Hubungan Plasenta Previa Yang Mengalami Pembukaan Dini Istthmus Uteri Dengan Risiko Tinggi Perdarahan Selama Masa Kehamilan Dan Perdarahan Hebat Selama Persalinan Sesar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology

HUBUNGAN PLASENTA PREVIA YANG MENGALAMI PEMBUKAAN DINI


ISTHMUS UTERI DENGAN RISIKO TINGGI PERDARAHAN SELAMA MASA
KEHAMILAN DAN PERDARAHAN HEBAT SELAMA PERSALINAN SESAR

M. Goto, J. Hasegawa, T. Arakaki, T. Oba, M. Nakamura, A. Sekizawa

Abstrak

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara waktu pembukaan isthmus uteri (daerah kecil
diantara korpus uterus dan serviks uterus) dan perdarahan selama masa kehamilan dan persalinan
sesar pada pasien dengan plasenta previa.

Metode: Sebuah penelitian observasi prospektif telah dilakukan di pusat perinatal. Semua pasien
yang mengalami plasenta previa yang didiagnosa pada minggu ke 20 dan 22 usia kehamilan, dan
juga telah terdaftar untuk dilakukan persalinan sesar.

Kondisi isthmus uteri (rahim) telah diperiksa setiap dua minggu. Waktu (dalam minggu gestasi)
pembukaan lengkap isthmus uteri (rahim) telah ditentukan. Pasien dibagi ke dalam dua
kelompok: pasien yang mengalami pembukaan isthmus uteri sebelum 25 minggu usia gestasi
(EO- previa), dan pasien yang mengalami pembukaan isthmus uteri setelah 25 minggu usia
gestasi (LO-previa). Frekuensi perdarahan selama kehamilan dan jumlah perdarahan intra-
operatif (pada saat persalinan sesar) dibandingkan di antara dua grup tersebut.

Hasil: 44 kasus dari EO-previa dan LO previa telah dianalisis. Plasenta previa lengkap pada saat
persalinan lebih banyak ditemukan pada kelompuk EO-Previa dibandingkan pada kelompok LO
Previa (88.6 % vs 47.3 %, p < 0.001). Persalinan sesar darurat telah dilakukan dikarenakan
perdarahan aktif yang lebih banyak terjadi pada kelompok EO-Previa (48 %) daripada kelompok
LO-previa (25%) (p=0.021). Frekuensi perdarahan hebat (>2500 ml) selama persalinan sesar
lebih banyak terjadi pada kelompok EO- previa daripada kelompok LO-previa (25% vs 9%,
p=0.033).

Kesimpulan: Plasenta previa berhubungan dengan risiko tinggi perdarahan yang mengakibatkan
persalinan sesar secara darurat selama masa kehamilan, dan perdarahan hebat selama persalinan
sesar pada pasien yang mengalami pembukaan isthmus uteri sebelum 25 minggu usia kehamilan.
Introduksi/Latar Belakang

Plasenta previa merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan masif (hebat) selama
masa kehamilan dan persalinan. Namun, perdarahan hebat tersebut tidak terjadi pada semua
kasus plasenta previa, dan yang terpenting pada kasus tersebut adalah bagaimana manajemen
kondisinya. Dengan demikian, terdapat pembahasan yang penting terkait prediksi kasus dengan
risiko tinggi perdarahan pada kejadian plasenta previa melalui evaluasi sonografi. Panjangnya
servikal pendek, plasenta lacunae, spoge- seperti echo pada serviks, dan kurangnya zona jelas
dipertimbangkan menjadi risiko tinggi terjadinya perdarahan.

Isthmus uteri biasanya tertutup pada masa awal kehamilan, akan tetapi akan terbuka
seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Fenomena ini juga terjadi pada pasien dengan
plasenta previa. Akibatnya, dapat dihipotesiskan bahwa pasien dengan plasenta previa yang
mengalami pembukaan dini isthmus uteri akan lebih berpotensi untuk mengalami komplikasi,
seperti perdarahan mendadak selama masa kehamilan dan perdarahan massif pada saat
persalinan sesar, hal ini dikarenakan terjadinya perubahan pada bagian bawah rahim selama
kontraksi yang berakibat terhadap terpisahnya plasenta dan desidua selama kehamilan, dan
karena perdarahan atonik dapat terjadi lebih sering ketika isthmus uteri mengalami dilatasi dan
semakin melebar (dari masa kehamilan sampai persalinan pada plasenta previa).

