BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami konsep pembuatan asuhan
keperawatan klien dengan kasus Fraktur Clavicula secara komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Luka Bakar Intrahospital
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi Luka Bakar Intrahospital
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Luka Bakar Intrahospital
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Luka Bakar
Intrahospital
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada Luka
Bakar Intrahospital
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pada klien dengan
Luka Bakar Intrahospital
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada Luka Bakar
Intrahospital
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis pada Luka Bakar
Intrahospital
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Web of Caution Luka Bakar
Intrahospital
10. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan pada Luka Bakar
Intrahospital
11. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
dengan Luka Bakar Intrahospital
3
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat untuk mahasiswa
Melalui makalah ini mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pembelajaran terutama tentang pengetahuan
mahasiswa dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar
secara komperhensif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
darah di bawah luka dan tidak ada sensasi nyeri akibat kerusakan
reseptor saraf.
4. Luka Bakar Derajat IV
Luka bakar derajat IV mengenai seluruh lapisan kulit termasuk fasia
dan bisa menembus ke bawah lapisan kulit hingga ke otot, tulang,
bahkan otak.
1. Thermal
Luka bakar thermal timbul karena adanya kontak dengan panas kering
(api) ataupun panas lainnya (uap dan cairan panas). Kontak langsung
dengan sumber panas mengakibatkan kerusakan sel yang
menimbulkan hangus pada pembuluh darah, tulang, otot, dan jaringan
saraf.
2. Zat Kimia
Luka bakar zat kimia disebabkan oleh kontak langsung dengan asam,
senyawa alkali, atau senyawa organik. Zat kimia mengakibatkan
kerusakan protein pada jaringan yang akan berubah menjadi nekrosis.
7
Luka bakar yang disebabkan oleh alkali sangat sulit untuk dinetralisir
daripada yang disebabkan oleh zat asam. Luka bakar akibat zat alkali
memiliki penetrasi yang lebih dalam sehingga mengakibatkan luka
yang lebih parah. Luka bakar yang disebabkan oleh senyawa organik
(seperti pretoleum distilates) mengakibatkan kerusakan jaringan kutan
dengan melarutkan lemak sehingga dapat berujung pada kegagalan
hati dan ginjal jika terabsorbsi. Keparahan dari luka bakar akibat zat
kimia ditentukan oleh tipe zat kimia, konsentrasi, mekanisme aksi zat,
durasi kontak dengan zat, dan seberapa luas permukaan tubuh yang
terpapar.
3. Listrik
yaitu di mana arus berjalan di atas permukaan kulit yang lembab dan
bukan melalui struktur yang lebih dalam.
Pasien yang mengalami kontak dengan arus listrik dalam waktu yang
cukup lama dapat mengalami compartment syndrome, myocardial
injury, fraktur pada tulang panjang, dan adanya pigmen bebas yang
dapat menyebabkan kegagalan hati dan ginjal.
4. Radiasi
Luka bakar akibat radiasi biasanya hanya mengenai area superficial
yaitu pada permukaan terluar dari epidermis. Paparan yang lebih
Tipe Penyebab
Thermal Api
Uap
Cairan panas (air, tar, metal)
Kimia Asam
Alkali kuat
Senyawa organik
Elektrik Arus searah
Arus bolak balik
Petir
Radiasi Matahari (UV)
x-ray
Agen radioaktif
besar dari radiasi adalah paparan ledakan nuklir yang mengakibatkan
kerusakan jaringan pada banyak sistem dengan berbagai tipe luka
bakar.
5. Cold Injury (Frostbite)
Frostbite adalah cedera dingin lokal dengan jumlah kerusakan
jaringan yang paling tinggi. Mekanisme lukanya adalah adanya
kematian sel sekunder akibat paparan suhu dingin dan atau adanya
iskemia dermis progresif.
9
2.2.3 Berikut adalah klasifikasi luka bakar berdasarkan pada keseriusan luka:
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh
melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik (Nurarif & Kusuma, 2015).
1.Fase akut
a. Pada gangguan saluran nafas karena adanya cidera inhalasi dan
gangguan sirkulasi.
b. Gangguan keseimbangan sirkluasi cairan dan elektrolit akibat cidera
termis bersifat sistemik.
2.Fase sub akut
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya)
menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh
disertai panas/energi.
3.Fase lanjut
Timbulnya penyulit pada luka bakar berupa parut hipetrofik, kontraktur
dan deformitas lainnya.
