Anda di halaman 1dari 26

Meet the Expert

Disproporsi Kepala Panggul

Oleh :
Farisah Izzati 1110312033
Esha Almara 1110312155

Preseptor :

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD SUNGAI DAREH DHARMASRAYA
2016

1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi Panggul

1.1.1. Tulang Panggul

Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan dua

tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-tulang

inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi

dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis.1

Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari

promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:

a. Panggul palsu

Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.

b. Panggul sejati

Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: arpertura pelvis

superior (pintu atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul). 2

Selama proses kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati kedua

pembukaan panggul sejati ini. 2

Gambar 1.1. Gambaran anteroposterior panggul normal wanita dewasa.


Digambarkan diameter anteroposterior (AP) dan Transversal (T) pintu atas
panggul. 1
2.1.2. Bidang Diameter Panggul

2
Panggul memiliki empat bidang imajiner:

a. Inlet ( pintu atas panggul).

Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan pria, cenderung

lebih bulat daripada lonjong. Terdapat empat diameter pintu atas panggul yang

biasa digunakan: diameter anteroposterior, diameter transversal, dan diameter

oblik. Diameter anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak

terpendek antara promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut sebagai

konjugata obtetris. Normalnya, konjugata obstertis berukuran 10 cm atau lebih,

tetapi diameter ini dapat sangat pendek pada panggul abnormal. Konjugata

obsteris dibedakan dengan diameter anteroposterior lain yang dikenal sebagai

konjugata vera. Konjugata vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara

promontorium sakrum dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur

secara langsung dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, konjugata obstetris

diperkirakan secara tidak langsung dengan mengukur jarak tepi bawah simfisis ke

promontorium sakrum, yaitu konjugata diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2

cm. 3

Gambar 1.2. Gambaran tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul:


konjugata vera, konjugata obstetris dan konjugata diagonalis yang dapat diukur
secara klinis. Diameter anteroposterior panggul tengah juga diperlihatkan. (P =
promontorium sakrum; Sim = simfisis pubis). 1

b.Midlet / pintu panggul tengah (dimensi panggul terkecil).

3
Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau bidang dimensi

panggul terkecil. Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin pada

partus macet. Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau sedikit lebih besar,

biasanya merupakan diameter pelvis terkecil. Diameter anteroposterior setinggi

spina iskiadika normal berukuran paling kecil 11, 5cm. 1

Gambar 1.3. Panggul wanita dewasa yang memperlihatkan diameter


anteroposterior dan transversal pintu atas panggul serta diameter transversal
(interspinosus) panggul tengah. Konjugata obstetris normalnya lebih dari 10 cm. 1

c. Outlet (pintu bawah panggul).

Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang menyerupai segitiga.

Area-area ini memiliki dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antara dua

tuberositas iskium. Apeks dari segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan

batas lateralnya adalah ligamentum sakroiskiadika dan tuberositas iskium.

Segitiga anterior dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter pintu

bawah panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior, transversal, dan

sagital posterior.4

4
Gambar 1.4 Pintu bawah panggul

2.1.3. Bentuk-bentuk Panggul

Caldwell dan Moloy mengembangkan suatu klasifikasi panggul yang

masih digunakan hingga saat ini. Klasifikasi Caldwell-Molloy didasarkan pada

pengukuran diameter transversal terbesar di pintu atas panggul dan pembagiannya

menjadi segmen anterior dan posterior. Bentuk segmen-segmen ini menentukan

klasifikasi panggul menjadi: panggul ginekoid, anthropoid, android, ataupun

platipeloid. Karakter segmen posterior menentukan tipe panggulnya, dan karakter

segmen anterior menetukan kecenderungannya. Kedua hal ini ditentukan karena

kebanyakan panggul bukan merupakan tipe murni, melainkan campuran,

misalnya, panggul ginekoid dengan kecenderungan android berarti panggul

posteriornya berbentuk ginekoid dan panggul anteriornya berbentuk android. 1

5
Gambar 1.5. Empat tipe panggul dengan klasifikasi Caldwell-Moloy. Garis yang
melintasi diameter transversal terlebar membagi pintu atas menjadi segmen
posterior dan anterior. 1