Penelitian ini membedakan isthmus uteri dari isthmus servik dengan pemeriksaan
ultrasonic. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara waktu pembukaan
isthmus uteri dan perdarahan selama masa kehamilan dan persalinan sesar pada pasien dengan
plasenta previa.

Alat dan Metode

Sebuah penelitan kohort prospektif telah dilakukan di Universitas Showa Hospital,


Tokyo, Jepang antara tahun 2009 dan 2014. Populasi penelitian ini merupakan semua pasien
yang mengalami plasenta previa, yang didiagnosa pada usia antara 20 dan 22 minggu kehamilan,
yang terdapat pada rumah sakit tersebut dan telah terdaftar untuk dilakukan operasi sesar.

Plasenta previa telah didiagnosa oleh ahli obstetri berdasarkan hasil pemeriksaan
ultrasonic transvagina dimana ditemukan jaringan plasenta yang menutupi ostium terendah dari
kavum (ruang) rahim (rongga amnion) antara minggu ke 20-22 masa kehamilan. Selama
pemeriksaan ultrasonik, ibu hamil berada dalam posisi supin (berbaring) setelah buang air kecil
terlebih dahulu. Pemeriksaaan ultrasonik dilakukan pada saat tidak terjadi kontraksi rahim.
Serviks didefinisikan sama seperti mukosa endoserviks yang terlihat sebagai sesuatu yang tipis,
berbentuk daun-seperti area echo dengan ekogenitas rendah dibandingkan dengan daerah
sekitarnya. Isthmus uteri didefiniskan sebagai daerah dari titik tertinggi kelenjar serviks ke titik
terendah ostium internal rongga uterus bisa terdeteksi.

Untuk mengetahui diagnosa plasenta previa, isthmus uteri, serviks uteri dan letak
plasenta diobservasi menggunakan ultrasonik transvagina setiap 2 minggu. Waktu terbukanya
isthmus uteri dideteksi dan didokumentasikan. Isthmus uteri yang terbuka didefinisikan sebagai
isthmus uteri yang terbuka secara sempurna (daerah isthmus tidak terdeteksi): jika kondisi ini
tidak ditemukan, isthmus diperkirakan tertutup. (gambar 1 dan 2)

Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok: pasien yang mengalami pembukaan
isthmus uteri sebelum 25 minggu usia gestasi (EO- previa), dan pasien yang mengalami
pembukaan isthmus uteri setelah 25 minggu usia gestasi (LO-previa). Frekuensi perdarahan
selama masa kehamilan, dan jumlah perdarahan selama persalinan sesar dibandingkan di antara
dua kelompok tersebut. Tiga peneliti (M.G., T.A., dan H.T) menggunakan gambar ultrasonik
untuk menentukan apakah isthmus terbuka atau tidak. Ketika seorang peneliti melaporkan
adanya perbedaan diagnosis antara satu peneliti dengan dua lainnya, maka diagnosis yang
ditentukan oleh dua orang peneliti tersebutlah yang diambil.

Ketika histerektomi dilakukan bersamaan dengan persalinan sesar, maka jumlah


perdarahan selama proses histerektomi juga dihitung. Pada penelitian ini, dikatakan perdarahan
pada saat jumlah darah yang keluar >2500 ml.

Persalinan sesar elektif telah direncanakan diantara 36 dan 37 minggu usia kehamilan.
Sedangkan persalinan sesar emergency dilakukan sebelum dilakukannya persalinan sesar yang
telah direncanakan. Hal ini dilakukan pada kasus pasien mengalami perdarahan >100 ml,
kontraksi rahim yang tidak terkontrol, atau terjadinya rupture membran.

Semua analisa statistic dilakukan menggunakan Statistical Package for Social Science
Version 20.0 (IBM Corp., Armonk, NY, USA). Semua variabel ditampilkan dalam bentuk
median dan dibandingkan menggunakan Mann-Whitney U-test. Kategori variabel ditampilkan
dalam bentuk persentase dan dibandingkan menggunakan Fisher test. Variabel yang signifikan
yang berhubungan dengan EO-previa pada analisa univariat, termasuk plasenta previa sempurna,
telah digunakan pada analisa multivariabel. Pada saat didapatkan nilai P < 0.05, maka variabel
tersebut dikatakan berhubungan.

