Anda di halaman 1dari 112

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN


KELOR (Moringa oleifera Lam.) DENGAN METODE
STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA
IN VITRO

SKRIPSI

LUTFIANA
NIM : 109102000053

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN


KELOR (Moringa oleifera Lam.) DENGAN METODE
STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH MERAH SECARA
IN VITRO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LUTFIANA
NIM : 109102000053

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2013

ii
iii
iv
v
ABSTRAK

Nama : Lutfiana
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Antiinflamasi pada Daun Kelor (Moringa oleifera L.)
dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah.

Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam
pengobatan tradisional. Analisis fitokimia ekstrak tanaman kelor mengungkapkan
adanya kandungan senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lain yang diketahui
memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antiinflamasi dari ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi etanol
50% dari daun kelor menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah.
Penghambatan lisis sel darah merah akibat induksi larutan hipotonis digunakan sebagai
ukuran aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak dan fraksi daun kelor
tersebut kemudian dibandingkan dengan standar natriun diklofenak. Hasil uji aktivitas
antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia
berdasarkan perhitungan % stabilitas menunjukkan bahwa fraksi yang mempunyai
aktivitas tertinggi adalah fraksi etil asetat. Kemudian fraksi etil asetat tersebut dibuat
beberapa seri konsentrasi (50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800 ppm dan
1000 ppm) dan dibandingkan dengan kontrol positif berupa Na diklofenak pada
konsentrasi yang sama. Diperoleh perlindungan paling efektif dari semua konsentrasi
padakonsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 90,575%, sehingga dengan demikian
konsentrasi tersebut dikatakan yang paling tinggi/efektif memberikan perlindungan
membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik. Semakin tinggi
konsentrasi stabilisasi yang digunakan maka kemampuan dalam menstabilkan
membran sel darah merah yang induksi larutan hipotonik akan semakin
meningkat, sehingga dengan demikian aktivitas menstabilkan membran sel darah
merah dapat dikaitkan dengan konsentrasi. Hasil ini ditunjang dengan uji statistik
ANOVA, yang menyatakan bahwa (P≤0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang nyata
pada setiap konsentrasi dengan perlakuan.
Kata kunci: Antiinflamasi, Moringa oleifera, Na diklofenak, membran sel darah merah,
stabilisasi membran.

vi
ABSTRACT

Name : Lutfiana
Program Study : Pharmachy
Tittle :Evaluation of Anti-inflammatory Activity of Leaf Extracts of Moringa
oleifera L. By Human Red Blood Cell Membrane Stabilisation
Method.

Moringa oleifera L. is widely used in traditional medicine. Pytochemical analysis of


M.oleifera plant extracts revealed the presence of various biochemical compounds such
as flavonoid anh other poly phenol group which heve remarkable as antiinflamatory. So
this study aimed at evaluating in the in vitro anti-inflammatory activity of the
ethanol70% extract, n-hexane, ethyl acetate and ethanol 50% fraction from the leaves of
M. oleifera by red blood cell membrane stabilization method. The Inhibition of
hypotonicity induced Red Blood Cell (RBC) membrane lysis was taken as a measure of
the anti inflammatory activity. The potency of the extract was compared with standard
diclofenac sodium. Among the three fractions tested, ethyl acetate fraction provided
highest stabilization. Then ethyl acetate fraction was made a series of concentrations (50
ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 800 ppm and 1000 ppm) and compared with the
positive control of diclofenac sodium at the same concentration. The maximum
membrane stabilization of ethyl acetat fraction was found to be 90.575% at dose of 1000
ppm ,thus the concentration is in the most high / effective protection of red blood cell
membranes induced hypotonic solution. The higher the concentration stabilization used
the ability to stabilize the membranes of red blood cells induced hypotonic solution will
increase, thus stabilizing the activity of red blood cell membranes can be attributed to
the concentration. This result is supported by statistical ANOVA, which states that (P≤
0.05) which means that there are significant differences in any concentration with
treatment.

Keywords: Anti-inflammatory, Moringa oleifera, diclofenac sodium, Human Red


Blood Cell (HRBC), membrane stabilization.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan


kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu
tercurah limpahkan kepada Rosulullah SAW, sosok yang selama ini penulis teladani.

Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi pada Daun Kelor (Moringa
oleifera L.) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah” ini diajukan untuk
memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada :

1. Prof. Dr. H. Chairul,Apt sebagai Pembimbing I dan Eka Putri, M.Si, Apt sebagai
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya serta
memberikan nasehat, arahan dan ilmu terbaik yang mereka miliki.
2. Departemen Agama RI yang telah membiayai penulis selama menjalani
pendidikan di jenjang S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah ini..
3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Ibu/Bapak Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

viii
6. Ayahanda Ali Riza dan Ibunda Salwa yang selalu memberikan kasih sayang,
semangat,dukungan baik moril maupun materil, do’a dan nasihatnya yang tak
terhingga yang tak akan pernah mampu penulis membalas semua itu. Adik-adik
penulis, Nadia Soba dan Muhammad Akbar yang sangat penulis cintai.
7. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di
laboraturium, teh Ana, teh Lina, ka Lisna dan ka Liken.
8. Teman-teman farmasi angkatan 2009 khususnya teman-teman Edta-C. Terima
kasih atas kesempatan mengenal kalian semua.
9. Teman-teman penelitian di LIPI Cibinong, Leliana Nurul Wachidah, Nurul
Fithriyah dan Muhammad Arif yang telah berjuang bersama.
10. Teman-teman CSSMoRA 2009, PIM Lovers, Butet, Nuyung, Leli, Omi, Dhea,
Dhila, Wali, Lulu, Ziza, Cime, Dyah, Ainul, Nurul, Cucut, Neneng, Cucut, Zaky,
Ferry, terima kasih telah menjadi keluarga kedua bagi penulis. Serta semua pihak
yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
Kritik dan saran pembaca diharapkan penulis guna perbaikan dimasa mendatang. Akhir
kata, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini berguna bagi kita semua, Amin.

Jakarta, 20 September 2013

Lutfiana

ix
x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………... iv
ABSTRAK ………………………………………………………………… v
ABSTRACT ………………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………….… x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….... 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….…. 2
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 3
1.4. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………….…... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….…… 4
2.1. Moringa oleifera L. …………………………………………... 4
2.1.1. Klasifikasi spesies Moringa Oleifera L. ………………. 4
2.1.2. Sinonim …………………………………………….….. 4
2.1.3. Nama daerah …………………………………….…….. 5
2.1.4. Deskripsi ………………………………………………. 5
2.1.5. Penyebaran …………………………………………….. 6
2.1.6 Kandungan kimia ………………………………………. 7
2.1.7. Khasiat ………………………………………………… 8
2.2. Ekstraksi dan Fraksinasi ………………………………..……… 10
2.2.1. Ekstraksi ………………………………………..….….. 10
2.2.2. Fraksinasi Partisi ……………………………….....…… 11
2.3. Skrining Fitokimia ……………………………………..…..….. 12
2.3.1. Alkaloid …………………………………….…………. 12
2.3.2. Flavonoid ………………………………….………..…. 13
2.3.3. Saponin …………………………………….………….. 13
2.3.4. Tanin ……………………………………….………….. 14
2.3.5. Antrakuinon …………………………………………… 15

xi
2.3. Inflamasi ………………………………………………………. 15
2.2.1. Definisi ………………………………………………... 15
2.2.2. Mekanisme inflamasi …………………………………. 16
2.2.3. Penyebab Inflamasi …………………………………… 18
2.2.4. Tipe inflamasi ……………………………………........ 19
2.2.5. Mediator inflamasi …………………………………… 20
2.4. Obat Antiinflamasi …………………………………………….. 23
2.4.1. Obat antiinflamasi Steroid ……………………………. 23
2.4.2. Obat antiinflamasi Non steroid ……………………….. 24
2.5. Uji Aktivitas Antiinflamasi …………………………………… 25
2.5.1. Metode stabilisasi membran sel darah merah manusia 25
2.6. Spektrofotometer UV-VIS…………………………………...... 26
BAB 3. METODE PENELITIAN………………………………………... 29
3.1. Lokasi dan Waktu ……………………………………………... 29
3.2. Bahan ………………………………………………………….. 29
3.2.1. Bahan uji ……………………………………………….. 29
3.2.2. Bahan kimia ……………………………………………. 29
3.3. Alat ……………………………………………………………. 30
3.4. Prosedur Kerja ………………………………………………… 30
3.4.1. Penyiapan simplisia ……………………………………... 30
3.4.2. Ekstraksi ………………………………………………… 30
3.4.3. Fraksinasi bertingkat denan metode partisi cair-cair …… 31
3.4.5 Uji aktivitas anti inflamasi metode stabilisasi membran eritrosit 32
3.4.4. Skrining fitokimia ………………………………….…... 35
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 37
4.1. Hasil ……………………………………………….……………. 37
4.1.1. Hasil Determinasi Tanaman ………………….………….. 37
4.1.2. Hasil Penyerbukkan simplisia ……………….…………... 37
4.1.3. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi ……………….…………... 37
4.1.5. Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi ………………………… 39
4.1.4. Hasil Skirining Fitokimia ………………………………… 44
4.2. Pembahasan ……………………………………………………… 45
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 54
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………. 54
5.2. Saran …………………………………………………………….. 54
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 55
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 60

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Kimia Daun Kelor (Moringa oleifera L.) ……….... 8


Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstrak dan Fraksi Daun Kelor ……………… 38
Tabel 3. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol
Positif pada Konsentrasi 1000 ppm ……………………….. 39
Tabel 4. Stabilisasi Fraksi Etil Asetat Daun Kelor terhadap Membran
Eritrosit Akibat Induksi Larutan Hipotonik dengan Beberapa
Variasi Konsentrasi ………………………………………... 41
Tabel 5. Hubungan antara % Stabilitas dan Log Konsentrasi
untuk Menentukan Nilai IC50 dengan Metode Analisis Probit 43
Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia Sampel ……………………………….. 45

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Akar, Daun dan Pohon Kelor ……………………………..…. 6


Gambar 2. Struktur Kimia Golongan Flavonoid ………………………… 13
Gambar 3. Struktur Kimia dari Beberapa Steroid Sapogenin …………… 14
Gambar 4. Skema Mekanisme Radang ………………………………….. 18
Gambar 5. Mediator Inlamasi ……………………………………………. 21
Gambar 6. Asam Arakhidonat dan Mediator Peradangan ………………. 23
Gambar 7. Mekanisme Kerja Obat Antiinflamasi Steroid & Nonsteroid
terhadap Prostaglandin ……………………………………….. 24
Gambar 8. Skema Spektrofotometer UV-VIS ………………………….… 27
Gambar 9. Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera L.) …………………… 37
Gambar 10. Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Etanol 50% 38
Gambar 11. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol
Positif Terhadap Induksi Larutan Hipotonik ……………. 40
Gambar 12.Kurva Stabilisasi Kerusakan Membran Eritrosit Akibat Induksi
Larutan Hipotonik dengan Beberapa Variasi Konsentrasi 42
Gambar 13.Kurva antara Probit dan Log Konsentrasi Fraksi Etil Asetat
Daun Kelor pada Berbagai Varian Konsentrasi …………... 44
Gambar 14.Reaksi Pembentukan Garam Flavilium .................................. 48

Gambar 15. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air. ...................................... 48

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ……………………………….... 61


Lampiran 2. Alur Penelitian …………………………………………….... 62
Lampiran 3. Skema Pengujian Fitokimia ................................................. 63
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Ekstrak Uji ………………………….... 64
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Na Diklofenak ………………………... 65
Lampiran 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol 96% dan masing-masing
Fraksi Daun Kelor ………………………………………….. 66
Lampiran 7. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Ekstrak Etanol
70%, Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Fraksi Etanol 50% Daun
Kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm .... 67
Lampiran 8. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Fraksi Etil Asetat
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) …………………………. 68
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Kontrol Positif
(Na Diklofenak) ……………………………………………. 70
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 70%, Fraksi
n-heksan, Fraksi Etil Asetat, Fraksi Etanol 50% dan Na diklofenak
pada Konsentrasi 1000 ppm………………………………....... 72
Lampiran 11. Hasil Uji Statistika Persen Stabilitas Fraksi Etil Asetat dan Na
Diklofenak pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm 78
Lampiran 12. Perhitungan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak
dengan Metode Analisa Probit ................................................. 86
Lampiran 13 Foto-foto Alat Penelitian dan Proses Uji Aktivitas …………… 89

Lampiran 14. Gambar Penapisan Fitoimia ...................................................... 91

Lampiran 15. Struk Hasil Spektrofotomerti UV-VIS ..................................... 94

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman


hayati terbesar (mega biodiversitas) di dunia setelah Brasil. Tercatat di hutan tropis
Indonesia ditemukan kurang lebih 30.000 dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia
(Wulandari, 2001). Sekitar 9.600 jenis telah diketahui berkhasiat obat. Dari jumlah
tersebut tercatat 283 jenis merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat
tradisional. Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam
maupun di luar negeri berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang khasiat
farmakologisnya salah satunya sebagai antiinflamasi (Kusuma et al., 2005).

Peradangan (inflamasi) adalah respon protektif normal untuk cedera jaringan


dan melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh seperti aktivasi enzim,
pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel darah putih melalui kapiler ke
daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan dan perbaikan jaringan (Kumar et al.,
2012). Inflamasi adalah proses yang kompleks, yang sering dikaitkan dengan rasa
sakit dan melibatkan kejadian seperti peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
peningkatan denaturasi protein dan perubahan membran (Leelaprakash & Mohan,
2011). Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh inflamasi adalah patogen, iritan kimia (asam dan basa kuat,fenol, racun) dan
iritan fisika (trauma,benda asing ,dingin, arus listrik, radiasi). Inflamasi adalah upaya
perlindungan tubuh untuk menghilangkan rangsangan merugikan serta memulai
proses penyembuhan untuk jaringan. Namun, jika peradangan (inflamasi) tidak
diobati menyebabkan timbulnya penyakit seperti rinitis vasomotor, rematoid artritis
dan aterosklerosis (R Ilakkiya et al., 2013).

Pada umumnya pengobatan yang dipakai untuk mengatasi terjadinya


inflamasi adalah obat modern dari golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid

1
2

(OAINS) dan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit
peradangan. Tetapi obat-obatan ini membawa risiko toksisitas gastrointestinal,
toksisitas jantung dan lainnya untuk penggunaan yang berkepanjangan. Untuk alasan
ini, ada kebutuhan untuk memiliki obat antiinflamasi dengan efek samping yang lebih
ringan saat digunakan untuk penyakit inflamasi kronis. Oleh karena itu, tumbuhan
lebih banyak dipilih sebagai obat alternatif dan alami untuk pengobatan berbagai
penyakit, tetapi masih kurangnya bukti ilmiah untuk khasiat tersebut (Madhavi et al.,
2012).

