Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Euclid, vol.1, No.

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA


MELALUI PROBLEM POSING

Oleh :

Ferry Ferdianto, dan Ghanny


Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk melihat adanya peningkatan kemampuan


pemahaan matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran problem posing,
dimana pada model pembelajaran ini siswa membuat soal sendiri yang sebelumnya
harus menguasai dan memahami terhadap materi yang akan dipertanyakan pada soal.
Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Sumberjaya Kabupaten Majalengka
dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini
instrumen atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah; (a)
Seperangkat Soal, (b) Angket, (c) Pedoman Kriteria Ketuntasan Minimal. Untuk
melihat hasil dari penelitian, penulis menganalisis data hasil pretes dan postes siswa
diperoleh rata-rata pretes adalah 44,86 dan rata-rata pada postes 74,14. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat peningkatan pemahaman matematis siswa melalui
pendekatan problem posing dalam penyelesaian soal cerita lebih efektif. Hal ini
dibuktikan dengan gain ternormalisasi yang menunjukan bahwa rata-rata gain
ternormalisasi ada peningkatan dari siklus I ke siklus II, siklus II ke siklus III dan pretes
ke postes. Hal serupa juga dibuktikan dengan uji signifikansi.

Kata Kunci: problem posing, pemahaman matematis

A. Pendahuluan tugas berat bagi seluruh guru matematika,


Latar Belakang pemahaman karakter terhadap siswa dan
Proses penyelesaian masalah dalam penguasaan siswa yang baik sangat diperlukan
matematika yang saat ini banyak dilakukan dalam pengelolaan kelas. Kreativitas berpikir
oleh siswa adalah dengan cara menghapal dan inovasi dalam pembelajaran sangat
rumus matematika yang akan digunakan, diperlukan oleh seorang guru matematika
sehingga siswa merasa terbebani dengan dalam merubah paradigma siswa terhadap
banyaknya rumus yang ada, hal ini yang matematika dan yang berkembang pada
menyebabkan pelajaran matematika menjadi masyarakat.Menurut Hamalik (Hamdani,
menakutkan, susah untuk dipelajari dan masih 2011: 20) belajar tidak hanya mempelajari
banyak lagi paradigma yang kurang bagus mata pelajaran, tetapi juga penyusunan,
terhadap pelajaran matematika. kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat,
Merubah paradigma yang buruk penyesuaian sosial, bermacam-macam
terhadap pelajaran matematika merupakan keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan
demikian, seseorang dikatakan belajar apabila