Panggul ginekoid dianggap sebagai panggul normal wanita, sementara

panggul android merupakan varian dari panggul pria. Panggul android lebih

sering ditemukan pada wanita dengan akitvitas fisik yang berat selama masa

remaja. Panggul android juga ditemukan pada wanita yang mengalami

keterlambatan dalam posisi tegak, yaitu setelah usia 14 bulan, sementara panggul

platipeloid lebih sering ditemukan pada wanita yang memiliki kemampuan posisi

tegak sebelum umur 14 bulan.5

1.2. Morfologi Pertumbuhan Janin Normal

1.2.1. Kepala Janin

Pada usia kehamilan aterm, wajah hanya merupakan sebagian kecil dari

kepala, sisanya merupakan tengkorak padat yang terdiri dari dua tulang frontalis,

dua tulang parietalis, dan dua tulang temporalis, ditambah bagian atas tulang

oksipitalis dan sayap sfenoid.4

6
Tulang-tulang tengkorak dipisahkan oleh ruangan membranosa yang

disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis, sutura sagitalis,

dua sutura koronaria, dan dua sutura lambdoidea. 4

Pada tempat pertemuan beberapa sutura terbentuk ruang ireguler, yang

ditutupi oleh suatu membran yang disebut sebagai ubun-ubun. Ubun-ubun besar

atau anterior berbentuk belah ketupat, terletak di pertemuan antara sutura sagitalis

dan sutura koronaria. Ubun-ubun kecil atau posterior berbentuk segitiga, terletak

di perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura lambdoidea. Lokasi ubun-ubun

memberikan informasi penting mengenai presentasi dan posisi janin.1

Gambar 1.6. Kepala janin pada kehamilan aterm yang memperlihatkan ubun-
ubun, sutura, dan diameter biparietal. 1

Biasanya dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu

pada kepala neonatus. Diameter-diameter yang penting antara lain:

a. Diameter oksipitofrontalis (11,5 cm), mengikuti garis dari titik tepat di atas

pangkal hidung ke bagian yang paling menonjol dari tulang oksipitalis.

b. Diameter biparietalis (9,5 cm), garis tengah transversal terpanjang pada kepala,

memanjang dari satu tulang parietalis ke tulang parietalis lainnya.

7
c. Diameter bitemporalis (8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura temporalis.

d. Diameter oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian yang paling menonjol

dari oksiput.

e. Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm), mengikuti garis yang ditarik dari

bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan bawah tulang oksipitalis tepat di

pertemuan tulang ini dengan leher. 1

Gambar 1.7. Diameter-diameter kepala janin cukup bulan. 1

Lingkar tebesar kepala, berdasarkan bidang diameter oksipitofrontalis

berukuran rata-rata 34,5 cm. Lingkar terkecil kepala, berdasarkan bidang

suboksipitobregmatikus, berukuran 32 cm. Tulang-tulang kranium dalam keadaan

normal dihubungkan hanya oleh sebuah lapisan tipis jaringan fibrosa yang

memungkinkan masing-masing tulang bergeser untuk menyesuaikan dengan

ukuran dan bentuk panggul ibu. Proses ini disebut sebagai molding. Pada

persalinan lewat bulan, osifikasi tengkorak telah terjadi sehingga kemampuan

tulang-tulang tengkorak untuk bergerak menjadi berkuramg. Bayi prematur

memiliki tengkorak yang lebih lunak dan sutura yang lebih lebar sehingga

molding yang terjadi dapat berlebihan. 4

8
Posisi kepala dan derajat osifikasi menghasilkan spektrum plastisitas

kranium yang bervariasi, dari minimal hingga maksimal. Pada beberapa kasus, hal

ini menimbulkan disproporsi fetopelvik yang menjadi indikasi utama seksio

sesarea. 4

1.3. Kondisi Janin dalam Persalinan

Terdapat 6 variabel penting pada janin yang mempengaruhi proses melahirkan:

a. Ukuran janin

Ukuran janin dapat ditentukan secara klinis melalui palpasi abdomen atau melalui

pemeriksaan ultrasonografi, namun kedua pemeriksaan memiliki derajat

kesalahan yang tinggi. Makrosomia fetus berkaitan dengan kegagalan trial of

labor.

