Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan 1
KELOMPOK : 3 (TIGA)
ANGGOTA : 1. GABRIELLA B. (16020100)
2. MILA NURAIDA (16020111)
3. M. RIDHO BASKORO (16020126)
4. WULAN ANDAYANI (16020127)
GROUP : 2K4
DOSEN : IKA NATALIA M., S.ST., MT.
ASISTEN : 1. WITRI A. S., S.ST.
2. ANNA S.
2. TUJUAN
Mengetahui pengaruh variasi metode skema terhadap ketuaan dan kerataan warna
kain hasil pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif panas.
Mengetahui pengaruh waktu penambahan NaCl terhadap ketuaan dan kerataan
warna kain hasil pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif panas.
Mengetahui pengaruh waktu penambahan alkali (Na2CO3) terhadap ketuaan dan
kerataan warna kain hasil pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif
panas.
B. DASAR TEORI
1) SERAT KAPAS
Serat kapas merupakan salah satu contoh serat alam dari kelompok selulosa.
Serat ini dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium.
Spesies yang kemudian berhasil dikembangkan menjadi tanaman industri adalah
Gossypium Hirsutum. Kapas jenis ini dikenal sebagai kapas Upland atau kapas
Amerika, dan ini saat merupakan 87% dari produksi kapas dunia.
Berdasarkan strukturnya, selulosa memiliki bentuk yang bercabang-cabang,
monomer-monomernya yang tersusun secara linear, serta diantara polimer-polimernya
terdapat ikatan hidrogen yang menghubungkan antar polimer yang satu dengan yang
lain.
Perhatikan struktur selulosa berikut.
Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan zat warna reaktif panas berupa ikatan kovalen. Serat
selulosa umumnya lebih tahan alkali tapi kurang tahan suasana asam, sehingga
pengerjaan proses persiapan penyempurnaan dan pencelupannya lazim dilakukan
dalam suasana alkali.
Membujur
1) Dasar
Dasar serat kapas berbentuk kerucut pendek yang selama pertumbuhan serat
tetap tertanam di antara sel-sel epidermis. Pada umunya, dalam proses
pemisahan serat dari bijinya (ginning), dasar serat ini putus sehingga jarang
sekali ditemukan pada serat kapas yang diperdagangkan.
2) Badan
Badan serat kapas merupakan bagian utama dari serat, kira-
kira sampai panjang serat. Bagian ini mempunyai diameter yang sama, dinding
yang tebal dan lumen yang sempit.
3) Ujung
Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mulai mengecil dan pada
umumnya kurang dari 1/4 bagian panjang serat. Bagian ini mempunyai sedikit
konvolusi dan tidak mempunyai lumen. Diameter bagian ini lebih kecil dari
diameter badan dan berakhir dengan ujung yang runcing.
Melintang
1) Kutikula
Kutikula merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pektin, dan protein.
Lapisan ini merupakan penutup halus yang tahan air, dan melindungi bagian
dalam serat.
2) Dinding Primer
Dinding primer merupakan dinding sel tipis yang asli. Terdiri dari selulosa dan
juga mengandung pektin, protein dan zat-zat yang mengandung lilin. Dinding ini
tertutup oleh zat-zat yang menyusun kutikula. Tebal dinding primer kurang dari
0,5 m. Selulosa dalam dinding primer berbentuk benang-benang yang sangat
halus atau fibril. Fibril tersebut tidak terusun sejajar panjang serat tetapi
membentuk spiral dengan sudut 650 – 700 mengelilingi sumbu serat. Spiral
tersebut mengelilingi serat dengan arah S maupun Z dan ada juga yang tersusun
hampir tegak lurus pada sumbu serat.
3) Dinding Sekunder
Dinding sekunder merupakan lapisan-lapisan selulosa dan merupakan bagian
utama dari serat kapas. Dinding sekunder juga merupakan lapisan fibril-fibril
yang membentuk spiral dengan sudut 200 sampai 300 mengelilingi sumbu serat.
Tidak seperti spiral fibril pada dinding primer, spiral fibril pada dinding sekunder
arah putarannya berubah-ubah pada interval yang random sepanjang serat.
4) Lapisan Antara
Lapisan antara merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan
strukturnya sedikit berbeda dengan dinding sekunder maupun dinding primer.
5) Dinding Lumen
Dinding lumen lebih tahan terhadap pereaksi-pereaksi tertentu dibandingkan
dengan dinding sekunder.