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon 47
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya dalam bahasa Inggris (Abdussakir, 2011),
latihan dan pengalaman melalui interaksi yang mempunyai beberapa padanan dalam
dengan lingkungan. bahasa Indonesia. Suryanto dan As'ari
Pelaksanakan pembelajaran matematika memadankan istilah problem posing dengan
memerlukan beberapa kecakapan guru untuk pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso
menentukan suatu strategi pembelajaran yang (Abdussakir, 2011) menggunakan istilah
tepat, baik untuk materi maupun situasi dan membuat soal, Siswono (Abdussakir, 2011)
kondisi pembelajaran. Sehingga pembelajaran menggunakan istilah pengajuan soal, dan
tersebut dapat merangsang siswa untuk Suharta (Abdussakir, 2011) menggunakan
memperoleh kompetisi yang diharapkan. istilah pengkonstruksian masalah.
Salah satu kompetisi tersebut adalah Sesuai dengan kajian yang telah
meningkatkan kemampuan pemahaman diungkapkan pada latar belakang masalah di
siswa. Bloom (Sagala, 2009: 157) menyatakan atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah
bahwa pemahaman (comprehension) “Apakah terdapat peningkatan pemahaman
mengacu pada kemampuan untuk mengerti matematis siswa yang signifikan dalam
dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu menyelesaikan soal cerita melalui pendekatan
terlebih dahulu diketahui atau diingat dan problem posing?”.Penelitian ini dibatasi pada
memaknai arti dari materi yang dipelajari. materi pokok operasi hitung bilangan
Kurniawan (Arumsari, 2010:9) pecahan.
mengatakan, pengertian pemahaman
matematis dapat dipandang sebagai proses dan Problem Posing
tujuan dari suatu pembelajaran matematika. Problem posing merupakan istilah
Peningkatkan pemahaman siswa terhadap soal dalam bahasa inggris yang berasal dari dua
cerita memerlukan strategi pembelajaran kata yaitu problem yang artinya masalah, soal
matematika yang dapat mendorong siswa dan posing dari to pase yang berarti
untuk terwujudnya peningkatan pemahaman mengajukan, membentuk. menurut Silver
siswa. Selain itu diharapkan dalam (Muhfida, 2011) bahwa problem posing
penyampaian materinya, nilai-nilai yang mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama,
terkandung dalam pembelajaran matematika problem posing adalah perumusan soal
dapat disampaikan dan terserap dengan baik sederhana atau perumusan ulang soal yang ada
oleh siswa. dengan beberapa perubahan agar lebih
Menurut Suryosubroto (2009: 203) sederhana dan dapat dipahami dalam rangka
salah satu pendekatan pembelajaran yang memecahkan soal yang rumit (problem posing
dapat memotivasi siswa untuk berfikir kritis sebagai salah satu langkah problem solving).
sekaligus dialogis, kreatif dan interaktif yakni Kedua, problem posing adalah perumusan
problem posing atau pengajuan masalah- soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada
masalah yang dituangkan dalam bentuk soal yang telah dipecahkan dalam rangka
pertanyaan. mencari alternatif pemecahan lain (sama
Problem posing merupakan istilah dengan mengkaji kembali langkah problem

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


48 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

solving yang telah dilakukan). Ketiga, siswauntuk melihattopikStandaryanglebih


problem posing adalah merumuskan atau tajam danmemungkinkan mereka untuk
membuat soal dari situasi yang memperolehpemahaman yang lebih
diberikan.Menurut Suryanto (Muhfida, 2011) dalamjuga.Hal ini juga dapatmendorong siswa
mengemukakan bahwa problem posing untukpenciptaanide-ide baruyang berasaldari
merupakan istilah dalam bahasa Inggris, setiaptopik-topik yang diberikan.
sebagai padanan katanya digunakan istilah Pendekatan problem posing atau
“merumuskan masalah (soal)” atau “membuat pengajuan pertanyaan sebetulnya hampir
masalah (soal)”. sama dengan metode problem solving
Menurut Suryosubroto (2009: 203) intrinsik. Problem solving intrinsik,
salah satu pendekatan pembelajaran yang merupakan pemecahan masalah yang
dapat memotivasi siswa untuk berfikir kritis didasarkan atas tuntutan dan keinginan peserta
sekaligus dialogis, kreatif dan interaktif yakni didik sendiri. Meskipun demikian, biasanya
problem posing atau pengajuan masalah- metode ini didahului dengan problem solving
masalah yang dituangkan dalam bentuk ekstrinsik. Yakni pengajuan masalah yang
pertanyaan.Problem posing merupakan istilah dilakukan pengajar untuk kemudian
dalam bahasa Inggris, yang mempunyai dipecahkan untuk peserta didik.
beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Perbedaannya, problem solving lebih terfokus
Suryanto dan As'ari (Abdussakir, 2011) pada keterampilan peserta didik memecahkan
memadankan istilah problem posing dengan masalah,sedangkan problem posing terfokus
pembentukan soal. pada upaya peserta didik secara sengaja
Pendekatan problem posing diharapkan menemukan pengetahuan dan pengalaman-
memancing siswa untuk menemukan pengalaman baru.
pengetahuan yang bukan diakibatkan dari Menurut Suryosubroto (2009: 212)
ketidaksengajaan melainkan melalui upaya proses belajar mengajar dengan pendekatan
mereka untuk mencari hubungan-hubungan problem posing adalah sebagai berikut:
dalam informasi yang dipelajarinya. Semakin 1. Tahap Perencanaan
luas informasi yang dimiliki akan semakin a. Penyusunan recana kegiatan dan bahan
mudah pula menemukan hubungan-hubungan pembelajaran.
tersebut. Pada akhirnya, penemuan b. G u r u m e n g o r g a n i s a s i b a h a n
pertanyaan serta jawaban yang dihasilkan pembelajaran dan mempersiapkannya.
terhadapnya dapat menyebabkan perubahan c. Guru menyusun rencana pembelajaran.
dan ketergantungan pada penguatan luar pada 2. Tindakan
rasa puas akibat keberhasilan menemukan a. Guru menjelaskan materi pelajaran
sendiri, baik berupa pertanyaan atau masalah kepada siswa.
maupun jawaban atas permasalahan yang b. Guru melakukan tes awal yang hasilnya
diajukan. digunakan untuk mengetahui tingkat
Selaras dengan hal tersebut menurut daya kritis siswa.
Brown (2005) bahwa problem posing dapat c. Guru membentuk kelompok-kelompok

