Anda di halaman 1dari 53

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis
yang beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain . Penyebab luka bakar selain
karena api (secara langsung ataupun tidak langsung), juga karena pajanan suhu
tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau
akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat,2005).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama
terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh
terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol
suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam
proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah
hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar
dapat dicegah (Horne dan Swearingen, 2000).
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Dari kelompok ini 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat
jalan dan 100 ribu pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12 ribu orang
meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang
berhubungan dengan luka bakar lebih separuh dari kasus luka bakar dirumah
sakit seharusnya dapat dicegah. Perawat dapat memainkan peranan yang aktif
dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep
pencegahan dan mempromosikan undang undang tentang pengamanan
kebakaran. Asuhan keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi
luka bakar adalah penting untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Adalah
penting bagi perawat untuk memiliki pengertian yang jelas tentang perubahan
yang saling berhubungan pada semua sistem tubuh setelah cedera luka bakar
juga penghargaan terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka
2

bakar dan keluarganya. Hanya dengan dasar pengetahuan komprehensif


perawat dapat memberikan intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua
tahapan penyembuhan

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien dengan kegawatdaruratan Luka Bakar
Intrahospital

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami konsep pembuatan asuhan
keperawatan klien dengan kasus Fraktur Clavicula secara komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Luka Bakar Intrahospital
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi Luka Bakar Intrahospital
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Luka Bakar Intrahospital
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Luka Bakar
Intrahospital
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada Luka
Bakar Intrahospital
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pada klien dengan
Luka Bakar Intrahospital
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada Luka Bakar
Intrahospital
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis pada Luka Bakar
Intrahospital
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Web of Caution Luka Bakar
Intrahospital
10. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan pada Luka Bakar
Intrahospital
11. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
dengan Luka Bakar Intrahospital
3

12. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur perawatan pada klien


dengan Luka Bakar Intrahospital
13. Mahasiswa mampu menjelaskan metode resusitasi cairan pada
klien dengan Luka Bakar Intrahospital

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa
Melalui makalah ini mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pembelajaran terutama tentang pengetahuan
mahasiswa dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar
secara komperhensif.

1.4.2 Manfaat untuk profesi keperawatan


Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah keilmuan dalam
keperawatan terutama keperawatan kegawatdaruratan luka bakar.
sehingga mahasiswa dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari.

1.4.3 Manfaat lain


Makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan dalam melanjutkan
penelitian terkait dengan hubungan antara pengetahuan tentang luka
bakar.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Merupakan kerusakan jaringan akibat panas, listrik, radioaktif, zat korosif,


dan juga trauma yang merusak protein pada sel kulit.Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2001).
Luka bakar adalah trauma pada kulit atau jaringan yang disebabkan oleh panas
akibat paparan radiasi, aktivitas radioaktif, listrik, terpapar atau kontak dengan
bahan kimia, serta kerusakan pernapasan karena menghirup uap panas. Luka
bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi
berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang
intensif. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya
kontak dengan sumber panas/penyebabnya.

2.2 Klasifikasi

2.2.1 Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka

1. Luka Bakar derajat I


Disebut juga dengan luka bakar superfisial yang hanya mengenai
lapisan epidermis kulit. Contoh luka bakar derajat I adalah luka
bakar akibat sengatan matahari. Luka bakar derajat I ditandai dengan
rasa nyeri dan kemerahan tanpa blister karena hanya mengenai
epidermis. Nyeri timbul akibat adanya persarafan pada epidermis.
Luka bakar derajat I dapat sembuh dalam waktu 3-6 hari.

2. Luka bakar derajat II


Luka bakar derajat II memiliki 2 sub kategori yaitu superficial
partial-thickness dan deep partial-thickness. Pada derajat ini luka
5

mengenai epidermis hingga menembus dermis. Penyebab luka bakar


derajat II antara lain cairan panas, api, kilat/ petir, ataupun zat kimia.
a. Luka Bakar Derajat IIa (Superficial Partial-Thickness)
Luka bakar jenis ini mengenai seluruh dermis dan papila dermis.
Luka bakar ini biasanya berwarna merah terang, lembab,
permukaan yang mengkilap dengan disertai pembentukan
blister. Area yang terbakar akan memucat bila ditekan, dan
timbul sensasi nyeri jika ditekan.luka bakar ini akan sembuh
setelah minimal 21 hari dengan tidak meninggalkan bekas luka,
tetapi terdapat perubahan pigmen.
b. Luka Bakar Derajat IIb (Deep Partial-Thickness)
Luka bakar jenis ini mengenai seluruh dermis, dan menembus
lebih dalam pada dermis daripada superficial partial-thickness,
dengan folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat
epidermis tetap utuh. Permukaan luka bakar akan tampak pucat,
lunak, dan bisa lembab atau kering. Terdapat blister yang mudah
ruptur, atau blister dapat tampak datar seperti jaringan yang
tipis. CRT akan menurun, akan tetapi nyeri yang dirasakan lebih
ringan daripada superficial partial-thickness. Luka bakar ini
dapat sembuh setelah lebih dari 21 hari dan mungkin menjadi
luka bakar full-thickness jika terdapat nekrosis pada luka.
Kontraktur mungkin timbul akibat jaringan parut yanghipertrofi
dan terjadinya penurunan fungsi pada area luka.
3. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III (full thickness) mengenai epidermis, dermis,
hingga subkutan. Warnanya bisa berwarna merah ataupun
kehitaman (hangus). Luka bakar ini diakibatkan oleh kontak yang
lama dengan sumber panas. Luka akan tampak pucat, kuning, lunak,
coklat, burik, kehitaman (hangus), atau kemerahan tergantung
penyebabnya. Permukaan luka akan tampak kering, kasar, dan
tampak tegas jika disentuh. Akan tampak pembekuan pembuluh
6

darah di bawah luka dan tidak ada sensasi nyeri akibat kerusakan
reseptor saraf.
4. Luka Bakar Derajat IV
Luka bakar derajat IV mengenai seluruh lapisan kulit termasuk fasia
dan bisa menembus ke bawah lapisan kulit hingga ke otot, tulang,
bahkan otak.

2.2.2 Klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:

1. Thermal
Luka bakar thermal timbul karena adanya kontak dengan panas kering
(api) ataupun panas lainnya (uap dan cairan panas). Kontak langsung
dengan sumber panas mengakibatkan kerusakan sel yang
menimbulkan hangus pada pembuluh darah, tulang, otot, dan jaringan
saraf.