b. Letak janin

Letak janin menyatakan aksis janin relatif terhadap aksis longitudinal

uterus. Letak janin dapat bervariasi yaitu: longitudinal, transversal, atau oblik.

Pada kehamilan tunggal, hanya janin dengan letak longitudinal yang dapat selamat

melalui persalinan pervaginam.

c. Presentasi janin

Presentasi merupakan bagian terbawah janin yang paling dekat dengan

jalan lahir. Janin dengan letak longitudinal memiliki presentasi wajah atau

bokong. Presentasi campuran menyatakan bahwa terdapat lebih dari satu bagian

tubuh janin pada pintu atas panggul. Presentasi funik menyatakan presentasi tali

pusat, jarang terjadi. Fetus dengan presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan

bagian dari tulang tengkorak yang tampak yaitu oksiput (veteks), sinsiput, wajah,

9
atau dahi .Malpresentasi menunjuk pada presentasi selain verteks, dan hal ini

terjadi pada sekitar 5% persalinan. 1

Gambar 1.8. Letak memanjang, presentasi kepala. Perbedaan sikap tubuh janin
pada presentasi (A) verteks, (B) sinsiput, (C) wajah, (D) dahi. 1
d. Sikap atau postur janin

Sikap menyatakan posisi kepala dalam hubungan dengan tulang belakang

janin (derajat fleksi/ ekstensi kepala janin). Fleksi kepala penting dalam

engagement kepala fetus pada panggul ibu. Jika dagu fetus mengalami fleksi

optimal hingga mencapai dada, diameter suboksipitobregmatikus tampil pada

pintu atas panggul. Hal ini merupakan diameter terkecil yang dapat muncul pada

presentasi kepala. Diameter yang muncul pada pintu atas panggul meningkat

sejalan dengan derajat ekstensi (defleksi) kepala. Hal ini dapat menyebabkan

kegagalan kemajuan persalinan. Arsitektur dinding pelvis bersama dengan

peningkatan aktivitas uterus dapat memperbaiki derajat defleksi pada tahap awal

persalinan.3

e. Posisi janin

Posisi janin menyatakan hubungan antara titik acuan pada bagian terbawah

janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir. Hal ini dapat ditentukan melalui

pemeriksaan vagina. Pada presentasi kepala, oksiput menjadi acuan penilaian. Jika

10
oksiput mengarah secara langsung ke anterior, posisi menjadi oksiput anterior

(OA). Jika oksiput mengarah ke sisi kanan ibu, posisi menjadi oksiput anterior

kanan (ROA). Pada presentasi oksiput, variasi posisi janin dapat disingkat dengan

membentuk arah jarum jam sebagai berikut: 1

Pada persalinan sungsang, sakrum menjadi acuan penilaian. Pada

presentasi verteks posisi dapat ditentukan dengan palpasi sutura janin. Sutura

sagitalis merupakan sutura yang paling mudah dipalpasi. Biasanya kepala janin

memasuki pintu atas panggul dalam posisi tranversal, dan pada persalinan normal,

kepala mengalamai rotasi menjadi posisi OA. Kebanyakan bayi dilahirkan dengan

posisi OA, ROA, ataupun LOA. Malposisi menunjukkan persalinan dengan posisi

selain OA, ROA, ataupun LOA.1

f. Station

Station merupakan pengukuran turunnya bagian janin melalui jalan lahir.