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon 49
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

belajar yang heterogen, setiap kelompok menurut Kurniawan (Arumsari, 2010:9)


terdiri atas 5-6 orang. mengatakan, pengertian pemahaman
d. Guru menugaskan setiap kelompok matematis dapat dipandang sebagai proses dan
belajar untuk meresume beberapa buku tujuan dari suatu pembelajaran matematika.
yang berbeda. Pemahaman matematis sebagai proses berarti
e. Guru menugaskan masing-masing siswa pemahaman matematis adalah suatu proses
dalam kelompok membuat pertanyaan pengamatan kognisi yang tak langsung dalam
dalam lembar problem posing I. menyerap pengertian dari konsep/teori yang
f. Kesemua tugas membuat pertanyaan akan dipahami pada keadaan dan situasi-
dikumpulkan dalam kelompoknya situasi yang lainnya. Sedangkan sebagai
kemudian dilimpahkan pada kelompok tujuan, pemahaman matematis berarti suatu
yang lainnya. kemampuan memahami konsep,
g. Setiap siswa dalam kelompoknya membedakan sejumlah konsep-konsep yang
melakukan diskusi internal untuk saling terpisah, serta kemampuan melakukan
menjawab pertanyaan yang diterima perhitungan secara bermakna pada situsi atau
dari kelompok lain,setiap jawaban permasalahan-permasalahan yang lebih luas”.
ditulis dalam lembar problem posing II. Ada tiga macam pemahaman matematis, yaitu
h. Pertanyaan yang telah ditulis dalam : pengubahan (translation), pemberian arti
lembar problem posing I dikembalikan (interpretasi) dan pembuatan ekstrapolasi
pada kelompok asal untuk kemudian di (ekstrapolation). Pemahaman translasi
serahkan kepada guru dan jawaban pada digunakan untuk menyampaikan informasi
lembar problem posing II diserahkan dengan bahasa dan bentuk yang lain dan
kepada guru. menyangkut pemberian makna dari suatu
i. Perwakilan dari setiap kelompok informasi yang bervariasi. Interpolasi
mempersentasikan hasil resume dan digunakan untuk menafsirkan maksud dari
pertanyaan yang telah dibuatnya pada bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan
kelompok lain. frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu
j. Guru menyuruh siswa kembali ketempat informasi dari sebuah ide. Sedangkan
duduknya masing-masing. ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi
k. Guru memberikan tugas rumah secara yang didasarkan pada sebuah pemikiran,
individual. gambaran kondisi dari suatu informasi, juga
mencakup pembuatan kesimpulan dengan
Pemahaman Matematis konsekuensi yang sesuai dengan informasi
Menurut Skemp (Arumsari, 2010:9) jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan
pemahaman matematis didefinisikan sebagai (application) yang menggunakan atau
kemampuan yang mengaitkan notasi dan menerapkan suatu bahan yang sudah dipelajari
simbol matematika yang relevan dengan ide- ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori
ide matematika dan mengkombinasikannya ke atau petunjuk teknis (Herdy, 2010).
dalam rangkaian penalaran logis. Sedangkan Secara umum indikator pemahaman

