Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENGENDALIAN INTERNAL

( INTERNAL CONTROL)

A. Sejarah Internal Control


Istilah Internal Control pada awalnya di kenal sebagau “pengecekan internal”. Menurut
Montgomery, R H (1956) pentingnya pengecekan internal bagi auditor di akui oleh L. R.
Dicksee pada awal tahun 1905. Ia mengatakan bahwa sebuah system pengecekan internal yang
memadai dapat menghilangkan kebutuhan akan audit yang terinci dan pengecekan internal
terdiri atas tiga elemen : pembagian kerja, penggunaan catatan dan notasi pegawai (dikutip
dalam Sawyer, LB, et al (2003) hal. 57).
Definisi pengecekan internal pada tahap awal ini masih terlihat sangat luas dan belum focus,
kemudian Bennett, G. E (1930) mempersempit definisi pengecekan internal tersebut. Ia
mengatakan system pengecekan internal bisa didefinisikan sebagai koordinasi dari system
akun-akun dan prosedur perkantoran yang berkaitan sehingga eorang karyawan selain
mengerjakan tugasnya sendiri juga secara berkelanjutan mengecek pekerjaan karyawan lain
untuk hal-hal tertentu yang rawan kecurangan (dikutip dalam Sawyer, L. B, et al (2003)
hal.157).
Perubahan istilah menjadi internal control baru dinyatakan secara institutional oleh AICPA
pada tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul “Pengendalian Internal – Elemen-
elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya Pengendalian bagi Manajemen dan
Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut berkembang pesat dengan yang kita kenal
8 (delapan) unsur Pengendalian Internal.
Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an konsep tersebut dinilai banyak pihak sudah
tidak aplicabel lagi. Semakin kompleksnya dunia bisnis dan teknologi membuat konsep
pengendalian internal tersebut tidak efektif dalam mendorong tercapainya tujuan perusahaan.
Semakin banyak keluhan dari perusahaan dan institusi yang telah menerapkan konsep internal
control sebagaimana dikembangkan oleh American Institute of Certified Public Accountant
(AICPA), namun masih mengalami kegagalan.
Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO) menerbitkan laporan yang berjudul “Internal Control-Integrated Framework”.
Laporan COSO tersebut memberikan suatu pandangan baru tentang konsep Internal Control
yang lebih luas dan terintegrasi serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk
mencegah terjadinya penyimpangan .Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada
proses penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan yang lebih
luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh komponen organisasi. Konsep
ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai pihak.
B. Perkembangan Internal Control di Indonesia
Di Indonesia, penerapan Internal Control pada awalnya bertujuan untuk menjaga aset-aset
organisasi. Kemudian sistem ini juga digunakan dalam rangka mengecek ketelitian dan
kehandalan data akuntansi serta mendorong dipatuhinya peraturan dan perundang-undangan.
Sejarah Internal Control di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan sejarah standar audit yang
digunakan pada perusahaan swata d Indonesia. Standar audit pertama kali dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 1983 dengan nama Norma Pemeriksaan Akuntan.
Kemudian per 1 Agustus 1994 IAI menerbitkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang diperbaharui lagi dengan menerbitkan SPAP per 1 Januari 2001.
Ketentuan tentang Internal Control di Indonesia terdapat dalam Keputusan Menteri Negara
BUMN Nomor Kep-117/MMBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance
pada BUMN. Keputusan Menteri tersebut mewajibkan direksi BUMN untuk menetapkan suatu
sistem Internal Control yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN.
Peraturan perundang-undangan di sector perbankan juga telah mengatur tentang penerapan
Internal Control yang terdapat pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
pelaksanaan Good Corporate Governance. Bagi Bank Umum menyaratkan bank untuk
memiliki satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian internal, serta penerapan
manajemen risiko, termasuk didalamnya sistem pengendalian internal.
Perkembangan pelansanaan Internal Control pada instansi pemerintah masih belum
berkembang dengan pesat, tidak seperti pada perusahaan swasta. Namun demikian untuk sector
pemerintah sudah diterbitkan beberapa peraturan tentang nternal control, diantaranya seperti
pada Pasal 58 ayat 1 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa
dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara, Presiden selaku Kepala Pmerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian internal di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.
Maka untuk meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara dibuat sistem Internal Control secara menyeluruh dibuat Presiden, yang kemudian
masing-masing pengguna anggaran/pengguna barang baik di tingkat pusat (menteri dan
pimpinan lembaga) maupun ditingkat daerah (gubernur/bupati/walikota) membuat sistem
Internal Control disesuaikan dengan karakter masing-masing institusi.
C. Penerapan Internal Control di Indonesia
Beberapa peraturan yang mengatur tentang Internal Control mengaitkan antara Internal
Control dengan Good Corporate Governance (GCG). Di Indonesia memang Internal Control
ini diterapkan pada kegiatan ekonomi melalui pelaksanaan GCG ini. GCG ini pada dasarnya
memberikan arahan kepada pengurus perusahaan agar dalam mengejar keuntungan dan
mengembangkan usahanya, perusahaan juga harus dikelola secara etis dan bertanggung jawab,
dan tidak semata-mata mengejar keuntungan finansial belaka.
Ada beberapa elemen yang perlu dikembangkan oleh perusahaan supaya penerapan GCG dapat
berjalan efektif. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mas Ahmad Daniri (2005:158)
yaitu “Elemen-elemen penting yang perlu secara sistematik dikembangkan di perusahaan agar
implementasi GCG berjalan secara efektif adalah sistem pengendalian internal, sistem audit,
manajemen risiko, dan pelaporan perusahaan”. Disinilah terlihat bahwa dalam GCG mencakup
tentang sistem pengendalian internal dalam pelaksanaannya.
Elemen-elemen penting GCG tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan terhadap
penyelewengan finansial dan hukum, serta untuk mengidentifikasi dan menangani
resiko dengan tujuan untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan
secara etis, efektif, dan efisien, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran perusahaan.
Sistem pengandalian internal yang dirancang secara komprehensif dan
diimplementasikan secara efektif dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan mengurangi
resiko kekeliruan material dalam laporan keuangan.

2. Sistem Audit
Sistem audit dan peran audit internal atau dikenal sebagai Satuan Pengawas Internal
(SPI) amat penting bagi perusahaan. Standar praktek internasional sistem audit yang
dikembangkan dan direkomendasikan oleh organisasi The Institute of Internal Auditors
(IAA) sangat menekankan arti penting audit internal.

3. Manajemen Risiko
Manajemen resiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola
resiko sedemikian rupa sehingga perusahaan senantiasa dapat menerapkan
pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi resiko yang mungkin timbul
sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dan sasarannya.

4. Pelaporan perusahaan
Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
perusahaan telah menyajikan laporan keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan
dengan penuh integritas. Direksi hendaknya merumuskan mekanisme yang dapat
memastikan adanya kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi


atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas,
antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG
memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif
sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin


menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali
hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional
saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan
mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan
atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin
menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif
akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada
sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat
meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini
dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan
wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk
mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang
dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko
perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan
tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan
kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan
bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi
pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era
persaingan global. Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat
tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.
Faktor Eksternal
Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang
sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya
supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju
Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam
benchmark (acuan).
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai
kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG
terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di
lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas
pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal
dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://kreshna-mukti.blogspot.com/2012/11/internal-control.
2. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/118760-T%2025092-Analisa%20sistem-
Tinjauan%20literatur.pdf
3. http://thesis.binus.ac.id
4. http://putrireno.blogspot.com/2011/01/good-corporate-governance-pengertian.html

Anda mungkin juga menyukai