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit. Inform consent juga telah
didapatkan dari semua pasien dalam bentuk tulisan sebelum mereka dilakukan pemeriksaan
menggunakan ultrasonik.

Hasil

Terdapat 290 kasus dicurigai mengalami plasenta previa yang diidentifikasi pada minggu
ke 20 dan 22 masa kehamilan. Terdapat 189 kasus yang mengalami plasenta previa terselesaikan
pada saat persalinan, jadi terdapat 101 yang mengalami plasenta previa. Dua kasus dikeluarkan
dari penelitian ini: satu kasus mengalami IUFD (Intra uterine Fetal Death/ kematian bayi dalam
kandungan) yang disebabkan karena komplikasi perinatal, dan satu kasus mengalami kehamilan
kembar. Dengan demikian, terdapat 99 kasus/pasien yang dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan waktu terjadinya pembukaan isthmus uteri. 44 kasus diklasifikasikan sebagai EO-
previa dan 55 kasus diklasifikasikan sebagai LO-previa. Terbukanya isthmus uteri terjadi pada
range 20-24 usia kehamilan pada kelompok EO-Previa, dan pada usia kehamilan 30 minggu (25-
37 minggu) pada kelompok LO-previa. Tidak terdapat kasus dimana isthmus terbuka secara
berangsur-angsur pada saat pemeriksaan transvagina.
Gambar 1: plasenta previa dengan isthmus terbuka

Gambar 2: plasenta previa dengan isthmus tertutup


Karakteristik pasien pada kelompok EO-previa dan LO-previa ditampilkan pada tabel 1.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut, dan panjangnya leher
rahim pada usia kehamilan 28 minggu tidak dibedakan diantara dua kelompok tersebut.

Pembukaan Isthmus Uteri p-value


Sebelum 25 minggu Setelah 25 minggu
usia kehamilan usia kehamilan
(n=44) (n=55)
Pembukaan isthmus, 22 (20-24) 30 (25-37)
Minggu gestasi
Usia ibu (tahun) 35 (26-49) 36 (25-42) 0.772
Gravida 1 (0-4) 1 (0-4) 0.158
Paritas 1 (0-2) 0 (0-2) 0.327
Primipara 45.5 % (20) 54.5% (30) 0.369
Riwayat Persalinan 22.7 % (10) 9.1 % (5) 0.110
sesar
Panjangnya leher 34 (18-46) 34 (18-46) 0.984
rahim pada usia
kehamilan 28 minggu
(mm)
Plasenta pada dinding 20.5 % (9) 10.9 % (6) 0.188
anterior
Tabel 1. Karakteristik antar kelompok

Keadaan janin dan ibu ditampilkan pada tabel 2. Tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara dua kelompok tersebut terhadap frekuensi perdarahan selama kehamilan (EO-
previa, 64%; LO-previa, 49 %). Persalinan sesar darurat telah dilakukan dikarenakan perdarahan
aktif yang lebih banyak terjadi pada kelompok EO-Previa (48 %) daripada kelompok LO-previa
(25%) (p=0.021). Frekuensi perdarahan hebat (>2500 ml) selama persalinan sesar lebih banyak
terjadi pada kelompok EO- previa daripada kelompok EO-previa (25% vs 9%, p=0.033).

Pembukaan isthmus uteri p-value


Sebelum 25 minggu Setelah 25 minggu usia
usia kehamilan (n=44) kehamilan (n=55)
Selama Kehamilan
Perdarahan selama 64 % (28) 49 % (27) 0.148
kehamilan

Persalinan sesar secara


mendadak disebabkan 48 % (21) 25 % (14) 0.021
oleh perdarahan
Persalinan sesar
disebabkan oleh rupture 4.6 % (2) 3.6 % (2) 0.663
membrane atau kontraksi
rahim

Selama persalinan
sesar

Plasenta previa lengkap 88.6 % (39) 47.3 % (26) <0.001


saat persalinan

Jumlah perdarahan
selama operasi 1823 (325-6050) 1510 (395-7580) 0.013
(pembedahan)