6) Lumen
Lumen merupakan ruangan kosong di dalam serat. Bentuk dan ukurannya
bervariasi dari serat yang satu ke serat yang lain maupun sepanjang satu serat
itu sendiri. Lumen berisi zat-zat padat yang merupakan sisa-sisa protoplasma
yang sudah kering, yang komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen.
Zat warna reaktif panas adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan
reaksi dengan serat berupa ikatan kovalen sehingga zat warna tersebut merupakan
bagian dari serat. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat
protein seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat
poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan
warna muda dengan kerataan yang baik.
Selain itu, zat warna reaktif panas juga dapat dikatakan sebagai zat warna
yang larut dalam air dan berikatan dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga
tahan luntur warna hasil celupannya baik. Contoh strukturnya adalah jenis mono kloro
triazin (MTC) sebagai berikut
Penggolongan Zat Warna Reaktif
Mekanisme reaksi subtitusi Nukleofilik (SN2) pada fiksasi zat warna reaktif
Dengan laju reaksi = k. [Zat warna] [sel-O], jadi dalam pencelupan memerlukan
penambahan alkali untuk mengubah selulosa menjadi anion selulosa (sebagai
nukleofil.
OH—
Sel – O – H Sel – O— + H2O
Selain itu selama proses pencelupan dap terjadi reaksi hidrolisis sehingga zat
warna menjadi rusak dan tidak bisa fiksasi / berikatan dengan serat.
Beruntung reaksi hidrolisis ini lebih kecil dari reaksi fiksasi karena kenukleofilan
OH— lebih lemah dari sel—O, namun demikian dalam proses pencelupan perlu
diusahakan agar reaksi hidrolisis ini sekecil mungkin antara lain dengan cara
modifikasi skema proses pencelupan sedemikian rupa, misalnya dengan cara
menambahkan alkali secara bertahap.
Kelemahan zat warna reaktif selain mudah rusak terhidrolisis juga hasil
pencelupannya kurang tahan terhadap pengerjaan asam, sebagai contoh bila hasil
celup dilakukan proses penyempurnaan resin finis dalam suasana asam maka
ketuaan warana hasil celupnya akan sedikit turun.
Kelebihan zat warna Vinil Sulfon adalah relatif lebih tahan alkali, tetapi
kelemahannya adalah hasil celupnya mudah rusak oleh pengerjaan dalam suasana
alkali, contoh bila terhadap hasil pencelupan dilakukan proses pencucian dengan
sabun dalam suasana alkali dengan suhu yang terlalu panas, maka ketuaan
warnanya akan sedikit turun lagi.
Reaksi fiksasi dan hidrolisis zat warna reaktif jenis vinil sulfon :
Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif
yang mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem
reaktif mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon.
Adanya kekurangan dari kedua golongan zat warna reaktif tersebut maka
saat ini banyak digunakan zat warna reaktif dengan fungsi gugus ganda
(bifunctional reactive dyes) seperti sumifik supra( mono chloro tiazin (MTC)-vinil
sulfon (VS) dan drimarene CL (tricholoropirimidin (TCP)-vinil Sulfon (VS), sehingga
zat warnanya lebih tahan hidrolisis. Efisiensi fiksasinya tinggi dan hasil celupnya
lebih tahan alkali dan tahan asam. Varian zat warna reaktif lainyya juga dibuat
misalnya zat warna reaktif yang lebih tahan panas dan afinitasnya lebih besar
maupun zat warna reaktif yang dapat fiksasi pada suasana nertral.
3) Zat pembantu pada pencelupan selulosa dengan zat warna reaktif panas
Guna diperoleh hasil celup yang kualitasnya sesuai dengan yang diinginkan,
maka diperlukan penambahan zat-zat pembantu yang tentunya akan ikut berperan
penting terhadaip kain hasil celupannya nanti. Adapun zat-zat pembantu yang perlu
ditambahkan pada larutan celup antara lain adalah elektrolit seperti contohnya NaCl,
Na2CO3, dan zat pembasah. Selain itu, ada juga sabun yang akan membantu proses
pencucian setelah kain contoh uji selesai dicelup.
4) Mekanisme Pencelupan
Dalam proses pencelupan, reaksi fiksasi zat warna reaktif dengan serat terjadi
secara simultan dengan reaksi hidrolisis antara zat warna dengan air. Kereaktifan zat
warna reaktif meningkat dengan meningkatnya pH larutan celup.
