Perencanaan Pantai - Data Angin PDF
Perencanaan Pantai - Data Angin PDF
Untuk melakukan perhitungan fetch di suatu perairan diperlukan peta perairan lokasi dan
sekitarnya. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki
kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup
dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik
pengamatan dengan interval 50.
Perhitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta
topografi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-pulau atau
daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik
fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi perairan yang ditinjau, karena gelombang
yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian
merambat ke daerah pantai, mengalamai transformasi dan pecah seiring dengan
pendangkalan dasar perairan di dekat pantai.
∑ Lf . cosα i 1
Feff = i =1
k
∑ cos α
i =1
i
dimana:
Lfi = panjang fetch ke-i.
αi = sudut pengukuran fetch ke-i.
i = jumlah pengukuran fetch.
Jumlah pengukuran i untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-
pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (20o searah jarum jam dan 20o berlawanan
arah jarum jam).
Wind stress factor merupakan data kecepatan angin yang dimodifikasi. Sebelum merubah
kecepatan angin menjadi wind stress factor, koreksi dan konversi terdahap data
kecepatan angin perlu dilakukan. Berikut ini merupakan koreksi dan konversi yang perlu
dilakukan pada data kecepatan angin untuk mendapatkan nilai wind stress factor.
1. Koreksi ketinggian
Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di
atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu
dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z< 20m):
1/ 7
⎛ 10 ⎞
U (10) = U ( z ) ⎜ ⎟
⎝ z ⎠
Keterangan :
U(10) : Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s)
U(z) : Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/s)
z : Ketinggian pengukuran (m).
Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data
hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu berubah-
ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan peramalan gelombang
diperlukan juga durasi angin bertiup, dimana selama dalam durasi tersebut dianggap
kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini dilakukan untuk
nmendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup diinginkan.
Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin
rata-rata untuk durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut :
a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf, akan ditentukan angin dengan
durasi t detik (ut)
1609
b. t1 = det
uf
c. Menghitung u 3600
uf
=c
u 3600
uf
d. u 3600 =
c
Dengan nilai c adalah sebagai berikut:
⎛ ⎛ 45 ⎞ ⎞
c = 1.277 + 0.296 tanh ⎜⎜ 0.9 log⎜ ⎟ ⎟⎟ untuk 1 < t1 < 3600 det
⎝ ⎝ t ⎠⎠
c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 det
e. Menghitung ut ,t = durasi yang ditentukan.
ut
=c
u 3600
ut
u 3600 =
c
⎛ ⎛ 45 ⎞ ⎞
c = 1.277 + 0.296 tanh ⎜⎜ 0.9 log⎜ ⎟ ⎟⎟ untuk 1 < t1 < 3600 det
⎝ ⎝ t ⎠⎠
c = −0.15 log t1 + 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 det
Keterangan:
u f = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi ( m/s)
Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat bertiupnya
angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi stabilitas ini adalah
sebagai berikut:
U = RT U (10)
keterangan :
U : Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/s)
U(10) : Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/s)
RT : Koefisien stabilitas, nilai nya didapat dari grafik pada SPM (Vol. I, Figure
3-14), atau pada laporan ini disajikan pada Gambar 3.1.
Jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak
dimiliki, maka dianjurkan memakai nilai RT =1.10.
Koreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan
diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk merubah
kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang bertiup
di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15), atau pada
Gambar 3.2 di laporan ini.
Setelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah
mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
U A = 0.71U 1.23
ket:
UA : Wind stress factor (m/s)
U : Kecepatan angin (m/s)
2
= 0.0016⎜⎜ 2
⎟
⎟
UA ⎝ UA ⎠
1
gT p ⎛ gFeff ⎞ 3
2
= 0.2857⎜⎜ 2
⎟
⎟
UA ⎝ UA ⎠
2
gt d ⎛ gFeff ⎞ 3
= 68.8⎜⎜ 2
⎟
⎟
UA ⎝ UA ⎠
68.8 x U A ⎛ g x Feff ⎞3
tc = ⎜ ⎟
g ⎜ U 2 ⎟
⎝ A ⎠
0.0016 x U A
2
⎛ g x Feff ⎞2
H mo = ⎜ ⎟
g ⎜ U 2 ⎟
⎝ A ⎠
1
0.2857 x U A ⎛ g x Feff ⎞3
Tp = ⎜ ⎟
g ⎜ U 2 ⎟
⎝ A ⎠
2. Jika td < tc maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup
tidak cukup lama. Perhitungan tinggi dan periode gelombangnya dihitung dengan
persamaan dengan terlebih dahulu mengganti fetch efektif menjadi F min yang
dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:
3
U
2
⎛ gt d ⎞ 2
F min = A ⎜⎜ ⎟⎟
g ⎝ 68.6U A ⎠
23 23
⎛ gF ⎞ UA Yes gt ⎛ gF ⎞ No
t c = 68 .8 ⋅ ⎜ ⎟ ⋅ ≤t (Non Fully = 68 .8 ⋅ ⎜ ⎟ ≤ 7.15 x 10 4 (Fully
⎜U 2 ⎟ g UA ⎜U 2 ⎟
⎝ A ⎠ Developed) ⎝ A ⎠ Developed)
No
(Duration Limited)
Yes 32 2
⎛ gt ⎞ UA
(Fetch Limited)
Fmin = ⎜⎜ ⎟⎟ ⋅
⎝ 68 .8 ⋅ U A ⎠ g
F = Fmin
12
UA
2
⎛ gF ⎞ UA
2
H m 0 = 0.0016 ⋅ ⎜ ⎟ H m 0 = 0.2433 ⋅
g ⎜U 2 ⎟ g
⎝ A ⎠
13
UA ⎛ gF ⎞ UA
T p = 0.2857 ⋅ ⎜ ⎟ T p = 8.134 ⋅
g ⎜U 2 ⎟ g
⎝ A ⎠
Finish Finish
Gambar 3.3 Diagram alir proses peramalan gelombang berdasarkan data angin
Angka-angka statistik tersebut dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose yang
ditunjukkan pada Gambar 3.4. sedangkan pada Tabel 3.3 diberikan total kejadian angin
di Makassar Tahun 1991-2004.
BL U TL
40%
* *
30%
*** *
20% *
*** *
≈
* *
10% *
**
* *
0%
**
B * T
**
*
≈ *
*
*
*
***
*
*
*
*
* *
* **
* **
* *
BD S TG
Tidak Berangin = 26.08% Tidak Tercatat = 5.33%
Utara 263.4162
Timur Laut 0
Timur 0
Tenggara 0
Selatan 196.4224
Barat Daya 379.3335
Barat 931.5828
Barat Laut 249.962
Dari data gelombang signifikan kemudian disajikan secara visual dalam waverose ( mawar
angin) bulanan dan total selama 14 tahun. Gambar 3.6, 3.7 dan 3.8 menunjukkan
waverose bulanan selama 10 tahun, sedangkan Gambar 3.9 menunjukkan waverose
total selama 14 tahun dari 1991-2004. Tabel 3.6 sampai dengan Tabel 3.18 berikut ini
menunjukkan presentase kejadian gelombang di lepas Pantai Kalukalukuang bulanan dari
tahun 1991-2004 yang diramal berdasarkan data angin Makassar.
Dari tabel persentase kejadian gelombang total pada bulan Januari-Desember (1991-
2004) dapat diambil kesimpulan bahwa gelombang dominan datang dari arah barat laut
sebesar 11,18 % dan dari arah barat sebesar 9,53 %. Sebagai visualisasi, presentase
kejadian gelombang ini disajikan dalam bentuk waverose pada Gambar 3.6 sampai
dengan Gambar 3.9 berikut ini.
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 40.76% Tidak Tercatat = 1.26% Calm = 39.59% Tidak Tercatat = 2.15%
JANUARI FEBRUARI
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 39.57% Tidak Tercatat = 0.23% Calm = 41.20% Tidak Tercatat = 0.00%
MARET APRIL
Gambar 3.6 Waverose Bulan Januari, Februari, Maret ,dan April tahun 1991-2004
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 40.55% Tidak Tercatat = 0.23% Calm = 39.06% Tidak Tercatat = 0.00%
MEI JUNI
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 37.36% Tidak Tercatat = 0.47% Calm = 31.72% Tidak Tercatat = 7.14%
JULI AGUSTUS
Gambar 3.7 Waverose Bulan Mei, Juni, Juli ,dan Agustus tahun 1991-2004
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 33.73% Tidak Tercatat = 7.70% Calm = 32.31% Tidak Tercatat = 14.51%
SEPTEMBER OKTOBER
BL U TL BL U TL
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
B T B T
BD S TG BD S TG
Calm = 36.69% Tidak Tercatat = 7.14% Calm = 30.65% Tidak Tercatat = 21.75%
NOVEMBER DESEMBER
Gambar 3.8 Waverose Bulan September, Oktober, November, dan Desember tahun
1991-2004
BL U TL
40%
30% * *
*** *
20% *
*** *
≈
* *
10% *
**
0% * *
**
B * T
**
*
≈ *
*
*
*
***
*
*
*
*
* *
* **
* **
* *
BD S TG
Calm = 36.91% Tidak Tercatat = 5.25%
- Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli
arahnya. Hasil inventarisasi gelombang terbesar ini disajikan dalam bentuk tabel
dengan informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis selanjutnya.