Salah satu tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan adalah Moringa
oleifera Lam. (Syn. Moringa pterygosperma Gaertn.) atau pohon kelor. Khasiatnya
sebagai obat telah lama dikenal dalam sistem obat tradisional. Beberapa bagian
berbeda dari digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit seperti
rematik, kelumpuhan dan epilepsi. Selain itu ekstrak daun, biji, dan akar dari pohon
kelor telah dipelajari secara ekstensif untuk berbagai potensi penggunaan termasuk
antiinflamasi, antitumor, antihepatotoksik dan analgesik (Sashidhara et al., 2009).
Kandungan fitokimia dalam daun kelor yaitu tanin, steroid dan triterpenoid,
flavanoid, saponin, antraquinon, dan alkaloid. Flavonoid inilah yang mempengaruhi
berbagai macam aktivitas biologi atau farmakologi, diantaranya antioksidan,
antitumor, antiangiogenik, antiinflamasi, antialergik dan antiviral (Kasolo et al.,
2010).
Pada penelitian terdahulu ekstrak etanol daun kelor (M. oleifera) telah
dilaporkan memiliki aktivitas antiinflamasi pada dosis 500mg/ kgBB tikus putih
jantan dengan metode induksi karagenan (Singh et al., 2012), oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lanjutan yang akan memperkuat potensi dari tumbuhan tersebut
sebagai sumber senyawa antiinflamasi dengan menguji aktivitas stabilisasi atau
perlindungan membran eritrosit dari induksi larutan hipotonis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian


sebagai berikut:

Apakah ekstrak daun kelor memiliki aktivitas anti-inflamasi secara in-vitro ditinjau
dari kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui aktivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L.) terhadap stabilisasi
membran sel darah merah.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai pengetahuan dasar bagi peneliti lanjutan tentang aktivitas antiinflamasi


yang terdapat pada daun kelor.
2. Sebagai informasi ilmiah dasar pada bidang kimia bahan alam dan bidang
farmasi dalam upaya pengembangan senyawa aktif antiinflamasi pada tanaman
kelor.
3. Untuk memberikan latar belakang ilmiah (scientivic background) dari khasiat
tanaman kelor.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELOR (Moringa oleifera L.)


2.1.1 Klasifikasi (USDA, 2013 )
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam

2.1.2 Sinonim

Anoma moringa (L.) Lour., Guilandina moringa L.,


Hyperanthera decandra Willd., Hyperanthera moringa (L.) Vahl,
Hyperanthera pterygosperma Oken, Moringa edulis Medic.,
Moringa erecta Salisb., Moringa moringa (L.) Small, Moringa
myrepsica Thell., Moringa nux-eben Desf., Moringa octogona
Stokes, Moringa oleifera Lour., Moringa parvifora Noronha,
Moringa polygona DC., Moringa pterygosperma Gaertn., Moringa
zeylanica Pers., Copaiba langsdorfi (Desf.) Kuntze, Copaifera nitida
Hayne. (Navie & Steve , 2010).

4
5

2.1.3 Nama Daerah

Tanaman kelor memiliki banyak sebutan, diantaranya imaran,


kelintang (Jawa), murong (Sumatera), wona marungga, kelohe,
parangge, kewona (Nusa tenggara), rowe, kelo, wori (Sulawesi),
kanele, oewa herelo (Maluku). Diluar negeri dikenal dengan nama
drumstick tree, horseradish tree (Inggris), nugge (Kannada), la ken
(Cina), mungna, saijna, shajna (Hindi) (DepKes RI,1989 & Rollof,
2009).

2.1.4 Deskripsi

Kelor (Moringa oleifera L.) tumbuh dalam bentuk pohon,


berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7 - 12 m. Batang berkayu
(lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar.
Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung
tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai panjang,
tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus),
helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua,
bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 - 2 cm, tipis
lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan
pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus.
Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak
berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Buah kelor
berbentuk panjang bersegi tiga, panjang 20 - 60 cm, buah muda
berwarna hijau setelah tua menjadi cokelat, bentuk biji bulat
berwarna coklat kehitaman, berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan.
Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak.
Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek
batang). Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di
ketinggian ± 1000 m dpl (Anonym, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Gambar 1. Akar, Daun dan Pohon Kelor [Navie, 2010]

2.1.5 Penyebaran

Asal tepat spesies ini tidak diketahui secara pasti karena telah
dibudidayakan secara luas sejak zaman dahulu. Tumbuhan ini
dimanfaatkan oleh Roma, Yunani dan Mesir kuno dan kini banyak
dibudidayakan di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia (Fahey,
2005).

Namun, M. oleifera dianggap tumbuhan asli untuk sub-wilayah


Himalaya India Utara. Hal ini juga umum ditemukan di seluruh
bagian lain di India serta di dataran Punjab, Sind, Baluchistan, dan di
daerah North West Frontier Province Pakistan, meskipun populasi
ini mungkin dihasilkan dari budidaya awal. Beberapa penulis juga
menganggapnya sebagai bagian asli dari Asia Barat (yaitu Oman,
Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yaman) dan bahkan Afrika
Utara. Moringa oleifera L. juga banyak naturalisasi di daerah tropis
lainnya di dunia. Telah dilaporkan di sebagian besar selatan dan
timur Asia termasuk Afganistan, Israel, Iran, Nepal, Banglades, Cina,
Taiwan, Sri Lanka, Myanmar, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam,
Indonesia dan Papua New Guinea. Tumbuhan ini juga banyak
naturalisasi di sub-Sahara Afrika, termasuk di Zimbabwe,
Madagaskar, Zanzibar, Afrika Selatan, Tanzania, Malawi, Benin,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

Burkina Faso, Kamerun, Chad, Gambia, Ghana, Guinea, Kenya,


Liberia, Mali, Mauritania, Nigeria, Sierra Leone, Sudan, Ethiopia,
Somalia, Zaire, Togo, Uganda dan Senegal. Di Amerika tropis, kelor
dinaturalisasi di wilayah selatan-timur Amerika Serikat (yaitu
Florida), Karibia (yaitu Kuba, Haiti, Republik Dominika, Bahama,
Jamaika, Puerto Rico dan Kepulauan Virgin), Meksiko, Amerika
Tengah (yaitu Belize, Kosta Rika, El Salvador, Guatemala,
Honduras, Nikaragua dan Panama) dan Amerika Selatan (yaitu
Colombia, Guyana, Venezuela,Brazil dan Paraguay). Kelor juga
dinaturalisasi di pulau-pulau Pasifik, termasuk Kiribati, Guam,
Kepulauan Marshall, Kepulauan Mariana Utara, Kepulauan Solomon
dan Amerika Federasi Mikronesia (Navie & Steve, 2010).

2.1.6 Kandungan Kimia

Daun kelor kaya asam askorbat, asam amino, sterol, glukosida


isoquarsetin, karoten, ramentin, kaemperol dan kaemferitin. Hasil
analisis nutrien juga melaporkan adanya kandungan senyawa-senywa
berikut: 6,7 mg protein, 1,7 mg lemak (ekstrak eter), 13,4 mg
karbohidrat, 0,9 mg serat dan 2,3% bahan mineral: 440 mg kalsium,
70 mg fosfor, dan besi 7,0 mg/100 g daun. Daun kelor juga
mengandung 11.300 IU karoten (prekursor vitamin A), vitamin B,
220 mg vitamin C dan 7,4 mg tokoferol /100g daun. Daun kelor juga
mengandung substansi estrogenik dan esterase pektin. Asam amino
esensial yang terdapat dalam protein daun adalah (/16g daun): 6,0 mg
arginin, 2,0 mg metionin, 4,9 mg treonin, 9,3 mg leusin, 6,3 mg
isoleusin dan7,1 mg valin (Singh et al., 2012).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Tabel 1. Kandungan kimia yang diisolasi dari Moringa oleifera L.

Bagian Kandungan Kimia

Akar 4-(α-L-rhamnopiranoksiloksi)-benzilglukosinolat dan


benzilglukosinolat

Batang 4-hidroksimellein, vanillin, β-sitosteron, asam oktacosanik


dan β-sitosterol

Kulit kayu 4-(α-L-rhamnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat

Eksudat gum L-arabinosa, D-galaktosa,asam D-glukuronat, L-rhamnosa,


D-mannosa, D-xylosa dan leukoantosianin

Daun Glikosida niazirin, niazirinin dan three mustard oil


glycosides, 4-[4’-O-asetil- α -L-rhamnosiloksi) benzil]
isothiosianat, niaziminin A dan B

Bunga yang matang D-mannosa, D-glukosa, protein, asam askorbat,


polisakarida

Keseluruhan biji Nitril, isotiosianat, tiokarbanat, 0-[2’-hidroksi-3’-(2’’-


hepteniloksi)]-propilundekanoat, 0-etil-4-[( α -1-
ramnosiloksi)-benzil] karbamat, metil-p-hidroksibenzoat
dan β-sitosterol

Biji yang tua Crude protein, Crude fat, karbohidrat, metionin, sistein, 4-
(α-L-ramnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat,
benzilglukosinolat, moringin, mono-palmitat and di-oleic
trigliserida

Minyak biji Vitamin A, beta karoten, prekursor Vitamin A


Sumber : [Singh et al., 2012]

2.1.7 Khasiat

Selain digunakan untuk bahan makanan, daun kelor telah


dilaporkan menjadi sumber yang kaya akan makronutrien maupun
mikronutrien yang juga mengandung β-karoten, protein, vitamin C,
kalsium, dan kalium dan bertindak sebagai sumber antioksidan alami.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Buah dan daun telah digunakan untuk mengatasi malnutrisi, terutama


di kalangan bayi dan ibu menyusui untuk meningkatkan produksi
susu dan juga mengatur ketidakseimbangan hormon tiroid (Luqman
et al., 2012).

Sejumlah khasiat obat dihubungkan dengan berbagai bagian


dari M.oleifera telah diakui oleh sistem pengobatan Ayurveda dan
Unani. penerapan tanaman ini telah ditemukan secara luas dalam
pengobatan penyakit kardiovaskular antara lain dalam akar, daun,
gum, bunga, dan infus biji mengandung glikosida nitril, mustard oil,
dan glikosida tiokarbamat sebagai kandungan kimia yang dianggap
bertanggung jawab untuk aktivitas diuretik, menurunkan kolesterol,
antiulser, hepatoprotektif, dan sebagai pelindung kardiovaskular.
Tanaman ini juga memiliki aktivitas antimikroba karena mengandung
pterigospermin sebagai komponen utama. Ekstrak daun segar
diketahui menghambat pertumbuhan patogen pada manusia
(Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa). Kandungan
kimia dari berbagai bagian pohon seperti; niazimin, niaiminin,
berbagai karbamat dan tiokarbamat telah menunjukkan aktivitas
antitumor in vitro. Bagian bunga menunjukkan aktivitas
hepatoprotektif yang efektif. Karena adanya efek kuarsetin. Biji dapat
digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan kadmium dari
medium cair dan merupakan salah satu koagulan alami. Kelor juga
dianggap sebagai antipiretik, dan dilaporkan menunjukkan aktivitas
antimikroba (Luqman et al., 2012).

Materia medika Indonesia menjelaskan penggunaan akar kelor


(M.oleifera) dalam pengobatan sejumlah penyakit, termasuk asma,
asam urat, sakit pinggang, rematik, pembesaran limpa atau hati,
radang internal yang terdapat dalam inflamasi dan adanya batu pada
kantung empedu atau ginjal. Ekstrak akar kelor telah dipelajari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

sebagai diuretik dan aktivitas antiinflamasi akut (Sashidhara et al.,


2009)

Semua bagian dari pohon dianggap berkhasiat obat dan


digunakan dalam pengobatan asites, rematik, dan gigitan hewan
berbisa serta sebagai stimulan jantung dan peredaran darah. Daun
kelor kaya Vit. A dan C dan dianggap berguna untuk sariawan dan
kataral, mereka juga digunakan sebagai emetik. Sebuah pasta dari
daun digunakan secara eksternal untuk luka. Bunga digunakan
sebagai tonik dan anti diuretik. Biji kelor sebagai antipiretik. Minyak
biji digunakan sebagai antiinflamasi dalam rematik dan asam urat.
Bunga-bunga, daun, dan akar yang digunakan dalam obat tradisional
untuk tumor serta biji untuk tumor abdominal. Rebusan akar
digunakan di Nikaragua untuk mengobati edema (pembengkakan).
Sari dari akar diterapkan secara eksternal sebagai obat gosok. Daun
juga bisa digunakan untuk sakit kepala, dan dikatakan memiliki sifat
pencahar alami. Kulit, daun dan akar yang pedas dan berbau tajam,
dan diambil untuk meningkatkan proses pencernaan. Minyak agak
berbahaya jika diminum, namun dapat diterapkan secara eksternal
untuk penyakit kulit. Kulit kayu dianggap sebagai antiskorbut, dan
mengeluarkan gum kemerahan dengan sifat seperti tragakan dan
kadang-kadang digunakan untuk diare. Akar yang pahit, sebagai
tonik bagi tubuh dan paru-paru, dan juga berguna sebagai pemicu
menstruasi (emmenagogue) dan ekspektoran (Kumar et al., 2012).

2.2. EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI


2.2.1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik
komponen kimia yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

yang sesuai. Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis
senyawa, tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang akan
diekstraksi. Dalam mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya
menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar, namun kadang-
kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia di tempat
sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat
dikeringkan terlebih dahulu (Kristanti, 2008).

Ektraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan


secara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan
menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik
ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
maserasi (Kristanti et al., 2008).

Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik


komponen yang kita inginkan, dengan kondisi dingin diskontinyu.
Keuntungan dari maserasi adalah lebih praktis, pelarut yang digunakan
lebih sedikit dibandingkan perkolasi dan tidak memerlukan
pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan
lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan
alat penguap putar vakum (vacuum rotary evaporator) hingga
menghasilkan ekstrak pekat (Kristanti et al., 2008).

2.2.2. Fraksinasi (Partisi Cair-Cair)

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan


untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari
kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke
pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar.
Bila kita menelaah profil fitokimia lengkap dari suatu jenis tumbuhan,
maka sebelum dikromatografi, ekstrak kasar perlu difraksinasi untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan


utama yang lainnya (Harborne, 1987).

2.3. Skrining Fitokimia

Metode identifikasi dilakukan berdasarkan metode penapisan fitokimia


(phytochemical screening). Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder yang terkandung disimplisia tersebut.
Pengujian ini merupakan pengujian pendahuluan yang biasa dilakukan
sebelum dilakukan pengujian-pengujian lanjutan. Adanya pengetahuan
mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam
suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas
dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid, alkaloid, saponin,
tanin, dan antrakuinon (Putra, 2007).
2.3.1 Alkaloid

Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah


atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin
heterosiklik (Putra, 2007). Banyak tumbuhan yang digunakan untuk
pengobatan yang setelah diisolasi berupa senyawa nitrogen
heterosiklik (Fessenden, 1982b). Senyawa alkaloid merupakan
senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh
alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan (Putra, 2007).

Ada sekitar 5500 macam alkaloid yang telah diketahui.


Alkaloid merupakan golongan metabolit sekunder yang terbesar.
Alkaloid bersifat racun bagi manusia namun banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi menonjol sehingga digunakan secara luas dalam
bidang pengobatan. Uji organoleptik sering dilakukan untuk menguji
adanya kandungan alkaloid dalam daun atau buah segar yang dideteksi
dengan adanya rasa pahit (Harborne, 1987).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

2.3.2 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol


terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat
warna merah, ungu, dan biru dan kuning yang ditemukan dalam
tumbuhan. (Lenny, 2006).
Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida
dan aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan
dalam bentuk kombinasi glikosida (Harbone, 1987). Aglikon
flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai
bentuk struktur (Markham, 1988).
Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bisa
dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan
biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun
dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-
C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon yang
merupakan rantai alifatik) (Lenny, 2006), seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.

Gambar 2 : Struktur Umum Flavonoid

2.3.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun yaitu ketika menimbulkan busa bila dikocok dalam
air. Senyawa saponin merupakan senyawa golongan glikosida yang
apabila dihidrolisis secara sempurna akan didapatkan gula dan satu
fraksi non gula yang disebut sapogenin atau genin. Pengujian senyawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

ini secara sederhana dapat dilakukan dengan pengocokan, busa stabil


setinggi satu sampai sepuluh sentimeter dalam sepuluh menit
menandakan hasil positif dari senyawa saponin (Harborne, 1987).