Standar klasifikasi dinyatakan dalam derajat -5 sampai dengan +5. Penentuan ini

didasarkan pada pengukuran kuantitatif dalam sentimeter pada tepi awal tulang

dari spina iskiadia. Titik tengah (station 0) didefinisikan sebagai bidang spina

iskiadika ibu. Spina iskiadika ibu dapat dipalpasi pada pemeriksaan vagina, kira-

kira searah jam 8 ataupun jam 4. 1

11
Gambar 1.9 Bidang Hodge

1.4 Disproporsi Sefalopelvik

1.4.1. Definisi

Disporposi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan

ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat

keluar melalu vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,

janin yang besar ataupun kombinasi keduanya. Seorang ibu dapat dicurigai

menderita CPD apabila posisi kepala yang masih tinggi setelah memasuki usia

kehamilan 39 minggu, memanjangnya fase laten, kurang baiknya posisi fetus pada

serviks, kemajuan persalinan melambat yang berhubungan dengan kontraksi

uterus yang irregular dan melambat, serta ditemukannya molase.2,3

1.4.2. Etiologi

Disproporsi sefalopelvik timbul akibat kurangnya kapasitas panggul ibu, ukuran

janin yang terlalu besar, atau yang lebih sering, akibat kombinasi keduanya.

12
1. Kapasitas panggul

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas

panggul dapat menyebabkan distosia pada persalinan. Dapat terjadi penyempitan

pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau penyempitan

panggul secara keseluruhan akibat kombinasi hal-hal tersebut. 6

A. Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior

terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter

transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas

panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual

yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas

panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5

cm. 7

Kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari

10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Diameter biparietal janin

berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas

panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. 7

Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang

kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Distosia akan lebih berat

pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu

diameter. Panggul yang sempit kemungkinan besar akan menyebabkan kepala

tertahan oleh pintu atas panggul, menyebabkan serviks uteri kurang mengalami

tekanan kepala sehingga dapat menyebabkan inersia uteri dan lambatnya

pembukaan serviks.6

13
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk

dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas

panggul menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul

sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan

panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan

prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita

dengan panggul normal atau luas. 7

Klasifikasi kesempitan pintu atas panggul:

1. Pembagian tingkatan panggul sempit

Tingkat I : CV = 9-10 cm = borderline

Tingkat II : CV = 9-8 cm = relatif

Tingkat III : CV = 6-8 cm = ekstrim

Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak (absolut)

2. Pembagian menurut tindakan

Tingkat I dan II = partus percobaan

Tingkat III = SC primer

Tingkat IV = SC mutlak (absolut).6

B. Penyempitan pintu tengah panggul

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak

berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak

menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan

menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah

panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan

14
terhenti nya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps

tengah atau seksio sesarea.6

Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti

seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu

tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis

posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang

hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah

distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai

kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter

sagitalis posterior pendek.1

C. Penyempitan Pintu bawah panggul.

Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga

dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu

bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau

kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan

pintu tengah panggul.4

2. Dimensi janin terhadap panggul

Ukuran janin tunggal jarang dapat menjelaskan kegagalan persalinan.