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


50 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

matematika meliputi; mengenal, memahami tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VII-C
dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan SMP Negeri 3 Sumberjaya Kabupaten
ide matematika. Pemahaman matematis yang Majalengka, dalam perolehan data hasil
digunakan dalam penelitian adalah penelitian, penelitian menggunakan desain
pemahaman instrumental dan pemahaman “Pre-test dan Post-test Group”.
relasional. Dalam hal ini, untuk pemahaman Sebelum penulis melakukan penelitian,
intrumental siswa diarahkan untuk memahami menulis terlebih dahulu melakukan uji coba
konsep dan rumus dalam perhitungan yang soal (Sudjana, N. 2006) pada kelas yang
sederhana. Sedangkan dalam pemahaman sebelumnya. Uji coba soal ini dilakukan untuk
relasional, siswa diarahkan untuk memahami memperoleh soal yang betul-betul sesuai yang
suatu struktur yang dapat digunakan untuk akan diberikan pada saat pretes dalam melihat
menyelesaikan masalah yang lebih luas dan kemampuan awal siswa sebelum dilakukan
bermakna karena adanya keterkaitan antar pembelajaran
konsep.
Serupa dengan Pollatsek, Skemp Alur Penelitian
(Sumarmo, 2010: 5) menggolongkan
pemahaman dalam dua tahap yaitu:
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal
REFLEKSI PERENCANAAN
konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang
lainnya, dengan menerapkan rumus dalam TINDA KAN &
RENCANA
PENGAMATAN
YANG DIREVISI
perhitungan sederhana, dan mengerjakan
REFLEKSI
perhitungan secara algoratmik. RENCANA
TINDAKAN &
Kemampuan ini tergolong pada PENGAMATAN
YANG DIREVISI

kemampuan berfikir matematik tingkat


rendah.
b. Pemahaman relasional, yaitu mengaitkan
Gambar 1
satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip PTK Model Kemmis dan
lainnya. Kemampuan ini tergolong pada Mc Taggart Sundari (2010: 28)
kemampuan tingkat tinggi.
Intrumen Penelitian
B. Metode Penelitian Instrumen penelitian menurut Arikunto
Metode penelitian yang digunakan (2006: 160), “Alat atau fasilitas yang
dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
kelas (Class Action Research). Penelitian data agar pekerjaannya lebih mudah dan
tindakan kelas, menurut Trianto, (2010:13) hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
yang berarti penelitian yang dilakukan pada lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
sebuah kelas untuk mengetahui akibat diolah”. Dalam penelitian ini instrumen atau
tindakan yang diterapkan pada suatu subyek alat yang digunakan untuk mengumpulkan
penelitian di kelas tersebut.Penelitian data adalah sebagai berikut; (a) Seperangkat

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon 51
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

Soal, (b) Angket, (c) Pedoman Kriteria Ketuntasan Minimal.


Pada pembelajaran tuntas, kriteria pencapaian kompetensi yang diterapkan adalah minimal 75%.
Oleh karena itu, setiap kegiatan belajar mengajar diakhiri dengan penilaian pencapaian kompetensi
siswa dan diikuti rencana tindak lanjutnya.

