Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK HAND HYGIENE


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa


Program Profesi Ners XXXIV UNPAD

Disusn Oleh:
Nur Hardini Rahmatika 220112170001
Gita Puspitasari 220112170022
Yayu Pratiwi 220112170031
Rega Dwi Putri A. S 220112170049
Sari Lestari 220112170063
Amalia Pebriyanti 220112170067
Ayu Fitri Lestari 220112170084

Kelompok 4

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXIV

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Topik
Hand Hygiene
1.2 Latar Belakang
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok Klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang terlatih (Yosep, 2007). Tujuan dari TAK adalah
menangani gangguan hubungan sosial yang terjadi. Salah satu gangguan
hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi
sensori: Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa.

Di ruang garuda sendiri pasien skizofrenia dengan Halusinasi


merupakan pasien yang paling banyak. Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan
atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Dampak dari halusinasi yang diderita klien diantaranya dapat menyebabkan
klien tidak mempunyai teman, asyik dengan fikirannya sendiri, dan
membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Salah satu penanganannya
yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok. Selain berfungsi
sebagai salah satu media pasien halusinasi untuk bersosialisasi antara
pasien, Terapi Aktivitas Kelompok juga digunakan sebagai kegiatan
pemberian edukasi. Dalam hal ini tim penulis akan melakukan edukasi
mengenai masalah personal hygiene berupa hand hygine untuk para pasien
dengan halusinasi.
Cuci tangan merupakan kebiasaan yang dapat membantu menjaga
kesehatan. Mencuci tangan seringkali dianggap sebagai kebiasaan yang
sepele oleh kebanyakan orang. Padahal, mencuci tangan adalah benteng
utama dalam mencegah berbagai jenis penyakit, mulai dari demam,

2
influenza, diare, meningitis, hingga bronchilitis. Sehingga, mengajarkan
untuk menjaga kabersihan tangan (hand hygine) pada pasien gangguan jiwa
juga hal yang penting untuk menjaga kesehatan mereka. Selain itu, mereka
juga dapat terhindar dari berbagai jenis penyakit yang di sebabkan karena
tidak cuci tangan.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok dengan mengajarkan
kebersihan tangan diharapkan klien mampu melakukan kebersihan
tangan dengan baik dan benar

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan terapi aktivitas
kelompok
b. Klien mampu mencontoh gerakan perawat dalam melakukan
kebersihan tangan
c. Klien mampu melakukan cuci tangan 6 langkah dengan
menggunakan handwash
d. Klien mampu melakukan cuci tangan 6 langkah dengan
menggunakan handrub
e. Klien mampu meerapkan kebersihan tangan dalam kehidupan
sehari-hari

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Halusinasi


Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“terepsesi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasarr-dasar organik fungsional,
psikotik, maupun histerik (Yosep, 2007). Menurut Cook dan Fontaine (1987)
perubahan persepsi sensori: halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa
dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien
merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi
sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu
objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan).

2.2 Tanda dan gejala


a) Bicara, senyum, bicara sendiri
b) menarik diri dan menghindari diri dari orang lain
c) tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d) tidak dapat menurunkan perhatian
e) curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan,
takut),
f) ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah,
g) menggerakan bibir tanpa suara
h) pergerakan mata yang cepat
i) respon verbal yang lambat
j) tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tanpak tremor dan
berkeringat, perilaku panik, agitas dan ketakutan.

4
Data Mayor Data Minor
Mengatakan mendengar suara · Menyatakan kesal
bisikan/bayangan · Menyatakan senang
· Berbicara sendiri dengan suara-suara
· Tertawa sendiri · Menyendiri
· Marah tanpa sebab · Melamun

2.3 Faktor Predisposisi


 Biologis
Abnormalitas otak dapat menyebabkan respon neurobiologik
yang maladaptif. Misalnya, adanya lesi pada area frontal, temporal dan
limbic yang paling berhubungan dengan munculnya perilaku psikotik.
 Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun schizofrenia diyakini sebagai penyakit
disebabkan sebagian oleh keluarga dan sebagian lagi oleh karakter
individu itu sendiri.
 Sosial budaya
Bebrapa ahli menyimpulkan bahwa kemiskinan,
ketidakharmonisan, sosial dan budaya menyebabkan schizofrenia.