Oleh karena itu, pada dasarnya mekanisme pencelupan zat warna reaktif
terdiri dari dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap penyerapan zat warna reaktif
dari larutan celup ke dalam serat. Pada tahap ini tidak terjadi reaksi antara zat warna
dengan serat karena belum ditambahkan alkali. Selain itu, karena reaksi hidrolisis
terhadap zat warna lebih banyak terjadi pada pH tinggi, maka pada tahap ini zat warna
akan lebih banyak terserap ke dalam serat daripada terhidrolisis. Penyerapan ini dibantu
dengan penambahan elektrolit.
Tahap kedua merupakan fiksasi yaitu reaksi anatar zat warna yang sudah
terserap berada dalam serat bereaksi dengan seratnya. Reaksi ini terjadi dengan
penambahan alkali.
Reaksi antara gugus OH dari serat selulosa dengan zat warna reaktif dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
Reaksi Substitusi
Membentuk ikatan pseudo ester (ester palsu) misalnya pada pencelupan serat
selulosa dengan zat warna reaktif Procion, Cibacron, dan Levafix.
Reaksi Adisi
Membentuk ikatan eter, misalnya pada pencelupan serat selulosa dengan zat
warna reaktif Remazol.
5) Faktor yang berpengeruh terhadap Proses Pencelupan Kapas dengan Zat Warna
Reaktif Panas
1. Kondisi pH Larutan
Fiksasi zat warna reaktif pada serat selulosa terjadi pada pH 10,5 – 12,0.
Pada pH tersebut zat warna reaktif yang sudah terserap di dalam serat akan bereaksi
dengan serat.
Seperti telah kita ketahui bahwa reaksi zat warna reaktif dengan serat
selulosa terjadi pada pH tinggi oleh adanya penambahan alkali. Walaupun
reaksi hidrolisis zat warna reaktif dengan air terjadi pada pH yang tinggi, namun reaksi
hidrolisis tersebut sangat sedikit kemungkinan terjadinya karena zat warna telah
terserap kedalam serat.
Oleh karena itu, penambahan alkali dilakukan pada tahap kedua setelah zat
warna terserap oleh serat. Apabila penambahan alkali tersebut dilakukan pada awal
proses, maka kemungkinan besar akan terjadi hidrolisa.
3. Pengaruh Suhu
Pada pencelupan dengan zat warna reaktif maka penambahan suhu akan
menyebabkan zat warna mudah sekali bereaksi dengan air, sehingga dapat
menyebabkan berkurangnya afinitas zat warna dan kemungkinan terjadi
penurunan daya serap (substantivitas) juga lebih besar sehingga dapat
menurunkan efisiensi fiksasi.
Namun, kerugian karena penurunan efisiensi fiksasi ini dapat diatasi
dengan pemakaian pH yang terlalu tinggi, Oleh karena itu faktor suhu pencelupan
dan pH larutan celup memegang peranan penting di dalam proses pencelupan
dengan zat warna reaktif.
Zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, dicelup pada suhu
kamar. akan tetapi zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah
memerlukan suhu pencelupan minimal 700C.
Atau secara singkatnya dapat ditulis seperti berikut ini.
Mempercepat pencelupan
Mempercepat migrasi, yakni perataan zat warna dari bagian-bagian yang
tercelup tua ke bagian-bagian yang tercelup muda sehingga terjadi
kesetimbangan.
Mendorong terjadinya reaksi antara serat dengan zat warna pada pencelupan
dengan menggunakan zat warna reaktif panas, akan tetapi kenaikan suhu pada
proses pencelupan mempengaruhi reaksi hidrolisa.
4. Pengaruh Elektrolit
Pengaruh elektrolit pada pencelupan dengan zat warna reaktif seperti
halnya pada zat warna direk. Makin tinggi pemakaian elektrolit, maka makin besar
penyerapannya. Jumlah pemakaian elektrolit hampir mencapai sepuluh kali lipat
dari pada pemakaian pada zat warna direk.