A. Hasil dan Pembahasan


Menganalisis data hasil pretes dan postes siswa diperoleh rata-rata pretes adalah 44,86 dan
rata-rata pada postes 74,14. Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan pemahaman matematika
siswa melalui pendekatan problem posing dalam penyelesaian soal cerita lebih efektif.
Setelah siklus I berlangsung, hasil tes meningkat dengan nilai rata-rata siklus I sebesar 55,09
dan sebanyak lima belas orang siswa yang tuntas di atas KKM. Pada hasil tes siklus II, nilai rata-
rata siklus II meningkat sebesar 61,43 dan sebanyak dua puluh orang siswa yang tuntas, hasil cukup
besar dari nilai KKM yang ditentukan. Pada hasil tes siklus III , nilai rata-rata tes mengalami
peningkatan dibandingkan dengan nilai rata-rata sebelumnya yaitu 69 dan tiga puluh empat siswa
yang tuntas dari nilai KKM yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pembelajaran
matematika menggunkan pendekatan problem posing, siswa dapat memahami mengenai
penyelesaian soal cerita matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Pada hasil postes diperoleh nilai rata-rata lebih baik dibandingkan pretes yaitu 74,14 dan
seluruh siswa tuntas. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem posing
lebih efektif dan menunjukan keberhasilannya dilihat dari peningkatan kemampuan pemahaman
siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dibandingkan nilai pretes.
Pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan problem posing dalam upaya
meningkatkan pemahaman matematis siswa pada umumnya berjalan sesuai dengan rencana dan
tujuan pembelajaran yang diinginkan. Penulis juga melakukan uji gain ternormalisasi (Melzer.
2002) antara siklus I ke siklus II, siklus II ke siklus III, pretes ke postes, yang hasil rata-ratanya
secara berturut-turut adalah 0,26, 0,30, dan 0,56. Serta uji signifikan antara hasil pretes dan postes
menggunakan uji statistik uji t dengan taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan 34, maka nilai
ttabel adalah 2,032. Sehingga thitung>ttabel yaitu 29,01 > 2,032. Artinya, terjadi peningkatan pemahaman
matematika siswa yang signifikan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan problem
posing.
Data hasil tes tidak hanya dapat dilihat dari persentase pamahaman matematis saja, tetapi
juga dapat dilihat dari gain ternormalisasinya yang terdapat dalam Tabel 1
Tabel 1
Persentase Gain Ternormalisaasi
Siklus I-II Siklus II-III Pretes-Postes
Interpretasi
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Rendah 22 62,86% 17 48,57% 1 2,86%
Sedang 12 34,25% 17 48,57% 28 80%
Tinggi 1 2,86% 1 2,86% 6 17,14%
Rata-rata 0,26 0,30 0,56

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


52 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

Rata-rata gain ternormalisasi dari siklus I ke siklus II adalah 0,26 dengan interpretasi gain
ternormalisasi rendah, dari siklus II ke siklus III rata-rata gain ternormalisasinya 0,30 dengan
interpretasi gain ternormalisasi sedang dan dari pretes ke postes rata-rata gain ternormalisasinya
0,56 dengan interpretasi gain ternormalisasi sedang.
Gambar 2
Data Ketuntasan Belajar Siswa

40
35
30 Tuntas
25
20 Belum Tuntas
15
10
5
0
Siklus I Siklus II Siklus III Pretes Postes

Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa Hal ini menunjukkan bahwa


adanya kenaikan jumlah ketuntasan peserta pembelajaran matematika melalui pendekatan
didik pada setiap siklusnya. Analisis yang problem posing berhasil dan dapat
dapat dipaparkan adalah pembelajaran meningkatkan kemampuan pemahaman
matematika melalui pendekatan problem matematis siswa dalam mencapai ketuntasan
posing bisa meningkatkan ketuntasan belajar belajar siswa, karena terjadi peningkatan
siswa terlihat dari adanya perbedaan pada jumlah siswa yang memenuhi KKM.
setiap tes.
Data hasil pretes diperoleh gambaran A. Simpulan
sebanyak 28,57%siswa yang nilainya Pembelajaran melalui pendekatan
memenuhi KKM, siswa yang lainnya, masih problem posing dapat meningkatkan
dibawah KKM. Data hasil tes siklus I kemampuan pemahaman matematis siswa
diperoleh gambaran siswa yang memperoleh secara signifikan. Hal ini dibuktikan dengan
nilai yang memenuhi KKM sebanyak 42,86%. gain ternormalisasi yang menunjukan bahwa
Data hasil tes siklus II memperoleh gambaran rata-rata gain ternormalisasi ada peningkatan
sebanyak 57,14% siswa yang telah tuntas dari siklus I ke siklus II, siklus II ke siklus III
dalam memahami materi pembelajaran pada dan pretes ke postes. Hal serupa juga
siklus II.Data hasil tes siklus III memperoleh dibuktikan dengan uji signifikansi yang
gambaran terdapat97,14%siswa yang telah menunjukkan bahwa thitung>ttabel yaitu 29,01 >
tuntas dalam memahami materi pembelajaran 2,032. Artinya, terjadi peningkatan
pada siklus III.Data dari hasil postes (tes akhir) pemahaman matematika siswa yang
diperoleh gambaran siswa sebanyak 100% signifikan dalam pembelajaran matematika
yang tuntas. melalui pendekatan problem posing.