2. Zat Kimia
Luka bakar zat kimia disebabkan oleh kontak langsung dengan asam,
senyawa alkali, atau senyawa organik. Zat kimia mengakibatkan
kerusakan protein pada jaringan yang akan berubah menjadi nekrosis.
7

Luka bakar yang disebabkan oleh alkali sangat sulit untuk dinetralisir
daripada yang disebabkan oleh zat asam. Luka bakar akibat zat alkali
memiliki penetrasi yang lebih dalam sehingga mengakibatkan luka
yang lebih parah. Luka bakar yang disebabkan oleh senyawa organik
(seperti pretoleum distilates) mengakibatkan kerusakan jaringan kutan
dengan melarutkan lemak sehingga dapat berujung pada kegagalan
hati dan ginjal jika terabsorbsi. Keparahan dari luka bakar akibat zat
kimia ditentukan oleh tipe zat kimia, konsentrasi, mekanisme aksi zat,
durasi kontak dengan zat, dan seberapa luas permukaan tubuh yang
terpapar.
3. Listrik

Keparahan luka bakar yang disebabkan oleh paparan listrik ditentukan


oleh durasi paparan dan tinggi voltase. Penyebab luka bakar ini
digolongkan menjadi 3, yaitu low voltage (pada peralatan rumah
tangga) dengan 110-220 volts, intermediate voltage dengan 220-1000
volts, dan high voltage dengan lebih dari 1000 volts. Proses destruktif
yang dipicu oleh paparan listrik tersembunyi dan mungkin bertahan
selama berminggu-minggu setelah kejadian tersebut terjadi. Luka
bakar jenis ini memiliki entry dan exit wounds yang cenderung kecil
tetapi kerusakan jaringan yang ditimbulkan cukup luas. Listrik yang
masuk ke dalam tubuh akan mengikuti alur yaitu melalui otot, tulang,
pembuluh darah, dan saraf. Pembuluh darah yang rusak akan
mengakibatkan nekrosis pada jaringan, sekunder akibat adanya
pembekuan darah pada bagian yang terkena aliran listrik.
Luka bakar akibat arus bolak balik menimbulkan adanya lonjakan
listrik yang berakibat pada tetanic muscle contraction. Kontraksi otot
yang berkelanjutan ini dapat menghambat sistem respirasi sehingga
pasien mengalami respiratory arrest. Arus listrik dapat terjebak di
dalam tubuh sehingga durasi kontak memanjang.
Luka bakar voltase tinggi biasanya menyebabkan adanya entry dan
exit wounds.pada luka bakar akibat petir, terdapat flashover effect
8

yaitu di mana arus berjalan di atas permukaan kulit yang lembab dan
bukan melalui struktur yang lebih dalam.
Pasien yang mengalami kontak dengan arus listrik dalam waktu yang
cukup lama dapat mengalami compartment syndrome, myocardial
injury, fraktur pada tulang panjang, dan adanya pigmen bebas yang
dapat menyebabkan kegagalan hati dan ginjal.
4. Radiasi
Luka bakar akibat radiasi biasanya hanya mengenai area superficial
yaitu pada permukaan terluar dari epidermis. Paparan yang lebih

Tipe Penyebab
Thermal Api
Uap
Cairan panas (air, tar, metal)
Kimia Asam
Alkali kuat
Senyawa organik
Elektrik Arus searah
Arus bolak balik
Petir
Radiasi Matahari (UV)
x-ray
Agen radioaktif
besar dari radiasi adalah paparan ledakan nuklir yang mengakibatkan
kerusakan jaringan pada banyak sistem dengan berbagai tipe luka
bakar.
5. Cold Injury (Frostbite)
Frostbite adalah cedera dingin lokal dengan jumlah kerusakan
jaringan yang paling tinggi. Mekanisme lukanya adalah adanya
kematian sel sekunder akibat paparan suhu dingin dan atau adanya
iskemia dermis progresif.
9

2.2.3 Berikut adalah klasifikasi luka bakar berdasarkan pada keseriusan luka:

1. Luka Bakar Minor


Yang termasuk ke dalam luka bakar minor adalah selain luka bakar
akibat sengatan listrik, inhalation injury, luka komplikasi (seperti
multiple trauma), dan pasien yang dapat dikategorikan beresiko tinggi
(seperti lansia dan pasien dengan penyakit kronis). Luka bakar
dikategorikan minor apabila luka partial-thickness yang mengenai
kurang dari 15% TBSA (Total Body Surface Area)pada dewasa atau
luka full-thickness yang mengenai kurang dari 2% TBSA tidak
termasuk area dengan penanganan khusus seperti mata, telinga, wajah,
tangan, kaki, sendi, dan perineum.
2. Luka Bakar Moderate/ Sedang
Yang termasuk ke dalam luka bakar sedang adalah selain luka abkar
akibat sengatan listrik. Inhalation injury, luka komplikasi (seperti
multiple trauma), dan pasien yang dapat dikategorikan beresiko tinggi
(seperti lansia dan pasien dengan penyakit kronis). Luka bakar
dikategorikan sedang apabila kedalaman luka partial-thickness
mengenai 15% hingga 20% TBSA dewasa atau luka full-thickness
kurang dari 10% TBSA tidak termasuk area dengan penanganan
khusus seperti mata, telinga, wajah, tangan, kaki, sendi, dan perineum.
3. Luka Bakar Mayor
Yang termasuk ke dalam kategori luka bakar mayor adalah luka bakar
yang mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki, dan perineum, luka
bakar akibat sengatan listrik, inhalation injury, multiple-trauma
injuries, dan pasien yang dikategorikan memiliki resiko tinggi. Luka
bakar mayor adalah apabila luka partial-thickness lebih dari 25%
TBSA dewasa atau full-thickness 10% atau lebih dari TBSA.
2.3 Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh
melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik (Nurarif & Kusuma, 2015).

Berdasarkan perjalanan penyakitnya:


10

1.Fase akut
a. Pada gangguan saluran nafas karena adanya cidera inhalasi dan
gangguan sirkulasi.
b. Gangguan keseimbangan sirkluasi cairan dan elektrolit akibat cidera
termis bersifat sistemik.
2.Fase sub akut
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya)
menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh
disertai panas/energi.
3.Fase lanjut
Timbulnya penyulit pada luka bakar berupa parut hipetrofik, kontraktur
dan deformitas lainnya.

Etiologi luka bakar antara lain :


1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) : Luka bakar thermal disebabkan
oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan
padat (solid).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn) : Luka bakar kimia disebabkan
oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi
zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. luka bakar kimia dapat
terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical burn) : Lewatnya tenaga listrik
bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahannya menjadi
tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai
kulit dan jaringan sub kutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur alur
listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak
dengan sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan
kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera
11

daripada tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan


jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal sering
diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah
masuknya arus listrik biasanya gosong dan tampak cekung.
4. Luka bakar radiasi (Radiasi injury) : Luka bakar radiasi disebabkan oleh
terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari
sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.
Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. (Rahayuningsih, 2012).