Ambang ukuran janin untuk memprediksi terjadinya disproporsi fetopelvik masih

sulit ditentukan. Didapati 2/3 bayi yang memerlukan seksio sesarea setelah

gagalnya persalinan dengan menggunakan forsep memiliki berat kurang dari 3700

gram. Jadi faktor-faktor lain seperti malposisi kepala menyebabkan obstruksi

keluarnya janin melalui jalan lahir. Hal ini termasuk ansinklintismus, posisi

oksiput posterior, serta presentasi kepala dan bahu. 1

15
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan

dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan

dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang

biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau

karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat

ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada

anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena

terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir,

akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam

melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu

kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan

muskulus sternokleidomastoideus.4

Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir

berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya

malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan

presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini

dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada

malpresentasi lebih besar disbanding ukuran panggul khususnya panjang diameter

anteroposterior panggul.1

1.4.3. Prevalensi

Dalam suatu penelitian didapati prevalensi disproporsi fetopelvik di Asia

Tenggara sebanyak 6,3% dari kelahiran total. Hal ini menjadi indikasi kedua

tersering dilakukannya tindakan seksio sesarea setelah riwayat seksio sesarea

(7%). Dalam penelitian yang sama didapati bahwa prevalensi disproporsi

16
fetopelvik di Indonesia berjumlah 3,8% dari kelahiran total, dan disproporsi

fetopelvik menjadi indikasi ketiga tindakan seksio sesarea (12,8%) setelah

malpresentasi (18,6%) dan seksio sesarea sebelumnya (15,2%). Namun, jika

definisi disproporsi fetopelvik mengikutsertakan malpresentasi seperti yang

dikemukakan oleh Craig (pada penjelasan berikutnya), maka disproporsi

fetopelvik menjadi indikasi tersering dilakukannya tindakan seksio sesarea di

Indonesia. Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2005,

disproporsi fetopelvik menyumbang sebanyak 8% dari seluruh penyebab kematian

ibu di seluruh dunia. 3

1.5.5. Diagnosis

Pengukuran terhadap ibu dan janin telah diupayakan untuk mendeteksi

disproporsi fetopelvik sebelum onset persalinan. Penaksiran ukuran panggul

internal dapat dilakukan dengan menggunakan X-ray pelvimetry, ultrasound, dan

magnetic resonance imaging (MRI). 6

Stewart, Cowan, dan Philpott mencoba melakukan konfirmasi diagnosis

disproporsi fetopelvik mayor dengan mengadakan pemeriksaan X-ray pelvimetry

setelah persalinan. Dari pemeriksaan mereka, wanita-wanita Zimbabwe dan

Afrika Selatan dengan jenis panggul platipeloid cenderung mengalami disproporsi

fetopelvik. Namun, disimpulkan bahwa X-ray pelvimetry tidak banyak bermanfaat

dalam memprediksi dan mendiagnosis terjadinya disproporsi fetopelvik. 6

Pada awal tahun 1990, X-ray pelvimetry digantikan oleh CT pelvimetry.

CT pelvimetry dinilai memberikan keuntungan dalam mengurangi paparan radiasi

17
terhadap janin, tapi tidak memiliki nilai prediktif tambahan terhadap terjadinya

disproporsi fetopelvik. 6

Uji diagnosis dengan menggunakan MRI mulai mendapat perhatian

beberapa tahun terakhir. MRI memberikan gambaran berkualitas tinggi tanpa

paparan radiasi serta memberikan perhitungan volumetrik terhadap panggul dan

kepala janin. Dilaporkan terdapat hubungan yang signifikan antara gambaran

ukuran panggul dengan risiko terjadinya distosia yang membutuhkan seksio

sesarea pada wanita-wanita yang menjalani MRI pelvimetry di Amerika Serikat.

Namun, ternyata MRI dinilai tidak memiliki kelebihan akurasi dibandingkan

metode-metode sebelumnya dalam memprediksi terjadinya distosia. 6

Akhirnya disimpulkan bahwa tidak ada satu pun dari metode-metode ini

yang reliabel dalam mendiagnosis terjadinya disproporsi fetopelvik. Metode-

metode tersebut meningkatkan nilai prediktif, tapi kebanyakan wanita dapat

melahirkan secara normal walaupun hasil pengukuran memberi kesan hubungan

sefalo-pelvik yang kurang memadai.7

Disproporsi fetopelvik biasanya ditentukan secara retrospektif setelah

dilakukan persalinan percobaan (trial of labor). Diagnosis terbaik terjadinya

disproporsi fetopelvik pada nulipara dilakukan melalui trial of labor dengan

pemberian oksitosin, jika diperlukan, untuk memastikan adanya kontraksi uterus

adekuat. Pada kala II persalinan, ditemukan penurunan kepala tidak terjadi.