Perdarahan hebat selama


operasi (pembedahan) 25 % (11) 9 % (5) 0.033

Plasenta akreta 11.4 % (5) 1.8 % (1) 0.085

Keadaan neonatus

Usia gestasi pada saat 36 minggu 0 hari (25- 36 minggu 5 hari (25-38 0.305
dilahirkan 37 minggu5 hari) minggu 0 hari)

Berat lahir neonatus 2499 (921-3211) 2574 (833-3893) 0.281

Skor Apgar
1 min 7 (1-9) 8 (1-9) 0.073
5 min 9 (4-10) 9 (2-10) 0.260
pH arteri umbilikus 7.31 (7.1-7.39) 7.31 (7.16-7.54) 0.727

Pada kelompok EO-previa, rasio odds yang sesuai untuk persalinan sesar darurat
dikarenakan perdarahan yaitu 2.7 (95 % interval kepercayaan (CI) 1.1-6.2), sedangkan untuk
perdarahan massif yaitu 3.3 (95% CI 1.1-10.5) Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisa multivariat terhadap persalinan sesar secara mendadak disebabkan oleh
perdarahan, dan perdarahan hebat selama proses persalinan sesar

Rasio odd (tingkat p-value


kepercayaan 95%)
Persalinan sesar disebabkan
perdarahan
Pembukaan dini isthmus uteri 2.7 (1.1-6.2) 0.023

Perdarahan hebat (masif) selama


proses persalinan sesar
Pembukaan dini isthmus uteri 3.3 (1.1-10.5) 0.039
Note: persalinan sesar secara mendadak didefinisikan sebagai persalinan sesar yang dilakukan
sebelum persalinan sesar yang elah direncanakan dikarenakan terjadinya perdarahan >100 ml.
Sedangakan perdarahan hebat (masif) saat proses persalinan sesar didefinisikan sebagai
perdarahan yang terjadi >2500 ml selama pembedahan.

Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa frekuensi persalinan sesar secara darurat yang
disebabkan oleh perdarahan aktif selama kehamilan, dan jumlah perdarahan selama persalinan
sesar secara signifikan lebih tiggi pada kelompok EO-previa, dimana frekuensi perdarahan
selama kehamilan tidak dibedakan diantara dua kelompok tersebut.

Isthmus uteri terbuka secara berangsur-angsur seiring dengan bertambahnya usia gestasi.
Hal ini telah didapatkan bahwa hanya ¼ isthmus uteri yang terbuka pada usia kehamilan 13
minggu. Pada penelitian sebelumnya, peneliti menemukan isthmus uteri terbuka secara lengkap
pada 20 minggu usia kehamilan. Namun, pada penelitian ini didapatkan isthmus uteri terbuka
secara lengkap sebanyak 19 % (19/99) dari semua populasi dalam penelitian ini.

Pada kasus LO-previa, jika isthmus uteri tidak terbuka pada usia kehamilan 20 minggu,
plasenta dapat berkembang terutama pada bagian bawah rahim lebih rendah dari pada isthmus
uteri. Akibatnya, diperkirakan bahwa jaringan desidua dari isthmus uteri tidak menerima aliran
yang kaya akan darah pada pasien dengan LO-previa. Namun, pada pasien dengan EO-previa,
plasenta di isthmus uteri cenderung berkembang secara luas, desidua yang kaya akan darah dapat
terbentuk di isthmus uteri. Dengan adanya kontraksi yang terjadi seiring dengan bertambahnya
usia gestasi, desidua yang kaya aliran darah cenderung mengalami perubahan destruktif, yang
mengakibatkan perdarahan pada masa kehamilan. Sehingga persalinan sesar lebih banyak terjadi
pada pasien dengan EO-previa dari pada pasien dengan LO-previa. EO-previa juga berhubungan
dengan tingginya frekuensi perdarahan yang terjadi selama persalinan sesar. Hal ini diasumsikan
bahwa plasenta menutupi isthmus uteri pada pasien dengan EO-Previa, dan hal ini menyulitkan
arteri di spiral isthmus arteri untuk menutup. Sehingga, perdarahan atonik yang disebabkan oleh
terpisahnya plasenta cenderung terjadi pada pasien dengan EO-previa. Pada penelitian
sebelumnya, panjangnya leher rahim juga dihubungkan dengan perdarahan hebat (massif) dan
frekuensi terjadinya persalinan sesar secara mendadak pada pasien dengan plasenta previa
[1,5,6]. Fukushima,et.al [6] meneliti kasus plasenta previa yang dikategorisasikan berdasarkan
panjangnya leher rahim yaitu 30 mm, dan ditemukan bahwa leher rahim yang lebih pendek dapat
menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan intra-operatif dan perlengketan plasenta. Mimura,
et.al [1] juga menyimpulkan bahwa pendeknya leher rahim, yang mengindikasikan adanya
pelebaran bagian bawah uteri (rahim), hal tersebut berhubungan dengan terjadinya perdarahan
hebat (masif) selama perdarahan sesar karena kondisi tersebut cenderung mengakibatkan
perdarahan atonik setelah berpindahnya plasenta. Sama dengan penelitian sebelumnya yang
menemukan bahwa terdapat hubungan dengan servik uteri, penelitian ini menemukan bahwa
perdarahan masif yang terjadi selama persalinan sesar pada pasien dengan EO-previa yang
disebabkan oleh lemahnya kontraksi di isthmus uteri. Namun, hal ini diasumsikan bahwa
terdapat lebih sedikit pelebaran pada segmen bawah uteri dan area isthmus pada pasien dengan
LO-previa dari pada pada pasien dengan EO-previa.