Penyebab luka bakar meliputi :


1. Luka bakar suhu tinggi (termal burn)
2. Luka bakar kimia (chemical burn)
3. Luka bakar listrik (Electrical Burn)
4. Luka bakar radiasi
5. Luka bakar suhu dingin (Frostbite) (Kowalak, Jenifer, 2011).

2.4 Patofisiologi

Pemahaman mengenai patofisiologi dari luka bakar penting untuk managemen.


Secara umum, respon tubuh terhadap cedera termis dapat dibagi menjadi
respon lokal dan sistemik:

1. Respon Lokal
Berdasarkan penelitian oleh Jackson pada tahun 1947, terdapat 3 zona
pada luka bakar:
a) Zona Koagulasi: Kerusakan jaringan pada zona ini sudah tidak dapat
diperbaiki karena protein penyusun jaringan tersebut sudah
mengalami koagulasi. Zona ini melambangkan kerusakan maksimal
akibat cedera termis.
b) Zona stasis: Jaringan pada zona ini masih dapat diselamatkan,
namun sudah terdapat penurunan perfusi di jaringan yang
12

mengelilinginya. Perfusi di jaringan inilah yang berusaha


ditingkatkan saat resusitasi luka bakar, sekaligus mencegah
kerusakan menjadi ireversibel. Perlu diwaspadai bahwa adanya
komorbid seperti hipotensi berkepanjangan, infeksi, maupun edema,
memiliki potensi menjadikan jaringan di zona stasis rusak secara
permanen.
c) Zona hyperemia: Perfusi jaringan ditemukan tertinggi pada zona
hiperemia, yang merupakan zona terluar dalam luka bakar. Jaringan
pada zona ini biasanya akan mengalami perbaikan. Namun, adanya
perburukan kondisi sistemik seperti sepsis atau hipoperfusi jangka
panjang dapat mengganggu proses perbaikan jaringan pada zona
hiperemia.
2. Respon Sistemik
Efek sistemik muncul dipengaruhi oleh pelepasan sitokin dan mediator
inflamasi terutama setelah area luka bakar mencapai 30% dari total luas
permukaan tubuh/ total body surface area (TBSA).

2.4.1 Perubahan Kardiovaskular


Perubahan kardiovaskular akan terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Hal ini berakibat pada perpindahan protein dan cairan
intravaskuler ke jaringan interstisial. Sebagai respon peningkatan
permeabilitas, akan terjadi pula vasokonstriksi perifer dan splangnikus,
sementara kontraktilitas miokard menurun. Kejadian ini dipengaruhi
oleh dilepaskannya mediator inflamasi tumour necrosis
factor α (TNF α). Semua perubahan yang telah disebutkan, ditambah
dengan hilangnya cairan dari zona luka, dapat berakibat hipotensi
sistemik dan hipoperfusi end organ.
Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diataranya
penurunan cardiac output, yang disebabkan karena kehilangan cairan
plasma. Perubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan
dan perubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas.
Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke
13

ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan


cairan menyebabkan hypovolemia dan jika tidak di tanggulangi dapat
menyebabkan pasien jatuh pada shock hypovolemia. Kehilangan cairan
intravaskular menyebabkan peningkatan hematokrit dan kerusakan sel
darah merah. Luka bakar juga menyebabkan kerusakan pada fungsi dan
lama hidup platelet.
Secara khusus, gangguan sirkulasi yang telah disebutkan di atas
dimediasi oleh 4 mekanisme; (1) perubahan integritas membran
mikrovaskular, (2) perubahan hukum Starling, (3) gangguan
perfusi/syok selular, dan (4) evaporative heat loss.
1. Perubahan integritas membran mikrovaskular diawali dengan
cedera termis yang mengaktivasi pelepasan mediasi pro inflamasi
seperti histamin. Hal ini kemudian mengaktivasi faktor komplemen
yang mempromosikan perlekatan Polymorphonuclear (PMN) ke
endotel. Endotel yang mengalami inflamasi kemudian melepaskan
radikal bebas yang kemudian diikuti peroksidasi lipid. Rangkaian
kejadian ini kemudian mengaktivasi kaskade koagulasi dan
pelepasan sitokin (IL1, TNF alfa). Secara keseluruhan endotel yang
mengalami inflamasi kemudian mengalami perubahan bentuk
menjadi membulat. Hal ini menyebabkan jarak interstitial melebar
dan permeabilitas kapiler meningkat.
2. Perpindahan cairan yang diakibatkan peningkatan permeabilitas
kapiler juga diatur oleh Hukum Starling. Berdasarkan hukum
tersebut, perpindahan cairan bergantung dari gradien tekanan
hidrostatik yang berlawanan dengan tekanan osmotik dari jaringan
koloid.
3. Keluarnya cairan dari intravaskuler menyebabkan hipovolemia
intravaskular yang berujung gangguan perfusi (hipoksia) pada
organ yang kemudian dapat berakibat cedera reperfusi dan syok.
4. Kehilangan kulit sebagai barrier akibat cedera termis juga
menyebabkan evaporative heat loss yang memperparah
keseluruhan gangguan perfusi.
14

Gambar: Patofisiologi perubahan kardiovaskular yang menjembatani peningkatan


permeabilitas intravaskular.
2.4.2 Perubahan Respiratori
Perubahan respiratori mediator inflamasi menyebabkan
bronkokonstriksi, dan kasus luka bakar yang berat dapat menyebabkan
sindroma gagal napas (respiratory distress).
Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap.
Hyperventilasai biasanya berhubungan dengan luas luka bakar.
Peningkatkan ventilasi berhubungan dengan keadaan hypermetabolik,
takut, cemas, dan nyeri.
2.4.3 Perubahan Metabolik
Perubahan laju metabolik basal (basal metabolic rate BMR)
meningkat hingga tiga kali dari BMR normal. Hal ini, terutama jika di
ikuti oleh hipoperfusi splanchnic, mengakibatkan proses katabolisme
yang hebat.
Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka
bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka
bakar sampai dengan luka bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme
15