1 ⎡ (ln x − µ )2 ⎤
f (x) = exp ⎢ − ⎥; 0≤x<∞
σx 2π ⎢⎣ 2σ2 ⎥⎦
Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu µ dan σ2. Nilai dari parameter µ
dan σ2adalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-
rata µ dan varian σ2. Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal
adalah sebagai berikut:
⎛ σ2 ⎞⎟
E[x ] = exp⎜ µ +
⎜ 2 ⎟⎠
⎝
(
Var [x ] = exp 2µ + σ2 exp σ 2 − 1){ ( ) }
B. Distribusi Pearson Tipe III
Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter gamma)
yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan di bawah ini
(Ochi 1992):
λβ (x − ε ) exp[− λ (x − ε )]
β −1
f (x) =
Γ(β )
dimana nilai dari Γ(β) adalah suatu fungsi gamma dengan λ, β dan ε merupakan
parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini :
sx ⎛ 2 ⎞
λ= , β = ⎜⎜ ⎟⎟
β ⎝ Cs ⎠
ε = x − sx β
λβ (x − ε ) exp[− λ (x − ε )]
β −1
f (x) = , y = log(x )
Γ(β )
dimana:
2
sx ⎛ 2 ⎞
λ= , β = ⎜⎜ ⎟⎟
β ⎝ C s (y) ⎠
ε = y − sx β
D. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan
fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992):
⎧ ⎡ ⎛ x − u ⎞⎤ ⎫
F ( x) = P ( X ≤ x) = ⎨− exp ⎢− ⎜ ⎟⎥ ⎬
⎩ ⎣ ⎝ α ⎠⎦ ⎭
atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:
⎧ ⎡ ⎛ x − u ⎞⎤ ⎫
f ( x ) = 1 − exp ⎨− exp ⎢ − ⎜ ⎟⎥ ⎬ ; -∞ ≤ x ≤ ∞
⎩ ⎣ ⎝ α ⎠⎦ ⎭
dimana:
s 6
α=
π
u = x − 0.5772α
s = standar deviasi
x = rata-rata
Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi
gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang
maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai
gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas
Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut :
m
P( X ≤ x m ) =
n −1
dimana:
P( X ≤ x m ) = probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah
xm.
m = ranking dari xm.
n = jumlah total data dari nilai maksimum.
Error rata-rata =
∑ (XDistribution − XData )2
N −1
dimana:
XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan.
XData = tinggi gelombang hasil peramalan.
N = jumlah data.
Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan distribusi
teroritis mana yang memiliki error terkecil. Distribusi teoritis tersebut yang akan
digunakan dalam analisis pada pekerjaan ini.
Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu kemudian
dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan antara tinggi
gelombang dengan periode gelombang seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.10.
P. Kalukalukuang y = 0.059x1.883
5.0
4.0
3.0
0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0
Perioda Gelombang Signifikan (detik)
Gambar 3.10 Grafik hubungan antara tinggi gelombang signifikan (Hs) dengan periodanya (Ts).
3-27
Tabel 3.19 Tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang Rencana di laut dalam
3.2.1 Definisi
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda langit,
terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi mengelilingi
matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi mengelilingi bumi pada saat
yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih waktu berotasi sebesar 50 menit
ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang
ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.
Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk
ellip yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis adalah
sebesar 66.5o, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 5o9’.
Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut
apogee. Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee. Sketsa
posisi dapat dilihat pada Gambar 3.11 berikut ini.
Pada saat bulan purnama, gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling
memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang purnama (pasang besar, springtide),
dimana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain.
Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tigaperempat revolusi bulan
terhadap bumi) dimana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi.
Gambar kedudukan bumi, bulan, dan matahari saat pasang perbani dapat dilihat pada
Gambar 3.13.
Pasang Surut Harian Tunggal Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1
kali air surut.Periode pasang surut rata-rata
(Diurnal Tide) adalah 24 jam 50 menit.
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2
Pasang surut harian ganda kali air surut dengan ketinggian yang hampir
samadan terjadi berurutan secara teratur.
(Semidiurnal tide) Periode Pasang surut rata-rata adalah 12
jam 24 menit.