2.4 Patofisiologi
1. Respon Lokal
Berdasarkan penelitian oleh Jackson pada tahun 1947, terdapat 3 zona
pada luka bakar:
a) Zona Koagulasi: Kerusakan jaringan pada zona ini sudah tidak dapat
diperbaiki karena protein penyusun jaringan tersebut sudah
mengalami koagulasi. Zona ini melambangkan kerusakan maksimal
akibat cedera termis.
b) Zona stasis: Jaringan pada zona ini masih dapat diselamatkan,
namun sudah terdapat penurunan perfusi di jaringan yang
12
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hitung darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia perlu diperoleh
segera setelah pasien tiba di fasilitas perawatan.
2) Koagulasi, untuk memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif
3) Konsentrasi gas darah dan PO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada
konsentrasi oksigen 50 %, FiO2= 0,5) dicurigai adanya trauma inhalasi.
PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase
lanjut.
4) Karboksihemoglobin (COHb) perlu segera diukur oleh karena
pemberian oksigen dapat menutupi keparahan keracunan kerbon
monoksida yang dialami penderita. Pada trauma inhalasi, kadar COHb
akan menurun setelah penderita menghirup udara normal. Pada kadar
COHb 35-45% (berat), bahkan setelah tiga jam dari kejadian kadar
COHb masih pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15%
setelah 3 jam kejadian ini merupakan bukti kuat adanya trauma inhalasi.
5) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia.
Ini terutama penting untuk memeriksa adanya peningkatan kalium
dalam kurun waktu 24 jam pertama karena hal ini dapat menyebabkan
henti jantung.
6) Albumin serum, kadarnya mungkin rendah karena protein plasma
terutama albumin hilang ke dalam jaringan yang cedera sekunder akibat
peningkatan permeabilitas kapiler.
7) Urinalis menunjukkan mioglobin dan hemokromagen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar yang dalam dan luas.
8) BUN dan kreatinin, untuk mengkaji fungsi ginjal.
17
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. bahan
2. Konsentrasi
3. Volume
4. Lama kontak
5. Mekanisme trauma
Penatalaksanaan :
1. Bebaskan pakaian yang terkena
2. Irigasi dengan air yang kontinu
3. Hilangkan ras nyeri
4. Perhatikan airway, breathing dan circulation
5. Indenifikasi bahan penyebab.
6. Perhatikan bila mengenai mata.
7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.
Radiasi
1. Bungkus permukaan kulit dengan baik agar tidak terkena sinar
matahari.
2. Kurangi kontak dengan X-ray
3. Jauhkan dari pusat radiasi
4. Konsultasikan pada ahlinya
2. Resusitasi cairan
Pada luka bakarberat / mayor terjadi perubahan permeabilitas
kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein
dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial
mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
tergangu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat,
menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan /organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas
kapiler yang hamper menyeluruh, terjadi penimbunan cairan masif
di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume
cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan
menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan
ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi
dalam waktu singkat, untuk mencega kerusakan sel dan organ
bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.
23
Monafo Formula
BAXTER formula
Hari Pertama / 24 jam pertama
Dewasa :
Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak :
Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
I. PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
a. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
b. Pakaian dan perhiasan dibuka
c. Periksa titik kontak
d. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
e. Pemeriksaan neurologist
f. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
g. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.
C. RESUSITASI
a. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/
luas luka bakar.
b. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output
dipertahankan antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi
jernih.
c. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat
sampai pH > 6,0 Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
a. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
b. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai
Advanced Cardiac Live Support.
1) Cairan – elektrolit
2) Keadaan luka bakarnya
3) Kondisi potensial infeksi
4) Status nutrisi / gizi
II. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial
Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan
dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah
dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya.
2.11 Komplikasi
1. Sejumlah komplikasi bisa saja terjadi, dan infeksi adalah komplikasi yang
paling sering muncul. Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari
yang paling sering sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar
dapat meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan
pernafasan. Faktor risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih
dari 30% LPB, luka bakar ketebalan lengkap, usia, serta luka bakar yang
terjadi pada kaki atau perineum. Pneumonia umumnya terjadi pada klien
dengan cedera inhalasi.
2. Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih dari
10% sering ditemukan. Luka bakar karena listrik bisa menyebabkan
sindrom kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot.
Penggumpalan darah dalam vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga
25% orang. Keadaan hipermetabolik yang mungkin tidak sembuh selama
34
2.12 Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar tergantung:
a. Dalam dan luasnya permukaan luka bakar
b. Penanganan sejak awal hingga penyembuhan
c. Letak daerah yang terbakar
d. Usia dan keadaan kesehatan penderita
e. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul
pada luka bakar: gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.