juga terjadi karena cidera itu sendiri, intervensi pembedahan, dan


respon stress. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan
karena keseimbangan nitrogen yang negatif, kehilangan berat badan,
dan penurunan penyembuhan luka. Peningkatan katekolamin
(epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan karena respon terhadap
stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat
menyebabkan hyperglikemia.
2.4.5 Perubahan Imunologi
Perubahan imunologi terdapat penurunan respon sistem imun
yang non-spesifik, baik melalui jalur cell-mediated maupun humoral.
Dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekanisme
pertahanan pertama terhadap infeksi. Luka bakar luas dapat
menyebabkan penurunan IgA, IgG, dan IgM.
Jika luka bakar disebabkan oleh cedera elektrik, aliran listrik akan
mengalir dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan di antara titik
masuk (entry) dan titik keluar (exit) listrik. Di dalam tubuh, aliran listrik
akan menghasilkan panas, sebesar 0,24 x (voltase) squared x resistensi.
Selanjutnya, panas yang ditimbulkan akan merusak jaringan dan
menyebabkan perubahan fisiologi tubuh seperti yang sudah dijelaskan
di atas. Cedera yang disebabkan di dalam tubuh akan bergantung dari
voltase aliran listrik.
2.4.6 Gastrointestinal
Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah
pembengkakan lambung, ulkus peptikum, dan ileus paralitik. Respon
ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan,
imobilisasi, penurunan motilitas lambung, dan respon terhadap stress.
2.4.5 Renal
Insufisiensi renal akut dapat terjadi karena hypovolemia dan
penurunan cardiac output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya
pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal
dan glomerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena
listrik dapat menyebabkan kerusakan langsung atau pembentukan
16

myoglobin casts (karena kerusakan otot) yang dapat menyebabkan


nekrosis tubular renal akut.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Schwartz (2000) & Engram (2000), Kidd (2010), pemeriksaan


diagnostik pada penderita luka bakar meliputi :

A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia perlu diperoleh
segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
2) Koagulasi, untuk memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif
3) Konsentrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada
konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) dicurigai adanya trauma inhalasi.
PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase
lanjut.
4) Karboksihemoglobin (COHb) perlu segera diukur oleh karena
pemberian oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon
monoksida yang dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb
akan menurun setelah penderita menghirup udara normal. Pada kadar
COHb 35-45% (berat), bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar
COHb masih pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15%
setelah 3 jam kejadian ini merupakan bukti kuat adanya trauma inhalasi.
5) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa adanya peningkatan kalium
dalam kurun waktu 24 jam pertama karena hal ini dapat menyebabkan
henti jantung.
6) Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma
terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder akibat
peningkatan permeabilitas kapiler.
7) Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar yang dalam dan luas.
8) BUN dan kreatinin, untuk mengkaji fungsi ginjal.
17

B. Pemeriksaan Diagnostik

1) Rontgen dada: Semua pasien sebaiknya dilakukan rontgen dada,


tekanan yang terlalu kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis,
serta fraktur iga dapat menimbulkan pneumothoraks atau hemathoraks.
Pasien yang juga mengalami trauma tumpul yang menyertai luka bakar
harus menjalani pemeriksaan radiografi dari seluruh vertebrata, tulang
panjang, dan pelvis.
2) Bronkoskopi membantu memastikan adanya cedera inhalasi asap
3) Elektrokardiogram (EKG): terutama diindikasikan pada luka bakar
listrik karena disritmia jantung adalah komplikasi yang umum terjadi
4) CT scan: mendeteksi adanya perdarahan intrakarnial pada pasien
dengan penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik.

2.6 Penatalaksanaan Pasien Luka Bakar Intrahospital


a) Penatalaksanaan Pre Hospital :

Luka bakar termal (api)


1. Padamkan api dengan cara berhenti, menjatuhkan atau berguling.
2. Siram dengan air
3. Gunakan semprotan pemadam api

Luka Bakar listrik


1. Matkan sumber listrik.
2. Pindahkan dan pastikan lokasi aman.
3. Berikan RJP sesegera mungkin ketika dibutuhkan.

Luka Bakar Kimia.

Berat / ringannya trauma tergantung :


18

1. bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma

Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan ras nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Indenifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.

Radiasi
1. Bungkus permukaan kulit dengan baik agar tidak terkena sinar
matahari.
2. Kurangi kontak dengan X-ray
3. Jauhkan dari pusat radiasi
4. Konsultasikan pada ahlinya

Cold injury (frostbite)


1. Hangatkan seluruh tubuh.
2. Minum banyak air putih
3. Merendam di air hangat selama 20 menit dengan suhu 38° - 45 °C
(100° - 112 °F)
4. Hindari paparan udara dingin.

Luka Bakar Tanpa Distres Pernapasan :


1. Intubasi / pipa endotrakeal.
2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit
19

3. Penghisapan secret secara berkala.


4. Humidifikasi dengan nebulizer.
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi)
6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan

A. Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.


B. Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit),
sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan,
perubahannilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (8jam
pertama . 24 jam sampai 4-5 hari.
C. Pemeriksaan :
1. Analisa gas darah
a. pada saat pertama kali (resusitasi)
b. 8 jam pertama
c. Setelah 24 jam kejadian
d. Selanjutnya sesuai kebutuhan
2. foto toraks 24 jam pasca kejadian.
3. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada
masalah pada jalan napas.
4. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di bed
observasi
5. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat

Luka Bakar Dengan Distress Pernapasan


Kasus ini diperlakukan secara khusus. Untuk mengatasi masalah
distress pernapasan yang dijumpai :
1. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa
kanul trakeostomi.
2. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.
3. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta
bronchial washing.
4. Humidifikasi dengan nebulizer.
20

5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi setiap 6 jam.


6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.
A. Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)
B. Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali /
menit), sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan,
perubahan hasil pemeriksaan analisis gas darah 98 jam
pertama). Gambaran hasil infitrat paru dijumpai > 24 jam
samapi 4-5 hari.
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah
pernapasan telah diatasi.
8. Kasus ini dirawat pada bed observasi dengan posisi duduk atau
setengah duduk.
9. Pelaksanaan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat.
Pemeriksaan tambahan :
1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah
3 jam dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar
COHb lebih dari 15 % setelah 3 jam kejadian bukti kuat terjadi
taruama inhalasi.
2. Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen
50%, FiO2 = 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2
biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase
lanjut.
3. Foto Toraks biasanya normal pada fase awal
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik –
bintik pendarahan dan ulserasi diagnosa trauma inhalasi.
5. Tes Fungsi paru
21

b) Penatalaksanaan Intra Hospital


1. ABCDEF
Airway, menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan
bernafas dengan bebas? Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi
netral

Breathing, Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang


apakah jalan nafas bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka
lakukan :
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan

Circulation, Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai


ulang apakah jalan nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi
tidak memadai maka lakukan :
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
 Berikan infus cairan

Disability, Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar,


hanya respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale.
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS =
22

Exposure, Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat


dicari semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera
leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus
dikerjakan. Namun harap berhati-hati apabila pakaian akhirnya
menempel pada kulit akibat terkena luka bakar.