Batasan dalam penelitian ini adalah penentuan terhadap waktu terbukanya isthmus.
Meskipun tidak terdapat kasus dimana isthmus terbuka secara bertahap selama pemeriksaan
transvagina, pengaruh kontraksi uteri/rahim juga harus dipertimbangkan. Karena pemeriksaan
ultrasonik dilakukan setiap 2 minggu, maka error/kesalahan yang terjadi sampai 2 minggu
tersebut harus ditoleransi. Dalam penelitian ini, hasilnya dibandingkan antara pasien yang
isthmusnya terbuka sebelum dan setelah 25 minggu usia gestasi. Diagnosis ultrasonik yang
akurat terhadap plasenta previa harus dilakukan setelah terbukanya isthmus, hal ini dikarenakan
pembukaan isthmus memiliki pengaruh yang besar terhadap berpindahnya plasenta. Peneliti
percaya bahwa penelitian tentang isthmus uteri pada plasenta previa dapat memberikan informasi
yang bermanfaat terhadap manajemen plasenta previa ke depannya.

Kesimpulan

Pasien dengan plasenta previa yang mengalami pembukaan dini isthmus uteri
menunjukkan tingginya risiko terhadap perdarahan selama masa kehamilan, dan perdarahan
hebat selama proses persalinan sesar, tidak berpengaruh terhadap perlengketan plasenta dan
lokasi plasenta (plasenta previa secara lengkap atau tidak). Hasil dari penelitian ini yang dimulai
dari akumulasi data pada periode mid-gestasi (periode tengah dari masa kehamilan), dapat
memberikan dampak terhadap perbaikan pada keadaan janin dan ibu.

Referensi

[1] Mimura T, Hasegawa J, Nakamura M, et al. Correlation between the cervical length and the
amount of bleeding during cesarean section in placenta previa. J- Obstet Gynaecol Res
2011;37:830–5.

[2] Hasegawa J, Matsuoka R, Ichizuka K, et al. Predisposing factors for massive hemorrhage
during cesarean section in patients with placenta previa. Ultra- sound Obstet Gynecol
2009;34:80–4.

[3] Saitoh M, Ishihara K, Sekiya T, Araki T. Anticipation of uterine bleeding in placenta previa
based on vaginal sonographic evaluation. Gynecol Obstet Invest 2002;54:37–42.

[4] Hasegawa J, Nakamura M, Hamada S, Ichizuka K, Sekizawa A, Okai T. Opening of the


uterine isthmus at 11–13 weeks’ gestation is not related to developmental abnormalities of the
placenta. Early Hum Dev 2013;89:973–6.

[5] Zaitoun MM, El Behery MM, Abd El Hameed AA, Soliman BS. Does cervical length and
the lower placental edge thickness measurement correlates with clinical outcome in cases of
complete placenta previa? Arch Gynecol Obstet 2011;284:867–73.

[6] Fukushima K, Fujiwara A, Anami A, et al. Cervical length predicts placental adherence and
massive hemorrhage in placenta previa. J Obstet Gynaecol Res 2012;38:192–7.

Anda mungkin juga menyukai