CH3 H H CH3 H H
CH3 CH3
O O
CH3 H CH3 H CH3
CH3
O O
H H H H H
H
HO HO
H H
Smilagenin Tigogenin

CH3
CH3 H H CH3
CH3
O OH
O
CH3 H CH3 CH3 H
O OH CH3
H H H H H
HO HO
Diosgenin Dihydrokryptogenin

Gambar 3. Struktur Kimia dari Beberapa Steroid Sapogenin.

2.3.4 Tanin

Tanin terdapat luas dalam tanaman berpembuluh. Tanin dapat


bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi
kulit hewan yang siap pakai karena kemampuannya menyambung
silang protein (Harbone, 1987).

Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk


dalam senyawa fenolik. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu, tanin
terkondensasi yang tersebar pada paku-pakuan, angiosperma, dan
gymnospermai. Dan tanin terhidrolisis yang terdapat pada tumbuhan
berkeping dua (Harbone, 1987).

2.3.5. Antrakuinon

Antrakuinon merupakan golongan kuinon (3 cincin benzena


berdampingan) yang terbanyak tersebar di alam. Beberapa antrakuinon
merupakan zat warna dan pencahar. Kebanyakan antrakuinon dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

tumbuhan tinggi dihidroksilasi pada atom C-1 dan antrakuinon


terhidroksilasi jarang terdapat dalam tumbuhan secara bebas tetapi
sebagai glikosida. Dalam banyak kasus tampaknya aglikon dari
glikosidanya berbentuk antrakuinon tereduksi dikenal sebagai antron
(Guevara & Recio, 1985).

Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa berwarna


merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer,
memberikan warna yang spesifik dengan basa (LOH) seperti, merah,
violet dan hijau. Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita
resapan yang berbeda dengan senyawa kuinon lainnya, dimana
memberikan 4 atau 5 pita resapannya pada daerah UV dan sinar
tampak (Guevara & Recio, 1985).

2.4 INFLAMASI
2.4.1 Definisi
Inflamasi adalah reaksi jaringan tubuh tehadap luka, seperti
trauma fisik, benda asing, zat kimia, pembedahan, radiasi, atau arus
listrik. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein
plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar
keduanya dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan
antigen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan
untuk proses penyembuhan (Robbins, 2007).

Gejala-gejala klinis dari inflamasi adalah rubor (kemerahan),


kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri) dan functio laesa
(kehilangan fungsi). Kemerahan dan rasa panas disebabkan oleh dilatasi
pembuluh darah arteriol dengan demikian darah lebih banyak mengalir
kedalam mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan
dengan gejala kemerahan, daerah peradangan menjadi lebih panas dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

sekelilingnya sebab darah disalurkan lebih banyak ke daerah tersebut


dibandingkan dengan daerah tubuh normal lainnya. Tumor atau
pembengkakan disebabkan oleh air, protein dan zat-zat lain dari darah
bergerak ke jaringan yang mengalami inflamasi. Rasa sakit terjadi
karena ujung sel saraf terstimulasi oleh kerusakan langsung jaringan
(terjadi perubahan pH dan konsentrasi lokal ion-ion tertentu) dan
beberapa mediator inflamasi untuk menghasilkan sensasi rasa sakit. Di
samping itu, peningkatan tekanan di jaringan yang disebabkan oleh
udem dan akumulasi nanah, juga dapat menyebabkan rasa sakit.
Terbatasnya pergerakan oleh karena udem, rasa sakit dan destruksi
jaringan menyebabkan gangguan fungsi (Price & Lorraine, 2006).

2.3.2. Mekanisme Inflamasi Akut


Terdapat dua stadium pada reaksi inflamasi akut, yaitu vaskular
dan selular. Stadium vaskular pada respon inflamasi dimulai segera
setelah jaringan mengalami cedera. Arteriol di daerah tersebut
berdilatasi, sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera.
Hal ini menyebabkan timbulnya gejala rubor (kemerahan) dan kalor
(panas). Vasodilatasi ini terutama akibat pelepasan bahan kimia dari
degranulasi sel mast dan pelepasan mediator-mediator kimia lain selama
inflamasi. Peningkatan aliran darah lokal tersebut menyebabkan lebih
banyak leukosit fagositik dan protein plasma yang tiba di tempat cedera.
Pada waktu yang bersamaan, histamin dan mediator kimia yang
dibebaskan selama inflamasi menyebabkan membesarnya pori-pori
kapiler (ruang antar sel endotel), sehingga permeabilitas kapiler
meningkat. Protein plasma yang dalam keadaan normal tidak dapat
keluar dari pembuluh darah dapat lolos ke ruang interstisium.
Peningkatan tekanan osmotik koloid di ruang interstisium yang
disebabkan oleh kebocoran protein plasma dan peningkatan tekanan
darah kapiler akibat peningkatan aliran darah lokal dapat menimbulkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

udem lokal yang disebut juga turgor (pembengkakan) (Corwin &


Elizabeth, 2008).
Stadium selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke
bagian yang mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke
daerah tersebut karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel yang
cedera, sel mast dan produksi sitokin. Penarikan leukosit yang meliputi
nuetrofil dan monosit ke daerah cedera disebut kemotaksis. Satu jam
setelah cedera, daerah yang cedera sudah dipadati oleh leukosit yang
keluar dari pembuluh darah. Neutrofil adalah sel yang pertama kali tiba
kemudian diikuti oleh monosit yang dapat membesar dan berubah
menjadi makrofag dalam periode delapan sampai dua belas jam
berikutnya. Emigrasi leukosit dari darah ke jaringan melibatkan proses
marginasi, diapedesis dan gerakan amuboid. Marginasi adalah
melekatnya leukosit darah, terutama neutrofil dan monosit ke bagian
dalam lapisan endotel kapiler pada jaringan yang cedera. Leukosit
segera keluar dari darah ke dalam jaringan dengan berprilaku seperti
amuba dan menyelinap melalui pori-pori kapiler yang disebut
diapadesis. Gerakan leukosit ini juga dibantu oleh adanya kemokin,
yaitu suatu mediator kimiawi yang bersifat kemotaksis yang dapat
menarik leukosit ke daerah inflamasi. Neutrofil dan makrofag
membersihkan daerah yang meradang dari zat toksik dan debris jaringan
dengan cara fagositosis. Setelah sel-sel fagositik memasukkan benda
sasaran, terjadi fusi lisosom dengan membran yang membungkus benda
tersebut dan lisosom mengeluarkan enzim hidrolitiknya ke dalam
vesikel dalam membrane tersebut, sehingga benda yang terperangkap
dapat diuraikan. Trombosit yang masuk ke daerah cedera merangsang
pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol pendarahan. Sel-
sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan
penyembuhan (Corwin & Elizabeth , 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

Luka (jejas)

Stimulasi Saraf Mediator ↑ permeabilitas


vaskular
Dilatasi pembuluh

eksudasi ekstraseluler (leukosit&fibrinogen)

Koloid osmotik diluar pembuluh darah Kemotaksis

Retardasi marginisasi

Statis Emigrasi leukosit

Trombosis Enzim proteolitik

Nekrosis PUS

Gambar 4. Skema Mekanisme Radang (Pringgoutomo, 2002).


2.3.3. Penyebab Inflamasi

Inflamasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :


1) Mikroorganisme (infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa dan ragi)
2) Iritan kimia (asam dan basa kuat, fenol, racun)
3) Iritan fisika (trauma, benda asing, dingin, arus listrik, radiasi)
4) Jaringan nekrosis
5) Semua jenis reaksi imunologis : hipersensitifitas, kompleks imun,
autoimun (Rubbin, 1988).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

2.3.4. Tipe Inflamasi


Secara umum inflamasi dibagi menjadi:
1) Inflamasi akut, yaitu inlamasi dengan durasi relatif lebih singkat
bertahan untuk beberapa jam atau satu sampai dua hari.
Karakteristik utamanya berupa adanya cairan eksudat dari protein
plasma (udem) dan migrasi dari leukosit, terutama neutrofil.
2) Inflamasi kronis, yaitu inflamasi dengan durasi lebih lama. Secara
histologi dihubungkan dengan adanya limfosit dan makrofag, serta
poliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat (Pringgoutomo, 2002).

Berdasarkan pada karakteristik utama inflamasi kronik dan akut, dapat


dibedakan menurut jenis eksudat dan variabel morfologi :

1) Inflamasi serosa, yaitu inflamasi yang ditandai dengan


melimpahnya cairan encer, tergantung dari daerah luka dapat
berasal dari serum darah atau sekresi sel mesotel yang terhubung
dengan peritoneum, pleura dan perikardium.
Contoh : luka bakar dan efusi pleura
2) Inflamasi kataral, yaitu inflamasi permukaan ditandai dengan
meningkatnya sekresi mukus, pada mukosa terutama pada saluran
pernafasan. Inflamasi ini terlihat pada penyakit flu dan berbagai
bentuk kolitis.
3) Inflamasi fibrinosa, yaitu inflamasi yang menghasilkan eksudat
protein plasma dalam jumlah besar, termasuk fibrinogen dan
endapan fibrin. Karakteristik utama, respon inflamasi melibatkan
rongga-rongga tubuh seperti pleura, perikardium dan peritoneum.
Contoh : pneumonia, karditis rheumatika.
4) Inlamasi supuratif / purulenta, yaitu inflamasi yang ditandai oleh
adanya produksi nanah dalam jumlah besar atau eksudat purulen,
biasanya terjadi pada infeksi bakteri piogenik.
Contoh: pleuritis supuratif, peritonitis supuratif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

5) Ulser, yaitu defek lokal pada permukaan organ atau jaringan, yang
dihasilkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik terinflamasi
(Robbins et al., 2007).

2.3.5. Mediator Inflamasi

Sejak penemuan Lewis mengenai histamin, banyak penelitian


lain yang dilakukan terhadap zat-zat yang berperan dalam proses
inflamasi. Mediator inlamasi dapat berasal dari plasma, sel atau
jaringan yang rusak. Mediator inflamasi dibagi dalam beberapa
kelompok :

1) Vasoaktif amin : histamin dan serotonin


2) Konstituen lisosomal : protease
3) Metabolit asam arakidonat
a. Melalui sikolooksigenase : prostaglandin, endoperoksida,
tromboksan A2
b. Melalui lipooksigenase : leukotrin, 5-HPETE, 5-HETE
4) Platelet activating factor (PAF)
5) Sitokin dan radikal bebas derivat oksigen
6) Plasma protease
- Sistem kinin : bradikinin dan kalikrein
- Sistem komplemen : C3a, C5a, C5b-C9
- Sistem koagulasi : fibrino-peptida, produk degradasi fibrin
- Faktor pertumbuhan (Rubbin, 1988).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

MEDIATOR INFLAMASI

Sel Plasma

Preformed Newly Synthesized Aktifasi Faktor XII Aktifasi komplemen

- Histamin - Prostaglandin - Sistem Kinin - C3a, C5a


- Setrotonin - leukotrin - Sistem koagulasi
- C3b ,C5b-9
- Enzim lisosom - Platelet activating factor
- Sitokin
- Radikal bebas derivat oksigen

Gambar 5. Mediator Inlamasi (Cotran, 1992)


Beberapa mediator inlamasi yang penting :

1) Histamin dan serotonin


Berperan pada pertengahan fase aktif dalam peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Pada manusia, histamin disimpan
dan tersedia dalam jumlah besar pada granul sel mast dan basofil
serta platelet. Golongan amin menyebabkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas venula. Histamin bekerja pada
mikrosirkulasi terutama melalui reseptor jenis H1 dengan durasi
selama 60 menit.
Banyak faktor yang menyebabkan pelepasan amin dari sel mast,
antara lain :
a) Faktor fisik (trauma atau dingin)
b) Reaksi imunologis melalui mekanisme yang melibatkan
ikatan pada permukaan sel mast dengan IgE.
c) C3a dan C5a, yaitu fragmen dari komplemen yang
menginduksi peningkatan permeabilitas pembuluh
darah
d) Histamine-releasing factors dari neutrofil, monosit dan
platelet

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

e) Interleukin-1
2) C3a dan C5a
Disebut juga sebagai anafilatoksin, komplemen-komplemen yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. C3a dapat secara
langsung mengalami cleaving oleh plasmin, bakterial protease dan
enzim C3-cleaving yang tersebar di berbagai jaringan. C5a
merupakan zat kemotaksis tinggi terhadap netrofil, eosinofil,
basofil dan monosit yang dilepaskan oleh aktivasi komplemen
melalui tripsin, bakteri protease dan enzim pada netrofil serta
makrofag.
3) Bradikinin
Zat yang sangat poten meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah, juga menyebabkan kontraksi otot polos, dilatasi pembuluh
darah dan rasa sakit ketika diinjeksikan pada kulit. Bradikinin
bukan merupakan zat kemotaksis, diaktivasi oleh faktor XII sistem
pembekuan darah intrinsik, melalui kontak permukaaan bahan
aktif seperti kolagen, membran basal dan endokrin.
4) Prostaglandin
Merupakan suatu zat autokoid, dibentuk dengan cepat dan bekerja
secara lokal, hilang secara spontan atau melalui proses enzimatis.
Prostaglandin berasal dari biosintesis asam arakidonat jalur
siklooksigenase membentuk prostaglandin endoperoksida PGG2
selanjutnya diubah secara enzimatis menjadi PGH2. Dari PGH2
diubah lagi secara enzimatis menjadi :
a) Tromboksan A2 (TXA2)
Ditemukan pada platelet dan sel lainnya, memiliki masa
hidup yang singkat (waktu paruh dalam detik), poten sebagai
penghambat agregator platelet dan konstriktor pembuluh
darah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

b) Prostasilkin (PGI2)
Ditemukan pada dinding pembuluh darah, poten sebagai
penghambat agregasi platelet dan vasodilator.
c) PGE2, PGF2 dan PGD2
Memiliki kerja yang bervariasi terhadap permeabiltas
pembuluh darah.

Fosfolipid pada
membran sel

Distimulasi oleh fosfolipid Dikurangi oleh


(aktivasi fosfolipase A2) kortikosteriod
Asam arakidonat

Lipoksigenase Siklooksigenase

Prostasiklin Tromboksan
Leukotrin sintetase sintetase
(vasokontriksi,
bronkokontriksi, Prostasiklin (PgI2) Tromboksan (TXA2)
↑permeabilitas (vasodilatasi vaskular, (vasokontriksi,
vaskular) menghambat agregasi agregasi platelet,
platelet, udem) kontraksi otot
bronkial)

Gambar 6. Metabolisme Asam Arakhidonat dan Mediator Peradangan


[Price & Lorraine, 2006].

2.4. OBAT ANTIINFLAMASI


2.4.1. Obat antiinflamasi steroid
Kortikosteroid disintesis secara alami di korteks adrenal dan
merupakan hasil biosintesis dari kolesterol, dengan contoh
hidrokortison dan kortison, yang banyak digunakan untuk pengobatan
inflamasi karena dapat menghambat fase-fase dalam proses inflamasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

Bentuk-bentuk semi sintesis dari hormon ini lebih banyak digunakan


antara lain deksametason dan prednison. Mekanisme kerja
antiinflamasi steroid adalah menghambat pelepasan prostaglandin dari
membran sel dengan cara membatasi ketersediaan substrat asam
arakidonat.
Antiinflamasi ini juga mengurangi ketersediaan substrat untuk
enzim lain yang memetabolisir asam arakidonat seperti lipoksigenase
yang tidak terhambat oleh aspirin dan obat jenis lainnya. (Gilman et
al., 1985).
2.4.2. Obat Antiinflammasi Non-steroid
Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah asam salisilat,
indometasin, asam mefenamat, fenilbutason dan diklofenak.
Mekanisme kerja obat ini adalah menahan migrasi dari mediator-
mediator inflamasi, menghambat pembentukan mediator inflamasi dan
mengurangi aktivitas protease inflamasi. Obat-obat tersebut juga
diyakini menghambat fosfolirasi oksidatif yang meniadakan energi
metabolisme yang diperlukan oleh jaringan inflamasi. (Gilman et al.,
1985).