Perubahan pada kardiotokograf (KTG) dapat menjadi tanda adanya kompresi pada

kepala dan ditemukannya mekonium bisa pula menjadi tanda adanya disproporsi. 5

Tabel 2.1. Pola Kelainan Persalinan, Kriteria, dan Metode Penangana.1

18
1.4.6. Pemeriksaan pada Disproporsi Kepala Panggul

1. Pelvimetri klinis:6
a. Pelvimetri eksternal

Pelvimetri eksternal tidak banyak bermanfaat kecuali untuk pengukuran

pintu bawah panggul

Pelvimetri eksternal untuk pintu bawah panggul

Angulus Subpubic

Bituberous diameter

Anterior and posterior sagittal diameters

b. Pelvimetri internal

Dilakukan melalui pemeriksaan dalam pada saat ANC minggu 38 , atau

sebelum persalinan. Pelvimetri internal dilakukan untuk mengukur

Pintu atas panggul:

Diameter transversa

Diameter anteroposterior

19
Konjugata diagonalis

Pintu tengah panggul:

Distansia interspinarum

Pintu bawah panggul:

Distansia intertuberosum

Diameter anteroposterior

Diameter sagitalposterior

Panggul dinyatakan sempit bila:

Pintu atas panggul:

Diameter transversa <11 cm

Diameter anteroposterior <10 cm

Konjugata diagonalis <11,5 cm

Pintu tengah panggul:

Distansia interspinarum <9,5 cm

Pintu bawah panggul:

Distansia intertuberosum <8 cm

Diameter anteroposterior <11,5 cm

Distansia intertuberosum + Diameter sagitalposterior <15 cm

20
2. Pelvimetri Radiologis

X-ray, CT-Scan, MRI, dan USG transvaginal

3. USG untuk mengukur diameter kepala bayi:

Biparietal diameter, ( BPD)

Occipto-frontal diameter (OFD)

Head circumference (HC).

4. Pemeriksaan untuk mendeteksi disproporsi kepala panggul

Metode Osborn: Tangan kiri menekan kepala janin dari atas ke arah

rongga panggul sedangkan tangan kanan diletakkan di atas simfisis pubis untuk

menentukan apakah bagian kepala menonjol di atas simfisis atau tidak.

Metode Muller Hillis: Tangan kiri memegang kepala janin dan

menekannya ke arah rongga panggul, sedangkan dua jari tangan yang lain

dimasukkan ke dalam rongga vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala

mengikuti tekanan tersebut. Ibu jari tangan kanan diletakkan di atas simfisis pubis

untuk memeriksa hubungan antara kepala dan simfisis.8

Modifikasi Metode Muller Hillis: Pemeriksaan menggunakan metode

muller Hillis namun dilakukan pada saat kala II. Metode ini memiliki nilai

prediksi yang lebih tinggi dibandingkan metode muller Hillis. 8

1.5. Tatalaksana

1.5.1 Persalinan Percobaan (Trial of Labor)

21
Definisi tepat untuk persalinan percobaan adalah percobaan persalinan

hingga mencapai dilatasi penuh serviks dan dilanjutkan ke kala dua persalinan

dalam 2 jam. Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan

berakhir setelah kita mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat

berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam. 3

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala

janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per

vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini

merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena

faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan. 8

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak

bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.

Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 minggu karena

kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada

kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan

percobaan. 3

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu

dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah

keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy

medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan,

kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan

terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di

dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya

22
merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih

juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan

berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk

melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.

Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan

bahu depan. 5

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of

labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test

of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai

pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour

jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan

dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini. 6

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per

vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan

percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,

keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandel, setelah pembukaan

lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his

baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea. 7

1.5.2. Seksio sesarea

1.5.2.1 Definisi

Seksio sesarea merupakan suatu proses insisi dinding abdomen dan uterus

untuk mengeluarkan janin.