Folley Catheter, pemasangan folley catheter untuk monitor jumlah


urin yang diproduksi. Lakukan pencatatan jumlah urin/jam.

2. Resusitasi cairan
Pada luka bakarberat / mayor terjadi perubahan permeabilitas
kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein
dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial
mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat,
menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan /organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas
kapiler yang hamper menyeluruh, terjadi penimbunan cairan masif
di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume
cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan
menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan
ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi
dalam waktu singkat, untuk mencega kerusakan sel dan organ
bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.
23

Metode rule of nine


Dalam luka bakar dikenal beberapa metode yang digunakan
untuk mengukur seberapa luas luka bakar yang dialami seseorang.
Diperlukan luka bakar dengan luas > 10% untuk mendapatkan
resusitasi cairan. Secara umum, ada 2 jenis cairan yang digunakan
dalam prosedur resusitasi yakni cairan kristaloid dan cairan koloid.
Kristaloid merupakan cairan isotonik yang aman dan efektif
digunakan karena memiliki osmolaritas yang sesuai dengan cairan
tubuh, tidak memengaruhi efek osmotik cairan, dan cenderung
meninggalkan kompartemen intravaskuler (digunakan unruk
resusitasi pada kompartemen ekstravaskuler). Sedangkan cairan
koloid adalah larutan dengan berat molekul yang tinggi sehingga
memengaruhi osmotik kapiler. Koloid cenderung berada didalam
kompartemen intravaskuler.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal
beberapa formula berikut :
 Evans Formula
 Brooke Formula
 Parkland Formula
 Modifikasi Formula
24

 Monafo Formula

BAXTER formula
Hari Pertama / 24 jam pertama
Dewasa :
Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak :
Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.


½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua/24 jam berikutnya


Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

o Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka


bakar 25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
o 24 jam kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan
selama hari pertama
25

o Awasi pasien dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi,


frekuensi napas, tekanan darah dan jumlah air seni)
o Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia
atau pada luka-bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan
darah.

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :


1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc


Hari I 8 jam X ½
16 jam X ½
Hari II ½ hari I
Hari ke III ½ hari ke II

2.7 MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT


Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan
fisik meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah
prosedur yang harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan
laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn
keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu
pada saat di triage, selama resusitasi (0-72 jam pertama) dan pos resustasi.
I. Triage – Intalasi Gawat Darurat
A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai
dan dilakukan segera diatasi adakah problem airway, breathing,
sirkulasi yang segera diatasi life saving. Penderitaluka bakar dapat
pula mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.
B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi,
nadi, rectal temperature. Monitoring jantung terutama pada
26

penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia ataupun sampai


terjadi cardiac arrest.
C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat
dilakukan pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur
dan dicatat tiap jam. Observasi urine diperiksa warna urine terutama
pada penderita luka bakar derajat III atau akibat trauma listrik,
myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine menunjukkna adanya
kerusakaan yang hebat.

2.8 MONITORING DALAM FASE RESUSITASI (SAMPAI 72 JAM)


1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah
resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50
cc urine/jam.
2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau
meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita.
Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar
glukosa urine.
3. Vital Sign
4. pH darah.
5. Perfusi perifer
6. Laboratorium
a. serum elektrolit
b. plasma albumin
c. hematokrit, hemoglobin
d. urine sodium
e. elektrolit
f. liver function test
g. renal function tes
h. total protein / albumin
i. pemeriksaan lain sesuai indikasi
7. Penilaian keadaan paru
27

Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui


adanya perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya
secret, wheezing, atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi.
Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.
8. Penilaian gastrointestinal.
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi
untuk mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya
darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.
9. Penilaian luka bakarnya.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan
berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih
perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

2.9 Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus


7. Luka Bakar Listrik.
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan
jaringan tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut :
a. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan
energi dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui
bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah /
pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan
kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat
bersifat ekstensif local maupun sistemik (otak/ensellopati,
jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan
sebagai berikut).
b. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi
api.
c. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat
diperkirakan
d. luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh
darah disepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis,
akulasi kapiler).
28

I. PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
a. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
b. Pakaian dan perhiasan dibuka
c. Periksa titik kontak
d. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
e. Pemeriksaan neurologist
f. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
g. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.
C. RESUSITASI
a. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/
luas luka bakar.
b. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output
dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi
jernih.
c. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat
sampai pH > 6,0 Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
a. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
b. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai
Advanced Cardiac Live Support.

II. MONITORING POST RESUSITASI (72 jam pascatrauma)


Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti
meliputi observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu :
29

1) Cairan – elektrolit
2) Keadaan luka bakarnya
3) Kondisi potensial infeksi
4) Status nutrisi / gizi

8. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi


i. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)
ii. Luka bakar mengenai daerah muka / wajah
iii. Dapat merusak mukosa jalan napas
iv. Edema laring hambatan jalan napas.
A. Pemeriksaan tambahan :
a. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3
jam dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb
lebih dari 15 % setelah 3 jam kejadian : bukti kuat terjadi trauma
inhalasi.
b. GasDarah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%,
FiO2 = 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya
normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
c. Foto Toraks biasanya normal pada fase awal
d. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik
pendarahan dan ulserasi diagnosa trauma inhalasi.
e. Tes Fungsi paru
B. PENATALAKSANAAN
1. Tanpa Distres Pernapasan :
1) Intubasi / pipa endotrakeal.
2) Pemberian oksigen 2-4 liter / menit
3) Penghisapan secret secara berkala.
4) Humidifikasi dengan nebulizer.
5) Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi)
30

6) Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan


7) Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.
8) Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit),
sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan,
perubahannilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (8jam pertama
. 24 jam sampai 4-5 hari.
C. Pemeriksaan :
1) Analisa gas darah
a. pada saat pertama kali (resusitasi)
b. 8 jam pertama
c. Setelah 24 jam kejadian
d. Selanjutnya sesuai kebutuhan
2) Foto toraks 24 jam pasca kejadian
a. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah pada
jalan napas.
b. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di bed observasi
c. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat

2. Dengan Distres Pernapasan


Kasus ini diperlakukan secara khusus.Untuk mengatasi masalah distress
pernapasan yang dijumpai :
a. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa
kanul trakeostomi.
b. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.
c. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta
bronchial washing.
d. Humidifikasi dengan nebulizer.
e. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi setiap 6 jam.
f. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.
a) Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)
b) Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali /
menit), sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan,
31

perubahan hasil pemeriksaan analisis gas darah 98 jam


pertama). Gambaran hasil infitrat paru dijumpai > 24 jam
samapi 4-5 hari.
g. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah
pernapasan telah diatasi. kasus ini dirawat pada bed observasi
dengan posisi duduk atau setengah duduk. Pelaksanaan di ruang
resusitasi instalasi gawat darurat.