Prostaglandin
Inflamasi

OBAT ANTIINLAMASI OBAT ANTIINLAMASI STEROID:


NONSTEROID:
1) Menghambat pelepasan (tidak
Menghambat biosintesis sintesis) prostaglandin dengan cara
prostaglandin pada tahap membatasi ketersediaan substrat
siklooksigenase, sehingga asam arakidonat
PGG,PGH2,TXA2 dan 2) Mengurangi ketersediaan substrat
prostaglandin lainnya lainnya untuk enzim yang
tidak terbentuk memetabolisir asam arakidonat
(jalur lipoksigenase)

Gambar 7. Mekanisme Kerja Obat Antiinflamasi Steroid dan Nonsteroid


terhadap Prostaglandin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

2.5. UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI


Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam studi obat,
kandungan kimia dan preparasi herbal untuk menunjukkan adanya aktivitas
atau potensi anti-inflamasi. Tekhnik- tekhnik tersebut termasuk pelepasan
fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan
denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran
lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010).

2.5.1. Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia

Membran sel darah merah manusia atau eritrosit adalah analog


dengan membran lisosomal dan stabilisasi nya menunjukkan bahwa
ekstrak dapat juga menstabilkan membran lisosomal. Stabilisasi
membran lisosomal penting dalam membatasi respon inflamasi dengan
menghambat pelepasan konstituen lisosomal dari neutrofil aktif seperti
enzim bakterisida dan protease, yang menyebabkan peradangan dan
kerusakan jaringan lebih lanjut atas extra cellular release (Kumar et al.,
2012). Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan yang akan
menghasilkan berbagai gangguan yang mengarah ke cedera jaringan
dengan merusak makromolekul dan peroksidasi lipid membran yang
dianggap bertanggung jawab untuk kondisi patologis tertentu seperti
serangan jantung, syok septik dan rheumatoid arthritis dll. Kegiatan
enzim ekstra selular ini dikatakan berhubungan dengan peradangan akut
atau kronis (Chippada et al., 2011).

Luka pada membran lisosom biasanya memicu pelepasan


fosfolipase A2 yang menjadi perantara hidrolisis fosfolipid untuk
menghasilkan mediator inflamasi. Stabilisasi membran sel-sel ini
menghambat lisis sel dan pelepasan isi sitoplasma yang akhirnya
membatasi kerusakan jaringan dan memperburuk respon inflamasi. Oleh
karena itu diharapkan bahwa senyawa dengan aktivitas stabilisasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

membran harus memberikan perlindungan yang signifikan dari


membran sel terhadap pelepasan zat merugikan.(Karunanithi et al.,
2012).

Eritrosit telah digunakan sebagai sistem model untuk beberapa


studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi, tranquilizer
dan antiinflamasi steroid menstabilkan membran eritrosit terhadap
induksi hipotonik pemicu hemolisis sehingga dapat mencegah pelepasan
hemoglobin. Aktivitas menstabilkan membran sel darah merah yang
diperlihatkan oleh beberapa obat, berfungsi sebagai metode in vitro
untuk menilai aktivitas antiinflamasi dari berbagai senyawa (Awe et al.,
2009).

Sebuah penjelasan yang mungkin bisa dihubungkan dengan


kaitan membran eritrosit dengan perubahan muatan permukaan sel yang
mungkin telah mencegah interaksi fisik dengan agen agregasi atau
mendorong penyebaran dengan adanya gaya tolakan menolak seperti
yang terlibat dalam hemolisis sel darah merah (Oyedapo et al., 2010).

2.6. SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Spektrofotometer telah digunakan pada 35 tahun terakhir dan menjadi


yang paling instrumen analitis yang cukup penting di laboratorium kimia
modern (Greenlief, 2004). Spektrofotometri serap merupakan pengukuran
interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang
sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu
zat kimia (Sastroamidjojo, 1985). Metode pengukuran dengan
spektrofotometri ini mudah dilakukan, murah, terandalkan dan memberikan
presisi yang baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obatan dan
formulasi di bidang farmasi (Watson, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

Spektrum absorpsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 800 nm dan
dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi
daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Visible bagian sinar tampak
(380-780 nm).
Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada
hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan
(diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dengan
konsentrasi dari komponen penyerap (Sastroamidjojo, 1985). Hubungan
antara intensitas, tebal medium dan konsentrasi zat digambarkan dengan
persamaan yang sesuai dengan Hukum Lambert-Beers, yakni :

Keterangan :
A=a.b.c
A : Serapan
a : Daya serap
b : Tebal kuvet
c : Konsentrasi larutan

Instrument dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Sumber
Monokromator Kuvet Detektor Amplifier
cahaya

Rekorder

Gambar 8. Skema Spektrofotometer UV-VIS

1. Suatu sumber cahaya polikromatis di daerah panjang gelombang yang di


kehendaki.
2. Suatu monokromator merupakan sebuah alat untuk menguraikan berkas
radiasi dari sumber yang polikromatis menjadi sinar yang monokhromatis
(panjang gelombang tunggal).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

3. Kuvet merupakan suatu wadah untuk menempatkan sampel


4. Detektor, berupa transduser berfungsi untuk menangkap cahaya yang
diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik.
5. Amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat arus
listrik itu memadai untuk dibaca. Berguna untuk menangkap isyarat arus
listrik yang masuk (imput) dari rangkaian detektor dan melalui beberapa
proses elektronik tertentu kemudian menghasilkan suatu arus listrik keluar
(output) yang beberapa kali lebih besar dari imput.
6. Rekorder merupakan sistem baca yang menagkap besarnya arus listrik
yang telah diamplifikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari-Juli 2013 di


Laboratorium Produk Alam, Bidang Botani dan Mikrobiologi Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan
Raya Jakarta–Bogor Km 46, Cibinong serta di Laboratorium Pharmacy
Medicinal Chemistry (PMC) dan Pharmacy Sterile Technology (PST), FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat.

3.2. Bahan
3.2.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun kelor (Moringa oleifera
L.) dikumpulkan dari kota Cilegon, Banten pada bulan Januari-Februari
2013. Tanaman sebelumnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense,
Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


dekstrosa, Na sitrat, asam sitrat, NaCl, dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), Na
diklofenak, DMSO (Dimethyl Sulfoxide), serbuk magnesium, HCl Pekat,
amil alkohol, HCl (2N), FeCl3 (1%), kloroform, NH4OH, H2SO4 (1M),
pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Lieberman-Bourchard,
etanol 70%, etanol 50%, n-heksan, etil asetat dan aquades.

29
30

3.3. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan


bahan, labu erlenmeyer, labu ukur, corong pisah, corong, alat destilasi,
perkolator, grinder, botol kaca, botol vial, batang pengaduk, spatula, pipet
tetes besar, pipet volume 5 & 10 ml, mikropipet (Effendorf Reference)
200µL, Autoclave, oven, centrifuge (Hettich EBA 85), rotary evaporator
(Eyela N-1000), ultrasonic cleaner (WT-600-40), water bath (Eyela SB-
1000).
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Simplisia
Penyiapan simplisia daun kelor dilakukan sortasi kering, kemudian
dicuci dengan air mengalir, lalu di lanjutkan dengan sortasi basah untuk
membersihkannya dari kotoran. Selanjutnya daun kelor dikering-anginkan
sampai didapat sampel kering, kemudian dibubukkan dengan menggunakan
grinder dan siap digunakan untuk pekerjaan selanjutnya.

3.4.2.Ekstraksi
3. 4.2.1 Maserasi dengan Pelarut Etanol 70%
Serbuk daun kelor sebanyak 700 gr dimasukkan ke dalam alat
perkolator, dimana bagian bawah alat ini telah dialasi dengan kapas.
Kemudian dimasukkan pelarut etanol 70% untuk kali pertama
menggunakan etanol panas (70OC) guna mematikan aktivitas enzim
tanaman yang akan mengganggu proses berikutnya (Harbone,1987).
Selanjutnya proses maserasi dilakukan berulangkali hingga pelarut
mendekati tidak berwarna.

Total hasil maserasi yang keluar digabung dan selanjutnya


dikentalkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50oC,
dan dihasilkan residu berupa ekstrak padat. Ekstrak yang diperoleh
ditimbang dan dicatat beratnya. Rendemen dari etanol 70% tersebut,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

kemudian dihitung dengan membandingkan berat awal simplisia dan


berat akhir ekstrak yang dihasilkan, dengan rumus:

Berat ekstrak yang diperoleh


Rendemen ekstrak total = x 100%
Berat simplisia awal

3.4.3. Fraksinasi Bertingkat dengan Metode Partisi Cair-cair

a. Fraksi n-Heksan

150 mg ekstrak etanol yang didapat dari hasil maserasi dilarutkan


dalam etanol 50% secukupnya lalu dimasukkan kedalam corong pisah.
Selanjutnya dipartisi dengan menambahkan n-heksan, dikocok dalam
corong pemisah dan didiamkan hingga terdapat dua lapisan (lapisan
etanol 50% di bagian bawah dan lapisan n-heksan di bagian atas). Kedua
lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan. Lapisan n-heksan (atas)
dikumpulkan, sedangkan lapisan etanol 50% (bawah) ditambahkan n-
heksan dan dipartisi kembali sampai lapisan n-heksan mendekati tidak
berwarna. Total lapisan n-heksan dipekatkan dengan vacuum rotary
evaporator kemudian ditimbang untuk diperoleh fraksi n-heksan.

b. Fraksi Etil Asetat


Lapisan etanol 50% yang telah dipisahkan dari fraksi n-heksan
dimasukan kembali ke corong pemisah. Selanjutnya dilakukan pemisahan
fraksi etil asetat dengan menambahkan sejumlah volume tertentu etil
asetat kedalam corong pisah kemudian dikocok dan didiamkan hingga
terdapat dua lapisan (lapisan etanol 50% di bagian bawah dan lapisan etil
asetat di bagian atas). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian
dipisahkan. Lapisan etil asetat (atas) dikumpulkan, sedangkan lapisan
etanol 50% (bawah) ditambahkan etil asetat dan dipartisi kembali sampai
lapisan etil asetat mendekati tidak berwarna. Total lapisan etil asetat yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

didapat selama fraksinasi digabungkan menjadi satu dan dipekatkan


dengan vacuum rotary evaporator kemudian ditimbang untuk diperoleh
fraksi etil asetat

c. Fraksi Etanol 50%


Lapisan etanol 50% yang telah dipisahkan dari fraksi etil asetat
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator kemudian dipekatkan
dengan penanggas air. Ekstrak yang didapatkan kemudian ditimbang
untuk mendapatkan fraksi etanol 50%.

3.4.5. Uji Aktivitas Antiinflamasi Metode Stabilisasi Membran Eritrosit


3.4.5.1 Pembuatan Larutan yang dibutuhkan
a. Pembuatan Larutan Alsever Steril
2 g dekstrosa, 0,8 g natrium sitrat, 0,05 g asam sitrat dan 0,42 g NaCl
dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL pada suhu ruang. Kemudian
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit
(Kumar et al., 2012).
b. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M)
Sebanyak 2,671 g dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O) dilarutkan
dalam aquades sampai 100 ml (0,15 M). 2,070 g natrium dihidrogen fosfat
(NaH2PO4 . H2O) dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M).
Kemudian 81 mL larutan Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan
19 mL larutan NaH2PO4 . H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999).
Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC.
c. Pembuatan isosalin
0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M) sampai
volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 115oC.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

d. Pembuatan Hiposalin
0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH.7,4 (0,15 M) sampai
volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al., 2010). Kemudian
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC.
e. Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Na diklofenak
50 mg ekstrak dari setiap fraksi dilarutkan dalam isosalin sampai 50 mL
(1000 ppm) pada suhu ruang. Begitu juga dengan Na diklofenak, sebanyak
50 mg Na diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm) pada
suhu ruang. Kemudian kedua larutan tersebut diencerkan menjadi beberapa
seri konsentrasi (50, 100, 200, 400 dan 800 ppm).

3.4.5.2 Pembuatan suspensi sel darah merah

Metode ini dijelaskan oleh Gandhisan, 1991 dalam Kumar et al., 2012
dan dimodifikasi dengan metode Sadique et al., 1989 dalam Oyedapo et al.,
2010. Darah diambil dari sukarelawan sehat sebanyak 10 mL lalu
dimasukkan kedalam tabung centrifuge yang telah berisi larutan alsever
steril sebanyak 10 mL. Campuran darah dan larutan alsever steril tersebut
kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27oC.
Supernatan yang terbentuk dipisahkan menggunakan pipet steril. Endapan
sel-sel darah yang tersisa kemudian dicuci dengan larutan isosalin dan
disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulang 4 kali sampai isosalin jernih.
Volume sel darah diukur dan diresuspensi dengan isosalin sehingga
didapatkan suspensi sel darah merah dengan konsentrasi 10% v/v. Suspensi
sel darah tersebut disimpan pada suhu 4oC jika belum digunakan (Oyedapo
et al., 2010)

3.4.5.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak Terhadap Stabilisasi Membran Eritrosit.


Untuk menentukan aktivitas ekstrak terhadap stabilisasi membran
eritrosit, larutan yang digunakan sebagai berikut:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

a. Pembuatan Larutan uji

Larutan uji (4,5 mL) terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M), 2
mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan sampel.

b. Pembuatan Larutan Kontrol Positif

Larutan kontrol positif terdiri dari 1mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M),
2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan Na
diklofenak.

c. Pembuatan Larutan Kontrol Larutan Uji

Larutan kontrol larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15
M), 2 mL hiposalin, 0,5 mL larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel
darah merah dan 1 mL larutan sampel.

d. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif

Larutan kontrol negatif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M),
2 mL hiposalin, 0,5 mL suspensi sel darah merah dan 1 mL larutan isosalin
sebagai pengganti larutan sampel.

Setiap larutan di atas kemudian diinkubasi pada 37ºC selama 30 menit


dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit. Cairan supernantan yang
didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya diperhitungkan dengan
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 560 nm.
Persen stabilitas membran sel darah merah dapat dihitung dengan rumus,
sebagai berikut:

% Stabilitas =

(Oyedapo et al., 2010)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

3.4.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk


melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat
homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka
dilanjutkan dengan uji Analisis of Varians (ANOVA) satu arah dengan
taraf kepercayaaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang
diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna,
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD
(Santoso, 2008).

3.4.7. Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia meliputi flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan
antrakuinon (Guevara & Recio, 1985) dilakukan terhadap fraksi etil asetat
daun kelor.
3.4.7.1 Alkaloid
Fraksi Etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, lalu ditambahkan
10 mL kloroform diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 0,5 mL H2SO4 1 M dan dikocok baik-
baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang jernih dipipet kedalam
2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff dan
tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila
menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi
Drogendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer (Guevara &
Recio, 1985).