5. Alkali
Untuk dapat bereaksi, zat warna memerlukan penambahan alkali yang
berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong
pembentukan ion selulosa, serta untuk menetralkan asam-asam hasil reaksi. Dan
diperlukan untuk fiksasi membentuk ikatan Kovalen
Bahan
Kain Kapas
Zat Warna Reaktif Panas Aviterra Light Red SE
Zat Pembasah
Na2CO3
NaCl
Sabun
Air
2. Resep
Pencelupan
Zat Warna Reaktif Panas : 1%OWF
Zat Pembasah : 1 mL/L
Na2CO3 : 10 g/L
NaCl : 30 g/L
Vlot : 1:20
Waktu : 40 menit
Suhu : 90°C
Pencucian
Sabun : 1 g/L
Na2CO3 : 1 g/L
Suhu : 80°C
Waktu : 10 menit
Vlot : 1:20
3. Fungsi Zat
Zat Warna Reaktif Panas : Sebagai pewarna kain
Zat Pembasah : Untuk meratakan dan mempercepat proses
pembasahan kain
Na2CO3 : Berfungsi untuk fiksasi zat warna
NaCl : Untuk mendorong penyerapan zat warna
Sabun : Untuk proses pencucian setelah proses
pencelupan guna menghilangkan sisa zat
warna reaktif yang terhidrolisis yang ada dalam
kain hasil celupan
4. Diagram Alir
Pengeringan
Evaluasi Hasil
1. Ketuaan Warna
2. Kerataan Warna
5. Skema Proses
Pencelupan Metode Standar
Kain
Zat Warna
Pembasah Na2CO3
Suhu (°C)
90°C
NaC
l
40°C
30°C
10 20 30 40 50
Waktu (Menit)
Kain
40°C
30°C
10 20 30 40 50
Waktu (Menit)
Pencelupan Metode Salt at Start
Metode ini dimaksudkan untuk lebih mengurangi kerusakan zat warna akibat
terhidrolisis. Tetapi hanya diperuntukkan untuk zat warna reaktif yang mudah rata,
karena dengan NaCl yang dimasukkan di depan maka penyerapan zat warna akan
lebih cepat sehingga risiko kain contoh uji menjadi belang pun semakin besar.
Kain
Zat Warna
Na2CO3
Suhu (°C) Pembasah
90°C
NaCl
40°C
30°C
10 20 30 40 50
Waktu (Menit)
Kain
Zat Warna
Pembasah
Suhu (°C)
NaCl 90°C
Na2CO3
40°C
30°C
10 20 40 50
Waktu (Menit)
Proses Pencucian
Sabun
Suhu (°C)
Na2CO3 80°C
30°C
10
Waktu (Menit)
6. Langkah kerja
Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama praktikum.
Kain yang akan dicelup ditimbang terlebih dahulu.
Setelah berat kain diperoleh, kebutuhan zat yang diperlukan untuk proses
pencelupan dihitung sesuai resep.
Kemudian, membuat larutan induk zat sesuai dengan perhitungan yang sudah
dilakukan tadi.
Langkah selanjutnya, zat warna serta zat pembasah dipipet ke dalam bejana
celup sesuai dengan perhitungan resep yang telah dilakukan.
Selain itu, ditambahkan zat-zat lain seperti NaCl maupun Na2CO3—yang
mekanisme penambahannya disesuaikan dengan variasi masing-masing yang
telah ditentukan sebelumnya—ke dalam bejana celup yang sudah terisi dengan
zat warna dan zat pembasah.
Kain dimasukkan ke dalam bejana celup tersebut.
Proses pencelupan dilakukan secara konstan pada suhu 90°C selama 40
menit.
Selama proses pencelupan berlangsung, harus dilakukan pengadukan agar
kain hasil celupannya tidak belang.
Setelah proses pencelupan selesai dilakukan, kain hasil celup tadi dicuci dingin
terlebih dahulu kemudian dicuci panas menggunakan sabun selama 10 menit
pada suhu 80°C.
Kain kemudian dikeringkan dengan menggunakan mesin stenter.
Terakhir, dilakukan evaluasi terhadap kain hasil celup tadi, baik itu mengenai
ketuaan warna maupun kerataan warnanya.