2.4 Faktor Presipitasi


Faktor sosial budaya : teori ini menyatakan bahwa stress lingkungan
dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive,
misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (rasa bermusuhan),
kehilangan kemandirian dalam kehidupan/kehilangan harga diri, kerusakan
dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan
kemiskinan (Depkes, 2000).

2.5 Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya
dengan stimulkus yang nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada

5
disekitar klien tidak mendengar bunyi atau suara yang didengar klien
tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya
stimulus yang nyata dari lingkungan
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata

2.6 Respon Halusinasi


Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan individu sebagai
makhluk yang dibangun atas unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
a. Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi
ransangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti: kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan,

6
sehingga klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c. Dimensi intelektual
Individu yang mengalami halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi
pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Dimensi sosial menunjukkan individu cenderung untuk
mandiri. Individu asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam
dirinya atau orang lain. Dengan demikian intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusianasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
penngalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
agar klien tidak menyendiri.
e. Dimensi spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Klien yang mengalami halusiansi cenderung menyendiri
dan cenderung tidak sadar dengan keberadaannya serta halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut.
2.7 Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang

7
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.

Mekanisme Koping adalah upaya yang diarahkan pada pelaksanaan


stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

2.8 Tahap Halusinasi


 Tahap I (non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan
hal yang menyenangkan bagi klien. Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

 Tahap II (non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan control
c. Menarik diri dari orang lain

Perilaku yang muncul :


a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.

8
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan
realita.

 Tahap III ( psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karekteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir

Perilaku yang muncul :


a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat

 Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi atau kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali
dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena orang
tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar
dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan maka akan
berisiko terhadap perilaku.

9
BAB III

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

I. KRITERIA KLIEN
Klien yang dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Klien gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol
2. Klien yang dapat berkomunikasi dengan baik

II. PROSES SELEKSI


Terapis melakukan observasi terhadap klien yang berada di rumah sakit
selama tiga hari untuk menetapkan klien yang akan mengikuti kegiatan terapi
aktivitas kelompok. Penetapan klien ini didasarkan pada kriteria yang telah
ditentukan oleh tim. Dari hasil observasi, didapatkan tiga klien yang memenuhi
kriteria tersebut. Setelah mendapatkan tiga orang klien yang sesuai, terapis
akan mengidentifikasi dan mengumpulkan klien yang telah memenuhi kriteria
untuk dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok. Klien kemudian diberikan
penjelasan tentang tujuan kegiatan terapi aktivitas kelompok, rencana kegiatan
terapi aktivitas kelompok dan diminta persetujuannya, bersedia atau tidak
untuk ikut serta dalam terapi. Apabila klien bersedia, terapis akan menjelaskan
aturan main dalam aktivitas terapi kelompok tersebut.

III. URAIAN STRUKTUR KELOMPOK


1. Tempat
Ruangan Garuda Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
2. Hari/Tanggal
Kamis, 19 Januari 2018
3. Waktu
Waktu TAK 30 menit, pukul 10.00-10.30
4. Media
Handsrub, Video
5. Pengorganisasian
A. Nama klien peserta TAK

10
1) Klien 1 : Tn. J
2) Klien 2 : Tn. A
3) Klien 3 : Tn. A

B. Leader : Amalia Pebriyanti


Tugas :
1. Memimpin TAK : merencanakan, mengontrol, dan mengendalikan
jalannya TAK
2. Membuka acara TAK
3. Memimpin perkenalan
4. Menjelaskan tujuan TAK
5. Menjelaskan proses kegiatan
6. Memimpin diskusi
7. Menutup kegiatan TAK
C. Co. Leader : Nur Hardini Rahmatika
Tugas :
1. Membacakan tata tertib
2. Mengambil alih tugas leader apabila jalannya TAK pasif dan
menyerahkannya kembali kepada leader apabila jalannya TAK
sudah normal kembali
3. Membantu leader dalam menjelaskan aturan main kegiatan
4. Membantu leader mengkoordinasikan seluruh kegiatan
5. Mengingatkan leader apabila ada kegiatan yang menyimpang
6. Membantu leader untuk memimpin jalannya kegiatan
7. Memutar musik
D. Fasilitator :
1) Fasilitator 1 : Sari Lestari
2) Fasilitator 2 : Gita Puspitasari
3) Fasilitator 3 : Ayu Fitri Lestari
Tugas :
1. Mempertahankan kehadiran peserta