Pasang surut campuran condong ke Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2
harian ganda kali air surut dengan ketinggian dan periode
(Mixed tide prevailing semidiurnal) yang berbeda.
i=1
Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan diatas diturunkan secara parsial
untuk setiap variabel atau parameternya :
∂J
=0
∂( parameter)
∂J m
= 0 = ∑(− 2 sinωt (i)){zt (i) − So − Acosωt (i) − B sinωt (i)}
∂B i =1
∂J m
= 0 = ∑ (− 2 ){z t (i ) − So − A cos ω t (i ) − B sin ω t (i )}
∂So i =1
∂J m
= 0 = ∑(− 2 cosωt (i)){zt (i) − So − Acosωt (i) − B sinωt (i)}
∂A i =1
∑
i =1
sin ωt (i) ∑ cosωt (i) sin ωt (i)
i =1
∑
i =1
sin ωt (i)
2
⎪ ∑
⎩ i =1 ⎭
Atau
⎧ So ⎫ ⎧ So ⎫
[D ]⎪⎨ A ⎪⎬ = {z } ⎪ ⎪
⎨ A ⎬ = [D ] {z }
−1
⎪B⎪ ⎪B⎪
⎩ ⎭ ⎩ ⎭
Matriks di atas dapat diselesaikan dengan Eliminasi Gauss sehingga nilai S0, A, B dapat
diketahui. A dan B ialah komponen pasang surut.
Selanjutnya untuk mendapatkan nilai amplitudo dan beda fasa dari kesembilan komponen
pasut (m = 9) digunakan persamaan berikut :
Amplitudo :
C= A2 + B 2
Fasa
⎛B⎞
Φ = tan −1 ⎜ ⎟
⎝ A⎠
3.2.4 Peramalan Pasang Surut
Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, maka
perubahan elevasi muka air akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu 18.6 tahun.
Jangka waktu 18.6 tahun adalah periode ulang pasang surut.
Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi muka air laut
selama 18.6 tahun. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-elevasi yang
digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan pasang surut
tersebut (lihat Tabel 3.21). Analisa dilakukan dengan metode statistika.
50
25
Elevasi Muka Air (cm)
-25
-50
-75
02/Feb 00:00 05/Feb 00:00 08/Feb 00:00 11/Feb 00:00 14/Feb 00:00 17/Feb 00:00 20/Feb 00:00 23/Feb 00:00 26/Feb 00:00
Waktu (2005)
Gambar 3.14 Time series elevasi pasut hasil pengukuran di lokasi Pangkep
Di mana:
M2 = komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 = komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semidiurnal)
K2 = komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan
(semidiurnal)
K1 = komponen matahari-bulan (diurnal)
O1 = komponen utama bulan (diurnal)
P1 = komponen utama matahari (diurnal)
M4 = komponen utama bulan (kuartel diurnal)
MS4 = komponen matahari-bulan
Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, selanjutnya
dilakukan peramalan perubahan elevasi muka air akibat pasang surut untuk jangka waktu
18,6 tahun (jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut). Peramalan ini
di lakukan menggunakan program ERGRAM, dan didapatkan data fluktuasi elevasi muka
airlaut selama 18,6 tahun. Selanjutnya, untuk keperluan perencanaan bangunan pantai,
dihitung elevasi-elevasi acuan penting dengan menganalisa data ramalan pasang surut
selama 18.61 tahun tersebut. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan program
ERGELV. Dalam tabel-tabel berikut ditampilkan harga elevasi-elevasi acuan penting di
lokasi tinjauan hasil running program ERGELV.
Gelombang yang datang dari arah barat daya terhalang sebagian oleh karang yang
memiliki kontur nol meter, sehingga tinggi gelombang yang sampai ke pantai menjadi
lebih kecil. Hal ini terlihat pada hasil simulasi CGWAVE pada Gambar 3.18. dimana tinggi
Gambar 3.15 Hasil simulasi CGWAVE dengan Ho=5.21 m T=10.78 dtk dan θ =45o
Penentuan orientasi arah dermaga ditentukan berdasarkan gelombang yang datang dari
arah barat laut. Agar dermaga terlindung dari gelombang yang datang, maka posisi
dermaga direncanakan sejajar dengan arah datangnya gelombang.
Layout dermaga yang diusulkan untuk Dermaga Beton Pulau Kalukalukuang adalah
alternatif 2 yang ditampilkan pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16 Layout dermaga yang diusulkan untuk dermaga beton Pulau
Kalukalukuang