3.4.7.2 Flavonoid

Metode Wilstatter Cyanidin

Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang. Setelah itu


ditambahkan 20 mL etanol 70% dan dipipet 10 mL larutan ke dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, 3-4 butir
Mg dan ditambahkan 1 mL amil alkohol. Kocok kuat-kuat dan biarkan
beberapa saat kemudian amati perubahan warna pada masing-masing
lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna
menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoida (Guevara & Recio,
1985).

3.4.7.3 Saponin

Uji Forth

Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, lalu ditambahkan


10 mL air panas. Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan
terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm selama 10 menit.
Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2 N dan diamati (Guevara & Recio,
1985).

3.4.7.4 Tanin

Metode Feri Klorida

Fraksi etil asetat sebanyak 10 mg ditimbang, kemudian


ditambahkan 20 mL air panas dan 5 tetes larutan NaCl 10%. Campuran
dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya sebagai kontrol negatif
dan yang lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 3 tetes.
Perubahan warna diamati, dimana tanin terhidrolisa memberikan warna
biru atau biru-hitam, sedangkan tanin terkondensasi memberikan warna
biru-hijau dan dibandingkan dengan kontrol (Guevara & Recio, 1985).

3.4.7.5 Antrakuinon

Metode Borntrager’s

Masing-masing ekstrak sebanyak 10 mg ditimbang, lalu


ditambahkan 5 mL benzen. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

salah satunya sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan 5


mL amoniak 25%. Apabila terjadi warna merah muda seulas pada
lapisan larutan amonia menunjukkan positif adanya senyawa
antrakuinon (Guevara & Recio, 1985).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Determinasi
Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam
penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense,
Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi
menunjukkan bahwa sampel merupakan spesies Moringa oleifera L..
Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.1.2. Pembuatan Serbuk Simplisia

Daun kelor segar yang digunakan sebanyak 1,5 kg, setelah melalui
serangkaian proses pembuatan simplisia seperti pengeringan, penyerbukan
dan pengayakan diperoleh serbuk daun kelor sebanyak 800 gram. Serbuk
simplisia yang dihasilkan halus dan berwarna hijau. Gambar serbuk simplisia
dapat dilihat pada Gambar 9 .

Gambar 9. Serbuk Kering Daun Kelor (Moringa oleifera L.)

37
38

4.3. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi

Proses ekstraksi daun kelor dilakukan menggunakan metode maserasi


pelarut etanol 70% dan dilanjutkan dengan fraksinasi bertingkat sehingga
didapat fraksi n-heksan, etil asetat dan etanol 50%. Persen perolehan
(rendemen) ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang
dihasilkan dengan bobot awal yang digunakan. Rendemen ekstrak daun kelor
diperoleh dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 2 dan
perhitungan hasil rendemen dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 2. Hasil Rendemen Ekstrak dan Fraksi Daun Kelor

Bobot ekstrak
Bobot awal
N0. Tahapan dan fraksi Rendemen
yang ditimbang
yang didapat
1. Ekstrak etanol 70% 700 g 258,620 g 36,953%

2. Fase n-heksan 150 g 8,001 g 5,334%

(diambil dari
3. Fase etil asetat 20,64 g 13,760%
ekstrak etanol
70%)
4. Fase etanol 50% 89,468 g 59,645%

Berdasarkan hasil tabel di atas, menunjukkan bahwa perbedaan jenis


pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan, pelarut etanol
memiliki rendemen paling tinggi, diikuti rendemen ekstrak etil asetat dan
rendemen ekstrak n-heksan secara berturut-turut. Gambar ekstrak dapat
dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

A B C D
Gambar 10: A; ekstrak etanol 70%, B; fraksi n-heksan, C; etil asetat dan D;
etanol 50%

Fraksi kental dari masing-masing pelarut yang diperoleh akan


digunakan dalam tahap uji selanjutnya, yaitu uji aktivitas pendahuluan fraksi
terhadap stabilisasi membran sel darah merah yang diinduksi larutan
hipotonik pada konsentrasi 1000 ppm.

4.4. Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak etanol 70%, Fase n-
heksan, Etil Asetat dan fraksi Etanol 50% pada konsentrasi 1000 ppm

Stabilisasi membran eritrosit telah digunakan sebagai metode


untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Dari hasil
pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh presentase stabilisasi
membran eritrosit yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan perhitungannya
pada Lampiran 7. Serta histogramnya pada Gambar 11.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Tabel 3. Stabilisasi membran eritrosit dari ekstrak uji dan kontrol


positif terhadap induksi larutan hipotonik pada konsentrasi
1000 ppm.
% Rata- rata
Larutan Absorbansi Larutan Absorbansi
Stabilitas % Stabilitas

0,119 0,021 86,483


Uji I
0,113 Kontrol Lar.Uji I 0,029 87,632
88,414
(ekstrak etanol 70%)
0,114 0,027 88,000

0,137 0,036 86,069


Uji II 86,483
0,136 Kontrol Lar.Uji II 0,037 86,345
(fraksi n-heksan )
0,132 0,038 87,035

0,109 0,039 90,345


Uji III
Kontrol Lar.Uji III 0,044 90,575
0,110 90,897
(fraksi etil asetat)
0,111 0,042 90,483

0,128 0,027 86,069

Uji IV 86,943
Kontrol Lar.Uji IV 0,035 87,862
0,123
(fraksi etanol 50%)
0,032 89.897
0,127

0,062 0,009 92,690

Uji V 92,138
0,065 Kontrol Lar. Uji V 0,005 91,724
(Na diklofenak)
0,070 0,012 92,000

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

93%

91%
E. EtOH 70%
% Stabilitas

89% F. heksan
F. EA
87% F. EtOH 50%
Na diklo
85%

83%
E. EtOH F. heksan F. EA F. EtOH Na diklo
70% 50%
Stabilitas 87.63% 86.48% 90.58% 86.94% 92.14%

Gambar 11. Stabilisasi membran eritrosit dari ekstrak uji dan


kontrol positif terhadap induksi larutan hipotonik.

Hasil uji aktivitas antiinflamasi menggunakan metode stabilisasi


membran sel darah manusia berdasarkan perhitungan % stabilitas
menunjukkan bahwa fraksi yang mempunyai aktivitas tertinggi adalah fraksi
etil asetat. Hal ini juga ditunjang dengan hasil analisis secara statistik, yang
menunjukkan bahwa kemampuan stabilitas fraksi etil asetat berbeda secara
bermakna terhadap ekstrak dan fraksi daun kelor yang lain namun identik
terhadap Na diklofenak sebagai kontrol positif. Oleh karena itu, fraksi etil
asetat lah yang kemudian dilanjutkan untuk skrining fitokimia dan diuji
stabilitas membran sel darah merah kembali dengan beberapa seri
konsentrasi (50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm dan 800 ppm) dan
dibandingkan dengan kontrol positif berupa Na diklofenak. Hasil stabilisasi
dapat dilihat pada Tabel 4.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

Tabel 4. Stabilisasi fraksi etil asetat daun kelor terhadap membran eritrosit
akibat induksi larutan hipotonik dengan beberapa variasi
konsentrasi.
Konsentrasi Absorbansi Rata-rata
Sampel % Stabilisasi
(µg/ml) Lar. Uji stabilisasi (%)
0,232 69,104
50 0,229 69,517 69,333
0,230 69,380
0,182 77,380
100 0,183 77,242 77,334
0,182 77,380
0,173 79,600
200 0,172 79,862 79,862
Fraksi etil asetat 0,171 80,000
daun kelor
0,160 81,931
(Moringa oleifera L.)
400 0,159 82,069 82,069
0,158 82,207
0,125 87,448
800 0,125 87,448 87,448
0,125 87,448
0,109 90,345
1000 0,110 90,897 90,575
0,111 90,483
0,123 83,586
50 0,116 84,552 84,138
0,117 84,276
0,105 86,345
100 0,106 86,069 86,299
0,103 86,483
0,084 89,269
200 0,094 87,917 87,678
Na diklofenak 0,109 85,848
(kontrol positif) 0,089 88,690
400 0,090 88,828 88,828
0,089 88,966
0,076 90,897
800 0,072 91,449 91,173
0,074 90,173
0,062 92,690
1000 0,065 91,724 92,138
0,070 92,000

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Stabilitas Fraksi Etil Asetat

95

90

85
Frak.EA
% Stabilitas

80 Na diklofenak

75

70

65

60
0 200 400 600 800 1000
Konsentrasi (ppm)

Gambar 12. Kurva stabilisasi membran eritrosit akibat induksi larutan


hipotonik dengan beberapa variasi konsentrasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Tabel 5. Hubungan antara % Stabilitas / % Inhibisi Hemolisis dan


Log Konsentrasi untuk Menentukan nilai IC 50 dengan
Metode Analisis Probit

Konsentrasi Log % Stabilitas IC50


Sampel Probit
(ppm) konsentrasi rata-rata (ppm)
50 1,699 69,333 5,50

100 2,000 77,334 5,74

Fraksi etil 200 2,301 79,862 5,84


asetat daun 3,753
kelor 400 2,602 82,069 5,92

800 2,903 87,448 6,13

1000 3,000 90,575 6,28

50 1,699 84,138 5,99

100 2,000 86,299 6,06

200 2,301 87,908 6,18


Na
0,035
diklofenak
400 2,602 88,828 6,23

800 2,903 91,173 6,34

1000 3,000 92,138 6,41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

IC50
6.6

6.4
y = 0.289x + 5.4949
R² = 0.9881
6.2
Probit

Frak. EA
6
Na diklofenak
5.8 Linear (Frak. EA)
y = 0.4784x + 4.7252
Linear (Na diklofenak)
R² = 0.9639
5.6

5.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Log Konsentrasi

Gambar 13. Kurva antara Probit dan Log Konsentrasi Fraksi Etil Asetat
Daun Kelor pada Berbagai Varian Konsentrasi

Untuk memperoleh nilai IC50 dibuat terlebih dahulu kurva persamaan


garis regresi linier (Gambar 13). Berdasarkan persamaan garis linier tersebut
didapat nilai IC50 dari fraksi etil asetat daun kelor sebesar 3,753 ppm dan IC50
dari Na diklofenak sebesar 0,035 ppm.

4.5. Hasil Skrining Fitokimia

Dalam penelitian ini analisis fitokimia dilakukan terhadap fraksi etil


asetat daun kelor. Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa
flavonoid, saponin, tanin, alkaloid dan antrakuinon. Pengujian fitokimia
dimaksudkan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam daun
tersebut setelah mengalami proses ekstraksi & fraksinasi. Hasil penelitian
terhadap uji fitokimia fraksi etil asetat daun kelor dapat dilihat pada uraian
Tabel 7.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia Sampel


Golongan senyawa kimia
Sampel
A B C D E

Fraksi Etil Asetat Daun Kelor ++ +++ ++ - -


Keterangan : A = flavonoid, B = saponin, C = tanin, D = alkaloid, E =
antrakuinon.
+ = kurang kuat, ++= kuat, +++= sangat kuat
Kontrol Positif : Alkaloid : Ekstrak Alstonia scholaris
Flavonoid : Rutin
Tanin : Ekstrak Areca catechu
Saponin : Ekstrak Sapindus rarak
Antrakuinon: Ekstrak Sterculia sp

4.6. Pembahasan
4.6.1. Ekstraksi
Proses ekstraksi daun kelor dilakukan menggunakan metode maserasi.
Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah satu metode
ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang direndam di dalam
pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik.
Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel dengan melintasi membran sel
ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam sel dapat
menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan
terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan tersebut berpindah
secara osmosis melalui ruang antar rongga sel, gaya yang bekerja adalah
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang mula-
mula masih tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai ke dalam
cairan disebelah luar selama osmosis melintasi membran sampai

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam


dan di sebelah luar sel (Voight, 1994).

Menurut Filho (2006) ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol


sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder.
Maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan karena sifatnya
yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi
polar dan non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan
menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar proses hidrolisis dan
oksidasi (Harborne, 1987). Senyawa-senyawa yang dapat diikat oleh pelarut
etanol antara lain fixed oils, lemak, lilin, alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin,
saponin, steroid, terpenoid, fenolik, aglikon dan glikosida (Filho, 2006).
Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran
bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%)
sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana
bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi
(Voight, 1994).

Partisi pada ekstrak daun kelor bertujuan untuk memisahkan senyawa


berdasarkan kelarutannya pada pelarut dengan tingkat kepolaraan yang
berbeda. Partisi dilakukan dengan pelarut n-heksan dan etil asetat dan etanol
50 %. Rendemen ekstrak etanol 70 % daun kelor diperoleh, yaitu 36,953 %
sedangkan pada fraksi n- heksan diperoleh sebesar 5,334 %, fraksi etil asetat
diperoleh sebesar 13,760 % dan pada fraksi etanol 50 % diperoleh hasil
59,645 %. Hasil tersebut dapat terjadi karena etanol memiliki gugus polar
yang lebih kuat daripada gugus non polar, hal ini dapat terlihat dari struktur
kimia etanol yang mengandung gugus hidroksil (polar) dan gugus karbon
(non polar). Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan
dengan pelarut etanol namun lebih besar dari pelarut n-heksan, hal ini
dikarenakan adanya gugus etoksi yang terdapat pada struktur kimia etil
asetat. Adanya gugus etoksi tersebut yang menyebabkan etil asetat dapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang terdapat pada sampel.


Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih lemah
dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etanol
sehingga rendemen pada fraksi etil asetat lebih sedikit (Tursiman et al.,
2012). Rendemen pada fraksi n-heksan paling sedikit karena sampel sedikit
mengandung komponen non polar.

4.6.2. Skrining Fitokimia

Senyawa metabolik sekunder dalam daun kelor dapat diketahui dengan


melakukan skrining fitokimia. Fitokimia merupakan bagian ilmu
pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Dalam
penelitian ini analisis fitokimia dilakukan terhadap fraksi etil asetat daun
kelor menggunakan metode yang dikembangkan oleh Guevara & Recio
(1985). Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa flavonoid,
saponin, tanin, alkaloid dan antrakuinon. Dari hasil penapisan fitokimia
fraksi etil asetat daun kelor mengandung flavonoid, saponin dan tanin.

6.2.1 Flavonoid
Fraksi etil asetat daun kelor menunjukan kandungan senyawa
golongan flavonoid dengan terbentuknya warna merah seulas pada lapisan
amil alkohol. Dalam Gambar 14 menjelaskan reaksi pembentukan warna
pada flavonol. Menurut Guevara & Recio (1985), senyawa golongan
flavonoid seperti flavonol, flavanon, dan xanton akan memberikan warna
merah jika direduksi dengan logam magnesium dan asam klorida. Warna
merah terbentuk merupakan senyawa kompleks garam flavilium. Garam
tersebut dengan basa akan menghasilkan kembali flavonoid semula
(Marliana et al., 2005). Digunakan senyawa murni rutin sebagai kontrol
positif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Gambar 14. Reaksi pembentukan garam flavilium.

6.2.3 Saponin
Pengujian pada saponin dalam fraksi etil asetat daun kelor digunakan
uji Forth. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida
yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis
menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Guevara & Recio, 1985). Menurut
Marlinda et al. (2012) senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar
bersifat aktif permukaan sehingga saat dikocok dengan air, saponin dapat
membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap ke luar
sedangkan gugus non polarnya menghadap ke dalam. Keadaan inilah yang
tampak seperti busa. Reaksi pembentukan busa di tunjukkan pada Gambar
15.