11
2. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta dalam
aktivitas kelompok
3. Mempertahankan dan meningkatkan rasa percaya antara fasilitator
dan peserta
4. Membimbing peserta selama permainan diskusi
5. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan aktivitas kelompok
6. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah

E. Observer :
1) Observer 1 : Yayu Pratiwi
2) Observer 2 : Rega Dwi Putri
Tugas :
1. Mengobservasi jalannya kegiatan TAK dari awal sampai akhir
2. Mengobservasi semua perilaku klien dan peran anggota terapis
3. Mengobservasi semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
4. Mengevaluasi jalannya TAK dari awal sampai akhir
5. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok yang akan datang
6. Melaporkan hasil pengamatan selama kegiatan aktivitas kelompok
kepada leader dan semua anggota kelompok dengan evaluasi
kelompok

6. Langkah-langkah Kegiatan
a. Persiapan
- Mengingatkan kontrak yang telah disepakati sebelumnya
- Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
- Salam teraupetik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama masing-masing
- Evaluasi atau validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini

12
 Terapis menanyakan kegiatan personal hygiene yang sudah di
lakukan klien (Mandi, Sikat gigi dan cuci tangan)
- Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan, yaitu menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan aturan main tersebut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada leader
 Lama kegiatan 30 menit
 Klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
 Jika ada klien yang ingin bertanya bisa mengangkat tangan
terlebih dahulu
- Tahap kerja
a) Pada awal tahap kerja terapis akan menanyakan bagaimana
kebiasaan cuci tangan, terapis mempersilahkan klien yang akan
menjawab untuk mengangkat tangan (jika tidak ada leader bisa
menunjuk salah satu klien)
b) Leader memberikan penjelasan singkat tentang hand hygiene
dilanjutkan dengan pemutaran video
c) Setelah pemutaran video selesai dilakukan simulasi secara
bersamaan untuk melakukan cuci tangan di dampingi oleh
fasilitator masing-masing
- Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan pembelajaran apa saja yang
didapatkan dari kegiatan TAK yang dilakuk an
2. Terapis melakukan evaluasi objektif dengan meminta
masing-masing peserta mempraktekan cuci tangan yang
benar
3. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan dan
keberanian klien
b) Tindak lanjut

13
Mengajurkan klien untuk mempraktekan cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah makan
IV. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
1. Evaluasi
No Nama klien Mempraktekan cuci tangan 6 langkah
1

a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
b. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mempraktekan cuci
tangan 6 langkah

2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien

V. ATURAN MAIN
1. Peserta TAK harus hadir paling lambat 5 menit sebelum acara dimulai.
2. Selama kegiatan berlangsung, semua anggota kelompok tidak
diperbolehkan meninggalkan ruangan.
3. Selama kegiatan berlangsung, semua anggota kelompok tidak
mengganggu anggota yang lainnya.
4. Selama kegiatan berlangsung semua anggota kelompok tidak
diperkenankan makan, minum, dan merokok.
5. Setiap anggota kelompok yang akan berbicara harap mengangkat
tangan, dan berbicara apabila dipersilahkan oleh leader.
6. Bagi peserta yang akan pergi ke toilet, dipersilahkan sebelum acara
dimulai

14
7. Peserta tidak diperbolehkan membicarakan hal-hal lain di luar topik
TAK.
8. Peserta yang melanggar aturan diperingatkan dan tidak diperkenankan
mengikuti permainan selanjutnya.

VI. ALAT BANTU


1. Alat
a. Handsrub
b. Laptop/layar LCD
2. Metode
a. Diskusi dan tanya jawab

X. SETTING TEMPAT
1. Terapis, klien, dan observer duduk bersama di ruang utama ruang garuda
2. Ruangan nyaman dan tenang

Co-L L

P3 P1

F3 F1

F2 P2

O1 O2

Keterangan :
1. O = Observer 4. L = Leader
2. F = Fasilitator 5. Co-L = Co-Leader
3. P = Klien

15
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa.

Jakarta : Yankes RI keperawatan jiwa.

Keliat B. A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan jiwa (Cetakan 1). Bandung : PT Refika Aditama

16

Anda mungkin juga menyukai