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon 53
Jurnal Euclid, vol.1, No.1

Selaras dengan apa yang diungkapkan Erlbaum Associates, Publishers.–


Cai & Hwang (2002) bahwa problem posing Christou, C., Mousoulides, N., Pittalis,
dapat digunakan untuk menjeneralisasi M., & Pitta-pantazi, D. (n.d.). Problem
masalah baru dan reformulasi masalah yang Solving and Problem Posing in a Dynamic
Geometry Environment, 2(2), 125143.
telah diberikan.
Ketuntasan belajar siswa dengan Hamdani. 2011. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
menggunakan pendekatan problem posing
dapat dilihat dari hasil postes dengan kriteria Herdi. 2010. Kemampuan Pemahaman
M a t e m a t i s . Te r d a p a t d i
untuk ketuntasan pada mata pelajaran
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/ke
matematika pada sekolah yang diteliti adalah mampuan-pemahaman-matematis/(20
56 dari skala 100. Dan dari hasil postes September 2011)
sebanyak 100% siswa memenuhi kriteria Meltzer. (2002). gain ternormalisasi.
ketuntasan minimal. T e r d a p a t d i
http://docstoc.com/docs/68059517/normalisa
si-homogenitas uji-tvaliditas-teliadilitas-
teliasbilitas gain. (10 Oktober 2011)
Muhfida. 2011. Pengertian Pendekatan
B. DaftarPustaka P ro b l e m p o s i n g . Te r d a p a t d i
Abdussakir. 2011. Pembelajaran http://muhfida.com/pengertian-pendekatan-
matematika dengan problem posing.Terdapat problem-posing/ (10 Oktober 2011; 14:55)
d i h t t p : / / b l o g . u i n - Sagala S. 2011. Konsep dan Makna
malang.ac.id/abdussakir/2011/03/04/pembela Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
jaran-matematika-dengan-problem-posing/
(10 Oktober 2011;15:53) Sudjana, N. 2006. Penelitian Hasil
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Andriani, D. 2006. Pembelajaran Rosdakarya.
Matematika dengan Pendekatan Problem
Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan
Koneksi Matematika Siswa SMP Negri 12 Disposisi Matematik. FPMIPA UPI.
Bandung. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sundari, A. W. 2008. Adaptasi Model
Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan. Children Learning In Science Pada
Arikunto, S. 2005. Manajemen Pembelajaran Matematika Dalam Upaya
Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Meningkatkan Kreativitaf Siswa. Skripsi pada
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA
Arumsari, D. 2010. Pengaruh UPI. Tidak diterbitkan.
pendekatan open-ended terhadap kemampuan
pemahaman matematis siswa sekolah Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar
menengah pertama. Skripsi pada jurusan Menganjar Disekolah. Jakarta PT Rineka
matematika FKIP UNSWAGATI. Tidak Cipta.
diterbitkan. Trianto. 2010. Panduan Lengkap
Brown, S. I., Walter, M. I., 2005. The Art Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Prestasi
Of Problem Posing The Third Edition. Pustakaraya.
Mahwah, New Jersey London: Lawrence

Jurnal Euclid, ISSN 2355-17101, vol.1, No.1, pp. 1-59


54 ©Prodi Pendidikan Matematika Unswagati Cirebon

Anda mungkin juga menyukai