35
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
B. Pengkajian Umum
1. Penilaian keadaan umum klien.
A. Airway (jalan napas): adanya sumbatan yang terbentuk akibat edema
mukosa jalan nafas dan sekret yang diproduksi berlebihan
(hiperekskresi), pada luka bakar kritis biasanya disertai trauma inhalasi
sedangkan pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Kaji
adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien mengalami
trauma inhalasi). Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien
perlu dilakukan intubasi atau trakheostomi)
B. Breathing (pernapasan): adanya kesulitan bernafas, masalah pada
pengembangan dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara
nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
C. Circulation (sirkulasi): warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi
meningkat.
2. Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya
fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal
ginjal, dll) dan penyebab luka bakar karena tegangan listrik (sulit diketahui
secara akurat tingkat kedalamannya).
38
3. Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III biasanya dipasang
CVP (kolaborasi dengan dokter).
4. Pasang kateter urine.
5. Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
6. Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter). Biasanya diberikan
sesuai formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/ % luka bakar pada 24 jam pertama.
Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan
sisanya (disesuaikan dengan produksi urine tiap jam)
7. Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan. Pada klien yang mengalami trauma
inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat dilakukan nebulisasi dengan obat
bronkodilator.
8. Periksa lab darah
9. Berikan suntikan ATS/Toxoid.
10. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
11. Perawatan luka.
a) Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
b) Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c) Selimuti pasien dengan selimut steril
12. Pemberian obat-obatan (kolaborasi dengan dokter): Antasida H2 antagonis,
Roborantia (vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic.
13. Mobilisasi secara dini (range of motion).
14. Pengaturan posisi.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Pertukaran gas tidak efektif b.d kerusakan jalan napas
2. Hipovolemia berhubungan dengan penumpukan cairan intrasel dan retensi
natrium
F. Intervensi Keperawatan
Diagnose 1: Pertukaran gas tidak efektif b.d kerusakan jalan napas (00030)
NOC NIC
41
NOC NIC
Shock Severity: Hypovolemic (0419) Hypovolemia Management (4180)
Domain-Physiologic Health (II) Class- 1. Dorong asupan cairan oral, kecuali
Cardiopulmonary (E) kontraindikasi.
1. Fluid balance 2. Berikan larutan isotonik IV yang
2. Hidrasi ditentukan (misal Garam biasa
3. Status nutrisi: Intake makanan dan atau larutan Ringer laktat) untuk
cairan rehidrasi ekstraselular pada
laju alir yang sesuai
Kriteria hasil:
3. Berikan larutan hipotonik IV yang
1. Mempertahankan urin output
ditentukan (misalnya, dekstrosa 5%
sesuai dengan usia dan BB, Bj
dalam air atau 0,45% natrium klorida)
urine normal
untuk rehidrasi intraselular.
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
pada laju alir yang tepat, jika sesuai
dalam batas normal
4. Mengadministrasikan suspensi koloid
yang ditentukan (Misalnya Hespan,
42
Resusitasi cairan
Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc)
18 x 60 x 4 = 4320 ml/24 jam
8 jam pertama = 2160 ml-500ml = 1660 ml utk 5 jam berikutnya
16 jam berikutnya 2160 ml cairan
a. Pengkajian
Anamnesa
a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Tanggal masuk : 31 Maret 2016
d. Usia : 27 tahun
e. Status perkawinan : Menikah
f. Suku bangsa : Jawa/Indonesia
g. Alamat : Surabaya
h. Agama : Islam
i. Pekerjaan : Pegawai swasta
j. Pendidikan : Tamat SMP
44
i. Status Generalis
iii. Kepala
iv. Leher
v. Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Retraksi sela Iga : (-)
vi. Perut
vii. Punggung
b. Analisa Data
46
a. Tampak kesulitan
Vasodilatasi Pembuluh
bernafas/sesak
Darah
b. Gerakan dada tidak
simetris
c. Pola napas cepat
Penyumbatan sal. Nafas
dan dangkal
bagian atas
d. TTV : TD: 100/70
mmHg, Nadi:
110x/mnt, S:
Edema paru
47
36,8oC, RR:
29x/menit
Hiperventilasi
Gangguan pertukaran
gas
Transport O2 terganggu
c. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
2. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
3. Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas
d. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
c. Ht 37-43 %
d. Turgor elastic
49
e. Mucosa lembab
f. Akral hangat
yang ditandai
dengan :
- Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuat
keputusan
dengan benar
- Menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial
yang utuh :
tingkat
kesadaran
membaik tidak
ada gerakan
gerakan
involunter
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian
cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube
(NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri;
propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
53
DAFTAR PUSTAKA