Gambar 15. Reaksi hidrolisis saponin dalam air.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

6.2.4 Tanin
Pada pengujian tanin ini digunakan pereaksi FeCL3 1%. . Pada uji
tanin diperoleh hasil positif, dengan terjadinya perubahan warna dengan
penambahan FeCl3 1%, dimana penambahan garam-garam besi (FeCl3),
mengakibatkan tanin membentuk senyawa larut air bewarna hijau
kehitaman. Sebenarnya tanin dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Pada reaksi tersebut,
tanin bereaksi dengan asam sehingga mengakibatkan tanin terhidrolisis
pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sementara tanin
yang terkondensasi menjadi kompleks produk yang tidak larut air. Tanin
dalam pengobatan berfungsi sebagai antikanker, antitumor, antioksidan,
antiinflamasi, antivirus dan antimikroba (Quideau, 2009).

4.6.3. Stabilisasi Membran Sel Darah Merah

Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai


metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini
dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom
(Gandhidasan, 1991 et al.; Shenoy et al., 2010) yang dapat
mempengaruhi proses inflamasi, sehingga stabilisasi lisosom penting
dalam membatasi respon inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan
enzim dari dalam lisosom selama proses inflamasi. Enzim didalam
lisosom yang terlepas selama inflamasi (akibat teraktivasinya neutrofil)
akan menghasilkan berbagai gangguan yang dapat dihubungan dengan
terjadinya inflamasi akut atau kronis. Oleh sebab itu, stabilisasi
membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga
digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran
lisosom (Kumar et al., 2012).
Membran sel darah merah merupakan media yang tepat untuk
menganalisa kapasitas antiinflamasi, terutama terhadap stabilitas bio-

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

membrannya. Terbentuknya salah satu mediator inflamasi yaitu, Reactive


Oxigen Species (ROS) selama proses inflamasi atau karena pengaruh
lingkungan disekitarnya, dapat menyerang membran sel darah merah
yang mengakibatkan oksidasi lipid dan protein, sehingga memicu
kerusakan membran yang berakibat pada terjadinya hemolisis (Qin et al.,
2002). Pencegahan hemolisis pada membran eritrosit yang diinduksi
larutan hipotonik, diambil sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas
ekstrak sebagai antiinflamasi.
Hasil analisis terhadap sampel uji yang memiliki aktivitas
antiinflamasi dapat dilihat dari penurunan absorbansi hemoglobin pada
campuran larutan uji. Semakin kecilnya serapan hemoglobin yang
terdeteksi pada campuran larutan uji berarti membran sel darah merah
semakin stabil dan tidak mengalami lisis. Penurunan absorbansi diukur
menggunakan spektrofotometer visible dengan panjang gelombang 560
nm dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif (Kumar et al., 2012).
Na diklofenak digunakan sebagai kontrol positif merupakan obat
antiinflamasi non steroid yang memiliki aktivitas antiinflamasi yang
besar karena dapat mencegah pelepasan (bukan sintesis) mediator
antiinflamasi (Gilman et al., 1985).

Pada uji stabilitas membran sel darah merah pendahuluan yang


dilakukan pada ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi
etanol 50% daun kelor pada konsentrasi 1000 ppm. Ekstrak etanol 70%
memberikan stabilitas membran sel darah merah sebesar 87,632%, fraksi n-
heksan memberikan stabilitas sebesar 86,483%, fraksi etil asetat memberikan
stabilitas sebesar 90,575%, fraksi etanol 50% memberikan stabilitas sebesar
86,943%, dan Na diklofenak memberikan stabilitas 92,138%. Fraksi etil asetat
memberikan stabilitas membran sel darah merah paling besar yang berarti
fraksi etil asetat memiliki aktivitas antiinflamasi terbesar. Hal ini juga
ditunjang oleh hasil analisis statistik dimana kelompok perlakuan fraksi etil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

asetat berbeda secara bermakna (P< 0,05) dengan ekstrak etanol 70%, fraksi n-
heksan dan fraksi etanol 50%. Namun, identik (P>0,05) dengan Na diklofenak
sebagai kontrol positif. Oleh karena itu fraksi etil asetat daun kelor dilanjutkan
pada uji stabilitas selanjutnya, dengan dibuat pada berbagai varian konsentrasi
(50, 100, 200, 400, dan 800 ppm).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 1000 ppm fraksi
etil asetat daun kelor mampu menstabilisasi membran sel darah merah.
Pada konsentrasi 1000 ppm memperlihatkan kemampuan stabilisasi
terbesar yaitu 90,345%. Sedangkan pada dosis 50 ppm memperlihatkan
kemampuan stabilitas terkecil yaitu 66,333%. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula kemampuan
stabilitas sel darah merahnya. Hal ini juga ditunjang dengan analisa
secara statistik, untuk analisa awal dilakukan uji normalitas dengan
metode Kalmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data persen
stabilitas membran sel darah merah fraksi etil asetat dan Na diklofenak
pada konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm menunjukkan semua
kelompok perlakuan terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan uji
homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persen stabilitas
membran sel darah merah fraksi etil asetat dan Na diklofenak pada
konsentrasi yang sama homogen atau tidak, hasil menunjukkan ke-2
kelompok perlakuan tersebut tidak terdistribusi secara homogen
(p≤0,05) maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis. Selanjutnya
dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD
(Lampiran 11) (Santoso, 2008).
Antar konsentrasi pada perlakuan etil asetat berbeda secara
bermakna membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi akan
memberikan peningkatan yang bermakna pada kemampuannya untuk
menstabilisasi membran sel darah merah. Semakin tingginya konsentrasi
juga menunjukkan kemampuan yang hampir sama dengan kontrol
positifnya (Na diklofenak). Dimana, etil asetat dengan konsentrasi 800 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

identik dengan Na diklofenak dalam konsentrasi 200 ppm (P≤0,05), sedangkan


kelompok etil asetat dengan konsentrasi 1000 ppm identik dengan Na
diklofenak dalam konsentrasi 800 ppm.

Setelah pengukuran didapat data absorbansi kemudian dihitung


persen stabilitasnya. Persen stabilitas adalah kemampuan suatu sampel
untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang didapatkan dari
perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi
kontrol negatif (Oyedapo, 2010) beberapa referensi juga menyatakan
persen stabilisasi sebagai persen inhibisi hemolisis. Parameter yang
digunakan untuk menunjukkan aktivitas antiinflamasi adalah inhibition
concentration (IC50). Penentuan IC50 bertujuan untuk memperoleh jumlah
dosis ekstrak yang dapat menstabilkan membran sel darah merah sebesar
50% dibandingkan dengan konrol negatif.

Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antiinflamasinya semakin


besar. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode grafik probit
didapat nilai IC 50 pada fraksi etil asetat daun kelor sebesar 3,753 ppm
sedangkan IC 50 dari Na diklofenak sebesar 0,035 ppm. kedua nilai IC50
tersebut tergolong sangat aktif karena menurut Jun et al., 2003, aktivitas
antiinflamasi digolongkan sangat aktif jika nilai IC 50 kurang dari 50 ppm,
digolongkan aktif bila nilai IC 50 50-100 ppm, digolongkan sedang bila
nilai IC50 101- 250 ppm, dan digolongkan lemah bila nilai IC 50 250-500
ppm, serta digolongkan tidak aktif bila nilai IC 50 lebih besar dari 500
ppm.

Senyawa dengan sifat menstabilkan membran dikenal karena


kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi,
dimana pencegahan tersebut akan memicu pelepasan phospholipase A2
yang akan membentuk mediator inflamasi (Aitadafoun et al., 1996).
Dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa ekstrak tersebut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

mengandung senyawa flavonoid dan senyawa polifenol lainnya.


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungannya antara
senyawa flavonoid dengan kemampuannya dalam menstabilkan
membran (Sankari et al., 2009). Flavonoid merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dengan melindungi membran
eritrosit terhadap kerusakan membran sehingga menyebabkan hemolisis
karena flavonoid dapat menghambat mediator inflamasi dan radikal bebas
(Kasolo et al., 2010).
Senyawa flavonoid akan berperan dalam melindungi membran
eritrosit dari larutan hipotonik. Efek dari larutan hipotonik tersebut
berkaitan dengan banyaknya cairan yang masuk ke dalam membran
eritrosit, sehingga mengakibatkan pecah membran eritrosit yang disebut
dengan hemolisis. Dimana senyawa flavonoid yang terdapat dalam
ekstrak tersebut akan berinteraksi dengan larutan hipotonik yang
diinduksi sehingga menghambat aktivitas perusak membrannya. Jumlah
metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut, bereaksi dalam
besaran yang sama dengan larutan hipotonik yang ditambahkan pada
suspensi sehingga tidak merusak membran sel eritrosit. Dikatakan
aktivitas stabilisasi membran tersebut dipengaruhi oleh kandungan
polifenol yang tinggi seperti tanin, steroid dan flavonoid yang berfungsi
sebagai penghambat/scavenger radikal bebas dan menstabilkan
membran eritrosit dari induksi larutan hipotonik (Sankari et al., 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Hasil skrining fitokimia, senyawa-senyawa yang terdapat pada fraksi etil
asetat dari daun kelor adalah flavonoid, saponin, dan tanin.
2. Fraksi yang mempunyai kemampuan stabilisasi membran sel darah merah
tertinggi adalah fraksi etil asetat, yaitu sebesar 90.357% pada konsenterasi
1000 ppm.
3. Kemampuan stabilisasi membran sel darah merah meningkat seiring dengan
pertambahan konsenterasi. Hasil ini ditunjang dengan uji statistik yang
menunjukkan hubungan yang signifikan ( P <0,05) antara konsentrasi dan %
stabilitas.
4. Nilai IC50 fraksi daun kelor sebesar 3,753 ppm sedangkan Na diklofenak
sebesar 0,035 ppm. Kedua nilai tersebut tergolong sangat aktif.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukannya isolasi untuk mengetahui secara pasti senyawa yang
bertanggungjawab terhadap aktivitas antiinflamasi.
2. Perlu dilakukan skrining terhadap tanaman lain yang mempunyai aktivitas
antiinflamasi dengan menggunakan metode yang sama yaitu stabilisasi
membran sel darah merah.

54
DAFTAR PUSTAKA

Aitadafoun, M., C. Mounieri., SF. Heyman., C. Binitisc and C. Bon. 1996. 4-


alkoxy benzamides as new potent phospholipase A2 inhibitors. Journal
Biochemical Pharmacology, 51; 737-42.

Awe, EO., Makinde. JM., Adeloye, OA.,Banjoko, SO. 2009. Membrane


stabilizing activity of Russelia equisetiformis,Schlecht & Chan.
International Journal of Natural Products, 2: 03-09

Chippada SC, Sharan SV, Srinivasa RB, Meena V. 2011. In Vitro Anti
Inflammatory Activity Of Methanolic Extract Of Centella Asiatica By
Hrbc Membrane Stabilization. RASĀYAN Journal Chemistry. 4(2) ; 457-
460

Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology 3th edition.


Philadephia: Lippincort Williams & Wilkins ; 138-143

Departemen Kesehatan RI. 1989. Materi Medika Indonesia Jld.IV. Departemen


Kesehatan RI

Fessenden, RJ. and JS. Fessenden. 1981. Organic Chemistry, Third Edition.
Diterjemahkan oleh A.H. Pudjatmaka. 1982. Kimia Organik Edisi 3 Jilid I.
Jakarta : Erlangga;.315-317

Filho, M. 2006. Bioactive Phytocompounds: New Approaches in the


Phytosciences. In Modern Phytomedicine. Edited by Iqbal Ahmad,
Farrukh Aqil dan Mohammad Owais. Wiley-VCH, Germany.

Gandhidasan, R. ,A. Thamaraichelvan, S. Baburaj. 1991. Anti-inflammatory


action of Lannea coromandelica by HRBC membrane stabilisation.
Fitoterapia The Journal for Study of Medicinal Plants. 12(1); 81-83.

Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., Palmer, T. 1985. Goodman and
gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II.
USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685

Guevara, B.Q and B.V. Recio. 1985. Phytochemical, Microbiological and


Pharmacological Screening of Medical Plant. Research Center
University of Santo Tomas, Manila Philippine; 5-24.

55
56

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Iwang S.. Terbitan kedua. Bandung:
Penerbit ITB.

Haughton, P.J and A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation
of Natural Extracts. Chapman & Hall, London.

Karunanithi M, C. David R, M. Jegadeesan, S. Kavimani. 2012. Comparative Gc-


Ms Analysis And In Vitro Screening Of Four Species Of Mucuna. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Researc, 5(4); 239-243

Kasolo, JN., Bimeya, GS., Ojok, L., Ochieng, J., Okwal-okeng, JW.2010.
Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural
Communities. Journal of Medical Plant Research,4(9): 753-757.

Kristanti A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B., 2008. Buku ajar
Fitokimia. Surabaya: Airlangga university Press.

Kumar P, S. Arora, Yogesh CY. 2012. Anti-Inflammatory Activity Of Coumarin


And Steroidal Fractions From Leaves Of Moringa Oleifera. International
Journal of Drug Discovery and Medical Research 1(1): 22-25

Kumar S. & Vivek KR. 2011. In-Vitro Anti-Arthritic Activity Of Isolated


Fractions From Methanolic Extract Of Asystasia dalzelliana Leaves.
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4(3); 52-53

Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo. 2012. Evaluation of


anti-inflammatory potential of leaf extracts of Skimmia anquetilia. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 627-630

Kumar V, Zulfiqar A B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo, M Y Shah. 2012.


Evaluation Of Anti-Inflammatory Potential Of Petal Extracts Of Crocus
sativus “Cashmerianus”. International Journal of Phytopharmacology.
3(1); 27-31.

Kusuma FR, Zaky 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta : Agromedia
Pustaka.

Leelaprakash, G., S.Mohan D. 2011. Invitro Anti-Inflammatory Activity Of


Methanol Extract Of Enicostemma Axillare. International Journal of
Drug Development & Research 3(3); 189-196

Luqman S., Suchita S., Ritesh K., Anil K.M.,Debabrata C. 2012. Experimental
Assessment ofMoringa oleifera Leaf and Fruit for Its Antistress,
Antioxidant, and Scavenging Potential Using In Vitro and In Vivo

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Assays. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based


Complementary and Alternative Medicine : 1-12

Madhavi P, Maruthi R, Kamala V, Habibur Rahman, M. Chinna E. 2012.


Evaluation of Anti-Inflammatory Activity of Citrullus lanatus Seed Oil
by In-vivo and In-vitro Models. International Research Journal of
Pharmaceutical and Applied Sciences 2(4); 104-108

Marliana, S D., Venty. S., Suyono., 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam
(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3
(1); 26-31.

Marlinda M, Meiske SS, Audy DW. 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder
dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana
Mill.). Jurnal Mipa Unsrat Online, 1 (1); 24-28

Navie S., Steve C. 2010. Weed risk assessment, Horseradish tree (Moringa
oleifera).Queensland Government

Nodin, J.H., Siegler, P.E. 1968. Animal and clinical pharmacologic techniques in
drug evaluation. USA: Year Book Medical Publisher Inc., 495-500

Oyedapo OO, BA Akinpelu, KF Akinwunmi, MO Adeyinka and FO Sipeolu.


2010. Red blood cell membrane stabilizing potentials of extracts of
Lantana camara and its fractions. International Journal of Plant
Physiology and Biochemistry. 2(4); 46-51

Price S A, Lorraine M W. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit, Ed.6, Jld I. Jakarta: Penerbit Buku Kodekteran EGC, 56-58

Pringgoutomo S., 2000. Patologi I (umum), Ed.1. Jakarta: Sagung Seto

Qin, YZ., RR. Holt., SA Lazarus., TJ Orozco and CL Kenn. 2002. Inhibitory
effect of cocoa flavanols and procyanidin oligomers on free radical-
induced erythrocyte hemolysis. Experimental Biology Medicine. 22 (5);
321-329.