3. Luka Bakar Bahan Kimia


Berat / ringannya trauma tergantung :
a. Bahan
b. Konsentrasi
c. Volume
d. Lama kontak
e. Mekanisme trauma
A. Penatalaksanaan :
a) Bebaskan pakaian yang terkena
b) Irigasi dengan air yang kontinu
c) Hilangkan ras nyeri
d) Perhatikan airway, breathing dan circulation
e) Indenifikasi bahan penyebab.
f) Perhatikan bila mengenai mata.
g) Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.

4. Luka Bakar dengan kehamilan


a. Hati –hati terhadap komplikasi
b. Komplikasi pada ibu dan janin
c. Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari
kehamilan.
A. Penatalaksanaan:
1) Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada
ibu dan janin
32

2) Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler


pada uterus, mengurangiuterus blood flow dan oksigen ke janin
menurun.
3) Monitoring janin
4) Konsultasi dengan spesialis kandungan

2.10 TERAPI PEMBEDAHAN PADA LUKA BAKAR

I. Eksisi dini tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris


(debridement) yang dilakukan dalam waktu < 7 hari pasca cedera
termis. Untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat
III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”).

II. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial

III. Skin grafting

Tujuan dari metode ini:

• Menghentikan evaporate heat loss

• Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan


waktu

• Melindungi jaringan yang terbuka

Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan


secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft

Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor, kulit donor tersebut


dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1
sampai 1 : 6) dengan mesin.  mess grafting.
33

Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan
dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.

Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin


‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit
donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:

1. Kulit donor setipis mungkin

2. Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang


dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :

• Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut


tekan)

• Drainase yang baik

2.11 Komplikasi
1. Sejumlah komplikasi bisa saja terjadi, dan infeksi adalah komplikasi yang
paling sering muncul. Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari
yang paling sering sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar
dapat meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan
pernafasan. Faktor risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih
dari 30% LPB, luka bakar ketebalan lengkap, usia, serta luka bakar yang
terjadi pada kaki atau perineum. Pneumonia umumnya terjadi pada klien
dengan cedera inhalasi.
2. Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih dari
10% sering ditemukan. Luka bakar karena listrik bisa menyebabkan
sindrom kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot.
Penggumpalan darah dalam vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga
25% orang. Keadaan hipermetabolik yang mungkin tidak sembuh selama
34

bertahun-tahun setelah luka bakar berat menyebabkan penurunan kepadatan


tulang dan hilangnya massa otot.
3. Keloid bisa terjadi sebagai akibat dari luka bakar, terutama pada orang yang
berusia muda. Setelah mengalami luka bakar, anak-anak mungkin
mengalami trauma dan mengalami stress paska trauma. Bekas luka juga bisa
mengakibatkan gangguan citra tubuh.

2.12 Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar tergantung:
a. Dalam dan luasnya permukaan luka bakar
b. Penanganan sejak awal hingga penyembuhan
c. Letak daerah yang terbakar
d. Usia dan keadaan kesehatan penderita
e. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul
pada luka bakar: gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.
35

2.13 WOC Arus Listrik Radiasi Api Bahan Kimia Asap

Luka Bakar Kerusakan Penurunan IgA, MK : Risiko


Kulit IgG, dan IgM Infeksi
Perlekatan PMN Kaskade Pelepasan
Cedera Pelepasan Mediator dengan Endotel Pelepasan Radikal
koagulasi Sitokin (IL1,
Termis pro-inflamasi akibat aktivasi faktor Bebas +
diaktivasikan TNF)
(Histamin) komplemen peoksidasi lipid
Kehilangan
cairan Sirkulasi
GFR Plasma pindah ke Permeabilitas
plasma darah
ruang intetisial Kapiler
Cardiac Output
Respon RAA
Aliran darah
Volume darah Hipovolemia Vasokontriksi
ke usus
Retensi natrium perifer &
MK : Risiko splangnikus
MK : Syok Ileus Shock
Retensi cairan
Hipovolemik Intestinal
Suplai darah
MK : Risiko
MK : yang tidak
Ketidakseimbangan cairan
Disfungsi GI maksimum

MK : Gangguan Sirkulasi Tekanan Darah


Spontan
36

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum


A. Pengkajian
1. Identitas meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, no
register, diagnosa medik dll.
2. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji
keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka bakar
karna kimia, radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda
lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas?
(biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat.
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan
nyeri sebelumnya atau berbeda.
3. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
37

4. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien


mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,
pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal
ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera
inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung
kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak
dan Gallo, 1996).
5. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang
kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien
seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.

B. Pengkajian Umum
1. Penilaian keadaan umum klien.
A. Airway (jalan napas): adanya sumbatan yang terbentuk akibat edema
mukosa jalan nafas dan sekret yang diproduksi berlebihan
(hiperekskresi), pada luka bakar kritis biasanya disertai trauma inhalasi
sedangkan pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Kaji
adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami
trauma inhalasi). Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien
perlu dilakukan intubasi atau trakheostomi)
B. Breathing (pernapasan): adanya kesulitan bernafas, masalah pada
pengembangan dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara
nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
C. Circulation (sirkulasi): warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi
meningkat.
2. Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya
fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal
ginjal, dll) dan penyebab luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui
secara akurat tingkat kedalamannya).
38

3. Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang
CVP (kolaborasi dengan dokter).
4. Pasang kateter urine.
5. Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
6. Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan
sesuai formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama.
Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan
sisanya (disesuaikan dengan produksi urine tiap jam)
7. Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan. Pada klien yang mengalami trauma
inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat
bronkodilator.
8. Periksa lab darah
9. Berikan suntikan ATS/Toxoid.
10. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
11. Perawatan luka.
a) Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
b) Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c) Selimuti pasien dengan selimut steril
12. Pemberian obat-obatan (kolaborasi dengan dokter): Antasida H2 antagonis,
Roborantia (vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic.
13. Mobilisasi secara dini (range of motion).
14. Pengaturan posisi.