D. PERHITUNGAN RESEP
Berat Bahan
Kain 1 = 4,85 gram
Kain 2 = 4,84 gram
Kain 3 = 4,82 gram
Kain 4 = 4,80 gram
Kebutuhan Zat Warna (Diambil dari larutan induk zat warna 1%)
100
Kain 1 = %OWF Zat Warna x Berat Bahan x
1
1 100 mL
= x 4,85 gram x
100 1 gram
= 4,85 mL
100
Kain 2 = %OWF Zat Warna x Berat Bahan x
1
1 100 mL
= x 4,84 gram x
100 1 gram
= 4,84 mL
100
Kain 3 = %OWF Zat Warna x Berat Bahan x
1
1 100 mL
= x 4,82 gram x
100 1 gram
= 4,82 mL
100
Kain 4 = %OWF Zat Warna x Berat Bahan x
1
1 100 mL
= x 4,80 gram x
100 1 gram
= 4,80 mL
Zat Pembasah
1
Kain 1 = x 97 = 0,097 mL
1000
1
Kain 2 = x 96,8 = 0,0968 mL
1000
1
Kain 3 = x 96,4 = 0,0964 mL
1000
1
Kain 4 = x 96 = 0,96 mL
1000
Na2CO3
10
Kain 1 = x 97
1000
= 0,97 gram
10
Kain 2 = x 96,8
1000
= 0,968 gram
10
Kain 3 = x 96,4
1000
= 0,964 gram
10
Kain 4 = x 96
1000
= 0,96 gram
NaCl
30
Kain 1 = x 97
1000
= 2,91 gram
30
Kain 2 = x 96,8
1000
= 2,904 gram
30
Kain 3 = x 96,4
1000
= 2,889 gram
30
Kain 4 = x 96
1000
= 2,8809 gram
Kebutuhan Air
Kain 1 = 97 mL – 4,947 mL
= 92,053 mL
Kain 2 = 96,8 – 4,9368 mL
= 91,8632 mL
Kain 3 = 96,4 – 4,9064 mL
= 91,4936 mL
Kain 4 = 96 – 4,896 mL
= 91,104 mL
Na2CO3
1
Kain 1 = x 97 = 0,097 gram
1000
1
Kain 2 = x 96,8 = 0,0968 gram
1000
1
Kain 3 = x 96,4 = 0,0964 gram
1000
1
Kain 4 = x 96 = 0,096 gram
1000
Kebutuhan Air
Kain 1 = 97 – 0,097 = 96,903 mL
Kain 2 = 96,8 – 0,0968 = 96,7032 mL
Kain 3 = 96,4 – 0,0964 = 96,3036 mL
Kain 4 = 96 – 0,096 = 95,904 mL
E. DATA PERCOBAAN
1. Ketuaan Warna
Pengamat Kain
I II III IV
1 8 9 8 6
2 8 9 9 7
3 8 8 7 5
4 7 10 9 6
Σ 31 36 33 24
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat diketahui urutan ketuaan
warna kain hasil pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif panas dari kain
yang paling tua hingga kain yang paling muda adalah Kain 2, Kain 3, Kain 1, dan Kain
4.
2. Kerataan Warna
Pengamat Kain
I II III IV
1 9 6 7 8
2 9 7 6 7
3 9 6 8 7
4 8 7 8 8
Σ 35 26 29 30
Pada saat NaCl ditambahkan ke dalam larutan celupan, ada kemungkinan butiran-
butiran dari zat tersebut belum larut sempurna dan belum homogen di dalam larutan
celup atau bahkan mengenai kain secara langsung sehingga memicu terjadinya
ketidakrataan atau pada kain hasil celupannya.
Adanya proses pencucian yang dilakukan kurang sempurna sehingga terdapat
partikel-partikel zat warna yang tidak terfiksasi dengan serat masih menempel pada
permukaan kain hasil pencelupan. Tentu akibatnya akan fatal karena dapat membuat
kain menjadi tidak rata warnanya (terlihat belang).
Selama proses pencelupan berlangsung, pengadukan kain cenderung dilakukan
kurang maksimal. Mengingat bejana yang digunakan untuk proses pencelupan
ukurannya tidak terlalu besar, kemungkinan kain contoh uji untuk terlipat pun menjadi
semakin besar. Akibatnya, penyerapan zat warna tidak akan tersebar secara merata
sehingga akan ada bagian kain yang yang berwarna lebih tua akibat adanya
penumpukan dan akan ada bagian kain yang berwarna lebih muda karena kurang
menyerap zat warna. Dari sini, dapat kita ketahui bahwa proses pengadukan menjadi
salah satu faktor penting yang menunjang kualitas hasil pencelupan sehingga perlu
dilakukan dengan sungguh-sungguh.
G. KESIMPULAN
Karyana, Dede, Elly K. 2005. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 1. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
(Kamis, 22 Februari 2018 Pukul 19.11 WIB)
http://borosh.blogspot.co.id/2014/02/zat-warna-reaktif-smk-tekstil-texmaco.html
(Kamis, 22 Februari 2018 Pukul 19.25 WIB)
http://wijayantiariss.blogspot.co.id/2012/02/zat-warna-reaktif-panas.html
(Kamis, 22 Februari 2018 Pukul 19.47 WIB)
https://id.scribd.com/doc/87197379/Proses-Pencelupan-Kapas-Dengan-Zat-Warna-
Reaktif-Panas
(Kamis, 22 Februari 2018 Pukul 20.09 WIB)
https://dokumen.tips/documents/1-zat-warna-reaktif-panasdocx.html
(Kamis, 22 Februari 2018 Pukul 20.17 WIB)
LAMPIRAN