Quideau, S. 2009. Chemistry and Biology of Ellagitannins : An Underestimated


Class of Bioactive Plant Polyphenols. World Scientific, Singapore.

Raj Jaya, Mohineesh C, Tirath DD, Monika P, Anupuma R. 2013. Determination


of median lethal dose of combination of endosulfan and cypermethrin in
wistar rat. Toxicol Int,20(1) ; 1-5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Rao KNV, V. Gopalakrishnan, V. Loganathan, S.Shanmuga N. 1999. Anti


Inflammatory Activity Of Moringa Oliefera. Lam., Asian Journal of
Traditional Medicines, 18 (3&4); 195 -198

R. Ilakkiya, Neelvizhi K., Tamil Selvi S., Bharathidasan R., Rekha D. 2013. A
comparative study of anti-inflammatory activities of certain herbal leaf
extracts. International Journal of Pharmacy and Integrated Life
Sciences. 1(2); 67-77

Robbins, Stanley L., Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., 2007. Buku Ajar Patologi
Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC

Roloff A., H. Weisgerber, U. Lang, B. Stimm. 2005. Moringa oleifera LAM.,


1785: Enzyklopadie der Holgewachse, Handbuch und Atlas der
Dendrologie. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA

Rubin,E. 1988. Pathology. J.B. Lippincott Company, USA: 34-95

Ruzin SE. 1999. Plant Microtechnique and Microscopy. Inggris: Oxford


University Press

Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 16. PT.
Elex Media Komputindo. Jakarta ; 237-247

Sashidhara KV, JN. Rosaiah, E. Tyagi, R. Shukla, R. Raghubir, SM. Rajendran.


2009. Rare Dipeptide and Urea Derivatives from Roots of Moringa
oleifera as Potential aAnti-inflammatory and Antinociceptive Agents,
European Journal of Medicinal Chemistry, 44 (1); 432-436

Sankari, G., VM Mounnissamy & V. Balu. 2009. Evaluation of


antiinflammatory and membrane stabilizing properties of ethanolic
extracts of Diptheracanthus prostates (Acanthaceae). Amala Research
Bulletin, 29; 188-89.

Shenoy, S., K. Shwetha ., K. Prabhu., R. Maradi., KL. Bairy and T. Shanbhag.


2010. Evaluation of anti-inflammatory activity of Tephrosia purpurea in
rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicines, 3(3); 193-195.

Singh G P Rakesh G Sudeep B, S Kumar S. 2012. Anti-inflammatory Evaluation


of Leaf Extract of Moringa oleifera. Journal of Pharmaceutical and
Scientific Innovation, 1(1); 22-24

Anonym. 2005. Situs Dunia Tumbuhan : Database tanaman kelor ( Moringa


oleifera L.) Diakses dari http://www.plantamor.com/index.php.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Tursiman, Puji A, Risa N. 2012. Total Fenol Fraksi Etil Asetat dari Buah Asam
Kandis (Garcinia dioica Blume). JKK. 1(1) ; 45-48

USDA (United States Department of Agriculture). 2013. Natural Resources


Conservation Service :PLANTS Profile Moringa oleifera Lam.
Horseradishtree. http://plants.usda.gov

Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan


oleh: Dr. Soendani Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press ;
564-577

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

LAMPIRAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 2. Alur Penelitian


Pengumpulan daun kelor
Determinasi (1,5 Kg) o Sampel segar
o Sortasi basah
o Pencucian
Pembuatan simplisia o Pengeringan
o Sortasi kering
o Penggilingan
Simplisia serbuk kering
daun kelor (800 gr)

Ekstraksi
(Maserasi dengan etanol 70%) Fraksinasi (etanol 50%,
n-heksan, dan etil asetat)

Fraksi n-heksan Fraksi etil asetat Fraksi etanol 50%

uji antiinflamasi pendahuluan pada


konsentrasi 1000 ppm

Fraksi etil asetat


mempunyai aktivitas terbaik

Pengujian Uji aktivitas antiinflamasi


fitokimia pada konsentrasi 50,100, 200,
400 dan 800 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 3. Skema Pengujian Fitokimia

Fraksi etil asetat

Flavonoid Tanin Alkaloid Saponin Antrakuinon

(+) (+) Tanin Penambahan (+)


Terbentuknya terbentuknya 1 mL HCl Terbentukny
warna merah, endapan putih 2N (+) a warna
kuning atau (gelatin) atau (+) Terbentuk merah pada
jingga Terbentuk warna buih lapisan amil
hijau kehijauan alkohol
(FeCl3)

Pereaksi Pereaksi
Dragendorf (+) Mayer (+)
Terbentuk Terbentuknya
endapan jingga endapan putih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Ekstrak Uji

 Pembuatan larutan induk ekstrak uji dengan konsentrasi 1000 ppm :


Ditimbang ekstrak uji masing-masing 25 mg dimasukkan ke dalam
labu ukur 25 mL ditambahkan DMSO 1-3 tetes kemudian dimasukkan ke
dalam alat ultra sonix sampai ekstrak larut, diencerkan dengan sedikit
aquades kemudian dimasukkan dalam ultra sonix kembali, setelah larut
tambahkan aquades sampai tanda batas.
 Pengenceran larutan induk ekstrak uji:
1. Konsentrasi 800 ppm :
Dipipet 8 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.
2. Konsentrasi 400 ppm :
Dipipet 4 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.
3. Konsentrasi 200 ppm :
Dipipet 2 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.
4. Konsentrasi 100 ppm :
Dipipet 1 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.
5. Konsentrasi 50 ppm :
Dipipet 0,5 mL dari larutan induk ekstrak uji dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda
batas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 5. Pembuatan Larutan Na Diklofenak

 Pembuatan larutan induk Na diklofenak dengan konsentrasi 1000 ppm :


Ditimbang Na diklofenak sebanyak 25 mg, dimasukkan ke dalam
labu ukur 25 mL, ditambahkan dengan NaOH 2% kemudian dimasukkan
ke dalam alat ultra sonix sampai larut, diencerkan dengan sedikit aquades
kemudian ultra sonix kembali setelah larut diencerkan sampai tanda batas.
 Pengenceran larutan induk Na diklofenak:
1. Konsentrasi 800 ppm :
Dipipet 8 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas.
2. Konsentrasi 400 ppm :
Dipipet 4 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas.
3. Konsentrasi 200 ppm :
Dipipet 2 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas.
4. Konsentrasi 100 ppm :
Dipipet 1 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas.
5. Konsentrasi 50 ppm :
Dipipet 0,5 mL dari larutan induk Na diklofenak dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol 96% dan Masing-masing


Fraksi Daun Kelor
Bobot ekstrak
Bobot awal
N0. Tahapan dan fraksi Rendemen
yang ditimbang
yang didapat
1. Maserasi etanol 70% 700 g 258,620 gram 36,953%
2. Fraksinasi n-heksan 150 g 8,001 grram 5,334%
3. Fraksinasi etil asetat 150 g 20,64 gram 13,760%

4. Fraksinasi etanol 50% 150 g 89,468 gram 59,645%

Perhitungan :

Rendemen Ekstrak Daun Kelor:

Ekstrak etanol 70%

Fraksi n-heksan =

Fraksi etil asetat =

Fraksi etanol 50% =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 7. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Ekstrak


Etanol 70%, fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi etanol 50%
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm.

% Rata- rata
Larutan Absorbansi Larutan Absorbansi
Stabilitas % Stabilitas
0,119 0,021 86,483
Uji I
0,113 Kontrol Lar.Uji I 0,029 87,632
88,414
(ekstrak etanol 70%)
0,114 0,027 88,000
0,137 0,036 86,069
Uji II 86,483
0,136 Kontrol Lar.Uji II 0,037 86,345
(fraksi n-heksan )
0,132 0,038 87,035
0,109 0,039 90,345
Uji III
Kontrol Lar.Uji III 0,044 90,575
0,110 90,897
(fraksi etil asetat)
0,111 0,042 90,483
0,128 0,027 86,069
Uji IV 86,943
0,123 Kontrol Lar.Uji IV 0,035 87,862
(fraksi etanol 50%)
0,127 0,032 89.897
0,062 0,009 92,690
Uji V 92,138
0,065 Kontrol Lar. Uji V 0,005 91,724
(Na diklofenak)
0,070 0,012 92,000
0,737
Kontrol negatif 0,727 0,725
0,711

Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap ekstrak etanol 70%


daun kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 1000 ppm.
Panjang gelombang yang digunakan = 560 nm

% Stabilitas =

= 100 – [ = 100 – 13,517 = 86,483%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 8. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Fraksi Etil


Asetat Daun Kelor (Moringa oleifera L.)

1. Absorbansi Larutan Uji


Konsentrasi Rata-rata
Sampel Absorbansi % Stabilisasi
(µg/ml) stabilisasi (%)
0,232 69,104
50 0,229 69,517 69,333
0,230 69,380
0,182 77,380
Fraksi Etil 100 0,183 77,242 77,334
Asetat Daun 0,182 77,380
Kelor 0,173 79,724
200 0,172 79,862 79,862
(Moringa
0,171 80,000
oleifera L.)
0,160 81,931
400 0,159 82,069 82,069
0,158 82,207
0,125 87,448
800 0,125 87,448 87,448
0,125 87,448

2. Absorbansi kontrol larutan uji 3. Absorbansi kontrol


negatif

Konsentrasi Absorbansi Rata-rata Absorbansi Rata-rata


(µg/ml) Absorbansi
0,008
50 0,007 0,008 1.0,737
0,009 2. 0,727 0,725
0,017 3. 0,711
100 0,018 0,018
0,018
0,026
200 0,025 0,026
0,027
0,028
400 0,029 0,029
0,030
0,035
800 0,034 0,034
0,034

Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap fraksi etil asetat daun
kelor (Moringa oleifera L.) pada konsentrasi 50 ppm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Fraksi Etil Asetat 50 ppm

% Stabilitas =

= 100 – [ = 100 – 30,896 = 69,104%

% Stabilitas =

= 100 – [ = 100 – 30,483 = 69,517%

% Stabilitas =

= 100 – [ = 100 – 30,620 = 69,380%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritosit terhadap Kontrol


Positif (Na Diklofenak)

1. Absorbansi Larutan Uji

Konsentrasi Rata-rata
Sampel Absorbansi % Stabilitas
(µg/ml) stabilisasi (%)
0,123 83,586
50 0,116 84,552 84,138
0,118 84,276
0,105 86,345
Fraksi Etil 100 0,107 86,069 86,299
Asetat Daun 0,104 86,483
Kelor 0,087 88,966
(Moringa 200 0,095 87,862 87,908
oleifera L.) 0,102 86,897
0,090 88,690
400 0,089 88,828 88,828
0,088 88,966
0,076 90,897
800 0,072 91,449 91,173
0,074 91,173

2. Absorbansi kontrol larutan uji 3. Absorbansi kontrol


negatif
Absorbansi Rata-rata
Konsentrasi Rata-rata
Absorbansi
(µg/ml) Absorbansi 4.0,737
0,005 5. 0,727 0,725
50 0,004 0,004
0,004 6. 0,711
0,006
100
0,006 0,006
0,006
0,008
200
0,006 0,007
0,007
0,008
400
0,009 0,008
0,008
0,012
800 0,011 0,010
0,009

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Contoh perhitungan analisis stabilisasi membran sel darah merah terhadap kontrol
positif (Na diklofenak) pada konsentrasi 50 ppm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 70%,
fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi etanol 50% dan Na
diklofenak pada konsentrasi 1000 ppm

1. Uji normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap persen


stabilitas ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi
etanol 50% dan Na diklofenak sebagai kontrol positif pada konsentrasi
1000 ppm.
a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANOVA
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal
Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan
Jikia nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas Membran Sel Darah Merah

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Stabilitas

N 14
a
Normal Parameters Mean 88.73664

Std. Deviation 2.245377

Most Extreme Differences Absolute .133

Positive .133

Negative -.126

Kolmogorov-Smirnov Z .497

Asymp. Sig. (2-tailed) .966

a. Test distribution is Normal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas seluruh


sampel uji terdistribusi normal

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau tidak
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen
Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogen

Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas

Test of Homogeneity of Variances

Stabilitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.118 4 10 .153

Keputusan : Hasil data signifikansi (p = 0,153) lebih besar dari 0,05


hal ini menunjukkan bahwa varian data homogen maka
dilanjutkan dengan uji ANOVA.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

c. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen
stabilitas pada seluruh sampel uji.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna

Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas

ANOVA

Stabilitas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 64.923 4 16.231 15.371 .000

Within Groups 10.559 10 1.056

Total 75.482 14

Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji berbeda
secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT/LSD). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila
hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara
bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok
lainnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Semua Kelompok Perlakuan


Tujuan : Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara
kelima kelompok perlakuan
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima
kelompok perlakuan
Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok
perlakuan

Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Multiple Comparisons

Stabilitas LSD

95% Confidence Interval


Mean
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Ekstrak Etanol 70% Fraksi n-heksan 1.149333 .839009 .201 -.72009 3.01876
*
Fraksi Etil Asetat -2.942667 .839009 .006 -4.81209 -1.07324

Fraksi Etanol 50% -.310333 .839009 .719 -2.17976 1.55909


*
Na Diklofenak -4.505667 .839009 .000 -6.37509 -2.63624

Fraksi n-heksan Ekstrak Etanol 70% -1.149333 .839009 .201 -3.01876 .72009
*
Fraksi Etil Asetat -4.092000 .839009 .001 -5.96143 -2.22257

Fraksi Etanol 50% -1.459667 .839009 .113 -3.32909 .40976


*
Na Diklofenak -5.655000 .839009 .000 -7.52443 -3.78557
*
Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol 70% 2.942667 .839009 .006 1.07324 4.81209
*
Fraksi n-heksan 4.092000 .839009 .001 2.22257 5.96143
*
Fraksi Etanol 50% 2.632333 .839009 .011 .76291 4.50176

Na Diklofenak -1.563000 .839009 .092 -3.43243 .30643

Fraksi Etanol 50% Ekstrak Etanol 70%


.310333 .839009 .719 -1.55909 2.17976

Fraksi n-heksan 1.459667 .839009 .113 -.40976 3.32909


*
Fraksi Etil Asetat -2.632333 .839009 .011 -4.50176 -.76291
*
Na Diklofenak -4.195333 .839009 .001 -6.06476 -2.32591

Na Diklofenak Ekstrak Etanol 70%


*
4.505667 .839009 .000 2.63624 6.37509

*
Fraksi n-heksan 5.655000 .839009 .000 3.78557 7.52443

Fraksi Etil Asetat 1.563000 .839009 .092 -.30643 3.43243


*
Fraksi Etanol 50% 4.195333 .839009 .001 2.32591 6.06476

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Kesimpulan :
1. Kelompok perlakuan fraksi etil asetat berbeda secara
bermakna dengan ekstrak etanol 70%, fraksi n-heksan dan
fraksi etanol 50%. Namun, identik dengan Na diklofenak
sebagai kontrol positif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 11. Hasil Uji Statistika Persen Stabilitas Fraksi Etil Asetat dan Na
Diklofenak pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm

1. UJi normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap persen


stabilitas fraksi etil asetat dan Na diklofenak sebagai kontrol positif
pada konsentrasi 50, 100, 200, 400, 800, dan 1000 ppm.
a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANOVA
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal
Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan
Jikia nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas Membran Sel Darah Merah

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Stabilitas

N 36
a
Normal Parameters Mean 84.68831

Std. Deviation 6.444376

Most Extreme Differences Absolute .155

Positive .107

Negative -.155

Kolmogorov-Smirnov Z .928

Asymp. Sig. (2-tailed) .355

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas seluruh


sampel uji terdistribusi normal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau tidak.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen
Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogen

Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas

Test of Homogeneity of Variances

Stabilitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.659 11 24 .004

Keputusan : Hasil data signifikasi (P=0,004) lebih kecil dari 0,05 hal
ini menunjukkan bahwa varian data tidak homogen
maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis karena
syarat homogenitasnya belum terpenuhi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

c. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen
stabilitas pada semua kelompok perlakuan yang tidak memenuhi syarat
pengujian ANOVA.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara bermakna

Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Persen Stabilitas

a,b
Test Statistics

Stabilitas

Chi-Square 34.085
df 11
Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Konsentrasi

Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel uji


berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD). Uji BNT merupakan
uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian
menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna.
Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana
yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna
dengan kelompok lainnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada kelompok konsentrasi etil asetat
dan Na diklofenak
Tujuan : Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna diantara 6
kelompok perlakuan
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima
kelompok perlakuan
Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok
perlakuan

Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Multiple Comparisons
Stabilitas
LSD

Mean 95% Confidence Interval


Difference (I-
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
50 ppm EA 100 ppm EA -8.00033 .505783 .000 -9.04422 -6.95645
*
200 ppm EA -10.48700 .505783 .000 -11.53088 -9.44312
*
400 ppm EA -12.73533 .505783 .000 -13.77922 -11.69145
*
800 ppm EA -18.11433 .505783 .000 -19.15822 -17.07045
*
1000 ppm EA -21.24133 .505783 .000 -22.28522 -20.19745
*
50 ppm ND -14.80433 .505783 .000 -15.84822 -13.76045
*
100 ppm ND -16.96533 .505783 .000 -18.00922 -15.92145
*
200 ppm ND -18.34433 .505783 .000 -19.38822 -17.30045
*
400 ppm ND -19.49433 .505783 .000 -20.53822 -18.45045
*
800 ppm ND -21.50600 .505783 .000 -22.54988 -20.46212
*
1000 pmm ND -22.56300 .505783 .000 -23.60688 -21.51912
*
100 ppm EA 50 ppm EA 8.00033 .505783 .000 6.95645 9.04422
*
200 ppm EA -2.48667 .505783 .000 -3.53055 -1.44278
*
400 ppm EA -4.73500 .505783 .000 -5.77888 -3.69112

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

*
800 ppm EA -10.11400 .505783 .000 -11.15788 -9.07012
*
1000 ppm EA -13.24100 .505783 .000 -14.28488 -12.19712
*
50 ppm ND -6.80400 .505783 .000 -7.84788 -5.76012
*
100 ppm ND -8.96500 .505783 .000 -10.00888 -7.92112
*
200 ppm ND -10.34400 .505783 .000 -11.38788 -9.30012
*
400 ppm ND -11.49400 .505783 .000 -12.53788 -10.45012
*
800 ppm ND -13.50567 .505783 .000 -14.54955 -12.46178
*
1000 pmm ND -14.56267 .505783 .000 -15.60655 -13.51878
*
200 ppm EA 50 ppm EA 10.48700 .505783 .000 9.44312 11.53088
*
100 ppm EA 2.48667 .505783 .000 1.44278 3.53055
*
400 ppm EA -2.24833 .505783 .000 -3.29222 -1.20445
*
800 ppm EA -7.62733 .505783 .000 -8.67122 -6.58345
*
1000 ppm EA -10.75433 .505783 .000 -11.79822 -9.71045
*
50 ppm ND -4.31733 .505783 .000 -5.36122 -3.27345
*
100 ppm ND -6.47833 .505783 .000 -7.52222 -5.43445
*
200 ppm ND -7.85733 .505783 .000 -8.90122 -6.81345
*
400 ppm ND -9.00733 .505783 .000 -10.05122 -7.96345
*
800 ppm ND -11.01900 .505783 .000 -12.06288 -9.97512
*
1000 pmm ND -12.07600 .505783 .000 -13.11988 -11.03212
*
400 ppm EA 50 ppm EA 12.73533 .505783 .000 11.69145 13.77922
*
100 ppm EA 4.73500 .505783 .000 3.69112 5.77888
*
200 ppm EA 2.24833 .505783 .000 1.20445 3.29222
*
800 ppm EA -5.37900 .505783 .000 -6.42288 -4.33512
*
1000 ppm EA -8.50600 .505783 .000 -9.54988 -7.46212
*
50 ppm ND -2.06900 .505783 .000 -3.11288 -1.02512
*
100 ppm ND -4.23000 .505783 .000 -5.27388 -3.18612
*
200 ppm ND -5.60900 .505783 .000 -6.65288 -4.56512
*
400 ppm ND -6.75900 .505783 .000 -7.80288 -5.71512
*
800 ppm ND -8.77067 .505783 .000 -9.81455 -7.72678
*
1000 pmm ND -9.82767 .505783 .000 -10.87155 -8.78378
*
800 ppm EA 50 ppm EA 18.11433 .505783 .000 17.07045 19.15822
*
100 ppm EA 10.11400 .505783 .000 9.07012 11.15788
*
200 ppm EA 7.62733 .505783 .000 6.58345 8.67122
*
400 ppm EA 5.37900 .505783 .000 4.33512 6.42288
*
1000 ppm EA -3.12700 .505783 .000 -4.17088 -2.08312
*
50 ppm ND 3.31000 .505783 .000 2.26612 4.35388
*
100 ppm ND 1.14900 .505783 .032 .10512 2.19288
200 ppm ND -.23000 .505783 .653 -1.27388 .81388
*
400 ppm ND -1.38000 .505783 .012 -2.42388 -.33612

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

*
800 ppm ND -3.39167 .505783 .000 -4.43555 -2.34778
*
1000 pmm ND -4.44867 .505783 .000 -5.49255 -3.40478
*
1000 ppm EA 50 ppm EA 21.24133 .505783 .000 20.19745 22.28522
*
100 ppm EA 13.24100 .505783 .000 12.19712 14.28488
*
200 ppm EA 10.75433 .505783 .000 9.71045 11.79822
*
400 ppm EA 8.50600 .505783 .000 7.46212 9.54988
*
800 ppm EA 3.12700 .505783 .000 2.08312 4.17088
*
50 ppm ND 6.43700 .505783 .000 5.39312 7.48088
*
100 ppm ND 4.27600 .505783 .000 3.23212 5.31988
*
200 ppm ND 2.89700 .505783 .000 1.85312 3.94088
*
400 ppm ND 1.74700 .505783 .002 .70312 2.79088
800 ppm ND -.26467 .505783 .606 -1.30855 .77922
*
1000 pmm ND -1.32167 .505783 .015 -2.36555 -.27778
*
50 ppm ND 50 ppm EA 14.80433 .505783 .000 13.76045 15.84822
*
100 ppm EA 6.80400 .505783 .000 5.76012 7.84788
*
200 ppm EA 4.31733 .505783 .000 3.27345 5.36122
*
400 ppm EA 2.06900 .505783 .000 1.02512 3.11288
*
800 ppm EA -3.31000 .505783 .000 -4.35388 -2.26612
*
1000 ppm EA -6.43700 .505783 .000 -7.48088 -5.39312
*
100 ppm ND -2.16100 .505783 .000 -3.20488 -1.11712
*
200 ppm ND -3.54000 .505783 .000 -4.58388 -2.49612
*
400 ppm ND -4.69000 .505783 .000 -5.73388 -3.64612
*
800 ppm ND -6.70167 .505783 .000 -7.74555 -5.65778
*
1000 pmm ND -7.75867 .505783 .000 -8.80255 -6.71478
*
100 ppm ND 50 ppm EA 16.96533 .505783 .000 15.92145 18.00922
*
100 ppm EA 8.96500 .505783 .000 7.92112 10.00888
*
200 ppm EA 6.47833 .505783 .000 5.43445 7.52222
*
400 ppm EA 4.23000 .505783 .000 3.18612 5.27388
*
800 ppm EA -1.14900 .505783 .032 -2.19288 -.10512
*
1000 ppm EA -4.27600 .505783 .000 -5.31988 -3.23212
*
50 ppm ND 2.16100 .505783 .000 1.11712 3.20488
*
200 ppm ND -1.37900 .505783 .012 -2.42288 -.33512
*
400 ppm ND -2.52900 .505783 .000 -3.57288 -1.48512
*
800 ppm ND -4.54067 .505783 .000 -5.58455 -3.49678
*
1000 pmm ND -5.59767 .505783 .000 -6.64155 -4.55378
*
200 ppm ND 50 ppm EA 18.34433 .505783 .000 17.30045 19.38822
*
100 ppm EA 10.34400 .505783 .000 9.30012 11.38788
*
200 ppm EA 7.85733 .505783 .000 6.81345 8.90122
*
400 ppm EA 5.60900 .505783 .000 4.56512 6.65288

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

800 ppm EA .23000 .505783 .653 -.81388 1.27388


*
1000 ppm EA -2.89700 .505783 .000 -3.94088 -1.85312
*
50 ppm ND 3.54000 .505783 .000 2.49612 4.58388
*
100 ppm ND 1.37900 .505783 .012 .33512 2.42288
*
400 ppm ND -1.15000 .505783 .032 -2.19388 -.10612
*
800 ppm ND -3.16167 .505783 .000 -4.20555 -2.11778
*
1000 pmm ND -4.21867 .505783 .000 -5.26255 -3.17478
*
400 ppm ND 50 ppm EA 19.49433 .505783 .000 18.45045 20.53822
*
100 ppm EA 11.49400 .505783 .000 10.45012 12.53788
*
200 ppm EA 9.00733 .505783 .000 7.96345 10.05122
*
400 ppm EA 6.75900 .505783 .000 5.71512 7.80288
*
800 ppm EA 1.38000 .505783 .012 .33612 2.42388
*
1000 ppm EA -1.74700 .505783 .002 -2.79088 -.70312
*
50 ppm ND 4.69000 .505783 .000 3.64612 5.73388
*
100 ppm ND 2.52900 .505783 .000 1.48512 3.57288
*
200 ppm ND 1.15000 .505783 .032 .10612 2.19388
*
800 ppm ND -2.01167 .505783 .001 -3.05555 -.96778
*
1000 pmm ND -3.06867 .505783 .000 -4.11255 -2.02478
*
800 ppm ND 50 ppm EA 21.50600 .505783 .000 20.46212 22.54988
*
100 ppm EA 13.50567 .505783 .000 12.46178 14.54955
*
200 ppm EA 11.01900 .505783 .000 9.97512 12.06288
*
400 ppm EA 8.77067 .505783 .000 7.72678 9.81455
*
800 ppm EA 3.39167 .505783 .000 2.34778 4.43555
1000 ppm EA .26467 .505783 .606 -.77922 1.30855
*
50 ppm ND 6.70167 .505783 .000 5.65778 7.74555
*
100 ppm ND 4.54067 .505783 .000 3.49678 5.58455
*
200 ppm ND 3.16167 .505783 .000 2.11778 4.20555
*
400 ppm ND 2.01167 .505783 .001 .96778 3.05555
*
1000 pmm ND -1.05700 .505783 .047 -2.10088 -.01312
*
1000 pmm ND 50 ppm EA 22.56300 .505783 .000 21.51912 23.60688
*
100 ppm EA 14.56267 .505783 .000 13.51878 15.60655
*
200 ppm EA 12.07600 .505783 .000 11.03212 13.11988
*
400 ppm EA 9.82767 .505783 .000 8.78378 10.87155
*
800 ppm EA 4.44867 .505783 .000 3.40478 5.49255
*
1000 ppm EA 1.32167 .505783 .015 .27778 2.36555
*
50 ppm ND 7.75867 .505783 .000 6.71478 8.80255
*
100 ppm ND 5.59767 .505783 .000 4.55378 6.64155
*
200 ppm ND 4.21867 .505783 .000 3.17478 5.26255

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

*
400 ppm ND 3.06867 .505783 .000 2.02478 4.11255
*
800 ppm ND 1.05700 .505783 .047 .01312 2.10088

Based on observed means.


The error term is Mean Square(Error) = .384.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Kesimpulan :
1. Masing-masing kelompok konsentrasi etil asetat berbeda secara
bermakna.
2. Etil asetat dengan konsentrasi 800 ppm identik dengan Na
diklofenak dalam konsentrasi 200 ppm (P≤0,05), sedangkan
kelompok etil asetat dengan konsentrasi 1000 ppm identik dengan
Na diklofenak dalam konsentrasi 800 ppm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Lampiran 12. Perhitungan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat dan Na Diklofenak
dengan Metode Analisa Probit (Raj, 2013)

a. Persen stabilitas dikonversi menjadi harga probit yang ada pada tabel Finney

Finney’s table ; Transformasi persentasi kedalam probit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

b. Konsentrasi diubah dalam bentuk Log konsentrasi


Konsentrasi Log % Stabilitas
Sampel Probit
(µg/mL) konsentrasi rata-rata
50 1,699 69,333 5,50

100 2,000 77,334 5,74


Fraksi etil 200 2,301 79,862 5,84
asetat daun
kelor 400 2,602 82,069 5,92

800 2,903 87,448 6,13

1000 3,000 90,575 6,28

50 1,699 84,138 5,99

100 2,000 86,299 6,06

Na 200 2,301 87,908 6,18


diklofenak 400 2,602 88,828 6,23

800 2,903 91,173 6,34

1000 3,000 92,138 6,41

c. Nilai probit diplotkan terhadap log konsentrasi sehingga didapat persamaan


regresi liniernya.

IC50
6.6
6.4 y = 0.289x + 5.4949
6.2 R² = 0.9881
Probit

6
Frak. EA
5.8
5.6 y = 0.4784x + 4.7252 Na diklofenak
R² = 0.9639
5.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Log Konsentrasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

d. Nilai Y pada persamaan tersebut diganti dengan 50 % (probit=5,00), dicari


nilai X nya dan dihitung antilog dari konsentrasi tersebut sehingga diperoleh
IC50
IC50 fraksi etil asetat
Y = 0,4784x + 4,7252
5,0 = 0,4784x + 4,7252
X = = 0,5744
Antilog 0,5744 = 3,7533
Jadi, nilai IC50 dari fraksi etil asetat adalah 3,753 ppm

IC50 Na diklofenak
Y = 0,289x + 5,4949
5,0 = 0,289x + 5,4949
X = = -1,7124
Antilog -1,7124 = 0,035
Jadi, nilai IC50 dari Na diklofenak adalah 0,035 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 13. Foto-foto Alat Penelitian dan Proses Uji Aktivitas

Oven Sentrifius 6500-KUBOTA Spektrofotometri uv-vis

Ultra sonix Autoklaf -HIRAYAMA Vacum rotavapor

Proses pencucian darah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

Proses Uji Akttivitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

Lampiran 14. Hasil Skrining Fitokimia

Alkaloid

Kontrol +. Fraksi Etil Asetat

Flavonoid

Kontrol + (Rutin). Fraksi Etil Asetat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

Saponin

Kontrol + Fraksi Etil Asetat

Tanin

Gambar 21a. Kontrol +. Fraksi Etil Asetat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92

Antrakuinon

Kontrol +. Fraksi Etil Asetat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

Lampiran 15. Struk Hasil Spektrofotomerti UV-VIS

a. Data Absorbansi Ekstrak Etanol 70%, Fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi
etanol 50% dan Na diklofenak opada Konsentrasi 1000 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

b. Data Absorbansi Frraksi Etil Asetat pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800
ppm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95

c. Data Absorbansi Na Diklofena pada Konsentrasi 50, 100, 200, 400 dan 800 ppm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai