olahraga, stres psikososial
dan lain-lain.
kategori yaitu; Faktor risiko yang muncul (homosistein, kelainan glukosa, faktor
gizi, obesitas sentral dan faktor psikososial) dan faktor risiko konvensional
4
berbagai asal geografis dan etnis. Namun, faktor risiko tersebut hanya akan
menjelaskan sekitar 50% kasus penyakit jantung. (Sadia Huma et al, 2012)
a. Merokok
b. Aktifitas Fisik
Orang yang tidak aktif yang memiliki beberapa faktor risiko jantung lebih
manfaat, orang-orang ini harus memulai dari latihan latihan sederhana. Harus
ada modifikasi faktor risiko agresif sebelum melakukan aktivitas yang kuat.
yang kuat dan independen terhadap risiko infark miokard di masa depan,
terutama bila kadar kolesterol total juga meningkat. Alasan di balik itu adalah
5
d. Obesitas/ Indeks Massa Tubuh
optimal.
e. Diabetes Melitus
bahwa pada pria dengan infark miokard, terdapat perbedaan yang signifikan
sementara merokok dan riwayat keluarga merupakan faktor utama pada pasien
non diabetes. Namun, penderita diabetes yang baru didiagnosis memiliki profil
f. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor risiko kuat dan independen untuk infark miokard.
Ini adalah faktor risiko utama penyebab aterosklerosis pada pembuluh darah
g. Stres psikososial
6
Faktor resiko predisposisi yang tidak dapat dimodifikasi (Modifiable
a. Usia
Orang dewasa yang lebih tua lebih sering meninggal karena penyakit
jantung. Sekitar 80% kematian akibat penyakit jantung terjadi pada orang
b. Jenis Kelamin
tidak sama dengan laki-laki. Meski begitu, penyakit jantung adalah penyebab
c. Herediter/riwayat keluarga
Risiko yang meningkat jika first degree blood relative memiliki penyakit
jantung koroner atau stroke sebelum berusia 55 tahun untuk saudara laki-laki
d. Faktor Genetik
sering kematian. Bahkan saat ini, setiap detik infark miokard mematikan pasien
secara tidak terduga tanpa tanda atau gejala sebelumnya. Faktor risiko dapat
7
2.4 Patofisiologi
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury
sel-sel otot polos, pembuluh darah baru. sel-sel radang terutama makrofag,
tergantung pada sistem organ yang terkena. Pada sistem saraf pusat
8
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama
sebagai berikut :
adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular
aktif lokal.
9
Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi
endotel :
molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-
10
berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.
dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks
ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah
2011).
otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak
Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk
11
ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap
pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan
TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal
Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah
karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya
menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang
ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti.
fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk
terjadinya ruptur. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks
12
melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan
(Risalina,2011)
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi
yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen,
13
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi
oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Ada 2 macam trombus
karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan
total.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner,
(Alwi, 2009)
2.5 Diagnosis
14
2.5.1 Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.
Jika dicurigai nyeri dada berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya
berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis faktor-faktor risiko antara lain
sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir sebagian kasus, terdapat faktor
pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau
penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau
malam, variasi sirkardian dilaporkan pada paagi hari dalam beberapa jam setelah
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Nyeri dada tipikal
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Keluhan angina tipikal berupa rasa
abdominal, sesak napas, dan sinkop. (Pedoman Tata Laksana Sindroma Koroner
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
15
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
lengan kanan.
sesudah makan.
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli
paru, diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada
tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat,
keluhan ini patut dicurigai sebagai angina tipikal jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).
Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA. (Pedoman Tata Laksana Sindroma Koroner Akut PERKI, 2015)
1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
16
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks
ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat yang menjalar ke punggung disertai
diagnosis dan penatalaksanaan. Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk
iskemik (misalnya emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung katup)
atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti penyakit paru akut (misalnya
pneumotoraks, pneumonia, atau efusi pleura). Dalam hal ini, perbedaan tekanan
darah antara tungkai atas dan bawah, denyut nadi tidak teratur, murmur jantung,
pericardial friction rub, nyeri pada palpasi, dan massa abdomen adalah temuan
fisik yang mungkin menyarankan adanya diagnosisosis selain SKA . Temuan fisik
lainnya seperti pucat, peningkatan keringat, atau tremor dapat mengarah pada
kondisi yang memicu terjadinya anemia dan tirotoksikosis. (Hamm, Bassand, dan
Agewall, 2011)
17
Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
dilakukan reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI
tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu
harus dlakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada
pasien STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
Sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua
18
pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior.
Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
untuk pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada
sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan
jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia
≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30
tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-
19
reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
1. Gelombang T hiperakut
gelombang T yang tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan ekstremitas dan lebih
sugestif untuk STEMI dan terjadi dalam 30 menit setelah onset gejala. Namun
20
2. Gambaran awal elevasi segmen ST
ST minimal 0,1 mV (1 mm) pada sadapan ekstremitas dan lebih dari 0,2 mV (2
mm) pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang bersesuaian. Elevasi
bisa ditemukan pula pada kelainan lain. Pada kebanyakan kasus, untuk
membedakan STEMI dari kelainan lain biasanya tidak sulit, cukup dengan
transmural yang disertai dengan adanya fibrosis pada seluruh dinding. Pada 75%
pasien, elevasi segmen ST yang khas ini terbentuk dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
4. Inversi gelombang T
Bila berlangsung lama dan tidak dilakukan reperfusi arteri koroner, elevasi
21
mulai timbul gambaran inversi gelombang T. Gelombang T dapat kembali normal
dalam 2 minggu pada 95% kasus infark miokardium inferior dan 40% kasus
ventrikel.
Segmen ST Elevasi dalam beberapa menit sampai jam. Jika tidak dilakukan
reperfusi secepatnya, biasanya menetap setelah 12 jam,
kadang-kadang sampai beberapa hari. Biasanya menghilang
dalam 2-3 minggu. Jika menetap setelah 3-4 minggu, perlu
dicurigai adanya aneurisma ventrikel.
Q Patologis Berkembang dalam beberapa jam. Jika dilakukan reperfusi
secepatnya, dapat menghilang sempurna. Tanpa reperfusi,
didapatkan persisten pada 70% kasus. Q patologis
menggambarkan adanya kematian jaringan.
22
Tabel 2.2 Lokasi Infark berdasarkan sadapan EKG
Anteroseptal V1 s/d V4
Posterior V7 s/d V9
4) Pemeriksaan Laboratorium
reperfusi.
cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga disertai peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi segmen ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
23
hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat
meningkatkan CKMB.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
Creatinin Kinase (CK) : Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
ada infark miokard. mencapai puncak dalam 3-6 hari dan kembali
24
mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif
25
atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point
of care testing sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan jika
Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif
26
Gambar 2.3 Pendekatan Pasien yang diduga STEMI
No STEMI (laboratory,
chest radiography, serial EKG)
contraindications
No Yes
27
Keterangan :
2.6 Tatalaksana
selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau
marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. .
1. Tirah Baring
2. Oksigen
28
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
O2 arteri.
atau
adalah clopidogrel)
5. Nitrogliserin
dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Selain
29
kebutuhan oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah
6. Morfin
interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg. Efek samping yang
vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek
30
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi
segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga)
baru.
apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang
berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika
Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara
31
pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis
2. Resiko perdarahan
Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada
semakin tinggi resiko perdarahan , semakin kuat untuk memilih PCI. Jika
Pasien STEMI
Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam
Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan tanpa
32
Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik:
Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat
* Transportasi bermasalah
* Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60
menit
* Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-
balloon lebih dari 90 menit
Keadaan di mana strategi invasif lebih baik:
* Tersedianya cath-lab dengan dukungan pembedahan
* Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-
balloon kurang dari 90 menit
* Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 1
jam
* Risiko tinggi STEMI
* Syok kardiogenik
* Kelas Killip ≥ 3
33
2.6.2.1 Intervensi koroner perkutan (Percutaneous Coronary Intervention)
tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek
dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih
dipilh jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), resiko
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.
Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120
menit dari waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien
dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila
diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang
dengan awitan gejala yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan
angioplasti balon untuk IKP primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP
secara rutin pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan
gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum
diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi
34
terhadap pengobatan, drug-eluting stents (DES) lebih disarankan daripada bare
metal stents (BMS) (Pedoman Tata Laksana Sindroma Koroner Akut PERKI,
2015).
Farmakoterapi periprosedural
antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera
dapat dikonsumsi secara oral (160- 320 mg). Pilihan penghambat reseptor ADP
kali sehari)
2. Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading
600 mg diikuti 150 mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau
diindikasikontrakan.
lain:
35
4. Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien yang
tempat- tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam
12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila
IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120
menit sejak kontak medis pertama Pada pasien-pasien yang datang segera (<2
jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan
pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit . Fibrinolisis harus dimulai
pada ruang gawat darurat. (Pedoman Tata Laksana Sindroma Koroner Akut
PERKI, 2015)
Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik yang bekerja dengan cara memicu
ii) non spesifik fibrin (seperti streptokinase). Jika dinilai secara angiografi,
36
- Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark
distal tetapi dengan aliran darah yang melambat dibandingkan aliran arteri
normal
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh
pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik
menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. (Alwi, 2009).
terfraksi)
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan
37
3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena
ST kurang dari 50% setelah 60 menit disertai tidak hilangnya nyeri dada IKP
adanya reoklusi setelah fibrinolisis yang berhasil. Hal ini ditunjukkan oleh
fibrinolisis yang berhasil. Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil setelah
38
Gambar 2.4 Langkah-langkah reperfusi (Pedoman Tata Laksana Sindroma
39
Tabel 2.3 Regimen terapi fibrinolitik untuk infark miokard akut
Streptokinase (Sk) 1,5 juta U dalam 100 mL Heparin i.v. selama 24-48
Dextrose 5 % atau larutan jam
salin 0,9% dalam waktu
30-60 menit
Koterapi Antikoagulan
40
5. Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai
dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir
mg/kg.
anti IIa
41
- Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS>180 mmHg atau
TDD>110 mmHg)
- Riwayat stroke iskemik sebelumnya >3 bulan, demensia, atau
diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
- Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10 menit) atau
operasi besar (<3 minggu)
- Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
- Pungsi vaskular yang tak terkompresi
- Untuk streptase/anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari
sebelumnya atau reaksi allergi sebelumnya terhadap obat ini
- Kehamilan
- Ulkus peptikum aktif
- Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi
resiko perdarahan
TDS : tekanan darah sistolik TDD : tekanan darah diastolik
2.7 Komplikasi
Komplikasi STEMI :
jantung
PERKI, 2015).
42
43