1.5.2.2 Indikasi

23
Stanton (2008) membagi indikasi seksio sesarea menjadi 2 kelompok

besar yaitu indikasi absolut dan indikasi relatif. Indikasi absolut dilakukannya

tindakan seksio sesarea adalah disproporsi fetopelvik yang nyata atau

penyempitan panggul yang nyata. Indikasi relatif dilakukannya tindakan seksio

sesarea antara lain: riwayat seksio sesarea, prematuritas, dan berat janin kurang

dari 3500 gram. 9

1.6.2.3 Teknik

Menurut Berghella (2005), ada beberapa teknik seksio sesarea yaitu:

a. Insisi abdomen

Biasanya dengan melakukan insisi vertikal pada bagian tengah atau insisi

transversal.

• Insisi vertikal

Insisi vertikal garis tengah infraumbilikus merupakan insisi yang paling

cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan.

Oleh karena ini, panjang insisi harus sesuai dengan taksiran ukuran janin.

Pembebasan secara tajam dilakukan sampai batas vagina m.rektus abdominis

lamina anterior, yang dibebaskan dari lemak subkutis untuk memperlihatkan

sepotong fasia di garis tengah dengan lebar sekitar 2 cm. otot rektus dan

piramidalis dipisahkan di garis tengah secara tajam dan tumpul untuk

memperlihatkan fasia transversalis dan peritoneum.

• Insisi transversal

Melalui insisi Pfannenstiel, kulit dan jaringan subkutan disayat dengan

menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi

24
garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus. Insisi

jenis ini memiliki keunggulan kosmetik. Namun, insisi jenis ini juga memiliki

kekurangan. Pada sebagian wanita, pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya

tidak sebaik pada insisi vertikal. Apabila diperlukan ruang lebih banyak, insisi

vertikal dapat dengan cepat diperluas melingkari dan ke atas pusar, sementara

pada insisi Pfannenstiel hal ini tidak dapat dilakukan.

Apabila diinginkan insisi transversal, namun diperlukan ruang yang lebih

lega, insisi Maylard merupakan pilihan yang aman. Pada insisi ini, otot rektus

dipisahkan dengan menggunakan gunting dan skapel.

b. Insisi uterus

Sebagian besar insisi dibuat di segmen bawah uterus secara transversal,

atau yang lebih jarang, secara vertikal. Insisi transversal memiliki keunggulan

yaitu hanya memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium di

bawahnya. Apabila insisi diperluas ke arah lateral, dapat terjadi laserasi pada salah

satu atau kedua pembuluh uterus. 1

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC, 2005.
2. Amatsu Therapy Association and Amatsu Association of Ireland, 2006.
Available from: www.amatsuireland.com/publications/ANMA/AnmaModul
PelvisandSacrum.pdf.
3. American College of Obstetrics and Gynecology Committee on Practice
Bulletins–Obstetrics. 2003. Dystocia and augmentation of labor. ACOG
Practice Bulletin No 49. Obstet Gynecol, 102: 1445-54.
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
5. Leong, A., 2006. Sexual Dymorphism of the Pelvic Architecture: A struggling
Response to Destructive and Parsimonious Forces by Natural & Mate
Selection. McGill Journal of Medicine, 9: 61-66.
6. Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat.
Jakarta: BP- SP,2008.
7. Sari Wardani MP, Indikasi Operasi Caesar Pada Pasien Dengan Disproporsi
KepalaPanggul. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2006.
8. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.
9. Barghella, V., Baxter, J. K., Chauhan, S. P., 2005. Evidence-based surgery for
cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol. 193(5): 1607.
10. Stanton, C., Ronsmans, C., Bailey, P., Belizan, J., Buekens, P., et al., 2008.
Recommendations for routine reporting on indications for cesarean delivery in
developingcountries. Birth35:204–211.

26

Anda mungkin juga menyukai