C. Pemeriksaan Fisik (ROS)


1. Breathing
Kaji adanya tanda distres pernapasan, seperti rasa tercekik, tersedak, malas
bernafas, atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atu
tenggorokan, hal ini menandakan adanya iritasi pada mukosa.Adanya sesak
napas atau kehilangan suara, takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti
krepitasi atau ronchi. (Sjaifuddin, 2006).
2. Blood
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
39

menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami


defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi
oksigen ke jaringan (syok). Sjaifuddin (2006).
3. Brain
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian (Huddak dan
Gallok, 1996) .
4. Bladder
Haluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran
darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron (Hudak dan
Gallok, 1996).
5. Bowel
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan
mual. Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal dengan
Curling’s biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar (Hudak dan
Gallok, 1996).
6. Bone
Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain misalnya mengalami
patah tulang punggung atau spine.
D. Analisa Data
Data Etio Masalah
DS: Pasien mengeluh sesak Luka bakar Pertukaran Gas
DO: Tampak kesulitan ↓
tidak efektif
bernafas/sesak
Vasodilatasi Pembuluh
Darah
a. Gerakan dada tidak

simetris
b. Pola napas cepat dan Penyumbatan sal. Nafas
dangkal bagian atas
c. TTV :
d. TD: hipotensi, ↓
e. Nadi: Takikardi,
Edema paru
f. RR: Takipnea

Hiperventilasi

Gangguan pertukaran gas
40

DS : Pasien merasa haus Hipermetabolik MK: Hypovolemia


DO ↓ (devisit volume
1. Penurunan turgor kulit / Renal cairan intraseluler)
lidah ↓
2. Membran mukosa/ kulit Hipovolemia
kering ↓
3. Peningkatan denyut nadi, Penurunan GFR
penurunan tekanan darah, ↓
penurunan volume/ Respon RAA
tekanan nadi ↓
4. Pengisian vena menurun Retensi Natrium
5. Perubahan status mental ↓
6. Konsentrasi urin Penumpukan cairan
meningkat intrasel
7. Temperatur tubuh ↓
meningkat Defisit volume cairan
8. Kehilangan berat badan intraseluler
secara tiba - tiba
9. Penurunan urine out put
10. HMT meningkat
11. Kelemahan

E. Diagnosa Keperawatan
1. Pertukaran gas tidak efektif b.d kerusakan jalan napas
2. Hipovolemia berhubungan dengan penumpukan cairan intrasel dan retensi
natrium
F. Intervensi Keperawatan
Diagnose 1: Pertukaran gas tidak efektif b.d kerusakan jalan napas (00030)

NOC NIC
41

Setelah dilakukan tindakan 1x 24 jam Aspiration Precaution


keperawatan pasien mendapatkan 1..Mengkaji tanda-tanda distress nafas,
oksigenasi yang adekuat. bunyi, frekuensi, irama, kedalaman nafas.
2.Monitor tanda-tanda hypoxia
(agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
Kriteria hasil: 3.Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar
oksihemoglobin, hasil oximetri nadi,
1. RR 12-24 x/mnt 4.Kolaborasi dengan tim medis untuk
2. Warna kulit normal pemasangan endotracheal tube atau
3. GDA dalam renatng normal tracheostomi tube bila diperlukan.
5.Kolabolarasi dengan tim medis untuk
Tidak ada kesulitan bernafas pemasangan ventilator bila diperlukan.
6.Kolaborasi dengan tim medis untuik
pemberian inhalasi terapi bila diperlukan

Diagnose 2: Hipovolemia berhubungan dengan penumpukan cairan intrasel dan


retensi natrium

NOC NIC
Shock Severity: Hypovolemic (0419) Hypovolemia Management (4180)
Domain-Physiologic Health (II) Class- 1. Dorong asupan cairan oral, kecuali
Cardiopulmonary (E) kontraindikasi.
1. Fluid balance 2. Berikan larutan isotonik IV yang
2. Hidrasi ditentukan (misal Garam biasa
3. Status nutrisi: Intake makanan dan atau larutan Ringer laktat) untuk
cairan rehidrasi ekstraselular pada
laju alir yang sesuai
Kriteria hasil:
3. Berikan larutan hipotonik IV yang
1. Mempertahankan urin output
ditentukan (misalnya, dekstrosa 5%
sesuai dengan usia dan BB, Bj
dalam air atau 0,45% natrium klorida)
urine normal
untuk rehidrasi intraselular.
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
pada laju alir yang tepat, jika sesuai
dalam batas normal
4. Mengadministrasikan suspensi koloid
yang ditentukan (Misalnya Hespan,
42

3. Tidak ada tanda dehidrasi, elastis albumin, atau Plasmanate) untuk


turgor kulit baik, membran penggantian volume intravaskular
mukosa lembab, tidak ada rasa 5. Pantau adanya hipervolemia dan edema
haus yang berlebihan paru selama rehidrasi IV
4. Orientasi terhadap waktu dan 6. Pantau volume cairan setiap hari secara
tempat baik teratur dan pantau perubahannya
5. Jumlah dan irama pernafasan 7. Pantau status hemodinamik (HR, BP,
dalam batas normal MAP, CVP, Cl, jika tersedia)
6. Elektrolit, Hb, HMT, dalam batas 8. Pantau hipotensi ortostatik dan pusing
normal sat berdiri
7. pH urine dalam batas normal 9. Awasi sumber kehilangan cairan
8. Intake oral dan intravena adekuat 10. Anjurkan pasien untuk menghindari
perubahan posisi yang cepat, terutama
dari telentang hingga duduk atau berdiri
11. Pantau rongga mulut untuk membran
mukosa kering dan / atau retak
43

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus

Seorang pasien bernama Tn. S berusia 27 tahun dengan BB 60 kg


datang ke RSUA jam 11.00 pagi karena terkena ledakan tabung gas LPG.
Kejadian pasien terluka bakar pada jam 08.00. Daerah luka bakar terjadi
pada sebagian besar dada klien ( Nilai : 18%). Saat datang ke RSUA, klien
merintih kesakitan saat di kaji skala nyeri 5. Klien juga mengeluhkan sesak,
batuk-batuk, serta klien merasa lemas. Pasien mendapatkan 500 cc cairan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data TD: 100/70 mmHg, Nadi:
110x/mnt, S: 36,8oC, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg

Resusitasi cairan
Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc)
18 x 60 x 4 = 4320 ml/24 jam
8 jam pertama = 2160 ml-500ml = 1660 ml utk 5 jam berikutnya
16 jam berikutnya 2160 ml cairan

a. Pengkajian

Anamnesa

a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Tanggal masuk : 31 Maret 2016
d. Usia : 27 tahun
e. Status perkawinan : Menikah
f. Suku bangsa : Jawa/Indonesia
g. Alamat : Surabaya
h. Agama : Islam
i. Pekerjaan : Pegawai swasta
j. Pendidikan : Tamat SMP
44

Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik

a. Keluhan Utama: Klien tampak sesak saat dibawa ke RSUA


b. Riwayat Penyakit Sekarang: 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S
menderita luka bakar karena terkena ledakan tabung gas LPG . Tn.
S tidak memiliki riwayat Diabetes dan hipertensi. Kesadaran
composmentis, TD: 100/70 mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 36,8oC, RR:
29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg
c. Riwayat Penyakit Dahulu: Tn.S mengatakan belum pernah
mempunyai riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya.
Riwayat Diabetes Melitus tidak ada dan Hipertensi tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi,
asma, TBC
e. Pemeriksaan Fisik:

i. Status Generalis

Kesadaran : Compos mentis


Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110x/mnt, reguler
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 29x/menit
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 60 kg

ii. Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak teraba


Leher : tidak teraba
Supraklavikula : tidak teraba
Ketiak : tidak teraba
Lipat paha : tidak teraba
45

iii. Kepala

Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit


Rambut : hitam
Simetri muka : simetris

iv. Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O


Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak taraba membesar

v. Dada

Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Retraksi sela Iga : (-)

vi. Perut

Inspeksi : datar, tidak ada ascites

vii. Punggung

Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian dada (18%).


Warnanya merah, keabu-abuan, sedikit tampak cairan.

b. Analisa Data
46

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. 1. DS: Klien merasa Luka bakar Defisit volume


lemas cairan
DO: Permeabilitas kapiler
meningkat
a. Turgor kulit kering
b. Mukosa kering
c. CVP abnormal
d. Intake Output tidak
Evaporasi / Penguapan
seimbang
cairan
e. Kadar kalium,
natrium abnormal

Kehilangan cairan tubuh

1. 2. DS: Pasien mengeluh Luka bakar Perfusi


sesak jaringan
DO: inefektif

a. Tampak kesulitan
Vasodilatasi Pembuluh
bernafas/sesak
Darah
b. Gerakan dada tidak
simetris
c. Pola napas cepat
Penyumbatan sal. Nafas
dan dangkal
bagian atas
d. TTV : TD: 100/70
mmHg, Nadi:
110x/mnt, S:

Edema paru
47

36,8oC, RR:
29x/menit

Hiperventilasi

Gangguan pertukaran
gas

Transport O2 terganggu

Perfusi jaringan inefektif

3. 3. DS: Pasien mengeluh Luka bakar Bersihan jalan


batuk-batuk napas tidak
DO: efektif
Inhalasi asap
a. Pasien tampak sesak
b. Pasien batuk-batuk
c. Gerakan dada tidak
Edema laring
simetris
d. RR= 29 x/mnt
e. Pola napas cepat
Obstruksi jalan nafas
dan dangkal

Bersihan jalan nafas


inefektif
48

c. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
2. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
3. Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas

d. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

1. Defisit volume Setelah dilakukan 1. Monitor dan catat


cairan b.d tindakan keperawatan intake, output (urine
banyaknya dalam waktu 2 x 24 jam 0,5 – 1 cc/kg.bb/jam)
penguapan/cairan pemulihan cairan 2. Beri cairan infus yang
tubuh yang optimal dan mengandung elektrolit
keluar keseimbangan elektrolit (pada 24 jam ke I),
serta perfusi organ vital sesuai dengan rumus
tercapai formula yang dipakai
3. Monitor vital sign
Kriteria Hasil: 4. Monitor kadar Hb, Ht,
elektrolit, minimal
a. BP 100-140/60 –90
setiap 12 jam.
mmHg

b. Produksi urine >30


ml/jam (minimal 1 ml/kg
BB/jam)

c. Ht 37-43 %

d. Turgor elastic
49

e. Mucosa lembab

f. Akral hangat

g. Rasa haus tidak ada

2. Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor TTV


inefektif b.d tindakan keperawatan 2. Monitor AGD, ukuran
pupil, ketajaman,
gangguan dalam waktu 2 x 24 jam
kesimetrisan dan reaksi
transport O2 perfusi organ vital 3. Monitor adanya diplopia,
tercapai pandangan kabur, nyeri
kepala
4. Monitor level
Kriteria Hasil : kebingungan dan
orientasi
Mendemonstrasikan
5. Monitor tonus otot
status sirkulasi yang pergerakan
ditandai dengan : 6. Monitor tekanan
intrkranial dan respon
- Tekanan systole dan
nerologis
diastole dalam 7. Catat perubahan pasien
rentang yang dalam merespon stimulus
diharapkan 8. Monitor status cairan
9. Pertahankan parameter
- Tidak ada ortostatik
hemodinamik
hipertensi 10. Tinggikan kepala 0-
- Tidak ada tanda 45o tergantung pada
tanda peningkatan konsisi pasien dan order
medis
tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15
mmHg
- Mendemonstrasikan,
kemampuan kognitif
50

yang ditandai
dengan :
- Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuat
keputusan
dengan benar
- Menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial
yang utuh :
tingkat
kesadaran
membaik tidak
ada gerakan
gerakan
involunter

3. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji status pernafasan


nafas inefektif tindakan keperawatan klien 72 jam pertama
b.d obstruksi dalam waktu 2 x24 jam 2. Latihan nafas dalam dan
jalan nafas jalan nafas kembali batuk efektif jika
efektif memungkinkan
51

Kriteria hasil : 3. Tinggikan kepala 15-30


a.Tidak ada sekret di derajat
saluran pernafasan 4. Lakukan postural
b.Pasien bisa bernafas drainase danclaping
dengan normal vibrating jika
memungkinkan
5. Lakukan penghisapan
(suction) sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh
klien
52

BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Luka bakar merupakan kerusakan jaringan akibat panas, listrik,


radioaktif, zat korosif, dan juga trauma yang merusak protein pada sel
kulit.Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Moenadjat, 2001). Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan
pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab
dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.

Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian
cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube
(NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri;
propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
53

DAFTAR PUSTAKA

Fortner, Patricia. 2012. Perioperative Nursing Clinic Vol 7 No 1: Burn Care


Update. USA: United States Army Nurse Corp.
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa. EGC :
Jakarta.
http://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=classification-and-
treatment-of-burns-90-P01738 diakses pada 23 Februari 2018 pukul 09:34.
Insley, J. 2000. Vade-Mecum Pediatri. EGC : Jakarta.
Jeschke, Marc G., dkk. 2013. Burn Care and Treatment: A Practical Guide.
London: Springer.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
LeMone, Priscilla & Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking in Client Care Fourth Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Peate, Ian, dkk. 2014. Nursing Practice: Knowledge and Care. UK: Wiley
Blackwell.
Vincent, Jean-Louis, dkk. 2011. Textbook of Critical Care Sixth Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.

Anda mungkin juga menyukai